• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Landasan Teori

3. Pembiayaan Bank Syariah

Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan kemampuanya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai kemampuan. Karena itulah pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya. Bantuan pembiayaan yang

29

diterima pengusaha dari bank inilah yang kemudia digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktifitasnya.

Ditinjau dari hukum permintaan dan penawaran maka terhadap macam dan ragamnya usaha, permintaan akan terus bertambah bilamana masyarakat telah melakukan penawaran. Timbulah kemudian efek kumulatif oleh semakin besarnya permintaan sehingga secara berantai kemudian menimbulkan kegairahan yang meluas dikalangan masyarakat untuk sedemikian rupa meningkatkan produktifitas. Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha untuk peningkatan produktivitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan modal, karena masalahnya dapat diatasi oleh bank dengan pembiayaan (Rivai dan Arifin, 2010: 685).

Istilah pembiayaan pada intinya berarti I believe, I trust, yaitu saya percaya atau saya menaruh kepercayaan.Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust),berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul maal menaruhkepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakanamanah yang diberikan. Dana tersebut harus digunakandengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dansyarat-syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagikedua belah pihak. Pembiayaan adalah fasilitas yang diberikan oleh bank syariah kepada masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh bank syariah dari masyarakat yang surplus dana, sedangkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan lain berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang

30

dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil. Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah mempunyai lima bentuk utama, diantaranya adalah; pembiayaan mudharabah (bagi hasil), pembiayaan musyarakah, pembiayaan murabahah, pembiayaan salam, dan pembiayaan ijarah (Muhammad, 2005: 20).

Menurut Karim (2005: 97-112) menyatakan bahwa dalam penyaluran dana perbankan syariah dikenal beberapa prinsip, yaitu pertama ialah katagori bagi hasil (Profit and Loss Sharing) dapat dilakukan atas prinsip musyaraka dan mudharabah. Katagori kedua ialah jual beli (Sale and Purchase) yang dilakukan yang dilaksanakan atas prinsip murabahah, salam dan istisna. Sementara katagori ketiga ialah sewa (Operation lease and financial lease) yang dilaksanakan atas prinsip ijarah. Sedangkan katagori keempat ialah jasa (fee based service) yang dilaksanakan atas prinsip wakalah (Deputyship), Kafalah (Guaranty), hawalah (Transfer service), rahn (Mortgage) dana qardh (Soft and benevolen loan).

a. Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan ini merupakan bentuk pembiayaan bagi hasil ketika bank sebagai pemilik dana/modal, biasa disebut shahibul maal menyediakan modal (100%) kepada pengusaha sebagai pengelola (mudharib) untuk melakukan aktifitas produktif atau kegiatan usaha dengan syarat bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad.

31

Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari usaha dan bukan karena kelalaian atau kecurangan pengelola modal, maka kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Apabila terjadi kerugian karena kelalaian dan kecurangan pengelola, maka pengelola bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kerugian tersebut. Pemilik modal disini hanya menyediakan modal dan tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam kegiatan usaha yang dibiayainya (Rivai dan Arifin, 2010: 192).

Mudharabah atau penanaman modal disini artinya adalah

menyerahkan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga dia mendapatkan presentase keuntungan.Bentuk usaha ini melibatkan dua pihak, pihak yang memiliki modal namun tidak bisa ber-bisnis, dan pihak yang pandai ber-bisnis namun tidak memiliki modal. Melalui usaha ini keduanya saling melengkapi (Al-mushlih dan Shalah, 2001: 168).

b. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan ini merupakan bentuk pembiayaan bagi hasil ketika bank sebagai pemilik modal/dana turut serta sebagai mitra usaha, membiayai investasi usaha pihak lain. Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama.Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.Musyarakah merupakan perjanjian yang berjalan terus sepanjang usaha yang dibiayaan bersama terus beroperasi (Rivai dan Arifin, 2010: 193).

32

c. Pembiayaan Murabahah

Definisi murabahah secara bahasa adalah bentuk mutual bermakna saling dari kata ribhu yang artinya keuntungan, yakni pertambahan nilai modal yang berarti saling mendapatkan keuntungan. Menurut terminology ilmu fiqih arti murabahah adalah menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang jelas (Al-mushlih dan Shalah, 2001: 194)

Murabahah yaitu Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo). Pembiayaan murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual- beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil. Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual-beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang.

Pada pembiayaan ini bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli, harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan waktu pembayaran.Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.Murabahah dapat dilaukan dengan pesanan atau tanpa pesanan, jika pesanan maka pihak

33

bank dapat meminta uang tanda jadi pada saat ijab dan qabul sebagai bukti keseriusan pesanan, dalam hal ini pesanan bersifat mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh dalam bentuk angsuran maupun lunas (Arief, 2008: 42). d. Pembiayaan As- Salam

Menurut terminology ilmu fiqih, as-salam artinya transaksi terhadap suatu barang yang digambarkan dan dalam kepemilikan dengan harga atau pembayaran dimuka pada saat waktu akad namun penyerahan barang tertunda atau setelahnya.As-salam termasuk salah satu bentuk jual beli, berbeda dengan jual beli lain, karena dengan system kontan plus tertunda, yakni dengan pembayaran kontan dan penyerahan barang tertunda (Al-mushlih dan Shalah, 2001: 194) .

Berkaitan dengan barang yang akan diserahkan secara tertunda, ada juga persyaratan sebagai berikut :

1) Hendaknya barang itu diketahui ukuran atau jumlahnya, terdeteksi dengan jelasmelalui berbagai media ukur yang dikenal seperti takaran, timbangan ataukalkulator, bila bias dihitung. Jika jumlah atau ukurannya tidak diketahui makaperjanjian tersebut batal.

2) Hendaknya waktu penyerahan barang sudah jelas diketahui. Hal ini mencegah ketidakjelasan yang berakibat pertikaian dan perselisihan. 3) Barang harus bisa ada pada waktu yang disepakati dan tidak ada riba.

34

e. Pembiayaan Istishna

Istishna atau pemesanan secara bahasa artinya, meminta

dibuatkan. Menurut trminologi ilmu fiqih artinya perjanjian terhadap barang jualan yang berada dalam kepimilikan penjual dengan syarat dibuatkan oleh penjual, atau meminta dibuatkan dengan cara khusus sementara bahan bakunya dari pihak penjual. Contohnya seseorang pergi ke salah seorang tukang, misalnya tukang kayu, tukang besi, atau tukang jahit, lalu ia mengatakan, “tolong buatkan untuk saya barang ini dengan jumlah sekian”. Syarat sah nya perjanjia pemesanan ini adalah bahwa bahan baku harus berasal dari tukang. Kalau berasal dari pihak pemesan atau pihak lain, tidak disebut Ishtishna, tapi menyewa tukang (Al- mushlih dan Shalah, 2001: 214).

f. Pembiayaan Ijarah

Dalam konteks fikih klasik Ijarah adalah hak untuk pemanfaatan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu.Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaaran sewa/upah, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Pada umumnya bank tidak memiliki barang, tapi menyewa dari pihak lain dan kemudian menyewakannya lagi kepada nasabah dengan nilai sewa yang lebih tinggi (Arief, 2008: 46)

Transaksi ijarah dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik) jadi pada dasarnya ijarah sama dengan prinsip jual beli. Perbedaannya terletak

35

pada objek transaksinya, pada jual beli objek transaksinya barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah barang atau jasa.

Kerusakan juga bisa mengakibatkan biaya pemeliharaan bertambah, apalagi bila disebutkan dalam kontrak biaya pemeliharaan ditanggung oleh lembaga keuangan. Demikain juga apabila nasabah berhenti ditengah kontrak dan tidak mau membeli asset tersebut. Akibatnya bank akan menghitung kembali keuntungannya dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.

g. Pembiayaan Qardh Al Hasan

Konsep perbankan Islam mengharuskan bank-bank Islam memberikan pelayanan social apakah melalui dan qardh (pinjaman kebijakan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Disamping itu konsep perbankan Islam mengharuskan bank-bank Islam untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberi kontribusi bagi kesejahteraan sosial (Harahap, Wirosodan dan Yusuf, 2005: 7)

Dokumen terkait