• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS

B. Anlisis Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Berdasarkan Akad Murabahah dan Akad Musyarakah Konsep Dasar Bank Syariah

4. Pembiayaan berdasarkan Akad Istishna’

Istishna' (عان ص ت س ا) adalah bentuk ism mashdar dari kata dasar istashna'a-yastashni'u (عن ص تا - عن ص ت س ي). Artinya meminta orang lain untuk membuatkan sesuatu untuknya.28 Dikatakan : istashna'a fulan baitan, meminta seseorang untuk membuatkan rumah

untuknya.Istishna’ berarti minta dibuatkan atau dipesan. Akad yang mengandung tuntutan agar tukang atau ahli (shani) membuatkan suatu pesanan dengan ciri-ciri khusus. Dengan demikian, istihna adalah jual beli antara pemesan dan penerima pesanan, di mana spesifikasi dan harga barang disepakati diawal, sedangkan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan.

Istishna’ dapat diterapkan dengan melakukan pemesanan barang dari pabrik, baik dalam skala besar ataupun kecil. Dengan demikian,

28http://hukumzone.blogspot.com/2012/03/istishna-dalam-fiqh-muamalah.html, pada

dalam istishna’ bahan dan tenaga dari produsen, sedangkan konsumen hanya memesan sesuai dengan kehendaknya.

a. Dasar Hukum Istishna’

Landasan Hukum Akad Istishna’ sebagai berikut : 1) Al-Quran

حَرَمُ َرْمَََأ ََلَََلُ ل ْب َََْْوَأ

“…Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (Qs. Al Baqarah: 275)

Berdasarkan ayat ini dan lainnya para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal, kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat dan shahih.

2) Hadits

Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat

kepada raja non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa

raja-raja non-Arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel.

Maka beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari

bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku

dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau." (HR. Muslim).

c. Rukun dan Syarat Akad Istishna’

Rukun Istishna’ ada empat, yaitu pemesan (mustashni), penjual atau pembuat (shani), barang (mashnu), dan pernyataan kesepakatan (shighat ijab qabul).

d. Aplikasi Akad Istishna’ dalam Perbankan

Dalam pratik perbankan, prinsip Akad Istishna’ ini dapat dilakukan dengan cara di mana pihak bank melakukan pesanan barang kepada produsen sesuai kebutuhan nasabah. Barang tersebut harus secara jelas diketahui karateristiknya, baik berupa jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Apabila barang yang dipesan tersebut ada kecacatan atau salah maka pihak produsen atau penjual bertanggungjawab atas kelalaiannya. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna’ .

Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (subkontarktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini sering disebut istishna’ bertingkat (al-muza’).

Cara ini dibenarkan selama akad kedua antara bank dan sub-kontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir, akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah. 29

Adapun dalam pratik pembiayaan istishna’ di perbankan adalah : 1. Nasabah memerlukan proyek dan meminta bantuan bank 2. Bank mengecek atau menganalisa kesanggupan produsen atau

kontraktor untuk menyelesaikan proyek

3. Produsen atau kontraktor menyelesaikan proyek sesuai pesanan bank

4. Bank menjual proyek kepada nasabah

Gambar 2.3 Skema akad istishna dalam Lembaga Keuangan syariah30

Keterangan skema akad istishna di atas :

Calon nasabah datang ke Bank untuk mengajukan pembiayaan untuk pembanguan atau kontruksi rumah tinggal. Bank akan meminta calon nasabah melengkapi persyaratan permohonan pembiayaan. Jika pembiayaan telah lengkap, selanjutnya bank melakukan kelayakan pembiayaan. Jika calon nasabah layak, maka bank akan mengeluarkan Surat Persetujuan kepada calon nasabah (syrat oenawaran). Calon nasabah melakukan negoisasi dengan bank. Jika terjadi kesepakatan, calon nasabah menandatangani surat penawaran dan berjanji (wa’ad) untuk melakuakn transaksi istishna’ dengan bank.

Calon nasabah dan bank melakukan perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip istishna’ dalam rangka pembangunan atau

30 Fathurrahman Djamil, 2012, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transksi di

kontruksi rumah nasabah. Bank akan menunjuk kontraktor atau pemborong bangunan berdasarkan kontrak kerja atau perjanjian pembanguan rumah (akad fiqh istishna’ paralel) untuk membangun rumah nasabah sesuai spesifikasi yang ditentukan. Bank dalam hal ini dapat mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk menunjuk kontraktor sesuai pilihan nasabah.

Bank membayar secara termin kepada kontarktor sesuai progress penyelesaian pekerjaan pembangunan rumah. Dalam hali ini disepakati pada awal akad, nasabah dapat menunjuk bank untuk melakukan monitoring dan pengawasan atas penyelesaian banguan rumah secara periodik. Atas upaya ini bank mendapatkan ujrah (free) dari nasabah. Bank melalui kontraktor (wakil) menyerahkan rumah yang telah selesai kepada nasabah. Nasabah menerima rumah dan membayar secara angsuran atau betahap sesuai jadwal yang disepakati.

BAB III

GAMBARAN UMUM BTN SYARI’AH A. Sejarah Berdirinya BTN Unit Usaha Syari’ah

BTN Syari’ah merupakan Strategic Bussiness Unit (SBU) dari Bank BTN yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, mulai beroperasi pada tanggal 14 Februari 2005 melalui pembukaan Kantor Cabang Syari’ah pertama di Jakarta. Pembukaan SBU ini guna melayani tingginya minat masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan Syariah dan memperhatikan keunggulan prinsip Perbankan Syari’ah, adanya Fatwa MUI tentang bunga bank, serta melaksanakan hasil RUPS tahun 2004.

Dalam prakteknya ternyata Bank Syari’ah bukan hanya diminati oleh kalangan umat muslim, tetapi juga dimanfaatkan oleh kalangan non muslim, baik dalam kapasitasnya sebagai nasabah, karyawaan maupun pemilik. Hal ini menunjukan bahwa Bank Syari’ah merupakan Bank yang universal dan tidak semata-mata dimanfatkan atas pertimbangan agama, tetapi juga pertimbangan ekonomis dan manfaatnya.

Untuk mengatisipasi kecenderungan tersebut, maka Bank NTN Unit Usaha Syari’ah berdiri berdasarkan risalah RUPS tanggal 16 Januari 2004 dan perubahan Anggaran Dasar dengan akta No. 29 tanggal 27 Oktober 2004 oleh Emi Sulityowati, SH Notaris di Jakarta yang ditandai dengan terbentuknya Divisi Syari’ah berdasarkan Ketetapan Direksi No. 14/DIR/DSYA/2004 tanggal 4 Novrmber 2004. Bank BTN telah pula mendapatkan izin prinsip operasional Unit Usaha Syari’ah dari Bank melalui surat BI No. 6/1350/DPbS tanggal 15 Desember 2004. Selanjutnya

Bank BTN Unit Usaha Syari’ah disebut “ BTN Syari’ah “ dengan motto “ Maju dan Sejahtera Bersama “.31

Dalam pelaksanaannya, Unit Usaha Syari’ah didampingi oleh Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yaitu badan independent yang ditempatkan oleh Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) pada Bank yang bertugas sebagai pengawas, penasehat dan pemberi saran kepada Direksi, Pimpinan Divisi Syari’ah dan Pemimpinan Kantor Cabang Syari’ah mengenai hal-hal yang terkait dengan prinsip Syari’ah.

Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syari’ah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang perbankan. Persyaratan anggota DPS diatur dan ditetapkan oleh DSN. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip syari’ah.

Adapun jajaran Dewan Pengawas Syari’ah pada Bank Tabungan Syari’ah yaitu : 32

Ketua : Drs. H. Ahmad Nazri Adlani

Anggota : a. Drs. H. Mohammad Hidayat MBA, MH b. Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS. QIP

Pada tahun 2006, dalam operasional Bank Tabungan Negara (BTN) Syari’ah telah didukung oleh 9 (sembilan) Kantor Cabang Syari’ah dan 27

31 Bank BTN, Laporan Tahunan Annual Report 2006, Jakarta, hal 85 32 Ibid, hal 85

(dua puluh tujuh) Kantor Layanan Cabang Konvesional (Office Channeling) pada kantor-kantor cabang dan kantor cabang konvesional.

Adapun kantor cabang syari’ah telah tersebar di berbagai kota, diantaranya Jakarta, Bandung, Makassar, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Batam dan Medan.33

BTN Syari’ah yang baru beroperasi kurang dari dua tahun membukukan laba pada tahun 2006 sebesar Rp.1,65 miliar dengan asset Rp.413,03 ,iliar dan pembiayaan Rp.256,89 miliar serta berhasil mendapatkan beberapa penghargaan Award yang telah diterima oleh BTN Syari’ah34

B. Visi dan Misi BTN Unit Usaha Syari’ah

Visi dan Misi Bank BTN Syari’ah sejalan dengan Visi Bank BTN yang merupakan Strategic Business Unit dengan peran untuk meningkatkan pelayanan dan pangsa pasar sehingga Bank BTN tumbuh dan berkembang di masa yang akan datang. BTN Syari’ah juga sebagai pelengkap dari bisnis perbankan di mana secara konvensional tidak dapat terlayani.35

1) Visi Bank BTN Syari’ah

" Menjadi Strategic Business Unit BTN yang sehat dan terkemuka dalam penyediaan jasa keuangan syariah dan mengutamakan kemaslahatan bersama."

2) Misi Bank BTN Syari’ah

a) Mendukung pencapaian sasaran laba usaha BTN.

33 Ibid, Hal 86

34 Ibid, Hal 86 35 Ibid, hal 6

b) Memberikan pelayanan jasa keuangan Syari’ah yang unggul dalam pembiayaan perumahan dan produk serta jasa keuangan Syari’ah terkait sehingga dapat memberikan kepuasan bagi nasabah dan memperoleh pangsa pasar yang diharapkan.

c) Melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip Syari’ah sehingga dapat meningkatkan ketahanan BTN dalam menghadapi perubahan lingkungan usaha serta meningkatkan shareholders value.

d) Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap

stakeholders serta memberikan ketentraman pada karyawan dan

nasabah.

Dokumen terkait