• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan dan Perlindungan pasar rakyat (tradisional) dalam

BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASAR RAKYAT

D. Pembinaan dan Perlindungan pasar rakyat (tradisional) dalam

Pemahaman tentang aktivitas pengelolaan pasar dan perdagangan eceran (ritel) mutlak harus dimiliki oleh aparatur dinas yang ditugasi membinan pasar tradisional termasuk di dalamnya pedagang pasar. Dalam merancang kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang diterbitkan dalam Peraturan Daerah (PERDA) serta peraturan dan pedoman pelaksanaan harus didasarkan atas pemahaman tentang pengelolaan (manajemen) pasar dan perdagangan eceran (ritel). Selanjutnya dalam pelaksanaan peraturan dan pedoman pelaksanaan tersebut seyogyanya para aparatur pelaksana mulai di tingkat SKPD (dinas yang membidangi pasar) hingga di tingkat pengelola pasar seyogyanya juga memahami hal-hal yang mendasar tentang pengelolaan pasar dan perdagangan eceran. Tentunya tingkat pemahaman yang seyogyanya harus dimiliki oleh masing- masing aparatur tersebut berbeda-beda tergantung pada posisi dan sifat tugas aparatur yang bersangkutan.

Agar para aparatur dapat melaksanakan peraturan dan pedoman tersebut dengan baik, maka sebelumnya kepada mereka diberikan pelatihan secara berjenjang tentang pengelolaan pasar dan perdagangan eceran. Selanjutnya kepada para aparatur yang telah dilatih, kepada mereka diberikan kesempatan untuk

bekerja di bidang-bidang sesuai dengan pengetahuan yang telah diperolehnya sampai waktu yang dirasakan cukup untuk dapat menerapkan pengetahuan tersebut dan diharapkan pengelolaan pasar dan pedagang pasar dapat beraktivitas mengikuti peraturan dan pedoman dengan tertib dan konsisten serta berkesinambungan.

Perdagangan eceran (ritel) merupakan salah satu bagian dari disiplin ilmu pemasaran yang seringkali kurang dipahami oleh aparatur dari SKPD yang membidangi perdagangan dan pasar, termasuk di dalamnya pasar moderen dan pasar tradisional serta perdagangan eceran. Dalam praktik banyak dijumpai dalam praktik para aparatur yang bekerja di bidang ini tidak memahami tentang pengetahuan dasar pemasaran yang sebenarnya sangat diperlukan ketika mereka bekerja. Sehingga banyak kebijakan, peraturan pelaksanaan, pedoman, petunjuk operasi sebagai upaya pembinaan pasar tradisional serta pedagang pasar dan PKL di mana para aparatur tersebut terlibat penyiapan dan pelaksanaannya, tidak dapat dilaksanakan dengan optimal. Akibatnya, banyak pasar-pasar tradisional berstigma negatif seperti kumuh, kotor, semrawut, bau, sampah berceceran di mana-mana dan seterusnya.

Dalam merancang kebijakan pembinaan pedagang tradisional dan PKL dalam bentuk penguatan daya saing di satu sisi dan menghambat beroperasinya pasar moderen sampai pada suatu saat pasar tradisional mampu bersaing di sisi lain, diperlukan pemahaman tentang ilmu pemasaran (marketing) merupakan hal mutlak di samping ilmu sosial lain yang terkait.

Pertimbangan lokasi pasar dan kawasan penempatan PKL misalnya, perlu didasari oleh kebijakan tentang pengaturan pendirian pasar moderen serta kebijakan tentang revitalisasi pasar tradisional dan relokasi PKL ke lokasi yang ditetapkan. lokasi adalah salah satu unsur “P” (Place) dalam “bauran pemasaran” (marketing mix) yang dikenal dengan “Empat P” (Product, Place, Price dan Promotion).42

Para pedagang perlu mengetahui ilmu tentang dasar-dasar promosi khususnya mendisplai barang dagangan agar mereka mampu menata dagangan yang menarik calon pembeli, seperti menempatkan produk-produk tertentu sedemikian rupa agar Perlu diketahui bahwa kebanyakan para pengunjung pasar, ketika membeli barang terutama barang-barang sekunder, seperti pakaian dan tas, untuk berbagai camilan untuk makanan, seringkali dipengaruhi oleh emosinya (impuls buying).

42

Indah Wardani, Pasar Tradisional Dan Permasalahannya, “https://www.facebook.com”. diakses terakhir pada tgl 24 Agustus 2014

Sehingga penataan (displai) barang yang menarik, seringkali membangkitkan emosi untuk membeli, sekalipun pembelian ini tidak direncanakan ketika akan berangkat ke pasar. Diakui bahwa terjadinya pembelian yang tidak terencana ini juga sangat dipengaruhi oleh daya beli para pengunjung pasar sebagai konsumen. Semakin kuat daya beli konsumen, maka kemungkinan terjadinya pembelian yang tidak terencana sebelumnya semakin kuat. Oleh karenanya, para pedagang setidaknya sepintas perlu memahami karakter dan kemampuan untuk membeli yang dimiliki oleh para pengunjung pasar yang menjadi pelanggannya.

Para pedagang terbiasa menyimpam/menimbun barang dagangan yang bersifat tahan lama melebihi kemampuan menjual selama periode tertentu. Kebanyakan pedagang cenderung banyak membeli (kulakan) barang dagangan tahan lama pada saat harga murah dan persediaan berlimpah, kemudian disimpan entah sampai kapan. Kemudian, mereka merasa kegiatan usahanya akan lebih aman apabila memiliki barang dagangan dibanding memegang uang kontan, karena persediaan barang dagangan yang berlimpah diperlukan untuk berjaga-jaga jika seandainya ada pembeli secara tiba-tiba membutuhkannya dalam jumlah besar yang sebenarnya berdasar pengalaman jarang terjadi. Di satu sisi hal ini mengakibatkan ada barang dagangan yang menjadi kedaluwarsa akibat prinsip First in First out (FIFO) sulit dijalankan karena penimbunan persediaan/stock barang yang peletakkannya sembarangan tidak dilakukan secara sistematis berdasarkan periode pengadaan melainkan ditumpuk-tumpuk seadanya. Di sisi lain, pasar menjadi tampak kumuh karena penuh dengan tumpukan barang-barang milik pedagang sebagai persediaan barang dagangan. Apabila peletakkan barang dilakukan dengan menumpuk-numpuk hingga tinggi ke plafon, maka sirkulasi udara segar menjadi tidak lancar dan sinar dari cahaya matahari atau lampu penerangan terhalang yang akibatnya los dan lorong/gang pasar menjadi pengap (panas) dan gelap sehingga keadaan pasar menjadi tidak nyaman. Kelemahan ini dapat diatasi dengan memberikan pengetahuan tentang “merchandising” sederhana kepada para pedagang, sehingga mereka mengetahui tentang periodesasi pengadaan dan penimbunan stock barang dagangan (inventory) yang efisien dan ekonomis serta aman bagi kelancaran aktivitas usaha. Di sini para

pedagang perlu memahami kebiasaan para pelanggannya kapan membeli dalam jumlah besar atau jumlah yang normal, dan berapa besarnya jumlah pembelian. Selain itu, juga perlu memahami kapan waktunya sulit untuk mendapatkan pasokan. Dengan memahami kondisi kebutuhan dan pasokan tersebut, para pedagang dapat memperkirakan besarnya persediaan barang dagangan yang harus disediakan berdasarkan periode penjualan. Persediaan barang dagangan ini ekonomis, efisien dan aman bagi kelangsungan usaha.

Agar para pedagang tradisional dapat memahami cara untuk mengatasi kelemahan-kelamahan di muka, maka pihak pengelola pasar sebagai pembina perlu mensosialisasikan pengetahuan tentang pemasaran dan merchandising

Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan, yang hanya diperoleh dari bekerja. Pasar rakyat (tradisional) sebagai salah satu infrastruktur ekonomi daerah memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menampung tenaga kerja, namun dengan pesatnya pembangunan, peningkatan jumlah ritel modern tidak dapat dihindarkan. Hal ini berakibat tergusurnya pasar tradisional karena kelemahannya baik dalampermodalan maupun dalam pengolahannya.

sederhana kepada para pedagang. Untuk itu, kepada pihak pengelola pasar harus terlebih dahulu diberikan pengetahuan dimaksud terlebih dahulu, atau dapat juga dilakukan dengan menggunakan jasa konsultan dari pihak ketiga, namun jangan sepenuhnya dilakukan oleh pihak ketiga, karena dibatasi oleh kontrak kerja dalam jangka waktu tertentu.

43

43

Ekapribadi Wildan. Pasar Modern: Ancaman Bagi Pasar Tradisional. (Jakarta : Penerbit Wordpress. 2007), hlm 48

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perlindungan pedagang tradisonal tersebutkarena hak atas kesejahteraan merupakan bagian dari hak ekonomi yang menjadi salah satu hak dalamkovenan hak ekonomi sosial dan budaya yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005. Dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap pedagang pasar tradisional, pemerintah telahmengeluarkan Peraturan Presiden nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Pembelanjaan dan Toko Modern yang diikuti dengan Peraturan Menteri PerdaganganRI Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern adalah untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang lebih sehat antara pasar tradisonal, pusat perbelanjaan, dan toko modern. Pengaturan mengenai zonasi dan jam operasional, lebih dipertegas agar dapat mendorong terciptanya iklim persaingan usaha yang lebih sehat bagi berbagai jenis toko atau pasar yang ada.

Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, PusatPerbelanjaan dan Toko Modern ini juga dimaksudkan untuk merespon perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha ritel dengan lahirnya inovasi dan usaha baru yang makin variatif, baik usaha eceran maupun pusat belanja. Meskipun Permendag yang baru dikeluarkan ini memiliki beberapa pasal pengaturan baru, namun pasal

-pasal tersebut tidak akan diberlakukan secara retroaktif. Oleh karena itu, masih akan ada tenggang waktu untuk melakukan sosialisasi secara intensif guna mengurangi kekhawatiran para pelaku usaha yang sudah terlanjur melakukan usaha.44

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (biasa disebut Perpres Pasar Modern) dan dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta, mengatur jarak antara pasar tradisional dan pasar modern minimal 2,5 km. Pesatnya pembangunan pasar modern dirasakan oleh banyak pihak berdampak terhadap keberadaan pasar tradisional. Di satu sisi, pasar modern dikelola secara profesional dengan fasilitas yang serba lengkap, di sisi lain, pasar tradisional masih berkutat dengan permasalahan klasik seputar pengelolaan yang kurang professional dan ketidaknyamanan berbelanja. Pasar modern dan tradisional bersaing dalam pasar yang sama, yaitu pasar ritel. Hampir semua produk yang

Dalam rangka Perlindungan hukum pedagang pada pasar tradisional pemerintah perlu melakukan 2 (dua) hal yakni Pengendalian dan Pemberdayaan. Pengendalian dilakukan terhadap Pasar Modern melalui kewajiban memilki izin gangguan yang mensyaratkan zonasi sebagai pertimbangan pemberian izin, sedangkan Pemberdayaan dilakukan terhadap Pedagang Pasar Tradisional, melalui program kemitraan,pendanaan dan peningkatan profesionalitas pengelola pasar. 44 24Agustus 2014

dijual di pasar tradisional seluruhnya dapat ditemui di pasar modern, khususnya hypermarket. Semenjak kehadiran hypermarket di Jakarta, pasar tradisional di kota tersebut disinyalir merasakan penurunan pendapatan dan keuntungan yang drastis.

Pasar rakyat (tradisional) merupakan bukti adanya pengembangan perekonomian yang dilakukan, dari, oleh, dan untuk masyarakat sendiri. Seharusnya otonomi daerah memberikan ruang khusus bagi keleluasaan peran masyarakat lokal dalam mengembangkan potensi sosial ekonominya secara mandiri. Pasar rakyat (tradisional) selayaknya mampu mengakomodasi potensi lokal. Di sisi lain pasar rakyat (tradisional) merupakan basis perekonomian bagi rakyat kecil. Dari sana tercipta sebuah sarana perlindungan terhadap pemberdayaan laju ekonomi kerakyatan.

Pemanfaatan potensi lokal tersebut meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sosio kultural. Akses barang barang produksi berasal dari daerahnya sendiri. Para pedagang bisa mengakses sayuran, buah-buahan, ternak, dll dari daerahnya sendiri. Berbelanja di pasar tradisional merupakan sebuah upaya untuk menghargai hasil kerja para petani, nelayan, peternak, dan pelaku usaha kecil lain dalam ruang lingkup lokal. Mendorong adanya komitmen untuk berani bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, membuat pasar tradisional secara kontinyu dengan mudahnya akan mensosialisasikan nilai-nilai kedaerahan.

Selain pasar rakyat (tradisional) juga turut membuka peluang bagi keberadaan mata pencaharian lain. Hal lain, kebudayaan atau moralitas sosial di daerah setempat menjadikan warna sendiri bagi pasar rakyat (tradisional).

Bagaimana sebuah pasar bisa menjadi ikon bagi corak kebudayaan dari daerah serempat. Misalnya saja di Jogja atau Bali, di pasar rakyat (tradisional) pusat kota, tentu saja banyak kita temukan komoditas yang mencerminkan corak kedaerahan. Tentu saja bukan hanya komoditas kedaerahan, akan tetapi ada ada pula aspek relasi sosial berciri khas daerah tersebut yang akan kita temui.

Pasar rakyat (tradisional) yang memanfaatkan potensi daerah seolah menciptakan arena perekonomiannya sendiri. Mereka hidup di dalam lingkaran daerah. Maka dari itu tidak terpengaruh dengan gejolak ekonomi yang terjadi di luar daerahnya. Terlebih tak terkena dampak krisis ekonomi yang masuk dari luar dirinya. Oleh karena itu maka pasar rakyat (tradisional) tak sekedar tempat untuk jual-beli saja. Akan tetapi pasar tradisional merupakan tulang punggung perekonomian rakyat kecil di daerah, warisan budaya, dan ladang pemenuhuan kebutuhan berintaraksi sosial.

Perlindungan dari pemerintah daerah terhadap gerak hidup pasar rakyat (tradisional) sangat dibutuhkan. Di dalam ladang yang menjadi tulang punggung bagi laju ekonomi masyarakat kecil tersebut, pasar rakyat (tradisional) membutuhkan bantuan berupa antisipasi dari pemerintah terhadap daerah segala hal yang mengganggu eksistensinya. Selain itu upaya melindungi nilai-nilai tradisional dalam pasar setidaknya dilakukan. Adanya interaksi sosial antara pedagang dan pembeli yang menciptakan kedekatan emosional harus dilestarikan. Hal tersebut merupakan warisan sosial yang butuh untuk dilestarikan.

Pemerintah daerah mempunyai peranan sentral dalam mengatur pola perkembangan perekonomian. Mengawasi perekonomian tanpa monopoli atau

bahkan oligopoli dan melindungi kesejahteraan rakyat kecil harus dilakukan. Selain itu pemerintah daerah juga berwenang dalam penertiban peraturan perundang-undangan, transparan, melindungi kelompok yang lemah terhadap perlakuan ekspoitasi pada ranah perekonomian.

Di daerah, pemerintah daerah layaknya bertindak sebagai wasit yang berwenang menjatuhkan sanksi pidana maupun administratif bagi pelaku persaingan usaha yang tidak sehat. Perilaku yang adil, jujur, dan bertanggung jawab menjadi harapan rakyat kecil. Pemerintah daerah merupakan pihak yang paling berkompeten dalam implementasi manajerial pengaturan perizinan pendirian pengelolaan pasar rakyat (tradisional). Maka dari itu akan menjadi hal yang aneh ketika pemerintah daerah masih segan melakukan upaya perlindungan terhadap laju jalur ekonomi kerakyatan. Bukankah dia dipilih untuk meindungi yang lemah. Namun yang terjadi justru sebaliknya.45

Dalam melindungi pasar tradisional dari dominasi pangsa pasar modern tertuang dalam UU No.5/1999 pasal 50 huruf h dan i yaitu pasal pengecualian untuk usaha kecil dan koperasi. Untuk mengendalikan pertumbuhan pasar modern, Pemerintah telah menerbitkan PerPres No.112/2007 dan Permendag No.53/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Mayoritas Pemerintah Daerah belum siap mengatur secara ketat pasar modern di daerahnya, yang terbukti dengan belum adanya aturan turunan dari regulasi Nasional tersebut di daerahnya.

45

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASAR RAKYAT BERDASARKAN UU NO.7 TAHUN 2014

A. Konsep Pasar Rakyat dalam Undang-undang No.7 Tahun 2014

Pasar dapat dibedakan menurut statusnya yaitu pasar resmi dan pasar tidak resmi sedangkan dari lingkup pelayanannya dapat pula dibedakan menurut pasar lokal, pasar regional dan pasar global. Berdasarkan jenis barang dan jasa yang ditawarkan maka pasar dapat dibedakan menjadi pasar umum dan pasar khusus yang dibedakan pula menurut waktu pelayanan seperti pasar malam dan jenis barang yang ditawarkan seperti pasar ternak. Menurut skala kegiatan dibedakan menjadi pasar eceran, pasar grosir dan pasar induk dan menurut skala pelayanan lokal terbagi pula kepada pasar lingkungan, pasar wilayah dan pasar kota.46

Konsep pasar terus berkembang seperti ‘one stop shopping’ yaitu pelayanan pasar makin bervariasi termasuk sebagai tempat rekreasi. Pasar modern menjadi media bagi interaksi kosmopolitan yang cenderung kepada gaya hidup yang mendorong kegiatan ‘window shopping’.

47

46

Philip Kotler, Marketing Manajement: Analysis, Planning, Implementation, and Control. (Manajemen Pemasaran), edisi 6. (Jakarta : Erlangga. 1996), hlm 37

47

Fashbir Noor Sidin, Strategi Kebijakan Pembangunan Dalam Otonomi Daerah, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, 2001, hlm 15-37

Awal perkembangan pasar ditunjukkan oleh suasana yang akrab antara pembeli dan penjual walaupun dibatasi oleh transaksi melalui tawar menawar. Proses ini untuk menyepakati harga dari barang yang ditawarkan. Harga itu umumnya memberikan keuntungan yang sewajarnya bagi penjual untuk menjaga kelangsungan kehidupan keluarga.

Pembeli dianggap memiliki pengetahuan tentang harga dan mutu barang melalui proses pembandingan dengan penjual lainnya.48

Hal itu karena biasanya penjual pasar rakyat (tradisional) menjual dalam jumlah kecil dan merupakan hasil kebun atau pengelolahan sendiri. Mereka juga mampu menjual barang dagangannya dengan standar modal apabila proses jual- beli sedang sepi atau hari sudah sore dan mereka akan pulang. Keunikan lainnya adalah proses tawar menawar antara penjual dan pembeli. Pembeli pada pasar tradisional mendapatkan kepuasan tersendiri ketika mampu meyakinkan penjual untuk mengurangi harga barang yang dijualnya bahkan apabila harga tersebut

Jangkauan pelayanan pasar ditentukan oleh jarak dan modal yang tersedia dikaitkan dengan biaya dan manfaat. Pasar akan berkembang sesuai ambang batas dan jangkauan pelayanan tersebut dan persaingan antar pasar sangat dipengaruhi oleh kebijakan publik termasuk penataan ruang. Ini menunjukkan bahwa perkembangan pasar dikaitkan dengan kelangsungan kehidupan pasar itu harus dilindungi agar investasi memberi pulangan yang optimal. Karakteristik Pasar tradisional dan Pasar Modern Pasar tradisional memiliki daya saing yang muncul secara ilmiah seperti lokasi yang strategis, keanekaragaman barang, harga yang murah , area penjualan yang luas serta sistem tawar menawar yang hingga kini menjadi daya tarik tersendiri bagi pembeli. Seorang penjual pada pasar tradisional mampu menyediakan barang dengan jenis yang berbeda, misalnya seorang pedagang yang menjual goreng-gorengan sekaligus sayur-sayuran.

48

Andrian. Pertumbuhan Pasar Modern Lampaui Pasar Tradisional.

hanya turun sebesar Rp.500. Suasana belanja berkait dengan faktor emosional antara pembeli dan penjual menjadi satu faktor penting dihubungkan dengan eksistensi pasar tradisional. Selain itu jenis barang dan sifat perbelanjaan juga dapat berpengaruh karena beberapa pasar rakyat (tradisional) masih mempertahankan hari-hari pasar tertentu yang ramai dikunjungi.

Jarak relatif dekat dengan permukiman dan akses yang tinggi terutama keberadaan ojek dan becak motor sehingga berbelanja menjadi rekreasi yang menyenangkan. Disisi lain pasar rakyat (tradisional) juga memiliki kelemahan. Hampir setiap pasar tradisional memiliki kelemahan yang sama. Kelemahan ini menjadi penyebab kekalahan dalam persaingan memperebutkan konsumen dengan pasar modern. Kelemahan tersebut diantaranya tampilan pasar tradisional yang terlihat kumuh, kotor dan bau, tata ruang yang tidak beraturan, jam operasional yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang yang masih rendah. Dengan harga yang relatif sama dan bersaing pasar modern mampu memberikan keunggulan dari kelemahan pasar tradisional. Terlebih lagi konsumen pasar tradisional berasal dari kalangan menengah kebawah sangat peduli terhadap perbedaan harga walaupun perbedaan harga tersebut sangat kecil dan sebagian besar penduduk Indonesia berada pada status menengah kebawah. Apalagi pasar modern mampu menawarkan inovasi-inovasi harga seperti diskon besar-besaran.

Harga pada pasar modern yang murah yang bisa mengalahkan harga pasar rakyat (tradisional) dengan menekan habis harga beli dari pemasok. Nama (brand) yang menjadi andalan serta "penyakit" konsumerisme masyarakatlah dapat digunakan pasar modern untuk mengambil keuntungan dan memenangkan

persaingan tidak seimbang ini. Selain itu propaganda media elektronik dan media lainnya begitu besar dimanfaatkan. Pasar rakyat (tradisional) juga memiliki kelemahan besar, selain soal persaingan. Problemnya adalah watak yang terbangun menjadi calon pengusaha-pengusaha menengah dan besar. Dalam sistem pasar tradisional adalah "sama" dengan pasar modern, yaitu soal tengkulak dan bandar dalam mata rantai distribusi barang dagangan serta penghasil barang produksi. Perputaran nilai uang yang dihasilkan dari perdagangan di pasar tradisional lebih besar dan merata namun dengan kualitas yang lebih rendah nilai uangnya. Kondisi ini yang membuat berjalannya roda ekonomi namun lemah dan tidak signifikan dalam mengangkat taraf hidup.49

Adanya UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan bisa menjadi benteng perlindungan bagi pasar tradisional, tapi kenyataannya berbeda malah melemahkan fungsi dan peran secara hukum, dan lebih memberikan penguatan pada peran dari pasar ritel modern yang akan makin besar ditahun mendatang. 50

Pengaturan perdagangan dalam negeri sebagaimana dijelaskan didalam pasal 5 UU No. 7 Tahun 2014 diarahkan untuk, meningkatkan efisiensi dan efektifitas distribusi, peningkatan iklim usaha dan kepastian berusaha,

Memuat pasal 1 ayat (12) ketentuan umum UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan bahwa pasar adalah lembaga ekonomi tempat bertemunya pembeli dan penjual, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan transaksi perdagangan.

49

http://planningandpublicpolicy.blogspot.com/2013/02/menciptakan-keseimbangan- antara-pasar.html, diakses terakhir pada tgl 26 Agustus 2014

50

pengintegrasian dan perluasan pasar dalam negeri, peningkatan akses pasar bagi produk dalam negeri, dan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Upaya tersebut dilakukan dengan pengharmonisasian peraturan, standart, prosedur kegiatan perdagangan antara pemerintah pusat dan daerah, prosedur perijinan, memfasilitasi sarana dan prasarana perdagangan dalam negeri, termasuk perdagangan antar pulau.

UU No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan juga mewajibkan kepada setiap pelaku usaha untuk menggunakan dan melengkapi label berbahasa indonesia pada barang yang diperdagangkan di dalam negeri. Hal mana nantinya secara lebih detail akan diatur melalui peraturan menteri. Terkait dengan distribusi bisa dilakukan melalui single level atau multi level. Barang dengan hak distribusi ekslusif yang diperdagangkan dengan sistem penjualan langsung hanya dapat dipasarkan oleh penjual resmi yang terdaftar sebagai anggota perusahaan penjualan langsung. Terkait dengan hak distribusi ekslusif ini perlu mendapat perhatian khusus karena ada kemungkinan terdapat unsur monopoli didalamnya. Selain itu pelaku usaha distribusi dilarang menerapkan skema piramida dalam mendistribusikan barang. Kerjasama pemerintah daerah, dan pelaku usaha secara sendiri ataupun bersama-sama dalam mengembangkan sarana perdagangan memungkinkan dalam hal, pengembangan pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko swalayan, gudang, perkulakan, pasar lelang komoditas, pasar berjangka komoditi, atau sarana perdagangan lainya. Kesemua itu diharuskan mengacu pada ketentuan undang-undang terkait. Pengaturan ini disatu sisi memperlihatkan semangat kegotongroyongan antar stake holders, namun disisi lain dapat menghilangkan

kewenangan pemerintah daerah untuk mengembangkan pasar rakyat melalui

Dokumen terkait