• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan Hubungan dengan Persyarikatan Muhammadiyah

Dalam dokumen Agussani Meraih Prestasi dengan Keteladanan (Halaman 44-49)

Dalam konteks bermuhammadiyah, Agussani memiliki filosofi hidup “Amal Usaha Muhammadiyah Bergerak Maju Bersama Persyarikatan”. Filosofi ini mengandung tiga makna; pertama, pemangku amanat di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) mesti menyadari bahwa amal usaha yang sedang dipimpinnya adalah milik Muhammadiyah; kedua, AUM mesti berangkat dari Muhammadiyah, oleh Muhammadiyah, dan untuk kepentingan dakwah Muhammadiyah; ketiga, nilai-nilai ideologis Muhammadiyah mesti menjadi landasan filosofis gerak dan langkah AUM. Agussani menjadikan filosofi tersebut sebagai inspirasi dan terminal awal dari mana ia bergerak dan terminal akhir di mana ia akan berhenti.

Ia menyadari sepenuhnya, AUM yang berjalan dan dikembangkan dengan meninggalkan bahkan melupakan persyarikatan seperti musafir yang tidak memiliki peta jalan. Potensi untuk tergelincir sangat besar dan rentan terhadap berbagai konflik kepentingan. Konflik seringkali menguras energi. Persaudaraan sebagai sebuah hal yang mesti dirawat tak jarang putus. Bersama dengan seluruh elemen di lingkungan kerjanya, Agussani merealisasikan filosofi tersebut dalam sebuah visi besar UMSU.

Dalam visi tersebut dijelaskan bahwa nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan menjadi dasar pemikiran dan gerakan. Inilah kemudian yang menjadi bingkai moral yang diwujudkan secara teknis dalam tri darma perguruan tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, bahkan

Al-| 40 Al-| Agussani Meraih Prestasi dengan Keteladanan

Islam dan Kemuhammadiyahan menjadi catur darma tersendiri.

Nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan diejawantahkan dalam berbagai regulasi. Seluruh sivitas akademika UMSU memiliki tanggungjawab ideologis terhadap gerak dakwah Muhammadiyah. Itulah sebabnya Agussani tidak menyetujui gagasan pendirian ranting khusus di AUM. Ia berpikir bahwa seluruh sivitas akademika UMSU mesti aktif dan membaur dalam berbagai tingkatan kepemimpinan Muhammadiyah di lingkungan masing-masing. Kendatipun sangat mempertimbangkan nilai-nilai ideologis, Agussani tetap menjadikan profesionalitas sebagai salah satu persyaratan utama bagi seluruh sivitas akademika.

Al-Islam dan Kemuhammadiyahan dipadukan dengan profesionalitas akan melahirkan sebuah letupan aktivitas yang dinamis, namun tetap didasari oleh kesadaran ke-Islaman dan ke-Muhammadiyahan yang kental.

Mendampingi Ketua Umum PP Muhamamdiyah Haedar Nashir dalam kegiatan silaturahmi PW Muhammadiyah Sumut.

Bagian Ketiga Kisah Bermuhammadiyah| 41 | Sumatra Utara memiliki ciri tersendiri, tak terkecuali terkait dengan gerak dakwah Muhammadiyah. Meskipun terdapat beberapa perguruan tinggi, namun tak semua berada pada tingkat kemajuan yang sama. Ada yang unggul, sedang, dan tengah berkembang. Keadaan ini tentu sangat mempengaruhi dukungan, terutama finansial, untuk kegiatan persyarikatan.

UMSU sebagai perguruan tinggi yang berada pada cluster utama tentu menyadari hal tersebut. Itulah sebabnya, dalam berbagai even regional, nasional, ataupun internasional, UMSU selalu menopang aktivitas persyarikatan baik dalam konteks sarana, prasarana, maupun finansial. Bagi Agussani, tuntutan ini menjadi sebuah komitmen tersendiri. Ia menyadari sepenuhnya bahwa UMSU bisa menjadi besar dan maju karena berada di rumah besar persyarikatan. Baginya, tanpa persyarikatan UMSU tidak akan mungkin mendapatkan berbagai predikat sebagaimana yang telah diraih.

Terkadang, kehadiran Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir di Medan dalam melakukan konsolidasi dengan pimpinan amal usaha pendidikan (rektor PTM se-Sumatra), UMSU selalu dipercaya sebagai fasilitator dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga selalu menjadi narasumber pengajian yang digelar UMSU sendiri.

Terletak di tiga kampus secara terpisah, UMSU selalu diberi kepercayaan untuk menyelenggarakan kegiatan Muhammadiyah dan Aisyiyah. Amanah itu tentu direspon secara positif oleh Agussani sebagai rektor dan sekaligus Bendahara PWM. Mulai dari Musyawarah Wilayah

| 42 | Agussani Meraih Prestasi dengan Keteladanan

Muhammadiyah dan Aisyiyah tidak lepas dari kontribusi UMSU. Itulah sebabnya, Agussani sebagai rektor pembina, meniscayakan perguruan tinggi yang ada di wilayah Sumatra Utara berkembang dan maju.

Hal ini tentu sangat terkait erat dengan kontribusi lebih besar yang nantinya akan diberikan perguruan tinggi itu untuk berbagai aktivitas Muhammadiyah. Injeksi akademik dan berbagai aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas perguruan tinggi di bawah binaan UMSU terus dilakukan oleh Agussani.

Lahir dari organisasi otonom (ortom) menjadi tali pengikat tersendiri bagi Agussani. Ia tidak hanya memiliki pencermatan yang tajam terhadap dinamika gerakan ortom, namun turut merasakan dinamika itu. Ini menjadi sebuah nilai tambah tersendiri bagi Agussani. Itulah sebabnya, ia menjadi tempat bertanya dan berkonsultasi terhadap berbagai kebijakan yang akan diambil dan penyokong berbagai kegiatan ortom. Bagi Agussani sendiri, ortom menjadi sayap-sayap Muhammadiyah yang dibutuhkan untuk memperkuat jejaring dakwah Muhammadiyah.

Menariknya, kader-kader terbaik ortom oleh Agussani dibimbing dan diarahkan sesuai dengan bakat dan kapasitasnya masing-masing. Tak terkecuali di UMSU, Agussani senantiasa mempertimbangkan ruang bagi kader-kader terbaik untuk turut serta berkontribusi mengembangkan dan memajukan UMSU. Ortom merupakan kekuatan bukan ancaman. Sinergitas ortom dengan AUM mesti tetap dirawat. Ortom menjadi pengisi dan perawat AUM, sementara program-program yang dilaksanakan ortom ditopang oleh AUM. Ini pola pikir

Bagian Ketiga Kisah Bermuhammadiyah| 43 | dan pola gerak yang ditanamkan Agussani.

Bisa saja sinergitas tidak terjadi ketika komunikasi dan koordinasi tersumbat. Dalam konteks ini perlu diperhatikan secara serius. Oleh karena itu, Agussani selalu duduk dalam satu meja dengan para pimpinan ortom untuk menyelaraskan program-program yang berpotensi untuk dikolaborasikan. Rutinitas tersebut dilakukan sebagai sebuah upaya untuk tetap membangun silaturrahim dan merumuskan ide-ide cerdas yang kemudian direalisasikan dalam aksi. Bagi Agussani, tersumbatnya komunikasi menjadi penyebab utama ketegangan antara pemangku amanat di AUM dengan pimpinan di ortom.

Perjalanan karir Agussani di Muhammadiyah dimulai sejak aktif di Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Medan dan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara. Sebagai salah satu ortom di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah telah memberikan banyak perubahan karakter dan pengetahuan kepadanya. Pola kerja dalam sebuah team work, analisis sosial, paham keagamaan, dan atensi yang besar kepada Muhammadiyah ditanamkan secara kokoh di Pemuda Muhammadiyah.

Itulah sebabnya Agussani tidak canggung dan memiliki relasi sangat dekat dengan lapisan-lapisan Pemuda Muhammadiyah. Modal historis ini menjadi bagian yang membekas dan sangat mempengaruhi respon Agussani terhadap Muhammadiyah dan seluruh ortomnya.

Tidak saja sebatas tataran normatif, Agussani mampu memahami secara dalam merasakan dinamika yang bergulir di masing-masing ortom tersebut. Ini yang

| 44 | Agussani Meraih Prestasi dengan Keteladanan

menyebabkan ia senantiasa menjadi rujukan dan kerap diminta untuk memberikan sumbang saran setiap saat.

Agussani saat memberikan sambutan pada Musyawarah Wilayah ke VII Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara di Kisaran, 23-25 April 1994

Awal Agussani terjun di ortom Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara diawali pertemuan pada Panitia Musywil Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara di Pangkalan Brandan yang menghasilkan kepemimpinan

Pemuda Muhammadiyah diketuai oleh Drs.H.Asraruddin,ZA dan Sekretaris Zulfikri Bustami (keduaya sudah almarhum) dan bendahara adalah Drs.

Agussani.

Pada Musyawarah Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara di Kisaran tahun 1994, terpilih Zulfikri Bustami. Tim Zulfikri berusaya merayu Agussani untuk masuk dalam kepengurusan. Namun, Agussani yang satu tim dengan Bahdin Nur Tanjung tidak bersedia masuk.

Agussani dan Bahdin Nur Tanjung beraktivitas di Majelis

Bagian Ketiga Kisah Bermuhammadiyah| 45 | Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah Sumatera Utara.

Pada Musywil Pemuda Muhammadiyah di Pangkalan Brandan, kata Agussani mengenang, Ketua PP Pemuda Muhammadiyahnya Dr. H.M Din Syamsuddin. Sedangkan Musywil Pemuda Muhammadiyah VII di Kisaran tahun 1994, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Hajriyanto Y.

Thohari.

Agussani terus melangkah kipranya, pada Muswil ke-8 Muhammadiyah Sumatera Utara di Sibolga terpilih ketua Drs. H.Firdaus Naly. Di sini Agussani masuk menjadi salah seorang pimpinan di Majelis Pembina Kesehatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara periode 1995-2000 sebagai Sekretaris dengan Ketua Majelis dr. H. Emil R. Darwis.

Pada Muswil ke-9 Muhammadiyah Sumatera Utara di Binjai periode 2000-2005 terpilih, Prof. Dr. H. Ali Ya’kub Matondang,M.A., sebagai Ketua PW Muhammadiyah Sumut.

Di sini, Agussani masuk ke Majelis Pengembangan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat sebagai sekretaris dengan ketua majelis, dr. M.Nur Rasyid Lubis, Sp.B.

Pada periode ini terbentuk Panitia Pelaksana Pembangunan Rumah Sakit Muhammadiyah Sumatera Utara masa jabatan 2000-2005. Dengan ketua pengarah Drs. H.

Firdaus Naly, Ketua Pembangunan, dr. M.Nur Rasyid Lubis, Sp.B, dan Sekretaris, Agussani, Bendahara, Dra. Azwinar, Apt. Pembanguan Rumah Sakit Muhammadiyah Sumatera Utara di Jalan Mandala By Pass No 27 Medan yang di atasnya ada bangunan Rumah Bersalin Siti Khadijah yang dikelola

| 46 | Agussani Meraih Prestasi dengan Keteladanan PCA Tegal Sari Mandala.

Pada 14 Agustus 2002, panitia mengadakan tabligh akbar dan peletakkan batu pertama oleh Menteri Sosial Republik Indonesia, H. Bachtiar Chamsyah, SE. Di sini panitia terus bergerak menggalang dana dan membenahi sarana dan prasarana, rehap bangunan untuk lokasi Rumah Sakit Muhammadiyah Sumatera Utara. Agussani ikut serta gotong royong membersihkan lokasi.

Agussani juga berperan penting dalam mengurus surat tanah RS Muhammadiyah Sumatera Utara karena surat-surat tersebut belum disertifikatkan. Maka, bersama Bendahara PW Muhammadiyah Sumatera Utara, Suhrawardi K Lubis, Agussani membantu mengurus sertifikat tanah tersebut ke BPN dan akhirnya tahun 2008 keluarlah sertifikat atas nama persyarikatan Muhammadiyah berkedudukan di Yogyakarta untuk RS Muhammadiyah Sumatera Utara.

Kiprahnya terus melejit, Agussani masuk dalama Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara periode 2005-2010 hasil Musyil ke-10 Muhammadiyah Sumatera Utara di Pematang Siantar. Saat itu, terpilih Ketua PW Muhammadiyah Sumut Drs. H. Dalail Ahmad, M.A.

Agussani duduk sebagai Korbid Wakaf, ZIS dan Dana.

Pada Muswil ke-11 Muhammadiyah Sumatera Utara di Asrama Haji Medan terpilih Prof. Dr. Asmuni, M.A., Agussani menjabat sebagai bendahara PW Muhammadiyah Sumut periode 2010-2015. Pada Muswil ke-12 Muhammadiyah Sumatera Utara di Kisaran, terpilih Prof. Dr.

H. Hasyimsyah Nasution, M.A., sebagai Ketua PW Muhammadiyah Sumut, di sini kembali Agussani dipercaya

Bagian Ketiga Kisah Bermuhammadiyah| 47 | menjadi bendahara.

Tentu saja jalan menuju ke arah itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, penuh dengan kompetisi sebagaimana yang sering terjadi di Muhammadiyah, namun warga persyarikatan memiliki catatan tersendiri. Jika bukan seluruhnya, sebagian besar pengurus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara lahir dari ortom, tak terkecuali Agussani sendiri.

Di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Agussani mendapat amanah sebagai bendahara. Tugas yang diemban tidak ringan. Bendahara kerap dituntut untuk melahirkan inovasi dalam rangka menggali dana untuk berbagai kegiatan persyarikatan. Tidak seperti selama ini, bendahara diposisikan sebagai pemegang uang kas persyarikatan. Mengingat wilayah dakwah Muhamma-diyah di Sumatra Utara tidak kecil, dibutuhkan dana operasional yang tidak kecil pula untuk mendukung berbagai kegiatan. Gerak dakwah internal dan eksternal Muhammadiyah sangat dinamis dengan berbagai persoalan yang senantiasa mengitarinya.

Pimpinan daerah, pimpinan cabang, dan pimpinan ranting merupakan ujung tombak dakwah persyarikatan.

Agussani senantiasa memberikan berbagai dukungan untuk gerakan dakwah Muhammadiyah di setiap tingkatan tersebut. UMSU oleh Agussani tidak diposisikan sebagai kampus eksklusif seperti menara gading. UMSU senantiasa diperansertakan dalam berbagai aktivitas yang menunjang dakwah persyarikatan. Sebagai contoh, UMSU memiliki pusat keunggulan Observatorium Ilmu Falak (OIF).

| 48 | Agussani Meraih Prestasi dengan Keteladanan

Kendatipun Sumatra Utara sangat luas, OIF berkontribusi pada proses edukasi masyarakat dalam bidang astronomi, pengukuran arah kiblat, penyatuan kalender Islam global, bahkan berbagai pelatihan untuk warga Muhammadiyah. Pembinaan dalam konteks ini dilakukan secara terencana. Agussani menyampaikan pesan tersirat bahwa UMSU adalah milik seluruh warga persyarikatan.

Hubungan antara Agussani dengan para pimpinan Muhammadiyah di setiap tingkatan sangat baik.

Penyiapan kader-kader Muhammadiyah yang memiliki pengetahuan baik dan cakap berbahasa Arab menjadi sebuah kebutuhan. Secara nasional, telah dirasakan bahwa Muhammadiyah mengalami krisis kader yang memiliki kemampuan Bahasa Arab memadai.

Mencermati hal ini, Agussani melakukan terobosan penting dengan membuat program integrasi kursus Bahasa Arab dengan program kuliah

Sarjana strata satu di UMSU. Program tersebut hasil kerja sama antara Asia Muslim Charity Foundation (AMCF) yang membawahi Ma’had Abu Ubaidah bin Al-Jarrah dengan UMSU. Secara operasional Program Studi Pendidikan Agama (PAI) Islam yang berada di unit Fakultas Agama Islam (FAI) menjadi pelaksananya.

Program ini berjalan secara baik dan menyedot banyak peminat.

Secara teknis, para hari Senin sampai hari Kamis, semua mahasiswa yang mengambil program tersebut mengikuti kursus Bahasa Arab selama dua tahun di Ma’had. Pada saat yang bersamaan di hari Jum’at dan Sabtu, peserta program mengikuti perkuliahan pada

Bagian Ketiga Kisah Bermuhammadiyah| 49 | Program Studi Pendidikan Agama Islam di FAI UMSU dan 60 persen dana kegiatan berasal dari UMSU. Dalam hal ini, banyak peserta program yang berasal dari keluarga besar Muhammadiyah.

Setelah tamat, mereka diharapkan cakap berbahasa Arab dan memiliki ijazah sarjana strata satu. Jika satu waktu mereka memiliki peluang untuk menjadi seorang guru atau melamar di berbagai instansi, maka ijazah sarjana strata satu tersebut dapat digunakan. Tentu saja ini menjadi sebuah nilai tambah dan keunggulan tersendiri dari terlaksananya program tersebut. Tak dapat disangkal, program ini diinisiasi dan dilimpahkan oleh pimpinan pusat Muhammadiyah kepada UMSU.

Pelaksanaan dan Kekhasan Al Islam dan

Dalam dokumen Agussani Meraih Prestasi dengan Keteladanan (Halaman 44-49)