• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan peserta KB, PPKBD/Sub PPKBD dan Kader

Dalam dokumen TESIS. Oleh WIDIA ASTUTI TANJUNG NIM : (Halaman 87-94)

B. Untuk PPM gerakan Keluarga Sejahtera

9. Pembinaan peserta KB, PPKBD/Sub PPKBD dan Kader

Pembinaan peserta melalui kegiatan membimbing, mengarahkan, mengaktifkan serta mengembangkan keluarga dalam melaksanakan fungsi-fungsi keluarga melalui pembinaan kepada tokoh masyarakat dan institusi masyarakat.

Proses ini merupakan suatu proses pembinaan lanjutan yang dilaksanakan PLKB, kegiatan melaporkan dan evaluasi. Kegiatan dalam tahap ini yaitu kegiatan mengayomi, membimbing, mengarahkan dan mengaktifkan peserta KB, pelaksana, pengelola IMP sehingga meningkatkan kesertaan KB. Pembinaan kelompok ada tribina (BKL, BKR dan BKB) dan UPPKS.

Dari hasil wawancara dengan informan dapat dilihat pernyataan informan mengenai pembinaan peserta KB, berikut :

Ya kita kelapangan lah kita tanyai ibu-ibu gimana KB nya masih amankan gitu gitulah. Kegiatan yang tentang PIK-R sekarang mau diadakan Jambore. Biasnaaya kegiatannya itu di rumah kadang ganti-ganti itu.

(Informan 5)

“Pembinaan peserta itu orang orang yang sudah ber KB itu kan ada catatanya itu harus dilakukan pembinaan agar tidak DO, baru orang orang yang non MKJP kita arahkan untuk ikut MKJP. Pelayanan ngak menentu kalau aku pribadi turun ke lapanagan itu selasa dan rabu”

(Informan 7).

Dari hasil wawancara mendalam dengan informan dapat kita lihat bahwa kunjungan ulang untuk mencegah angka Unmet need di lapangan sudah dilakukan, ketika di lapangan.

Bina Keluarga Balita (BKB) adalah program pendidikan untuk keluarga terutama ibu yang memiliki anak Balita melalui upaya peningkatan pengetahuan dan kesadaran ibu beserta anggota keluarga lainnya.

Dari hasil wawancara dengan informan mengenai Bina Keluarga Balita dapat di lihat, berikut :

“BKB satu yang gabung satu yang indak, satu yang dia khusus penyuluhan ada arisannya untuk ecek eceknya senagat. Kalau di apa sekitaran 20rb kalau ngak salah” (Informan 3).

“Yang paling aktif itu BKB karena ada honornya sementara poktan yang lain itu ngak ada honornya jdai pasti lebih susah untuk mengajak poktan yang lain daripada BKB, kegiatanya kita ngumpul di rumah kepling di rumah keling lingkungan I misalnya pertemuan pertama kita membahas tumbuh kembang anak atau MPASI atau gerak kasar pada balita terus kita masukan juga nih tentang Balita kita masukan juga KB dan sesi tanya jawab. Yang aktif itu BKB dua kali dalam sebulan satu di posyandu satu lagi di posyandu. Kadang 20 kadang 15 kalau di sibolga ilir ini kalau hari bagus orang lebih memilih menjemur ikan karena kan ikan asin”

(Informan 4).

“BKB disini aktif dalam satu bulan itu dua kali pertemuan yag pertama itu terintegrasi sama PAUD dan Posyandu kalau yang kedua baru BKB saja. Arisan kita kan ada tapi PLKB ngak ikut kita cuma turun aja sebagai yang datang memberi penyuluhan sebenarnya bukan tanggung jawab kader tapi kalau kita sebagai yang mengawasi kalau kita ngak hadir pasti ngk jalan itu” (Informan 5)

“Kalau BKB ya pasti aktif karena itulah tangung jawab kader kan udah ada honoronya jadi setiap bulan pasti ada kegiatannya itu”(Informan 6).

“BKB itu 40 an orang karena dananya jelas, kami setiap hari ada aja kegiatan kami, BKB jelas bejalan karena itulah yang ada honornya, jaman sekarang kita manggil orang aklau kita ngak menyediakan apa-apa ongkosnya ngak ada yang mau. BKB dua kali sebulan ada satu kali cuma dengan BKB nya yang satu kali lagi itu demgam posyandu di situ melakukan penyuluhan, kami ada arisan. Sebulan 10rb atau 20rb ya karena aku ngak ikut, ada BKB kit dia. Cuma karena penggantian pengurus sering ganti ya BKB kit itu hilang, jadi memang kadang kami penyuluhan pake slide lah.” (Informan 7).

Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa kegiatan Bina Keluarga Balita di lapangan aktif, kader BKB di Kota Sibolga sudah diberikan honor setiap

bulan dari Dinas PPKB. Pelaksanaan program BKB di lapangan tergantung kelurahannya ada yang hanya satu kali dan dua kali. Biasanya kegiatan BKB di gabung dengan kegiatan Puskesmas. Namun faktanya di lapangan ini sulit di lakukan karena masyarakat yang ke Posyandu datang satu per satu dan tentu kesulitan untuk mengumpulkan kelompok sasaran untuk memberikan informasi kepada kelompok sasaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan berikut :

“Taulah dek ibu ibu ke posyandu semua mau cepat nanti ngak sabar kan nunggu rame dulu ya kadang penyuluhan peroranganlah tapi kan banyak yang mau di bahas kan ada kit nya itu berbuih mulut awak kadang ada juga yang ngak kebagian informasi karena kan yang datang 40 an nanti paling pas di foto jadi Cuma 15 orang karena dah berpulangan orangnya dek” (Informan 5).

Hal di atas dibenarkan oleh informan, berikut :

“Di WA sering ada foto kegiatan tapi saya kan sering komen misalnya kegiatan BKB loh kegiatan BKB kalian kadernya berapa orang sedangkan kader aja sudah 15 loh mana ibu balitanya ya nggak nampak banyak di foto itu” (Informan 2).

“saya kan kader BKB ya memang ada honornya kami ke lapangan dua kali dalam sebulan” (Informan 14)

Dari hasil wawancara dengan informan di atas dapat dilihat bahwa kegiatan BKB sulit dilakukan jika dibuat bersamaan dengan kegiatan Poyandu.

Hal ini disebabkan kurangnya partisipasi keluarga dalam pengasuhan tumbuh kembang anak. Melalui kegiatan BKB di harapkan setiap keluarga akan mampu meningkatkan kemampuannya terutama dalam membina anak-anak balitanya dan usia pra sekolah sehingga anak tumbuh dan berkembang secara optimal.

Berdasarkan penelitian Okriyanto (2016) menyatakan bahwa patisipasi keluarga dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak usia 0-6 tahun dari semua aspek (aspek pertumbuhan fisik, aspek perkembangan jiwa dan aspek perkembangan sosial) keluarga anggota BKB lebih baik daripada keluarga yang

tidak ikut BKB.

Bina Keluarga Lansia (BKL) merupakan adalah kelompok kegaiatan yang dilalukan untuk meningktakan pengetahuan dan keterampilan lansia dan keluarga yang memiliki anggota keluarga yang berusia 60 tahun ke atas dalam pengembangan, pengasuhan, perawatan, dan pemberdayaan lansia agar dapat meningkatkan kesejahteraanya.

Dari hasil wawancara dengan informan mengenai Bina Keluarga Lansia dapat di lihat sebagai berikut:

“Kegiatan BKL disesuaikan dengan posyandu lansia kegiatannya ya penyuluhan”(Informan 3).

“BKL kayak gitu juga misalnya tentang lansia tangguh, ini kegiatannya sekali sebulan tapingak rutin sebenarnya kan sekali sebulan tapi ngak rutin karena kadang kayak mislanya BKL kan ngak ada honornya jadi memang rada susah ngajaknya , BKR gitu juga,” (Informan 4).

“Kalau BKL di Parombunan kita sama posyandu sekalian itu pasti ada ngasih penyuluhan kepada lansia kadang sama keluarganya yang hadir bisa 80 an tapi ngak semua ikut penyuluhan karena kan ada yang mau cepat juga pulangnya.” (Informan 5).

“Kalau BKL ya kami numpang sama Posyandu Lansia karena memang ngak ada dananya, jadi di situ kita buat penyuluhan kepada lansia supaya bisa mandiri, lansia jarang ditepati” (Informan 6).

“Kalau BKL karena ada posyandu lansia jadi setiap bulan pasti ada.

Kegiatannya penyuluhan juga kalau posyandu lansia 25 orang” (Informan 7).

Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa kegiatan BKL dilapangan dilakukan setiap bulan bersamaan dengan Posyandu Lansia, kegiatan yang dilakukan yaitu memberikan penyuluhan kepada lansia mengenai bagaimana cara menjadi lansia tangguh dan mandiri. Kegiatan ini berjalan setiap bulan tetapi hanya kepada lansia itu sendiri.

Sasaran BKL terdiri dari sasaran langsung dan sasaran tidak langsung.

Sasaran langsung adalah setiap keluarga yang memiliki lansia dan keluarga yang seluruh anggotanya terdiri dari lanjut usia. Berdasarkan hasil temuan penulis di lapangan keluarga lansia jarang mendampingi lansia ke Posyandu, sehingga tidak tercapainya sasaran langsung dalam kegiatan BKL. Dapat dilihat dari pernayataan informan berikut :

”Kegiatankan kami lakukan di Posyandu tapi kalau keluarga lansia jarang ada yang nungggu paling di anatar habis itu di jemput gitu aja”

(Informan 6).

Hasil penelitian Kamila, Nurul (2018) menyatakan bahwa kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan BKL menyebabkan belum berjalannya program BKL Dusun Kebonduren.

Kegiatan BKL merupakan kegiatan tersendiri di luar dari kegiatan Posyandu Lansia. Namun kenyataan di lapangan kegiatan BKL di gabung dengan kegiatan Posyandu. Sesuai dengan pernyataan informan berikut :

“BKL harus bedaloh antara Posyandu Lansia dengan BKL, kalo Posyandu Lansia itu untuk orang Puskesmas kalau kita kan lansia nya dan keluarganya. Semua kelurahan ada kegiatannya di kasih penyuluhanlah ke orang yang punya lansia mengenai 8 fungsi keluarga bahwasanya orang tua itu di fungsikan lah dalam keluarga misalnya udah tua jangan pegang ini ma harus di kasih dia tugas agar dia merasa berguna dalam keluarga itu” (Informan 2).

“Sebenarnya keluhannya itu dana sebenarnya memang sih ada turun tapi harus di adakan dulu baru di laporkan barulah turun dananya itu pun ngak banyak cuma cukup untuk konsumsi doang gitu, kader lansia itu biasnaya kita numpang ya kita tanya sama kader posyandu lansia kita bilang buk. Ibu jadi kader lansia ya, kader BKL gitu ngak ada honronya mau orang itu di buat namanya jadi kita minta tolong ke lurah pak kami mau buat SK Kader BKL, nanti kalau orang itu ngak mau ya kita lapor kelurahanya pak Lurah tengoklah ini kami mau buat kadr BKL tapi orang itu ngak mau ya makanya itulah pendekatan tokoh formal nomor satu itu, jangan kan itu, kita tu memang harus dekat sama lurah jadi kalau ada apa-apa gitu tanpa duit pun pak lurah mau misalnya tanda tangan SK,

tanda tangan SK itu kan ngak ada duitnya tapi mereka tetap mau, kan banyak itu tiap tahun SK yang mau di tanda tangan” (Informan 6).

Berdasarkan temuan di lapangan, kurangnya dana untuk kegiatan dan honor kader BKL menjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatan BKL di lapangan. Sehingga kader menjadi tidak aktif dalam kegiatan BKL di lapangan.

BKR merupakan kegiatan yang dilakukan oleh keluarga, khususnya orang tua untuk meningkatkan bimbingan/pembinaan tumbuh kembang anak remaja secara baik dan terarah dalam rangka pembangunan sumber daya manusia bermutu, tangguh, maju dan mandiri. Dari hasil wawancara dengan informan mengenai Bina Keluarga Remaja dan PIK-R dapat di lihat sebagai berikut :

“PIK R dikerjakan cuma dia ngak karena banyak kali yang sekolah di atas jadi SMA 2, MAN, SMP 5, SMP 7, dan PGRI sebetulanya di jadwal ada pembinaan tiap bulan tapi karena banyak kegiatan jadi ngak semua kami kerjakan jadi yang sering kami bina itu cuma SMA 2 aja yang sering”

(Informan 3)

“BKR gitu juga ngak aktif karena memang ngak ada honornya” (Informan 4)

”PIK-R sama kayak BKR ini bedanya ke anak remaja nya kita ke sekolah ada kebetulan kan Parombunan banyak sekolah tapi kan ngak semua bisa kesana biasa paling sering SMA 2 dan SMA 4. Kadang pada prakteknya di lapangan jujur aja kadang kita ngak sempat karena banyak kegiatan yang lain kan karena kan itu perlu koordinasi dulu kesekolah kan dan memang kita pasti bawa media kan kan ada juga yang sekolah yang aktif dan ada juga yang acuh tak acuh. PIK-R tahun ini SMA 2 udah dua kali, ya kasarnya setahun 6 kali lah, nanti ibu-ibu yang punya remaja kita bahas tentang bagaimana istilahnya supaya ibu itu paham gimana cara berfikir remaja itu” (Informan 5)

“BKR jarang lah kami buat karena memang ngak ada dananya kan susah juga manggil masyarakat dan nyuruh kader kalau ngak ada dana”

(Informan 6).

“Kalau BKR ngak rutin, BKR jalan tapi tidak rutin dua kali sebulan kadang gabung ke kecamatan” (Informan 7).

Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa kegiatan BKR di lapangan belum dilaksanakan secara rutin, kurangnya partisipasi kader mengenai program belum dilaksanakan secara rutin, kurangnya partisipasi kader mengenai program BKR karena tidak mendapat honor dari Dinas PPKB. Nafisah, Zahrotun (2017) menyatakan bahwa dua strategi dalam pengelola BKR Pasopati, pertama strategi dasar yaitu gabungan dari fungsi perencanaan dan fungsi pengorganisasian yang meliputi : identifikasi sasaran, tujuan program, sistem rekrutmen, sumber belajar, sarana dan prasarana, tugas dan wewenang kader, tugas peserta, sumber dana dan pengembangan kader.

Desiana, Fenicia (2018) menyatakan bahwa penyuluhan Bina Keluarga remaja berpengaruh terhadap terwujudnya keharmonisan keluarga di Kelurahan Durian Payung Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung.

Dari hasil wawancara dengan informan mengenai UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera) dapat di lihat sebagai berikut :

“Kalau UPPKS itu sebenarnya itu punya pribadinya itu cuma kita pinjam ajalah kita masukan nama nama masyarakatnya kan yang tanda tangan pak lurahnya” (Informan 6).

Program UPPKS merupakan suatu program pemberdayaan masyarakat dari pemerintah pusat dengan pemberian modal dengan bunga (0,5%) di bawah binaan BKKBN untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga. UPPKS Faktanya kegiata UPPKS di wilayah kerja Dinas PPKB kota Sibolga tidak terbentuk di lapangan. Namun dalam laporan ada kelompok UPPKS yang merupakan usaha pribadi milik masyarakat.

UPPKS diharapakan adanya meningkatkan pendapatan keluarga yang kemudian akan memperbaiki kesejahteraan, baik dari keluarga peserta KB yang

bersangkutan maupun dari seluruh anggota kelompoknya. Namun faktanya di lapangan kelompok UPPKS tidak dibina oleh PLKB melainkan kelompok pribadi yang di pinjam nama kelompoknya untuk dibuat ke laporan bulanan PLKB.

Dalam dokumen TESIS. Oleh WIDIA ASTUTI TANJUNG NIM : (Halaman 87-94)

Dokumen terkait