• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh WIDIA ASTUTI TANJUNG NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh WIDIA ASTUTI TANJUNG NIM :"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SUPERVISI DAN KINERJA PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA DALAM PENURUNAN ANGKA TOTAL

FERTILITY RATE (TFR) DI WILAYAH KERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN

KELUARGA BERENCANA (PPKB) KOTA SIBOLGA

TAHUN 2018

TESIS

Oleh

WIDIA ASTUTI TANJUNG NIM : 167032098

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

SUPERVISOIN AND THE PERFORMANCE OF PLKB (FAMILY PLANNING FIELD WORKER) IN DECREASING TOTAL

FERTILITY RATE (TFR) IN THE WORKING AREA OF THE PPKB (POPULATION AND FAMILY PLANING

CONTROL) AGENCY OF SIBOLGA, IN 2018

THESIS

By

WIDIA ASTUTI TANJUNG 167032098

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

2019

(3)

Judul Tesis : Supervisi dan Kinerja Petugas Lapangan Keluarga Berencana dalam Penurunan Angka Total Fertility Rate (TFR) di Wilayah Kerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Sibolga Tahun 2018

Nama Mahasiswa : Widia Astuti Tanjung Nomor Induk Mahasiswa : 167032098

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Ketua Anggota

(Prof. Drs. Heru Santosa, M.S., Ph.D) (Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) NIP. 195811101984031002 NIP. 196712191993031003

Ketua Program S2 Dekan

(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) NIP. 196509011991032003 NIP. 196803201993082001

Tanggal Lulus : 7 Januari 2019

(4)

Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal : 7 Januari 2019

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Heru Santosa, M.S., Ph.D Anggota : 1. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M

2. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si 3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes

(5)

Pernyataan Keaslian Tesis

Saya menyatakan dengan ini bahwa Tesis saya yang berjudul “Supervisi dan Kinerja Petugas Lapangan Keluarga Berencana dalam Penurunan Angka Total Fertility Rate (TFR) di Wilayah Kerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Sibolga Tahun 2018” besarta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2019

(Widia Astuti Tanjung)

(6)

Abstrak

Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil untuk mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam hal membangun keluarga kecil yang semakin mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus diperhatikan dan bahkan harusterus ditingkatkan karena pencapaian tersebut masih belum merata. Kinerja Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)dapat dilihat dengan tercapainya jumlah TFR, sesuai dengan target nasional yaitu 2,4. Jumlah TFR kota Sibolga pada tahun 2016 sebesar 2,6. Kota Sibolga merupakan kota yang terdiri dari4 kecamatan dan 17 kelurahan. Kota Sibolga memilki jumlah PLKB sebanyak 37 orang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis supervisi dan kinerja PLKB terhadap penurunan jumlah Total Fertility Rate.Jenis penelitian ini adalah kualitatif denganmetode wawancara mendalam terhadap 20 informan yang terdiri dari Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Koordinator PLKB, PLKB, Lurah, Kepling, dan Masyarakat. Analisa data dengan metode Miles dan Huberman.Hasil penelitian menyatakan bahwasupervisi dan kinerja petugas lapangan keluarga berencana di Dinas PPKB Kota Sibolga masih belum optimal. Hal ini di tandai dengan supervisi dilakukan dan dipantau hanya melalui group chat media sosial dengan aplikasi WhatsApp dan disiplin kerja PLKB masih sering melakukan pelanggaran seperti terlambat masuk kerja dan meninggalkan tempat kerja tanpa alasan yang jelasdan penilaian kinerja dari 10 langkah PLKB pendekatan tokoh formal sudah dilakukan dengan baik, pendataan dan pemetaan masih kurang baik, pendekatan tokoh informal sudah baik, pembentukan grup pelopor belum di laksanakan, pelayanan KB-KS belum optimal, pembentukan kesepakatan sudah baik, pemantapan kesepakatan sudah baik, pencatatan laporan dan evaluasi masih belum optimal, KIE oleh tokoh masyarakat belum optimal, pembinaan peserta belum optimal. Penelitian ini merekomendasikan Dinas PPKB melakukan monotoring secara rutin terhadap PLKB di Balai Kesehatan Keluarga Berencana dan PLKB lebih memahami tugas pokok dan fungsinya di lapangan.

Kata Kunci : Supervisi, Kinerja, Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Total Fertility Rate (TFR)

(7)

Abstract

The national familiy planning movement has been successeful so far to encourage an increase in community participation in terms of building increasingly independent small famillies. This success must be considered and must even be increased because the achievement is still uneven. The perfomance of Familiy Planning Field Officers (PLKB) can be seen by the achievement of the number of TFR, in accordance with the national target of 2.4. aThe number of TFR in Sibolga in 2016 was 2.6. Sibolga City is a city consisting of 4 sub-districts and 17 sub-districts. Sibolga City has 37 PLKB. The purpose of this study was to determine the supervision and performane of the PLKB to decrase the total fertility rate. This type of research is qualitive with the method of in-dept interviews with 20 informants consisting of Head of Service, office Secretary, PLKB Coordinator, PLkB, village Head, Kepling and Society.analyze data with the method of Miles and Hubemen. The results of the stidu stated that the suprevision and performance of family planning field officers in the Sibolga City PPKB Office was still not optimal. This is market by supervision carried out and monitored only thorugh social media group chat with the WhatsApp application and the PLKB work discipline still often commiting violations such as being late for works and leaving the workplace without clear reasons and evaluating the performance of the 10 steps of the formal PLKB approach, well, data collection and maping are still not good, informal character approaches ar good, the formation of pioneer gorups has not been implemented, KB-KS services have not been optimal, the formation of agreements is good, consolidation of agreements is good, recording of reports and evaluations is still not optimal, communication education and information by community leaders have not been optimal, coaching participants has not been optimal. This study recommends that the PPKB office routinely monetize the PLKB at the Family Planning Health Center and the PLKB better understands the main tasks and functions in the field.

Keywords : Supervision, Performance, Family Planning Field Officer (PLKB), Total Fertility Rate (TFR)

(8)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Supervisi dan Kinerja Petugas Lapangan Keluarga Berencana dalam Penurunan Angka Total Fertility Rate (TFR) di Wilayah Kerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Sibolga Tahun 2018”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master KesehatanMasyarakat.

Selama penyusunan tesis ini, mulai dari awal hingga akhir selesainya tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, bantuan, kritik serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

5. Prof. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I dan Dr. Drs.

R. Kintoko Rochadi, M.Kes selaku Pembimbing II yang selama ini telah banyak meluangkan waktu dan membimbing, memberikan saran, dukungan, serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

6. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku Penguji I yang telah bersedia menguji dan memebrikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Prof. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Kes, selaku Penguji II yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

8. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatea Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan menyediakan fasilitas selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Seluruh karyawan administrasi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah membantu kelancaran administrasi yang dibutuhkan penulis sampai penyelesaian tesis ini.

10. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Sibolga yaitu dr. Hotma Nauli Hutagalung, M.Kes beserta jajaran yang telah berkenan memberikan izin melakukan penelitian sehingga tesis ini dapat selesai.

(10)

11. Koordinator Petugas Lapangan Keluarga Berencana Kota Sibolga dan seluruh staf yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.

12. Lurah dan pegawai di Kota Sibolga yang telah memberikan izin dan dukungan selama melakukan penelitian ini.

13. Teristimewa buat orang tua tercinta Ayahanda Yusril Tanjung dan Ibunda Hendryana Panggabean yang telah membesarkan penulis dengen sepenuh hati, selalu memberikan dukungan moril, material, dan doa selama penulis menjalani pendidikan.

14. Seluruh teman-teman satu angkatan, khususnya Gayatri, Winda, Delsi, dan Wilda yang telah memberikan masukan serta saran-saran untuk penulis dalam memaksimalkan penulisan tesis ini.

15. Adik-adikku tersayang, Andri Gunawan, Novin dan Dila serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan selama ini.

Demikian kata pengantar ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2019 Penulis

Widia Astuti Tanjung

(11)

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Lampiran xii

Daftar Istilah xiii

Riwayat Hidup xiv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Tinjauan Pustaka 7

Keluarga Berencana (KB) 7

Sejarah program keluarga berencana 7

Defenisi keluarga berencana 8

Tujuan keluarga berencana 9

Sasaran 10

Kontrasepsi 11

Pengertian kontrasepsi 11

Macam – macam kontrasepsi 11

Metode kontrasepsi jangka panjang 25

Petugas Lapangan Keluarga Berencana 30

Definisi petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) 30

Peran petugas lapangan keluarga berencana 30

Fungsi dan tugas pengawas PLKB 32

Langkah-langkah kerja pengawasan PLKB 34

Penegasan kesepakatan 37

Penerangan dan motivasi 38

Pencatatan, Pelaporan 39

Kinerja Penyuluhan Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) 39

Penilaian Kinerja PLKB 41

Fokus Penelitian 41

Metode Penelitian 43

Jenis Penelitian 43

Lokasi dan Waktu Penelitian 43

(12)

Lokasi penelitian 43

Waktu penelitian 43

Informan Penelitian 44

Metode Pengumpulan Data 44

Triangulasi 44

Instrumen pengambilan data 44

Metode analisis data 45

Hasil dan Pembahasan 46

Deskripsi Lokasi Penelitian 46

Letak geografi 46

Demografi 46

Sumber daya kesehatan 47

Visi dan misi 49

Penyajian dan Analisis Data Hasil Penelitian 49

Pengetahuan PLKB tentang jumlah TFR di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Sibolga 51 Supervisi dinas PPKB terhadap kinerja PLKB dalam penurunan

angka TFR di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga

Berencana Kota Sibolga 52

Kinerja PLKB dalam menurunkan angka TFR di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Sibolga 55 Hambatan yang dihadapi PLKB dalam penurunan TFR di Kota

Sibolga 81

Implikasi Penelitian 83

Keterbatasan Penelitian 84

Kesimpulan dan Saran 86

Kesimpulan 86

Saran 86

Daftar Pustaka 88

Lampiran 91

(13)

Daftar Tabel

No Judul Halaman 1 Jumlah Kepala Keluarga di Kota Sibolga Tahun 2016 47 2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Sibolga

Tahun 2016-2017 47

3 Data dan Jumlah Pegawai PNS Menurut Latar Belakang Pendidikan 47 4 Data Petugas Lapangan Keluarga Berancana (PLKB) PNS dan Non-PNS

yang berada di Kecamatan dan Kelurahan Kota SibolgaTahun 2017 48 5 Distribusi Karakteristik Informan di Kota Sibolga 50

(14)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner 91

2 Matriks 97

3 Dokumentasi Penelitian 110

4 Surat Izin Penelitian 115

(15)

Daftar Istilah

AKBK : Alat Kontrasepsi Bawah Kulit AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim BKB : Bina Keluarga Balita

BKL : Bina Keluarga Lansia BKR : Bina Keluarga Remaja

CPR : Contraceptive Prevalence Rate KB : Keluarga Berencana

KS : Keluarga Sejahtera

LPP : Laju Pertumbuhan Penduduk

MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang MOP : Metode Operasi Pria

MOW : Metode Operasi Wanita

PLKB : Petugas Lapangan Keluarga Berencana

PPKB : Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana PUS : Pasangan Usia Subur

TFR : Total Fertility Rate

WHO : World Health Organization

(16)

Riwayat Hidup

Penulis bernama Widia Astuti Tanjung dilahirkan pada tanggal 23 Juni 1993 di Panjomuran, Tapanuli Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Yusril Tanjung dan Hendryana Panggabean.

Pendidikan formal penulis dimulai dari, SD Negeri 152992 (1999-2005), SMP Negeri 1 Sibolga (2005-2008), SMA Negeri 1 Sibolga (2008-2011), Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara (2011-2015).

Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2016.

Medan, Januari 2019

(Widia Astuti Tanjung)

(17)

Pendahuluan

Latar Belakang

Tingginya laju pertumbuhan penduduk yang terjadi merupakan suatu permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka diperlukan perhatian serta penanganan yang sungguh – sungguh dari semua pihak. Berdasarkan data sensus penduduk pada tahun 2017 jumlah penduduk Indonesia sebesar 261 juta jiwa meningkat dari tahun 2016, Indonesia memiliki jumlah penduduk mencapai 258.704.986 jiwa. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2012-2014 pertumbuhan penduduk terus meningkat, dari 3,59 juta per tahun menjadi 3,70 juta per tahun. Berdasarkan hasil estimasi, jumlah penduduk paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebesar 47.379.389 jiwa, Jawa Timur sebesar 39.075.152, Jawa Tengah sebesar 34.019.095 serta Sumatera Utara sebesar 14.102.911. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kalimantan Utara dengan jumlah 666.333 jiwa (Kemenkes RI, 2017).

Pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2016 menunjukan bentuk piramida muda yang artinya jumlah penduduk usai 0-14 tahun (usia muda) lebih banyak jumlahnya di bandingkan usia diatasnya. Rata-rata kepadatan penduduk di Indonesia tahun 2016 berdasarkan estimasi sebesar 135,19 jiwa per km2, keadaan ini meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 133,5 jiwa perkm2. Angka beban tanggungan Indonesia tahun 2016 sebesar 48,36. Hal ini berarti bahwa 100 penduduk Indonesia yang produktif, di samping menanggung dirinya sendiri, juga menanggung 48 orang yang tidak produktif (Kemenkes RI, 2017).

Jumlah penduduk kota Sibolga dalam kurun waktu enam tahun terakhir

(18)

mulai dari tahun 2012 s/d tahun 2017 terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017 jumlah penduduk mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 87.385 jiwa (Dinas PPKB, 2017).

Berdasarkan UU RI Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Persentase peserta KB aktif terhadap pasangan usia subur di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 74,8%. Persentase pengguna KB tertinggi yaitu Maluku Utara sebesar 87,03%, Kepulauan Bangka Belitung sebesar 83,92%, dan Sulawesi Utara sebesar 83,84%. Sedangkan persentase pengguna KB terendah yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 63,24% (Kemenkes RI, 2017).

Angka fertilitas total atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia menunjukan TFR sebesar 2,4 yang berarti seorang wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,4 anak selama masa reproduksinya. Persentase TFR tertinggi yaitu NTT, Papua, Maluku, Papua Barat, Maluku Utara, Riau serta Sumatera Utara sebesar 2,9. Sedangkan persentase TFR terendah yaitu Jawa Timur sebesar 2,1 (SDKI, 2017).

Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil untuk mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam hal membangun keluarga kecil yang semakin mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus diperhatikan dan bahkan harusterus ditingkatkan karena pencapaian tersebut masih belum merata. Tentunya keberhasilan ini tidak lepas dari peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana

(19)

(PLKB) yang merupakan tombak di lapangan dalam dalam menjabarkan visi dan misi program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga yang harus diterjemahkan dengan baik di lapangan sehingga masyarakat sebagai penerima program dapat menikmatinya.

Berdasarkan hasil Laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Sumatera Utara Tahun 2017, angka Total Fertality Rate (TFR) relatif tinggi yaitu 2,9 masih belum mencapai target nasional sebesar 2,4 (BKKBN, 2017). Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) Sumut tahun 2013 mendapatkan peringkat 13 dari 33 provinsi yaitu sebesar 0,5415. Persentase peserta KB aktif Sumatera Utara tahun 2016 sebesar 71,63 % (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2018).

Pada tahun 2017 angka TFR sebesar 2,6artinya belum memenuhi target nasional sebesar 2,4. Artinya masih belum mencapai Target Renstra 2015-2019 yaitu sebesar 2,33 % pada tahun 2017 (Dinas PPKB kota Sibolga, 2017).

Laju pertumbuhan penduduk kota Sibolga dalam kurun waktu 6 tahun terakhir di mulai dari tahun 2012 s/d 2017 mengalami naik turun, dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada tahun 2017.

Dapat dilihat pada tahun 2017 angka TFR adalah 2,44 yang sebelumnya di paparkan pada Ekspose tanggal 5 September 2017 pada rapat kerja pemerintahan kota Sibolga angka TFR sebesar 2,59 (Dinas PPKB, 2017).

Berdasarkan hasil Laporan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Sibolga Tahun 2017, angka kelahiran atau TFR Kota Sibolga pada tahun 2017 yaitu 2,44. Jumlah peserta KB Kota Sibolga pada tahun 2017 mencapai 7.955 peserta dari jumlah PUS sebesar 11.872. Angka Pravelensi

(20)

Pengguna Kontrasepsi (CPR) Kota Sibolga Tahun 2017 sesbesar 67,01%.

Penggunaan MKJP mencapai 55,17 %, yaitu IUD sebesar 13,51%, MOW sebesar 15,09%, implant 24,98%, MOP sebesar 1,59%. Sedangkan penggunaan non- MKJP mencapai 44,83%, yaitu suntikan sebesar 29,87%, pil sebesar 8,94%, dan kondom sebesar 6,02%.

Berdasarkan hasil laporan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Laju Pertumbuhan Penduduk tahun 2017 adalah 87.385 naik 1,24%

dari tahun 2016. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat pada Kecamatan Sibolga Sambas dengan nilai LPP 1,66% (Dinas PPKB kota Sibolga, 2017).

Kota Sibolga terdiri dari 4 kecamatan, 17 kelurahan. Seharusnya dengan jumlah PLKB 31 orang sudah maksimal dan bisa membina 1-2 desa/kelurahan dan menunjukan hasil yang maksimal karena sudah memiliki jumlah PLKB yang maksimal.

Penelitian Afniyanty (2016) tentang kinerja petugas lapangan keluarga (PLKB) di Desa Pakawa kecamatan Pasangkayu kabupaten Mamuju Utara menyatakan bahwa hal yang mempengaruhi kinerja PLKB di lapangan yaitu kemampuan manajemen yang terbatas, penampilan kerja yang belum memadai, rasio penyuluh keluarga berencana atau Petugas Lapangan Keluarga Berencana terhadap jumlah desa/kelurahan binaan yang kurang tepat, masih kurangnya dana operasional PLKB.

Penelitian Indrawati Wulan dan Erman Muchtar (2012) tentang Pelaksanaan Fungsi Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam meningkatkan jumlah peserta KB di Kelurahan Langgini Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar Tahun 2011-2012 menyatakan bahwa rendahnya kemampuan

(21)

berkomunikasi tenaga pelaksana di tingkat lapangan (PKB) dalam memberikan penyuluhan tentang permasalahan KB.

Kenyataannya di lapangan menunjukan bahwa petugas lapangan keluarga berencana mengirimkan laporan sesuai yang diinginkan bukan sesuai dengan fakta di lapangan, fungsi pengawasan sangat minim sehingga PLKB bisa membuat laporan tidak sesuai dengan fakta di lapangan tetapi hanya untuk memenuhi target saja dan kurangnya pengawasan yang dilakukan dalam hal kegiatan yang ada hanya dikirim melalui grup media sosial aplikasi WhatsApp jika berkenan jika tidak juga tidak masalah, jumlah PLKB yang sudah melebihi target tetapi belum bisa mencapai targer yang sudah disepakati, data yang dibuat pertahun masih belum benar dan masih asal-asalan, pengawasan yang dilakukan oleh tingkat II hanya sekali sebulan disebabkan oleh jarak yang ditempuh cukup jauh dari balai pelayanan ke tingkat II (kantor Dinas PPKB).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui supervisi dan kinerja petugas lapangan keluarga berencana dalam penurunan angka Total Fertility Rate (TFR) di wilayah kerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Sibolga Tahun 2017.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu menganalisis supervisi dan kinerja petugas lapangan keluarga berencana dalam penurunan angka Total Fertility Rate (TFR) di wilayah kerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Sibolga Tahun 2017.

(22)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis supervisi dan kinerja petugas lapangan keluarga berencana dalam penurunan angka Total Fertility Rate (TFR) di wilayah kerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Sibolga Tahun 2017.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Sibolga mengenai supervisi dan kinerja petugas lapangan keluarga berencana dalam penurunan angka Total Fertility Rate (TFR) di wilayah kerja Dinas Pengendalian Penduduk DanKeluarga Berencana (PPKB) Kota Sibolga Tahun 2017.

2. Sebagai sumber informasi untuk referensi bagi para peneliti lainnya yang akan dilaksanakan di masa mendatang.

(23)

Tinjauan Pustaka

Keluarga Berencana (KB)

Sejarah program keluarga berencana. Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat telah mulai membantu masyarakat. Keluarga Berencana (KB) bukan merupakan hal yang baru, karena telah dipraktekan sejak berabad – abad yang lalu dengan cara – cara yang masih kuno dan sederhana. Menurut Mochtar (2008) yang dikutip dari Dewi (2012), pada zaman nabi – nabi dan pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan untuk mengatur kehamilan dengan cara sederhana.

Menurut Prawirohardjo (2006) yang dikutip dari Dewi (2012) pada zaman Mesir Kuno, berdasarkan relief dan manuskrip berhuruf hirogrif dijumpai mengenai cara bagaimana orang Mesir Kuno menjarangkan kelahiran. Pada zaman Yunani Kuno, Soranus dan Ephenus juga telah membuat tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara – cara yang dilakukan pada waktu itu seperti untuk mengeluarkan semen (cairan mani) dengan cara membersihkan vagina dengan kain dan minyak dan ada juga yang memakai alat – alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim.

Gerakan Keluarga Berencana yang kita kenal seperti sekarang ini bermula dari adanya perjuangan yang cukup lama serta berdasarkan kepeloporan dari beberapa tokoh-tokoh, baik di dalam maupun di luar negeri. Upaya keluarga berencana di luar negeri timbul atas prakarsa dari sekelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad ke-19 di

(24)

Inggris. Di Inggris dikenal Marie Stopes (1880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan keluarga buruh. Di Amerika Serikat dikenal Margareth Sanger (1883-1966) dengan program “birth control” dan merupakan pelopor KB modern. Pada tahun 1952 diresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF) dengan Margareth Sanger dan Rama Ran dari India sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan - perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia (Meilani dkk, 2010).

Di Indonesia pada tahun 1953 dikenal Dr. Sulianti Saroso sebagai pelopor KB yang menganjurkan para ibu – ibu untuk membatasi kelahiran. Selanjutnya, pada tanggal 23 Desember 1957 berdirilah suatu perkumpulan yang disebut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan merupakan pelopor dari pergerakan keluarga berencana nasional. PKBI hadir untuk memperjuangkan terwujudnya keluarga sejahtera melalui 3 macam usaha, yaitu mengatur atau menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan, dan memberi nasehat perkawinan.

Pada Februari 1967 dibentuklah Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) sebagai lembaga semi pemerintah. Sampai pada tahun 1970 pengelolaan program KB selanjutnya dikelola oleh suatu badan independen, yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menggantikan LKBN yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI (Suratun dkk, 2008).

Definisi Keluarga Berencana (KB). Menurut WHO Expert Commit, (1970) keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :

(25)

1. Mendapatkan objektif-objektif tertentu

2. Mengindarkan kelahiran yang tidak diinginkan 3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan 4. Mengatur interval di antara kelahiran

5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri 6. Menentukan jumlah anak dan keluarga (Pinem, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1970, keluarga berencana adalah program yang bertujuan untuk membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun dkk, 2008).

Menurut UU RI No. 52 Tahun 2009, keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Tujuan keluarga berencana. Menurut UU RI No. 52 Tahun 2009, tujuan dari keluarga berencana adalah sebagai berikut :

1. Mengatur kehamilan yang diinginkan.

2. Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak.

3. Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

4. Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam program keluarga berencana.

(26)

5. Mempromosikan penyusunan bayi sebagai upaya menjarangkan jarak kehamilan.

Tujuan umum program KB nasional adalah memenuhi permintaan masyarakat terhadap pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi yang berkualitas, menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi untuk membentuk keluarga kecil berkualitas (Yuhedi dkk, 2014).

Sasaran

Pasangan usia subur. Pasangan Usia Subur (PUS) merupakan sasaran utama dari gerakan KB Nasional. PUS adalah pasangan suami dan istri dengan umur istrinya antara 15-49 tahun. Untuk mendapatkan dampak pada penurunan fertilitas yang tinggi, sasaran PUS ini ditekankan pada PUS dengan paritas rendah, khususnya PUS yang berusia muda dan paritas rendah sebagai sasaran prioritas. Sasaran ini diarahkan untuk menggunakan kontrasepsi efektif terpilih sehingga jumlah anak yang dilahirkan dapat mendukung pelembagaan norma keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

Sasaran institusional. Sasaran institusional ini meliputi organisasi- organisasi, lembaga kemasyarakatan, instansi pemerintah serta instansi swasta.

Institusi-institusi ini akan terus dibina dan dimantapkan dalam perannya sehingga secara berangsur - angsur dapat melakukan alih peran dalam pengelolaan gerakan nasional.

Sasaran wilayah. Sasaran wilayah dari program KB ini diarahkan untuk dapat mencapai penggarapan program wilayah paripurna sesuai dengan kondisi pencapaian program, kondisi potensi wilayah dan kondisi geografinya. Dengan

(27)

kata lain sasaran wilayah ini diutamakan untuk peningkatan pemerataan penggarapan program.

Kontrasepsi

Pengertian kontrasepsi. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Suratun dkk, 2008).

Kontasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan (Proverawati dkk, 2010).

Macam–macam metode kontrasepsi. Metode kontrasepsi terbagi menjadi :

1. Kontrasepsi dengan metode sederhana, terdiri dari : a. Sistem kalender (pantang berkala)

b. Metode suhu basal tubuh c. Senggama terputus

d. Metode menyusui tanpa haid

e. Metode pengamatan lendir/ mukosa serviks

2. Kontrasepsi dengan metode perlindungan, terdiri dari : a. Kondom

(28)

b. Spermatisida c. Diafragma d. Pil KB e. Suntik KB f. Susuk KB

g. Intra Uterine Device (IUD) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

3. Kontrasepsi mantap terdiri dari : a. Tubektomi

b. Vasektomi

4. Berdasarkan lama efektivitasnya dapat dibagi menjadi :

a. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yang termasuk dalam kelompok ini yaitu : susuk/implan, IUD, MOW, MOP.

b. Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP), yang termasuk dalam kelompok ini yaitu : pil, suntik, kondom.

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Pengertian. Menurut BkKBN dalam Fienalia (2011) metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah cara kontrasepsi berjangka panjang yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat kelangsungan pemakainnya yang tinggi dengan angka kegagalan yang rendah.

MKJP merupakan kontrasepsi yang efektif dan efisien dapat bertahan antara satu tahun sampai seumur hidup untuk menjarangkan kelahiran (Kemenkes RI, 2012).

(29)

Penggolongan MKJP. Alat kontrasepsi yang digolongkan kedalam MKJP, yaitu Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau IUD, Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) atau susuk/implant, Kontrasepsi Mantap (MOW dan MOP).

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD. Richter dari Polandia (1909) merupakan orang yang pertama kali membuat tulisan ilmiah tentang alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Richter membuat AKDR dari bahan benang sutra tebal yang dimasukkan ke dalam rahim. Selanjutnya pada tahun 1930, seseorang dari Jerman yang bernama Grafenberg membuat cincin yang terbuat dari benang sutra dan perak dengan tujuan sebagai alat untuk menghindari kehamilan dengan hasil yang memuaskan (Proverawati dkk, 2010).

AKDR atau IUD adalah suatu alat kontrasepsi yang terdiri dari berbagai macam bentuk yang terbuat dari plastik. Ada yang dililit tembaga dan ada pula yang tidak, serta terdapat benang monofilamen dibawahnya. AKDR memiliki efektivitas sangat tinggi, yaitu antara 0,6 - 0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan).

AKDR atau IUD dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. Cara kerja AKDR, yaitu menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi, mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri, mencegahs perma dan ovum bertemu, serta memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

Jenis – jenis alat kontrasepsi AKDR yang sering digunakan di Indonesia antara lain sebagai berikut :

(30)

a. Copper-T

AKDR berbentuk T, yang terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan kawat tembaga halus inimempunyai efek antifertilisasi yang cukup baik.

b. Copper-7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga yang fungsinya sama seperti lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T.

c. Multi Load

AKDR ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Multi load memiliki 3 ukuran, yaitu standar, small, dan mini.

d. Lippes Loop

AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene yang berbentuk spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya.

Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A ukuran 25 mm (benang biru), tipe B ukuran 27,5 mm (benang hitam), tipe C ukuran 30 mm (benang kuning), dan tipe D ukuran 30 mm (tebal, benang putih).

Keuntungan menggunakan alat kontrasepsi AKDR adalah efektifitasnya tinggi, dapat efektif segera setelah selesai pemasangan, merupakan metode jangka panjang, sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat - ingat, tidak mempengaruhi hubungan seksual, meningkatkan kenyamanan seksual karena

(31)

tidak perlu takut untuk hamil, tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR, tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi), dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih setelah haid terakhir), tidak ada interaksi dengan obat-obat, serta membantuh mencegah kehamilan ektopik.

Efek samping pada penggunaan AKDR yang umum terjadi adalah sebagai berikut : perubahan dari siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan), haid lebih lama dan banyak, perdarahan antarmenstruasi, saat haid lebih sakit, merasa sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan, preforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar), tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS, peserta KB tidak dapat melepas AKDR sendiri, perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu.

AKDR dapat digunakan oleh wanita pada usia produktif, menginginkan untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang, sedang menyusui, wanita perokok, gemuk ataupun kurus, penderita tumor jinak payudara, tekanan darah tinggi, pernah menderita stroke, risiko rendah dari IMS, penderita diabetes dan penderita penyakit hati atau empedu. AKDR tidak diperkenankan untuk digunakan oleh wanita yang sedang hamil, memiliki penyakit kelamin, perdarahan dari vagina yang tidak diketahui penyebabnya, kelainan bawaan rahim, belum pernah melahirkan, dan ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Pinem, 2009).

Waktu pemasangan AKDR dapat dilaksanakan pada :

1. Setiap waktu dalam siklus haid, hari pertama sampai ke-7 siklus haid.

(32)

2. Segera setelah melahirkan, dalam 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pascapersalinan. Setelah 6 bulan bila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL).

3. Setelah mengalami abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) bila tidak ditemukan gejala infeksi.

4. Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.

Kelemahan dari penggunaan AKDR adalah perlunya kontrol kembali untuk memeriksa posisi benang dari waktu ke waktu. Waktu kontrol yang harus diperhatikan adalah setiap 1 bulan pasca pemasangan, 3 bulan kemudian, setiap 6 bulan berikutnya, dan apabila terlambat haid 1 minggu.

Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) / Susuk / Implant. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) atau implant atau lebih dikenal susuk KB adalah alat kontrasepsi yang pemakaiannya dengan cara memasukkan sebuah tabung kecil di bawah kulit pada bagian tangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Tabung tersebut berisi hormon yang akan terlepas sendiri sedikit demi sedikit, sehingga dapat mencegah kehamilan.

AKBK atau implan terdiri dari 3 jenis, yaitu :

1. Norplant, terdiri dari enam batang silastik yang lembut dan berongga dengan panjang 3,4 cm dengan diameter 2,4 mm dan berisi 36 mg levonogestrel dengan lama kerja lima tahun.

2. Jadena dan Imdoplant, terdiri dari dua batang silastik yang lembut dan berongga dengan panjang 4,3 cm dengan diameter 2,5 mm dan berisi 75 mg levonogestrel dengan lama kerja tiga tahun.

(33)

3. Implanon, terdiri dari satu batang silastik yang lembut dan berongga dengan panjang kira-kira 4,0 cm dengan diameter 2 mm dan berisi 68 mg 3-keto- desogestrel dengan lama kerja tiga tahun.

Cara kerja dari implan adalah dengan cara disusupkannya sebuah kapsul silastik implan di bawah kulit, maka setiap hari akan dilepaskan sejumlah levonorgestrel ke dalam darah melalui proses difusi dari kapsul - kapsul yang terbuat dari bahan silastik tersebut. Implan tersebut membuat lendir serviks mengental sehingga menghambat pergerakan spermatozoa, mencegah ovulasi, menghambat perkembangan siklus dari endometrium. Implan memliki efektifitas sangat tinggi (0,2-1 kehamilan per 100 wanita), kegagalan teoritis 0,2% dan dalam praktek 1-3%.

Keuntungan dari penggunaan implan adalah daya guna tinggi, cepat bekerja 24 jam setelah pemasangan, memberikan perlindungan jangka panjang (bisa sampai 5 tahun untuk jenis norplant), pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah dilakukan pencabutan, tidak memerlukan periksa dalam, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu proses senggama, tidak mempengaruhi ASI, akseptor hanya perlu kembali ke tempat pelayanan KB bila ada keluhan, dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan, mengurangi nyeri dan jumlah darah haid, melindungi terjadinya kanker endometrium, serta melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul.

Kerugian dari penggunaan implan adalah keluhan nyeri kepala, peningkatan atau penurunan berat badan, nyeri payudara, perasaan mual, pusing atau sakit kepala, perubahan perasaan atau kegelisahan, membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan, tidak memberikan efek protektif

(34)

terhadap IMS termasuk AIDS, akseptor tidak dapat menghentikan atau mancabut sendiri pemakaian implant, efektivitas menurun apabila menggunakan obat-obat TBC atau epilepsi.

Implan dapat digunakan oleh wanita pada usia produktif, telah memiliki anak ataupun belum, menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang, sedang menyusui dan membutuhkan kontrasepsi, paska persalinan dan tidak menyusui, paska keguguran, tidak menginginkan anak lagi tetapi menolak sterilisasi, memiliki riwayat kehamilan ektopik, tekanan darah < 180/110 mmHg, tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen, sering lupa minum pil. Sedangkan yang tidak boleh menggunakan implan adalah wanita yang sedang hamil atau diduga hamil, perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, benjolan atau kanker payudara atau riwayat kanker payudara, tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi, mioma uterus, dan gangguan toleransi glukosa (Meilani dkk, 2010).

Waktu insersi implant antara lain sebagai berikut :

1. Yang terbaik pada saat siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7. Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan.

2. Setiap saat (di luar siklus haid) asal dapat dipastikan bahwa ibu tidak hamil.

3. Paska persalinan antara 6 minggu sampai 6 bulan, sedang menyusui, insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh tidak perlu penggunaan kontrasepsi lain.

4. Apabila setelah 6 minggu persalinan kemudian terjadi haid kembali, insersi

(35)

dapat dilakukan setiap saat tetapi jangan melakukan senggama selama 7 hari atau dapat menggunakan kontrasepsi lain selama 7 hari saja.

5. Apabila menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin mengganti dengan implant, insersi dapat dilakukan setiap saat tetapi diyakini tidak hamil.

6. Pasca keguguran dapat segera diinsersikan.

Kontrasepsi mantap. Kontrasepsi mantap adalah salah satu cara kontrasepsi dengan tindakan pembedahan atau pemotongan/pengikatan kedua saluran telur wanita (tubektomi) atau kedua saluran sperma laki-laki (vasektomi).

Persyaratan secara umum yang harus dilakukan agar bisa menjadi akseptor kontrasepsi mantap, yaitu :

a. Sukarela

Calon peserta dan pasangan yang akan mengikuti kontrasepsi mantap harus secara sukarela dan mengikuti pelayanan kontrasepsi mantap atas keinginan sendiri.

b. Bahagia

Setiap calon peserta harus terikat dalam perkawinan yang sah dan telah dianugerahi sekurang-kurangnya 2 orang anak.

c. Kesehatan

Setiap calon peserta tidak ditemukan kontraindikasi kesehatan pada dirinya.

Kontrasepsi mantap terdiri dari 2 jenis metode kontrasepsi, yaitu : Metode Operasi Wanita (MOW), Metode Operasi Pria (MOP).

A. Metode Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi

Menurut BKKBN, Metode Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi atau dapat juga disebut dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan

(36)

terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur sehingga sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma sehingga tidak terjadi kehamilan.

MOW atau sterilisasi pada wanita adalah suatu cara kontrasepsi permanen yang dilakukan dengan cara melakukan tindakan dengan cara mengikat dan atau memotong pada kedua saluran telur sehingga menghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sperma (Mochtar, 1998 dalam Fienalia, 2011).

MOW dapat dilakukan pada ibu – ibu pada usia lebih dari 26 tahun dengan jumlah anak lebih dari 2 orang, yakin telah mempunyai jumlah keluarga yang sudah sesuai dengan kehendaknya, kehamilannya akan menimbulkan resiko yang serius, pascapersalinan dan pascakeguguran, sudah memahai prosedur, sukarela serta setuju menjalaninya (Pinem, 2009).

Menurut Pinem (2009) ada beberapa keuntungan dari MOW antara lain, yaitu:

1. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).

2. Permanen.

3. Tidak mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui.

4. Tidak dipengaruhi faktor senggama.

5. Baik bagi klien dimana kehamilan menjadi resiko yang serius.

6. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal.

7. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.

8. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).

(37)

Beberapa kerugian dalam penggunaan MOW, yakni : pasangan harus mempertimbangkan sifat permanen dari metode kontrasepsi ini, pasien dapat menyesal dikemudian hari, resiko komplikasi kecil (meningkat apabia digunakan anastesi umum), rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan, tidak melindungi diri dari IMS dan HIV/AIDS (Meilani dkk, 2010).

Pelaksanaan MOW dapat dilaksanakan pada :

1. Setiap waktu selama siklus haid, bila diyakini akseptor tidak hamil.

2. Hari ke-6 hingga hari ke-13 siklus haid (fase proliferasi).

3. Pascapersalinan : minilap, dalam 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu. Sedanglan laparoskopi, tidak tepat untuk akseptor pascapersalinan.

4. Pascakeguguran : triwulan pertama dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ditemukan infeksi pelvis untuk minilap dan laparoskopi, triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvis (untuk minilap saja).

Menurut Proverawati dkk (2010) mekanise dari MOW atau Tubektomi dapat dibagi berdasarkan atas :

1. Saat operasi : a. Paska keguguran

Paska persalinan atau masa interval, dimana dianjurkan 24 jam atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin.

1. Cara mencapai tuba : Laparatomi, Laparatomi mini, dan laparoskopi.

2. Cara penutupan tuba :

(38)

a. Pomeroy : tuba dijepit pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai catgut biasa no. 0 atau no.

1. Lipatan tuba kemudian dipotong di atas ikatan catgut tadi.

b. Kroener : fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutera, atau dengan catgut yanng tidak mudah direabsorbsi. Bagian tuba distal dari dari jepitan dipotong (fimbriektomi).

c. Irving : tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung potongan diikat dengan catgut kromik no. 0 atau 00. Ujung potongan proksimal ditanamkan di dalam miometrium dinding depan uterus. Ujung potongan distal ditanamkan di dalam ligamentum latum.

d. Pemasangan cincin falope : dengan aplikator, bagian isthmus tuba ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi fibrotik.

Beberapa hal yang harus dilakukan sebelum tindakan operasi tubektomi antara lain :

1. Konseling perihal kontrasepsi dan menjelaskan kepada klien bahwa ia mempunyai hak unutk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur dilakukan.

2. Menanyakan riwayat medis yang mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi antara lain : penyakit-penyakit pelvis, pernah mengalami operasi abdominal/pelvis, riwayat diabetes mellitus, riwayat penyakit paru-paru contohnya asthma, pernah mengalami problem dengan

(39)

anestesi, penyakit-penyakit perdarahan, alergi, dan pengobatan yang dijalani saat ini.

3. Pemeriksaan fisik : kondisi-kondisi yang memungkinkan dapat mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi.

4. Pemeriksaan laboratorium sperti pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urine dan pap smear.

5. Informed consent harus diperoleh. Standard consent form harus ditandatangani oleh suami atau isteri dari calon akseptor sebelum prosedur dilakukan. Umumnya penandatanganan dokemen Informed consent dilakukan setelah calon akseptor dan pasangannya mendapatkan konseling.

Dokumen juga dapat ditandatanganin oleh saudara atau pihak yang bertanggungjawab atas klien apabila klien kurang paham atau kurang kompeten secara kejiwaan. Apabila calon akseptor buta huruf, maka dapat memberikan cap jempolnya disertai seorang saksi yang tetap harus ikut menandatanganin dokumen tersebut yang menyatakan bahwa calon akseptor tersebut telah diberi penjelasan lisan mengenai kontrasepi.

B. Metode Operatif Pria (MOP) atau Vasektomi

Menurut Saifuddin dkk dalam Pinem (2009), Metode Operatif Pria (MOP) atau Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa defrensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan ovum dengan sperma) tidak terjadi.

MOP atau Vasektomi adalah salah satu cara KB yang permanen bagi pria yang sudah memutuskan tidak ingin mempunyai anak lagi. Calon akseptor

(40)

harusmempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi ini.

Beberapa keuntungan dari MOP atau vasektomi antara lain sebagai berikut : sangat efektif, aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas, sederhana dan cepat. Hanya memerlukan waktu 5-10 menit, efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan, hanya memerlukan anestesi lokal dan biaya rendah.

Beberapa kerugian dari MOP atau Vasektomi, yaitu : 1. Diperlukan tindakan operatif,

2. Kadang-kadang terjadi komplikasi seperti perdarahan atau infeksi,

3. Tidak langsung memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa yang sudah ada didalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusivas defrensia dikeluarkan,

4. Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin bertambah setelah tindakan operatif yang menyangkut sistem reproduktif.

Beberapa hal yang harus dilakukan sebelum tindakan operasi vasektomi adalah :

1. Konseling : calon akseptor harus diberi informasi mengenai vasektomi, bahwa prosedur vasektomi tidak menggangu hormon pria atau menyebabkan perubahan kemampuan atau kepuasan seksual.

2. Informed consent (persetujuan tindakan medis) harus dilakukan sama seperti pada tubektomi.

3. Setelah prosedur vasektomi, gunakan salah satu kontrasepsi terpilih sampai spermatozoa yang tersisa dalam esikula seminalis telah keluar seluruhnya yaitu setelah 15-20 kali ejakulasi.

(41)

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah melakukan operasi vasektomi antara lain :

1. Istirahat selama 1-2 jam di tempat melakukan operasi, 2. Pertahankan band aid selama 3 hari,

3. Menghindari pekerjaan berat selama 2-3 hari, 4. Kompres dengan air dingin atau es pada skrotum,

5. Luka yang sedang dalam penyembuhan jangan digaruk-garuk atau ditarik- tarik,

6. Jika ada rasa nyeri, minum 1-2 tablet analgesik seperti parasetamol atau ibuprofen setiap 4-5 jam,

7. Boleh bersenggama setelah hari ke 2 -3. Untuk mencegah kehamilan selama 3 bulan atau sampai ejakulasi 15-20 kali gunakan juga kondom atau cara kontrasepsi lain,

8. Periksa semen sesudah 3 bulan atau sesudah 15-20 kali ejakulasi,

9. Jangan lupa memeriksa ulang ke dokter dalam jangka waktu 1 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun setelah operasi.

Metode Kontrasepsi Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Kontrasepsi pil. Mini pil adalah pil KB yang hanya mengandung hormon progesteron dalam dosisi rendah. Mini pil atau pil progestin disebut juga pil menyusui. Dosis progestin yang digunakan 0,03-0,05 mg per tablet.

Mini pil terbagi menjadi 2 yaitu :

a. Mini pil dalam klemasan dengan isi 28 pil mengandung 75 mikrogram desogestrel

(42)

b. Mini pil dalam kemasan dengan isi 35 pil, mengandung 30 mikro gram levonogestrel atau 350 mikrogram neretindron

Keuntungan mini pil yaitu :

1. Cocok sebgai alat kontrasepsi untuk perempuan yang sedang menyusui 2. Sangat efektif untuk laktasi

3. Dosis gestagen rendah

4. Tidak menuunkan produksi ASI 5. Tidak mengganggu hubungan seksual 6. Kesuburan cepat kembali

7. Tidak memberikan efek samping esterogen

8. Tidak ada bukti peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, risiko tromboembolu vena dan risiko hipertensi

9. Cocok untuk perempuan yang menderita diabetes melitus

10. Cocok untuk perempuan yang tidak bias mengkonsumsi esterogen 11. Dapat mengurangi disminorhea

Kerugian mini pil : 1. Memerlukan biaya 2. Harus selalu tersedia

3. Efektifitas berkurang apabila menyusui juga berkurang

4. Penggunaan mini pil bersamaan dengan obat tuberkolosisi atau epilepsi akan mengakibatkan efektifitas menjadi rendah

5. Mini pil harus diminum setiap hari dan pada waktu yang sama

6. Angka kegagalan tinggi apabila penggunaan tidak benar dan konsisiten

(43)

7. Tidak melindungi dari penyakit menular seksual termasuk HBV dan HIV/AIDS

8. Mini pil tidak menjamin akan melindungi dari kista ovarium bagi wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik (Mulyani dan Rinawati, 2013).

Kontrasepsi suntik

A. Suntik Kombinasi (1 bulan)

Kontrasepsi suntik bulanan merupakan metode suntikan yang pemberiannya tiap bulan denga jalan penyuntikan secara intramuscular sebagai usaha pencegahan kehamilan berupa hormon progesteron dan esterogen pada wanita usia subur.

Keuntu ngan suntik satu bulan : 1. Risiko terhadap kesehatan kecil

2. Tidak berepngaruh pada hubungan suami istri 3. Tidak diperlukan pemeriksaan dalam

4. Jangka panjang

5. Efek samping sangat kecil

6. Pasien tidak perlu menyimpang obat suntik 7. Pemberian aman, efektif dan relatif mudah

Kerugian suntik satu bulan :

1. Terjadi perubahan pola haid seperti tidak teratur, pendarahan bercak atau spooting, pendarahan sela sampai sepuluh hari

2. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan dan keluahan seperti ini akan hilang

(44)

setelah suntikan kedua atau ketiga

3. Ketergantungan pasien terhadap palayanan kesehatan, karena pasien harus kembali setiap 30 hari untuk kunjungan ulang

4. Efektifitas suntik 1 bulan berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat- obatan epilepsi atau obat tuberkolosis

5. Dapat terjadi perubahan berat badan

6. Dapat terjadi efek smaping yang serius seperti serangan jantung, stroke, bekuan darah pada paru atau otak dan kemungkinan timbulnya tumor hati 7. Tidak menjamin perlindungan terhadap peularan penyakit infeksi menular

seksual (IMS), hepatitis B virus atau infeksi virus HIV

8. Pemulihan kesuburan kemungkinan terlambat setelah penghentian pemakaian KB sunik 1 bulan

B. Suntik Tribulan atau Progrestin

Suntik tribulan merupakan metode kontrasepsi yang diberikan secara intramuscular setiap tiga bulan.

Keuntungan : 1. Efektifitas tinggi

2. Sederhana pemakaiannya

3. Cukup peyenangkan bagi akseptor (injeksi hanya 4 kali dalam setahun) 4. Cocok untuk ibu-ibu yang mnyusui anak

5. Tidak berdampak serius terhadap penyakit gagguan pembekuan darah dan jantung karena tidak mengandung hormon esterogen

6. Dapat mencagah kanker endometrium, kehamilan ektopik, serta beberapa penyebab penyakit akibat radang panggul

(45)

7. Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell) Kerugian :

1. Terdapat gangguan haid seperti amenore yaitu tidak datang haid pada setiap bulan selama menjadi akseptor keluarga berencana suntik tiga bulan berturut-turut. Spoting yaitu bercak pendarahan diluar haid yang terjadi selama akseptor mengikuti KB suntik. Metrorogia yaitu pendarahan yang berlebihan di luar masa haid. Menoregia yaitu datangnya darah haid yang berlebihan jumlahnya.

2. Timbulanya jerawat di badan atau wajah dapat disertai infeksi atau tidak bila digunakan dalam jangka panjang

3. Berat badan bertambha 2,3 kg pada tahun pertama dan meningkat 7,5 kg selama enam tahun

4. Pusing dan sakit kepala

5. Bisa menyebabkan warna biru dan rasa nyeri pada daerah suntikan akibat pendarahan di bawah kulit.

Kondom. Kondom merupakan selubung atau sarung akret yang terbuat dari bahan diantaranya karet (lateks), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis untuk menampung sperma ketika seorang pria mencapai ejakulasi saat berhubungan seksual.

Manfaat kondom :

1. Merupakan metode kontrasepsi sementara 2. Efektif bila pemakaian benar

3. Tidak mengganggu kesehatan pasien

(46)

4. Tidak mempunyai pengaruh sistematik 5. Murah dan tersedia diberbagai tempat

6. Tidak memerlukan resep dan pemeriksaan khusus (Mulyani dan Rinawati, 2013).

Petugas Lapangan Keluarga Berencana

Definisi petugas lapangan keluarga berencana (PLKB). Petugas Lapangan Keluarga Berencana adalah aparat Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang melaksanakan fungsi pengelolaan, penggerakan, pengembangan potensi partisipasi masyrakat seseuai dengan tuntutan kondisi dan kebutuhan Program Keluarga Berencana Nasional di tingkat desa atau kelurahan.

Peran petugas lapangan keluarga berencana. Tahapan perkembangan peran PLKB dapat diuraikan sebagai berikut :

Peran pelaksanaan (implementer). Dalam melakukan kegiatan motivasi melalui kunjungan ke rumah, PLKB bertindak sebagai pelaksanan langsung dan belum mendapat bantuan dari kader dan/atau tokoh masyarakat/tokoh agama.

Setiap calon peserta KB yang telah dimotivasi dan siap mendapatkan pelayanan kontrasepsi, selanjutnya calon tersebut dijemput dan diantar oleh PLKB, ke tempat pelayanan, baik pelayanan statis (Klinik KB/Puskesmas) maupun pelayanan (Tim Medis Keliling dan Subtim Medis Keliling).

Dalam menjalankan tugasnya, PLKB dibekali pengetahuan dasar tentang konsep dan aplikasi pembangunan masyarakat secara sederhana dan praktis sehingga mudah dicerna dan dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk memberikan

(47)

status dan identitas kebanggaan pada tugas, PLKB sering bertugas, berperan, dan berfungsi sebagai pelaksana program KB di tingkat lini lapangan. Kondisi tersebut diupayakan untuk selalu diasah dan dipelihara agar selalu ditempatkan pada posisi di atas apabila sedang tidak dipergunakan. Upaya tersebut telah mendorong semangat dan motivasi kerja PLKB untuk memperkuat pengakuan atas eksistensi dan perananya dalam menyukseskan Program KB Nasional (BKKBN, 2002)

Peran pengelola (manager). Untuk mengimbangi dan meningkatakannya partisipasi masyarakat, pada periode ini mulai dikembangakan konsep pola kerja PLKB dalam bentuk 10 langkah kerja PLKB, sebagai acuan para PLKB dalam melaksanaakana tugasnya. Pada periode ini fokus perhatian pelaksanaan Program KB lebih berorientasi pada perpanjangan sebagian tugas PLKB kepada institusi masyarakat, terutama dalam KIE dan perindustrian alat kontrasepsi sederhana berupa pil dan kondom (ulangan). Pada tahap ini secara berangsur-angsur peran PLKB sudah mengarah sebagai pengelola, tidak lagi murni sebagai pelaksana.

Mengingat makin berkembangnya partisipasi masyarakat dan disusul juga dengan tuntutan pengembangan program KB Nasional, pada akhir periode ini muncul konsep mekanisme operasional yang pada hakikatnya melakukan kegiatan secara sistematis, berkesinambungan, dan pelaksanya merupakan gabungan unsur, masyarakat dan PLKB. Berkembangnya mekanisme operasional Program KB Nasional di lapangan hakikatnya sangat bergantung pada peran PLKB sebagai pengelola program di lapangan (BKKBN, 2002).

Peran penggerak (leader). Peran kepemimpinan PLKB harus diperkuat sehingga akhirnya mereka mampu menggerakkan patisipasi masyarakat. Dengan

(48)

demikian perannya sebagai penggerak lebih menonjol, sementara perannya sebagai pelaksana harus lebih banyak diserahkan kepada institusi masyarakat dan lembaga swadaya organisasi masyarakat (LSOM).

Fungsi dan tugas pengawas PLKB. Pengawas PLKB melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi perencanaan

Fungsi perencanaan adalah membantu Camat dalam menentukan sasaran operasional, menyusun rangkaian kegiatan, pelaksana, waktu dan dukungan dengan memperhatian potensi masyarakat di wilayah kerjanya, serta arahan kebijaksanaan dari BKKBN DT II.

Uraian tugas dalam perencanaan yang harus diselesaikan oleh Pengawas PLKB meliputi dua bagaian besar yaitu :

1. Perencanaan Wilayah

Perencanaan wilayah terdiri dari :

- Rencana kerja tahunan, yaitu rencana yang dibuat setahun sekali meliputi berbagai aspek yang ada di tingkat Kecamatan.

- Rencana kerja bulanan, yaitu rencana yan dibuat sebulan sekali, yang merupakan rincian kegiatan dari rencanan tahunan. Rencana kerja bulanan penggarapan Gerakan KB, Pembangunan Keluarga Sejahtera dan Kedudukan diwilayah kecamatan ini, dikemukakan dan dibahas dalam forum Rapat Koordinasi Kecamatan.

Perencanaan operasional tahunan wilayah, sebaiknya dilakukan dengan prinsip perencanaan dari bawah dengan melihat potensi Kecamatan tersebut serta

(49)

memadukan dengan Perkiraan Permintaan Mayarakat (PPM) yang telah disepakati dalam Rakor di Kabupaten. Untuk kepentingan perencanaan operasional tahunan, maka data yang digunakan adalah data hasil pendataan keluarga R/I/KS. Dari pendataan Keluarga, dapat diangkat PPM (perkiraan permintaan masyarakat untuk gerakan KB Nasional, gerakan pembangunan Keluarga Sejahtera dan Kependudukan).

2. Rencana kerja individu pengawas PLKB dalam bentuk rencana kerja mingguan

b. Fungsi pengorganisasian

Fungsi pengorganisasian adalah pewadahan dan pembagian tugas seluruh potensi yang tersedia untuk menacapa sasaran yang telah ditentukan dan mencukupi kebutuhan permintaan masyarakat dalam melaksanakan Geralan KB, Pembangunan Keluarga Sejahtera dan Kependudukan.

c. Fungsi Pelaksanaan

Fungsi pelaksana adalah menggerakan Tokoh Formal, Tokoh Informal dan Institusi Masyarakat sesuai dengan pembagian tugas yang telah disepakati, bersama mitra kerja dari sektor-sektor lain.

d. Fungsi Pembinaan

Pembinaan adalah upaya memantapkan pengetahuan, keterampilan, dan motivasi para pengelola serta sektor terkait dalam pelaksanaan Gerakan KB, Pembangunan Keluarga Sejahtera dan Kependudukan

e. Fungsi Pencatatan dan Pelaporan

Fungsi pencataan dan pelaporan adalah mencatat dan melaporkan adalah mencatat dan melaporkan pelaksanaan Gerakan KB, Pembangunan Keluarga

(50)

Sejahtera dan Kependudukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku f. Fungsi Evaluasi

Fungsi evaluasi adalah penelaahan atas proses kegiatan yang telah dilaksanakan serta hasil yang telah dicapai sebagai bahan perencanaan kegiatan berikutnya.

Langkah-langkah kerja pengawas PLKB. Dari seluruh fungsi dan tugas pengawas PLKB tergambar bahwa Pengawas PLKB harus melakukan langkah- langkah kerja secara tepat, berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sepuluh langkah penggarapan program ini tidak saja bermanfaat sebagai suatu acuan prosedur kerja bagi Pengawas PLKB dalam melaksanakan berbagai kegiatan, tapi juga berguna untuk pedoman bagi pembina teknis, baik dari tingkat DT II, maupun provinsi untuk membina, mengawasi dan menilai pelaksanaan tugas yang dilaksanakan Pengawas PLKB.

Pendekatan tokoh formal. Pendekatan tokoh formal adalah suatu upaya pendekatan kepada tokoh formal yang ada di wilayah kerja, untuk mengkomunikasikan kegiatan yang dilaksanakan.

Tujuan pendekatan tokoh formal :

1. Untuk memberikan kejelasan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan 2. Menumbuhkan motivasi tokoh formal untuk mendukung dan merestui

kegiatan

3. Menggerakan tokoh formal untuk berperan secara aktif dalam pelaksanaan kegiatan.

(51)

Sasaran : 1. Camat 2. Dan Ramil 3. Kapolsek

4. Dinas/Instansi tingkat Kecamatan 5. Perangkat Kecamatan lainnya

6. Lain-lain yang terkaitan kegaiatan yang di lakasanakan Materi yang disampaikan :

1. Perkenalan dan pengawas PLKB (bila baru bertugas)

2. Menjelasakan maksud kedatangan, serta rencana kegiatan yang akan dilaksanakan

3. Memohon restu dan kemungkinan dukungan petunjuk, tenaga maupun biaya 4. Memohon pengesehan rencana kerja yang telah disusun

5. Mengajak untuk berpern aktif dalam kegiatan Pendataan dan pemetaan

A. Untuk Perencanaan PPM Peserta KB baru

Dari pendataan keluarga, Pengawas PLKB hanya kakan emperoleh data jumlah total ibu hamil. Apabila pengawas PLKB ingin melaksanakan intensifikasi metoda kontrasepsi ampuh, seperti IUD, maka Pengawas PLKB akan memperoleh angka jumlah PPM dari PUS tidak ber KB yang ingin anak tapi ditunda dan tidak ingin anak lagi, serta ibu hamil yang akan diajak ber-KB setelah melahirkan, Namun demikian dari total ibu hamil tersebut tidak seluruhnya akan jadi sasaran,

(52)

karena yang akan menjadi sasaran potensional adalah ibu hamil yang kehamilannya dirasakannya salah waktu dan ibu hamil yang sebenarnya ia tidak ingin hamil.

B. Untuk PPM gerakan Keluarga Sejahtera

1. Untuk PPM Pengingkatan penanggulangan kemiskinan.

Dari kegiatan pendataan keluarga akan diperoleh data tentang daftar nama kepala keluarga Pra sejahtera dengan kesulitan keluarga tersebut untuk melaksanakan 5 indikator agar menjadi keluarga Sejahtera Tahap I, serta Keluarga Sejahtera Tahap I yang menagalami kesulitan untuk melaksanakan 9 indikator agar memasuki Keluarga Sejahtera tahap I, namun demikian Pengawas PLKB masih harus mempersiapkan pendataan lanjutan untuk mengetahui rincian tahu, mau dan mampu dari setiap keluarga tersebut.

2. Untuk Lelang kepedulian 3. Untuk Kegiatan Biana Keluarga 4. Untuk Kepentingan Gerakan Keluarga C. Kegiatan Pengumpulan Data

Keseluruhan kegiatan pengumpulan data tidak lagi dilaksanakan langsung oleh Pengawas PLKB namun melalui instiusi masyarakat yaitu PPKBD, Sub PPKBD, dan kelompok KS. Dengan demikian cakupan maupun kualitas data akan sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas para pemeran PPKBD, Sub PPKBD dan Kelompok KS. Pengumpulan data semakin mudah serta dapat dipercaya, karena PLKB dapat mempercayakan pendataan pada kelompok KB yang

Referensi

Dokumen terkait

Hasil: Sebagian besar responden memiliki perilaku penggunaan gadget yang tidak baik, yaitu sebanyak 68 orang (57,1%) dan sebagian besar responden memiliki kualitas

VG untuk tingkat viskositas kinematik mesin hidrolik yang dapat dilihat pada Tabel 3, dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pelumas mineral VIM 6 sebelum diberikan aditif

Dari hasil penelitian konsentrasi yang digunakan yaitu 400 ppm, 800 ppm dan 1600 ppm, yang menghasilkan daya antibakteri terbaik pada ekstrak E.spinosum dengan

Dan jika hak pemilikan dipertikaikan, maka tanggungan di atas pihak atau sesiapa (man) yang memilikinya (bangunan itu). Daripada beberapa peruntukan undang-undang

Metode yang digunakan untuk melakukan perbaikan kualitas citra radiograf periapikal adalah Adaptive Region Growing Approach yang telah banyak digunakan dalam hal

Dengan adanya kasus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam Putusan pengadilan Bojonegoro Nomor

Ti rezultati govore da bi poduzeće Naprijed trebala otvoriti profil na Instagramu radi velikog broja osoba koje posjeduju Instagram, te zbog toga što bi sa tim potezom dobili

Di bawah ini adalah beberapa saran untuk pengembangan selanjutnya: (1) berdasarkan nilai daya gabung umum, untuk keperluan persilangan dapat menggunakan tetua 6 untuk karakter bobot