• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HIDUP KOMUNITAS DALAM

9. Pembinaan terus menerus

Pembinaan yang berkelanjutan dalam tarekat-tarekat hidup apostolis maupun kontemplatif merupakan persyaratan intrinsik pentakdisan religius (VC, art. 69). Kaum hidup bakti yang dipanggil untuk mengikuti Kristus secara khusus hendaknya senantiasa melakukan pembinaan yang berkelanjutan, sehingga hidupnya baik pribadi maupun kerohaniannya selalu terpelihara. Dengan demikian

proses hidupnya akan bertumbuh dan berkembang menuju ke arah yang lebih baik. Setiap pribadi hendaknya selalu bersedia untuk membiarkan dirinya dibina secara terus menerus sehingga ia akan semakin mampu menjadi saksi atau ragi bagi masyarakat sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan manusiawi pribadi seseorang sehingga pembinaan yang berkelanjutan sungguh diperlukan.

Pembentukan dalam Ursulin bertujuan untuk mengembangkan ribadi secara harmonis sesuai dengan rahmat panggilannya. Maka pembentukan Ursulin dijiwai oleh semangat Santa Angela, dan dengan mempertahankan nilai-nilai tradisi Ursulin itu sendiri, berusaha untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan setiap pribadi, kebutuhan Gereja dan dunia (Konstitusi, art. 107). Setiap pribadi Ursulin mempunyai tanggungjawab pribadi untuk selama hidupnya berkembang terus menerus baik sebagai manusia dan sebagai religius demi kemuliaan Allah dan pelayanan terhadap sesama. Maka hendaknya setiap Ursulin berusaha untuk selalu membaharui diri dan tetap terbuka uuntuk penyesuaian yang perlu (Konstitusi, art. 108). Jika semua anggota komunitas dan masing-masing pribadi berusaha untuk bertekun dan berkembang dalam panggilan yang diterima, maka komunitas Ursulin akan mewujudkan imbauan Santa Angela; “Tempuhlah hidup baru”.

10. Spiritualitas persekutuan

Spiritualitas perekutuan atau persatuan perlu diperjuangkan oleh kaum hidup bakti, sehingga mereka mampu menjadikan Gereja home sekaligus sekolah persatuan. Hal ini sungguh tidak mudah, untuk itu diperlukan kesediaan dan kerja sama di antara anggota hidup bakti dalam mengusahakannya. Spiritualitas

persekutuan ini perlu dipratikkan anggota hidup bakti yang dimulai dalam komunitas mereka sendiri, sehingga akan mampu memancar keluar jemaat Gerejawi bahkan melampaui batas-batasnya dengan membuka dialog dalam cinta kasih. Hal ini disebabkan situasi dunia masa kini yang tercerai berai akibat kebencian antar suku dan juga kekerasan yang terjadi (BSDK, art. 28).

Setiap orang yang terpanggil untuk hidup secara khusus dalam sebuah komunitas juga dengan sendirinya akan hidup dalam persekutuan dan persatuan dengan sesama. Semuanya itu dapat diwujudnyatakan apabila masing-masing anggota menghayati dan mengamalkan persatuan dan cinta kasih dalam kehidupan bersama. Setiap orang memiliki watak dan kepribadian yang berbeda, umur dan bakat yang berbeda pula namun bagi komunitas Ursulin hal ini merupakan sesuatu yang saling memperkaya satu dengan yang lain karena dengan demikian mereka akan saling melengkapi satu sama lain. Memandang sesama sebagai saudara dan saudari saya dan sebagai bagian dari hidup saya sendiri dengan demikian akan memampukan kita untuk menanggung beban sesama dengan penuh kegembiraan. Hal ini disebabkan oleh persekutuan kita diantara satu sama lain.

Kehadiran sesama dengan watak dan latarbelakang budaya yang berbeda menjadi rahmat bagi saya untuk bertumbuh dan berkembang bersama dalam satu tujuan dan cita-cita yang sama. Hal ini ditegaskan dalam konstitusi, “Dengan rendah hati kita menerima kesulitan-kesulitan dalam mengasihi sesama sebagai saudara dengan sesempurna mungkin. Terikat satu sama lain dengan cinta kasih, kita akan memberi kesaksian tentang persatuan, damai dan harapan dalam dunia yang terluka oleh begitu banyak perpecahan, pemisahan dan pertikaian

(Konstitusi, art. 91). Para suster yang bersatu dalam komunitas berusaha dengan ketulusan hati untuk dengan rendah hati mau menerima kesulitan dalam mengasihi sesama, karena setiap pribadi memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan sikap rendah hati ini akan sangat membantu bertumbuhkembangnya komunitas.

11. Hidup bakti sebagai ragi

Dunia kita telah memasuki milenium baru yang dibebani pertentangan-pertentangan dalam kemajuan ranah ekonomi, budaya dan teknologi yang menyajikan kemungkinan bagi kelompok kecil yang serba beruntung namun membawa penderitaan bagi rakyat kecil (NMI, art. 50). Kaum hidup bakti yang tinggal dalam komunitas, juga berada diantara masyarakat sekitarnya. Mereka tidak hidup terasing dari masyarakat, maka mereka juga ditantang untuk memperhatikan dunia yang porakporanda oleh karena kekuasaan beberapa orang demi keuntungan kelompok mereka. Situasi nyata ini mengajak kaum hidup bakti untuk terlibat memperjuangkan suasana yang lebih bahagia bagi mereka yang menderita. Untuk itu kaum hidup bakti dipanggil untuk menjadi ragi yang mampu memancarkan cahaya Kristus dan membangun paguyuban-paguyuban yang menjiwai persaudaraan, kebenaran dan keadilan dalam masyarakat yang menderita dan miskin.

Komunitas Ursulin juga hadir sebagai ragi bagi masyarakat disekitarnya khususnya bagi mereka yang hidup dalam suasana ketidakadilan, perpecahan, ketidakbahagiaan, peperangan. Ini juga menjadi panggilan bagi para suster Ursulin itu sendiri. Ursulin menanggapinya dengan pelayanan mereka, dengan

turut serta menjadi bagian hidup mereka. Para ursulin dipanggil untuk memberi kesaksian tentang persatuan, damai dan harapan dalam dunia yang terluka oleh begitu banyak perpecahan, pemisahan dan pertikaian (Konstitusi, art. 91). Hal ini dapat dilihat dalam pelayanan Ursulin yang tidak hanya dikhususkan dalam pendidikan formal, namun juga non formal serta melalui karya pastoral mereka. Pelayanan ini tidak dilakukan secara perorangan namun secara bersama dalam komunitas misalnya yang nampak adalah adanya panti asuhan, perbaikan gizi bagi anak-anak yang menderita kurang gizi juga menjadi perhatian Ursulin terhadap nasib kaum perempuan yang mengalami ketidakadilan dan kekerasan dalam hidup mereka sehari-hari.

12. Hidup bakti sebagai komunitas hukum cinta

Kaum hidup bakti yang hidup bersama dalam komunitas senantiasa hidup dalam persekutuan sebagaimana yang dikehendaki Allah sendiri agar umat-Nya hidup dalam persekutuan. Dasar dari hidup dalam persekutuan adalah cinta kasih, dengan cinta kasih anggota hidup bakti mampu mewujudkan kehidupan mereka sebagai komunitas hukum cinta. Dalam hidup bersama setiap anggota ditantang untuk belajar saling mencintai dengan cinta kasih yang tulus, dimana seseorang tidak berada di pusat ia tidak lebih tinggi, namun semua orang yang tergabung dalam komunitas hukum cinta adalah sama-sama dipanggil oleh Allah untuk hidup dalam persekutuan cinta. Maka dalam hidup komunitas perlu orang lain yang menantang diri seseorang untuk selalu mengikuti Yesus dengan radikal, untuk bekerja sama dengan tulus tanpa mencari muka, tanpa mencari karier dan penghasilan, melayani sesama tanpa sikap sombong dan tanpa menjadi terlalu

dekat pada tugas atau orang tertentu (NMI, art. 26-27). Dalam kehidupan bersama setiap anggota belajar bertanggungjawab bersama untuk teman sepanggilan, karena manusia tidak dapat hidup seorang diri. Ia membutuhkan kehadiran orang lain yang juga turut berperan serta dalam panggilannya.

Para suster Ursulin juga selalu berusaha agar hidup komunitas mereka menjadi komunitas hukum cinta kasih yang terjalin diantara mereka. Setiap orang yang merasa terpanggil untuk hidup secara khusus disatukan dalam komunitas yang berdasarkan cinta kasih. Cinta kasih diantara sesama nampak dalam rasa saling mendukung satu dengan yang lain, menghargai keunikan setiap pribadi sebagai sesuatu yang saling memperkaya satu dengan yang lain. Orang yang paling memiliki pengaruh dan memberikan dukungan adalah sesama yang ada dalam komunitas tersebut, untuk itu setiap anggota hendaknya selalu menghayati spiritualitas persekutuan diantara mereka. Belajar bertanggungjawab atas sesama kita yang hidup bersama dengan kita setiap hari. Bersedia untuk menerima orang lain dengan segala kekurangan dan kelebihan juga menjadi semangat hidup para suster Ursulin dalam hidup bersama sehingga setiap pribadi menjadi hadiah atau kado dari Tuhan bagi pribadi saya. Ketulusan cinta kasih para suster tampak dalam saling menolong, saling memperhatikan, dan saling mengasihi dengan hangat, dalam suka duka kehidupan sehari-hari (Konstitusi, art. 82).

Santa Angela menganjurkan agar para suster Ursulin dalam hidup komunitas saling menerima apa adanya, masing-masing diakui demi dirinya sendiri, dihargai dan dicintai dengan keunikannya. Maka perbedaan umur, bakat, kebangsaaan dan kebudayaan tidak lagi menjadi penghalang bagi mereka dalam

hidup bersama tetapi merupakan sesuatu yang memperkaya satu dengan yang lain (Konstitusi, art. 80). Dalam kenyataannya sungguh tidak mudah untuk mewujudnyatakannya, dengan proses jatuh bangun setiap suster berusaha untuk saling menerima satu dengan yang lain.

13. Hidup bakti sebagai komunitas sekolah cinta

Gereja dan Tuhan meminta agar komunitas-komunitas kaum hidup bakti menjadi sekolah komunio dan sekolah doa dalam hidup keperawanan yang menunjukkan dengan jelas martabat manusia yang diciptakan untuk tujuan ilahi dan abadi. Dunia sekular hidup dalam suasana yang enak dan nyaman dalam hal-hal material sehingga mereka lupa akan tujuan yang transendental. Maka untuk itu diperlukan saksi-saksi yang mau mengingatkan mereka (NMI, art. 34). Situasi dunia zaman ini dipenuhi oleh kerakusan, kekuasaan, perpecahan, ketidakdilan. Dengan demikian komunitas hidup bakti ditantang untuk memberi kesaksian bahwa hidup bersama mereka dalam komunitas adalah berdasarkan cinta kasih. Maka komunitas mereka menjadi komunitas sekolah cinta bagi dunia zaman ini. Untuk menjadi sekolah cinta kaum hidup bakti perlu mengusahakan dan mengalami kesatuan dalam cinta kasih Bapa yang telah dihayati di dunia ini dalam persekutuan Roh Kudus yang dicurahkan kepada umat Kristiani dalam Gereja.

Komunitas Ursulin juga menjadi komunitas sekolah cinta bagi siapa saja yang datang, hal ini dapat dilihat dan dialami dari kepribadian setiap suster yang memiliki keramahan dalam menerima setiap tamu. Hal ini menjadi nyata oleh karena kesatuan para suster dengan Sang Mempelai, dimana kesatuan mereka

seperti persatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus yang selalu dijiwai oleh Allah Bapa. Dengan demikian komunitas menjadi tanda harapan baru bagi setiap orang yang sedang berbeban berat dalam hidupnya. Untuk menjadi sekolah cinta pertama-tama harus terjalin kasih diantara kaum hidup bakti atau para suster Ursulin dalam hidup bersama. Namun tidak berarti semuanya selalu mudah untuk dipratikkan, semunya itu membutuhkan proses dan perjuangan dari setiap orang untuk membiarkan diri terhanyut dalam suasana kasih. Perselisihan dan beda pendapat juga menjadi warna tersendiri bagi mereka namun hal ini tidak menghalangi mereka dalam mewujudkan komunitas mereka sebagai komunitas sekolah cinta karena mereka dengan rendah hati mau menerima sesama apa adanya dan pengampunan serta rekonsiliasi turut berperan dalam pembentukan komunitas sekolah cinta mereka.

Hal ini ditegaskan dalam konstitusi artikel 79 yang mengatakan bahwa, “Kita berusaha menciptakan suasana kesederhanaan manusiawi dan injili yang begitu berkenan dihati Angela. Dia yang rendah hati, ramah dan lemah lembut dengan caranya yang khas memancarkan kepada lingkungannya kebaikan dan kasih penyelemat kita”. Dengan demikian setiap suster berusaha untuk menciptakan suasana sederhana yang berkenan di hati Angela sebagai pendiri yang mewarisi nilai-nilai yang baik yaitu bersikap rendah hati, ramah dan lemah lembut akan memancarkan kebaikan dan kasih Penyelamat. Hal ini akan mungkin terjadi bila setiap suster memiliki relasi yang mendalam dengan Yesus Sang Mempelai mereka. Dengan demikian relasi kasih itu akan memancar keluar yang

pertama kepada para suster anggota komunitas dan kepada lingkungan yang lebih luas yaitu masyarakat sekitarnya.

14. Persatuan dengan para Uskup

Kaum hidup bakti tidak mampu berdiri sendiri dalam pengembangan karya mereka di dunia ini. Untuk itu mereka perlu menjalin persatuan dengan para uskup setempat dimana mereka berkarya. Persatuan ini merupakan penerapan konkret sebagai komunitas hidup bakti yang secita rasa dengan Gereja. Allah hadir melalui Gereja maka jika kaum hidup bakti tidak menjalin persatuan dengan para uskup maka hal ini menjadi mustahil. Mencintai Kristus bagi mereka adalah mencintai Gereja dalam pribadi-pribadi dan tarekat (BSDK, art. 32). Dengan menjalin persatuan dengan para uskup kaum hidup bakti akan mampu bekerja sama dalam mengusahakan kehidupan damai bagi orang-orang yang merindukannya.

Ordo Santa Ursula merupakan ordo kepausan, maka persatuan dengan Paus dan para Uskup juga cukup terjalin. Hal ini dapat dilihat dalam kerasulan Ursulin dalam berbagai bentuknya, maka mereka mengambil bagian dalam misi pendidikan Gereja dalam kesetiaan kepada ajarannya. Tugas ini dijalankan oleh para suster Ursulin dengan perundingan Uskup diosis. Dengan demikian kerja sama yang erat dengan para imam, religius akan semakin memperkaya dan memungkinkan para suster untuk bekerja lebih efektif.

15. Persatuan dengan kaum awam

Komunitas hidup bakti tidak dapat bekerja sendirian dalam mengembangkan Kerajaan Allah di dunia ini. Mereka membutuhkan kehadiran dan peran serta orang lain dalam usaha tersebut. Maka kaum hidup bakti perlu menjalin persatuan dan kerja sama dengan kaum awam untuk mengusahakan suasana damai dan dipenuhi cinta kasih diantara sesama manusia yang hidup di dunia ini (BSDK, art. 31). Patut diakui bahwa kaum hidup tidak mampu menjalankan karya mereka sendirian tanpa campur tangan kaum awam. Hal ini bisa dilihat melalui karya-karya kaum hidup bakti, misalnya sekolah atau rumah sakit. Mereka tidak bekerja sendirian, persatuan dan kerja sama dengan awam akan sangat membantu mereka dalam usaha mengembangkan Kerajaan Allah.

Para suster Ursulin juga telah berusaha untuk memelihara persatuan dengan kaum awam, hal ini dapat dilihat dalam kehidupan komunitas mereka selalu melibatkan kaum awam didalamnya. Kerja sama dengan kaum awam juga memperkaya dan memungkinkan para suster untuk bekerja secara efektif. Karena patut diakui bahwa para suster tidak mampu melakukan semuanya sendiri, maka mereka membutuhkan kaum awam dalam usaha dan kerja keras mereka untuk mengusahakan perkembangan utuh pribadi manusia yang dilayani. Dalam hidup bersama komunitaspun para suster juga tidak bekerja sendirian, mereka membutuhkan awam sebagai mitra kerja.

B. Hal-hal yang kurang diwujudkan dalam hidup komunitas Ursulin 1. Secita rasa dengan Gereja

Kaum hidup bakti yang menjadi harapan Gereja yang selalu mengusahakan dan memelihara persekutuan dan mempratikkan spiritualitas persekutuan dalam hidup bersama. Dengan memelihara dan mempratikkanya dengan sendirinya mereka menjadi saksi dan perancang bangunan rencana kesatuan menurut rencana Allah. Sehingga persekutuan itu mendorong ke arah perutusan dan persekutuan itu melahirkan perutusan. Dan pada hakekatnya persekutuan itu adalah perutusan (VC, art. 46). Persekutuan kaum hidup bakti adalah secita rasa dengan Gereja yang senantiasa menghendaki agar umat Allah hidup bersatu dalam paguyuban yang didasari oleh cinta kasih. Karena Gereja itu sendiri adalah persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Maka kesaksian kaum hidup bakti yang hidup dalam persekutuan dengan sendirinya akan mengantar orang-orang kepada iman akan Kristus.

Para suster Ursulin juga telah cukup berusaha untuk menjadikan semangat secita rasa dengan Gereja. Para Ursulin juga hadir dalam dunia yang sedang sakit, dunia yang ada dalam ketidakadilan dan perpecahan oleh karena peperangan. Dalam konstitusi dikatakan bahwa,

“Iman kepada Yesus Kristus adalah dasar kerasulan, sebab dalam Dia terlaksana karya penebusan yang dilanjutkan di dalam Gereja, sakramen keselamatan untuk semua orang, oleh Roh Kudus yang menguduskan dan mempersatukan semuanya untuk mewujudkan rencana Allah yaitu menghimpun semua orang menjadi satu bangsa guna membangun Tubuh Kristus”(Konstitusi, art. 92)

Melalui artikel ini penulis menemukan bahwa iman kepada Yesus Kristus merupakan dasar kerasulan bagi setiap Ursulin. Dengan mengimani Kristus,

berarti para suster melanjutkan karya keselamatan yang telah dimulai oleh Dia melalui Gereja. Dimana Gereja merupakan sakramen keselamatan bagi semua orang berkat Roh Kudus yang menguduskan dan mempersatukan semuanya. Hal ini merupakan lanjutan rencana Allah yang ingin menghimpun semua orang menjadi satu bangsa untuk secara bersama-sama membangun Tubuh Kristus.

Perlu diakui bahwa ini juga menjadi kerinduan para suster Ursulin namun belum sungguh diwujudkan oleh suster Ursulin. Hal ini mengingat misi Ursulin yang secara khusus memperhatikan pendidikan formal bagi masyarakat luas sehingga perhatian mereka untuk mewujudkan semangat secita rasa dengan Gereja masih kurang.

2. Persaudaraan dalam Gereja semesta

Kaum hidup bakti telah menampilkan sejarah spiritualitas persekutuan yang menjadi kesaksian bagi dunia. Mereka telah melestarikan ikatan-ikatan persekutuan yang kuat dan memiliki kesediaan sepenuh hati untuk membaktikan diri kepada kegiatan misioner Gereja dengan kesiagaan. Semuanya itu menunjukkan ciri universalitas dan persekutuan yang ada pada Tarekat-tarekat hidup bakti maupun Serikat-serikat hidup Apostolis (VC, 2002:70). Kehadiran kaum hidup bakti ditengah dunia tidak hanya bagi kaum beriman Katolik saja, namun kegiatan pelayanan mereka bersifat universal. Sama seperti kehidupan dan pelayanan para Rasul pada jemaat di Yerusalem tidak hanya dikhususkan bagi mereka yang telah percaya kepada Kristus. Mereka diutus oleh Kristus kepada segala bangsa untuk mewartakan kabar keselamatan bagi semua bangsa.

“Dengan pembaktian religius kita secara khusus mengambil bagian dalam perutusan Kristus. Kerasulan kita yang pertama berupa kesaksian hidup bakti kita. Kesuburan kerasulan kita tergantung dari persatuan kita dengan Yesus Kristus. Sebaliknya kerasulan kita menguatkan dan memupuk persatuan itu” (Konstitusi, art. 93).

Persaudaraan Ursulin dalam Gereja semesta dimulai dari persatuan mereka dengan Yesus Kristus Sang Mempelai mereka. Dengan menjalin persatuan dengan Yesus akan memampukan mereka dalam kerasulan mereka sehari-hari. Kerasulan merupakan ciri pokok Tarekat Ursulin. Mereka mengambil bagian dalam karisma kerasulan Santa Angela dan melanjutkan perutusan yang dirintis Bunda Angela bagi para pengikutnya. Sebagai pewarta Injil melalui perkataan dan kesaksian hidup Bunda Angela, ia menjawab kebutuhan yang paling dasariah dari setiap orang, yakni kehausan mereka akan Allah. Angela tahu membagikan kekayaan imannya dan kepada semua yang datang kepadanya, ia memberi penghiburan, nasihat dan damai. Hendaknya para Ursulin mengikuti teladan Bunda Angela, namun hal ini masih menjadi perjuangan bagi para suster Ursulin untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Landasan yang mendasar adalah kesaksian hidup para suster Ursulin, karena kesaksian hidup menjadi sungguh nyata dan sangat nampak. Dengan demikian kehidupan mereka menjadi tanda atau kesaksian bagi jemaat Allah yang mereka layani atau siapa saja yang dijumpai. 3. Tetap mengusahakan kesetiaan

Kesetiaan seseorang dalam menanggapi panggilan Allah seharusnya diusahakan secara terus menerus dalam kehidupannya sehari-hari. Kesetiaan tidak di dapatkan begitu saja, perlu adanya kemauan dan usaha seseorang untuk selalu berjuang dalam setiap tantangan yang dihadapi sehingga imannya semakin diuji

maka ia juga akan memperoleh kesetiaan. Dalam Vita Consecrata dikatakan bahwa, “Ada semangat muda yang berlangsung seterusnya. Semangat itu tumbuh dari kenyataan, bahwa pada setiap tahap hidupnya orang mencari dan menemukan tugas baru untuk dijalankan, cara hidup, mengabdi dan mencintai yang khas”(VC, art. 70). Perjalanan panggilan kaum hidup bakti tidak selalu mulus, mereka juga menemukan hambatan, tantangan yang membutuhkan perjuangan dari dalam diri mereka. Dengan hati yang tulus mau berusaha dan berjuang menghadapi situasi sulit dalam hidup akan membawa mereka pada kesetiaan kepada Kristus. Karena dalam dan melalui hidup yang diwarnai tantangan dan kesulitan membuat mereka juga untuk selalu mencari dan menemukan cara hidup yang baru dalam mengabdi dan mencintai Allah.

Dalam hidup bersama komunitas Ursulin perlu mengusahakan kesetiaan ini khususnya bagi mereka yang masih muda yang hidup dalam dunia yang serba instan. Dengan situasi dunia ini mereka harus berani menghadapinya sehingga kesetiaan mereka selalu teruji dengan baik. Dalam konstitusi dikatakan bahwa, “Dalam kesetiaan dinamis kepada karisma Santa Angela, kita berusaha untuk memiliki cinta kasih ganda dan tunggal yang menjiwai dia dalam pemberian yang utuh untuk mengabdi kepada Allah dan bagi keselamatan seluruh dunia dengan mengarahkan segalanya demi kemuliaan Allah dan kebahagiaan jiwa-jiwa.”(Konstitusi, art. 2).

Para Ursulin yang telah bertekad mengikuti Kristus dengan meneladan semangat hidup Bunda Angela juga mengalami pasang surut dalam menapaki panggilan bila mereka bertahan dan mampu menghadapi situasi sulit dalam

mengusahakan kesetiaan dan bertahan maka mereka akan tetap mencintai panggilan dan berusaha untuk setia. Namun pada kenyataannya para Ursulin ada yang masih kurang memperhatikan hal ini. Contohnya saja ada suster yang sudah berkaul kekal merasa tidak cocok untuk hidup sebagai Ursulin dan akhirnya melalui proses yang cukup panjang mereka memutuskan untuk hidup sebagai awam. Pengalaman ini menjadi pelajaran bagi para suster yang lain, belajar untuk selalu memurnikan motivasi dalam mengikuti Kristus dan dengan perjuangan jatuh bangun berusaha untuk setia seumur hidup.

4. Wajah Kristus dalam kesengsaraan

Kaum hidup bakti yang hidup bersama dalam komunitas telah dipanggil dan menghayati serta mengkontemplasikan wajah Sang Tersalib yaitu Yesus Kristus. Dia menjadi sumber bagi anggota hidup bakti, karena dengan demikian mereka dapat mengetahui apa arti kasih dan bagaimana Allah dan manusia perlu dikasihi dan Dia menjadi sumber dari segala karisma dan ringkasan dari semua panggilan. Kaum hidup bakti hidup dalam dunia yang sedang terluka, dan kaum hidup bakti dipanggil untuk berusaha mengobatinya. Mereka menghadapi dunia

Dokumen terkait