• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNDANGAN GEREJA UNTUK MEMBANGUN HIDUP BERKOMUNITAS DAN JAWABAN BERDASARKAN BAGI PARA SUSTER URSULIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UNDANGAN GEREJA UNTUK MEMBANGUN HIDUP BERKOMUNITAS DAN JAWABAN BERDASARKAN BAGI PARA SUSTER URSULIN"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh

Agustina Dede Mite NIM: 041124034

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Tarekat Ordo Santa Ursula Para Suster Komunitas Yogyakarta

(5)

v

dengan ikatan cinta kasih, saling menghargai, saling membantu, saling bersabar dalam Yesus Kristus ”.

(6)

vi

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 01 Juni 2009 Penulis,

(7)

vii Dharma Yogyakarta:

Nama : Agustina Dede Mite

NIM : 041124034

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

UNDANGAN GEREJA UNTUK MEMBANGUN HIDUP BERKOMUNITAS DAN JAWABAN BERDASARKAN SEMANGAT DAN SPIRITUALITAS SANTA ANGELA BAGI PARA SUSTER URSULIN

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengelihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal, 01 Juni 2009 Yang menyatakan,

(8)

viii

BAGI PARA SUSTER URSULIN. Judul ini dipilih oleh penulis bertolak dari pemikiran bahwa Gereja senantiasa mengundang kaum hidup bakti khususnya para suster Ursulin untuk membangun hidup berkomunitas dengan menggali nilai-nilai yang dihidupi oleh Santa Angela sebagai pendiri Ordo Santa Ursula.

Persoalan yang mendasar dalam skripsi ini adalah bagaimana para suster Ursulin sebagai kaum hidup bakti menanggapi serta menjawab undangan Gereja untuk membangun hidup berkomunitas berdasarkan semangat dan spiritualitas Santa Angela. Gereja mengundang para suster Ursulin untuk membangun hidup komunitas yang dilandasi oleh cinta kasih diantara sesama anggota komunitas, sehingga komunitas menjadi sekolah persatuan dan ragi bagi sesama yang ada disekitarnya. Komunitas yang dibangun bercirikan citra Tritunggal yaitu persatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus sehingga komunitas menjadi sekolah cinta kasih baik bagi para suster sebagai anggota komunitas maupun sesama yang ada di sekitarnya.

(9)

ix

ZEAL AND SPIRITUALITY OF SAINT ANGELA FOR THE URSULINE SISTERS. I, as the writer, choose this title based on the idea, that the Church is always inviting those who live the consecrated life, especially the Ursuline Sisters, to build a community life by digging the values lived by Saint Angela as the founder of The Order of Saint Ursula.

The basic problem in this writing is how the Ursuline Sisters, as those who live the consecrated life, respond and answer the invitation of the Church to build up a community life based on the zeal and spirituality of Saint Angela. The Church invites the Ursuline Sisters to manage a community life founded by charity, among the members of the community, that the community may become a school of unity for those who live surroundings. The community to build is to be characterized by the image of the Trinity, that is the unity of the Father, the Son and the Holy Spirit, that the community may appear as a school of charity, both for the sisters as the members of the community it self and those who live near by.

(10)

x

Kuasa atas kasih setia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul: UNDANGAN GEREJA UNTUK MEMBANGUN HIDUP

BERKOMUNITAS DAN JAWABAN BERDASARKAN SEMANGAT DAN SPIRITUALITAS SANTA ANGELA BAGI PARA SUSTER URSULIN. Penulis mengakui bahwa dalam proses penulisan ini dengan segala jerih payah, suka duka, pergumulan dan pergulatan dirasakan oleh penulis. Namun penulis tetap bersemangat untuk berjuang dalam menyelesaikannya. Semuanya itu berkat dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung memberi petunjuk, nasehat, kritikan, saran dan tak lupa dukungan doa sehingga penulis terdorong dan termotivasi untuk menyelesaikannya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. H. J. Suhardiyanto, S.J., sebagai Kaprodi IPPAK dan segenap staf dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, yang dengan caranya masing-masing telah mendidik, mendampingi, membimbing dan memberikan bekal pengetahuan yang sangat bermanfaat serta berharga dalam penulisan skripsi ini.

(11)

xi

penguji II yang telah dengan setia memberikan bimbingan, saran, serta dukungan selama penulis menjalani studi dan yang telah bersedia menjadi dosen penguji II untuk skripsi ini.

4. Ibu Dra. J. Sri Murtini, M. Si., yang telah bersedia sebagai dosen penguji III bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Sr. Martini Suwitahartana, O.S.U., dan Para Suster sekomunitas yang dengan caranya masing-masing memberikan dukungan, semangat dan peneguhan selama penyusunan skripsi ini.

6. Sr. Maria Dolorosa Sasmita, O.S.U., dan Para Dewan yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, perhatian dan dukungan kepada penulis untuk menimba ilmu sebagai bekal dalam hidup dan pelayanan pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

7. Adik-adik Asramawati Pondok Angela yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(12)

xii

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini telah membantu penulis dengan ketulusan hati hingga berakhirnya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan ketidakmampuan dalam menyusun, merefleksikan serta mengembangkan skripsi ini. Untuk itu dengan rendah hati penulis sangat mengharapkan saran, perbaikan ataupun kritikan yang dapat membangun dan memperkaya dari para pembaca baik dari para Suster Ursulin maupun siapa saja yang membaca skripsi ini demi penyempurnaan skripsi ini. Yogyakarta, 01 Juni 2009

Penulis,

(13)

xiii

HALAMAN PENGESAHAN ………..….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………...…... iv

MOTTO ………...………... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………...… vii

ABSTRAK ………. viii

ABSTRACT ………... ix

KATA PENGANTAR ………... x

DAFTAR ISI ………..……... xiii

DAFTAR SINGKATAN ………...… xvii

BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Penulisan Skripsi………... 1

B. Rumusan Permasalahan ……… 8

C. Tujuan Penulisan .……….. 9

D. Manfaat Penulisan ....………... 9

E. Metode Penulisan ………...…………... 10

F. Sistematika Penulisan ………... 10

BAB II. UNDANGAN GEREJA DAN KOMITMEN HIDUP BAKTI DALAM MENGHAYATI HIDUP BERKOMUNITAS ... 14

A. Tantangan dan Undangan Hidup Berkomunitas ... 14

B. Undangan Vita Consecrata ... 18

1. Berpijak pada nilai-nilai tetap... 18

a. Menurut citra Tritunggal Mahakudus... 18

b. Hidup bersaudara dalam cinta kasih... 20

(14)

xiv

h. Persaudaraan dalam dunia yang terpecah belah

dan tidak adil... 28

2. Kesinambungan dalam karya Roh Kudus untuk setia di tengah perubahan... 30

a. Para rubiah dalam klausura... 30

b. Para Bruder religius... 32

c. Bentuk-bentuk baru hidup Injili... 32

3. Mengarahkan pandangan ke masa depan... 33

a. Pembinaan dalam komunitas dan untuk kerasulan... 33

b. Pembinaan terus menerus... 35

c. Tetap mengusahakan kesetiaan... 36

4. Komunio... 39

C. Undangan Novo Millennio Ineunte... 40

1. Hidup bakti sebagai ragi ... 40

2. Hidup bakti sebagai komunitas hukum cinta... 41

3. Hidup bakti sebagai komunitas sekolah cinta... 46

D. Undangan Bertolak Segar Dalam Kristus... 49

1. Spiritualitas persekutuan... 51

2. Wajah Kristus dalam kesengsaraan... 54

3. Persatuan antara karisma lama dan baru... 56

4. Persatuan dengan para Uskup... 58

5. Persatuan dengan kaum awam... 59

6. Ekaristi tempat khusus untuk berjumpa dengan Tuhan... 61

BAB III HIDUP KOMUNITAS DALAM ORDO SANTA URSULA... 66 A. Nilai-nilai yang dihidupi Angela dalam hidup komunitas

(15)

xv

4. Saling menghargai... 76

5. Saling membantu... 76

6. Saling bersabar dalam Yesus Kristus... 77

7. Persaudaraan ... 78

B. Hidup Komunitas Ordo Santa Ursula Menurut Konstitusi... 79

1. Hidup Komunitas Ordo Santa Ursula bercirikan komunitas Triniter... 81

2. Ekaristi menjadi pusat hidup komunitas... 83

3. Hidup sehati sejiwa dalam komunitas... 85

4. Setiap anggota menyumbang demi pembangunan komunitas... 86

5. Peranan dan kehadiran pemimpin... 87

6. Sikap saling menghargai dalam komunitas... 88

7. Sikap saling percaya... 88

8. Kehadiran suster lanjut usia... 89

9. Pertemuan komunitas... 90

10. Keseimbangan dalam hidup komunitas... 90

C. Hidup Komunitas Ordo Santa Ursula menurut Kapitel Umum... 91

1. Kapitel umum tahun 1995... 92

2. Kapitel umum tahun 2001... 94

3. Kapitel umum tahun 2007... 96

a.Menemukan cara-cara konkret untuk menghayati rekonsiliasi... b.Memajukan pembinaan berkelanjutan (sifat-sifat yang dibutuhkan untuk menghayati hidup dalam komunitas, relasi antar pribadi, kerja sama, membagi tanggungjawab, persiapan pensiun dan lain-lain)... 96 98 c.Mendatangkan nara sumber sesuai dengan kebutuhan untuk membantu dalam hal konseling pribadi, fasilitas untuk komunitas... 100

(16)

xvi

Ordo Santa Ursula... 102

1. Menurut citra Tritunggal Mahakudus... 103

2. Hidup bersaudara dalam cinta kasih... 105

3. Tugas kepemimpinan... 106

4. Peranan para anggota yang lanjut usia... 107

5. Menurut citra jemaat rasuli... 108

6. Persaudaraan dalam dunia yang terpecah belah dan tidak adil... 109

7. Komunio... 110

8. Ekaristi sebagai tempat untuk berjumpa dengan Tuhan... 111

9. Pembinaan terus menerus... 113

10.Spiritualitas persekutuan... 114

11.Hidup bakti sebagai ragi... 116

12.Hidup bakti sebagai komunitas hukum cinta... 117

13.Hidup bakti sebagai komunitas sekolah cinta... 119

14.Persatuan dengan para Uskup... 120

15.Persatuan dengan kaum awam... 121

B. Hal-hal yang kurang diwujudkan dalam hidup komunitas Ordo Santa Ursula... 122

1. Secitarasa dengan Gereja... 122

2. Persaudaraan dalam Gereja semesta... 124

3. Tetap mengusahakan kesetiaan... 125

4. Wajah Kristus dalam kesengsaraan... 127

5. Persatuan antara karisma lama dan baru... 128

(17)

xvii

(18)

xviii

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru; dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV Ende: Arnoldus, 1984 / 1985. hal.8).

B. Daftar Singkatan Dokumen Gereja

BSDK : Bertolak Segar Dalam Kristus, Instruksi Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti dan Serikat Hidup Apostolik, 16 Mei 2002.

FLIC : Fraternal Life In Community.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern.

KHK : Kitab Hukum Kanonik.

KAN : Kanon.

KV : Konsili Vatikan.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis tentang Gereja. NMI : Novo Millenio Ineunte, Surat Apostolik Paus Yohanes

(19)

xix

Menatap Masa Depan Penuh Kepercayaan, 6 Januari 2001. PC : Perfectae Caritatis, Dekrit tentang Pembaharuan dan

Penyesuaian Hidup Religius, 28 Oktober 1965.

PO : Presbyterorum Ordinis, Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, 7 Desember 1965.

SC : Sacrosanctum Concilium, Dekrit tentang Liturgi Suci, 4 Desember 1965.

VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius, 25 Maret 2004.

C. Daftar Singkatan Lain

Art : Artikel

OSU : Ordo Santa Ursula

SD : Sekolah Dasar

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama

ST : Santa

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

(21)

mencoba untuk melihat hidup kita, kita akan menemukan bahwa hidup kita tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Kita tidak dapat menyangkal bahwa kita membutuhkan orang lain. Mungkin kita dapat membayangkan jika kita hidup seorang diri di tengah hutan yang sunyi dan sepi, maka kita akan mengalami kesepian yang mendalam. Kesepian inilah yang menjadi tanda bahwa manusia membutuhkan manusia lain. Kesepian itu menjadi sumber untuk melihat dan mengenal diri serta mengenal keberadaaanya sebagai manusia.

Hidup bersama dalam suatu komunitas merupakan salah satu ciri pokok hidup religius dan merupakan komitmen hidup bakti itu sendiri. Penghayatan konkret hidup bakti sehari-hari terlaksana dalam suatu komunitas. Dalam komunitas itu hidup bersama mendapatkan bentuk konkret dan pengaturan yang menunjang tumbuh dan berkembangnya hidup rohani maupun terlaksananya tugas perutusan. Hidup bersama dalam suatu komunitas merupakan tuntutan mutlak bagi seorang religius. Maka tidak mengherankan bahwa salah satu syarat untuk dapat diterima dalam suatu ordo atau kongregasi ialah bila calon tersebut tidak mempunyai hambatan yang berat untuk membangun dan menghayati hidup bersama (Darminta, 1982:7). Hidup membiara adalah salah satu bentuk kehidupan kristiani dalam mengikuti Kristus. Pada zaman sekarang hidup membiara itu tampak dan menjadi nyata dalam hidup komunitas. Hidup komunitas mengikuti pola hidup para rasul dan jemaat perdana. Hidup bersama sebagai saudara dan melaksanakan tugas perutusan sesuai dengan karya kongregasi itulah antara lain ciri komunitas religius. Hal itu ditegaskan pula dalam Dokumen Vita Consecrata

(22)

dalam cinta kasih merupakan lambang yang jelas bagi persekutuan gerejawi” (VC art, 42).

Dengan demikian kebersamaan di komunitas diwarnai dengan pribadi yang unik, karena persekutuan tersebut terdiri dari orang-orang dan latar belakang keluarga, sosial, budaya, watak dan kemampuan yang berbeda. Kasih mempersatukan kaum hidup bakti dalam cita-cita dan panggilan yang sama. Agar perbedaan itu menjadi sumber kekuatan bagi hidup bersama dalam komunitas, maka sangat dibutuhkan sikap dari tiap anggota komunitas untuk saling menerima, menghargai, menegur, mengampuni, setia dan saling mendukung satu dengan yang lain. Itulah bentuk perwujudan cintakasih dan dengan sikap tersebut akan tercipta komunitas yang terbuka, di mana setiap anggota dapat mencurahkan segala keluh kesah dan menemukan kekuatan dalam melaksanakan tugas perutusan. Dengan demikian komunitas kaum hidup bakti benar-benar menjadi persatuan cintakasih yang menunjukkan gambar perdamaian Kristus dan sebagai tanda hadirnya Kerajaan Allah (KHK, Kan. 602).

(23)

perjumpaan juga menuntut adanya penerimaan dan pengakuan panggilan orang lain, yang sama dengan panggilan kita, tetapi sekaligus juga berbeda. Bersama orang lain kita menemukan kesatuan dan sekaligus perbedaan dalam penghayatan hidup religius sebagai panggilan. Dalam perjumpaan itu orang dapat masuk dan terlibat dalam hidup orang lain. Maka orangpun juga dapat melihat kesukaran-kesukaran orang lain dalam menghayati panggilannya, sebagaimana kita juga menyadari akan kesukaran-kesukaran kita sendiri dalam menghayati panggilan. Dapat dikatakan bahwa perjumpaan dalam komunitas memberikan kesadaran, yang semakin tumbuh, akan nilai hidup bersama dan komunitas untuk menghayati panggilan pribadinya (Darminta, 1976: 8-9).

(24)

bersama yaitu hidup dalam keserasian, bersatu sehati sekehendak, terikat satu sama lain dengan ikatan cinta kasih, saling menghargai, saling membantu dan saling bersabar dalam Yesus Kristus (Nasehat Terakhir, art.1-2). Adanya sikap kurang menerima kelebihan sesama sehingga timbul rasa iri hati dan benci bahkan mencari kesalahan seorang anggota komunitas untuk menilai pribadinya.

Dengan adanya situasi yang demikian mengakibatkan anggota hilang kepercayaan terhadap komunitas maka mereka mencari suasana di luar komunitas dan menemukan orang yang dapat dan mau mendengarkan apa yang mereka alami. Mereka lebih mempercayai orang di luar komunitas dan tidak setia lagi terhadap komunitas. Komunitas yang merupakan persekutuan orang yang saling mencintai, menjadi semacam tempat kesatuan lahiriah saja, tanpa sampai menyelami batin dari setiap anggota.

(25)

berkualitas. Suasana ini seringkali mempengaruhi kehidupan bersama sehingga kadang terjadi salah paham atau beda pendapat di antara para suster. Selain tugas dan pelayanan yang menyita waktu, hal yang mempengaruhi mutu hidup bersama dalam komunitas berkurang adalah dengan adanya sarana komunikasi yang canggih. Dengan demikian hal ini membuat para suster kurang berkomunikasi secara langsung dalam arti dari hati ke hati antara satu dengan yang lain, karena komunikasi dapat dilakukan melalui pesan singkat (SMS), sehingga komunikasi sosial menjadi berkurang dan yang terjadi secara individual.

Hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya dapat membawa dampak positif dan juga dampak negatif. Hubungan antara manusia yang membawa dampak positif adalah terciptanya kesatuan, keharmonisan, persaudaraan dan rasa kekeluargaan. Sedangkan hubungan yang membawa dampak negatif adalah adanya persaingan yang tidak sehat, kecurigaan, iri hati, balas dendam. Hal ini sangat bertentangan dengan kehendak Allah yang menciptakan manusia untuk hidup bersatu (Yohanes 17: 21) dan kerinduan hati yang paling mendasar dari diri manusia untuk hidup dalam suasana yang rukun, tenteram dan penuh persaudaraan. Kehidupan yang seperti itulah yang hendak diwujudkan dalam kehidupan bersama dalam komunitas.

(26)

hidup bersama dalam suasana kasih dan persaudaraan. Dengan demikian sebagai komunitas hidup bakti para suster Ursulin mampu menanggapi undangan Gereja untuk membangun hidup komunitas berdasarkan nilai-nilai yang dihidupi Santa Angela bagi para pengikutnya.

Melalui tulisan ini penulis ingin menggali nilai-nilai luhur kehidupan bersama dari dokumen-dokumen Gereja yang penuh dengan suasana kasih dan persaudaraan untuk dikembangkan dan bertitik tolak dari pengalaman hidup Santa Angela Merici dalam menghayati hidup bersama dengan orang lain sesuai dengan nilai-nilai yang dihidupi dan dihayatinya. Santa Angela sangat memperhatikan dan menekankan persaudaraan dan kasih dalam hidup bersama baik dalam lingkungan komunitasnya, lingkungan Gereja maupun lingkungan masyarakat luas. Untuk mewujudkan kehidupan bersama dalam komunitas yang penuh kasih dan persaudaraan perlu keterbukaan hati untuk menerima sesama apa adanya, rasa hormat dan menghargai orang lain. Dasar dari semuanya itu adalah “Cinta Kasih“, sebagaimana Allah Yang Maha Kasih senantiasa mengasihi kita umat-Nya. Hidup dalam suasana kasih dan persaudaraan itu akan memampukan kita untuk mengemban tugas perutusan dalam mewartakan Kerajaan Allah.

(27)

melaksanakan tugas perutusan yang diterima oleh setiap anggota komunitas. Karena itu refleksi serta usaha untuk mendalami semangat dan spiritualitas Santa Angela tentang hidup bersama dalam komunitas bagi para suster Ursulin sangat penting. Melihat kenyataan hidup para pengikut Santa Angela yang mulai berkurang akan usaha untuk mewujudkan semangat dan spiritualitas Santa Angela tentang hidup bersama seperti yang telah diwariskan oleh pendiri tarekat. Santa Angela Merici sebagai pendiri ordo telah memperjuangkan dan mengusahakan kehidupan bersama yang penuh suasana kasih dan persaudaraan dengan sesamanya, maka ia berharap agar para pengikutnya sungguh-sungguh menghayati dan mewujudkannya dalam kehidupan bersama dalam komunitas. Dalam konteks permasalahan, pergumulan dan perjuangan itu, maka penulis tergerak hati dan memilih tema skripsi ini dengan judul: UNDANGAN GEREJA UNTUK MEMBANGUN HIDUP BERKOMUNITAS DAN JAWABAN BERDASARKAN SEMANGAT DAN SPIRITUALITAS SANTA ANGELA BAGI PARA SUSTER URSULIN.

B. Rumusan Masalah

Untuk mendalami keprihatinan mengenai hidup bersama dalam komunitas, maka dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

(28)

2. Bagaimana pemahaman dan penghayatan para suster Ursulin akan semangat dan spiritualitas yang telah diwariskan oleh Santa Angela sebagai pendiri Ordo?

3. Apakah nilai-nilai yang dihidupi Angela tentang hidup bersama dalam komunitas masih relevan bagi para Suster Ursulin di zaman ini?

4. Bagaimana para Suster Ursulin menghadapi tantangan zaman ini dalam usaha mewujudkan hidup bersama dalam komunitas?

C. Tujuan Penulisan

1. Membantu para suster Ursulin untuk mendalami, memahami dan menghayati semangat dan spiritualitas Santa Angela Merici tentang hidup bersama dalam komunitas bagi para pengikutnya agar dapat membangun komunitas yang penuh kasih.

2. Menjawab dan mewujudkan undangan Gereja untuk menghayati hidup berkomunitas pada zaman ini.

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Strata I Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama katolik, Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan, Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penulisan

(29)

Menjadi salah satu pendorong bagi para Suster Ursulin agar semakin bersemangat dalam usaha menanggapi undangan Gereja dalam hidup berkomunitas berdasarkan semangat dan spiritualitas Santa Angela.

2. Bagi Penulis

Membantu penulis untuk semakin memperdalam, memahami, menghayati dan mewujudkan undangan Gereja dalam hidup berkomunitas berdasarkan semangat dan spiritualitas pendiri.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan penulis adalah deskriptif analisis berdasarkan apa yang muncul dalam dokumen-dokumen Gerejawi dan juga dalam Ordo Santa Ursula yaitu Konstitusi Ordo Santa Ursula dan Kata-Kata St. Angela Merici, mendialogkannya dengan studi pustaka, menginterpretasikannya dan kemudian mengambil maknanya untuk membangun hidup berkomunitas berdasarkan semangat dan spiritualitas Santa Angela.

F. Sistematika Penulisan

(30)

Bab I merupakan bagian pendahuluan dengan menguraikan latar belakang permasalahan yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan tentang undangan Gereja dan komitmen hidup bakti menghayati hidup berkomunitas yang terdiri dari empat bagian yaitu tantangan dan undangan hidup berkomunitas, undangan Vita Consecrata, undangan Novo Millennio Ineunte dan undangan Bertolak Segar Dalam Kristus. Dalam undangan

(31)

para Uskup, persatuan dengan kaum awam dan Ekaristi merupakan tempat khusus untuk berjumpa dengan Tuhan.

Pada bab III akan menguraikan tentang hidup komunitas dalam Ordo Santa Ursula yang dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah nilai-nilai yang dihidupi tentang hidup berkomunitas berdasarkan nasehat Santa Angela yang terdiri atas hidup dalam keserasian, bersatu dan sehati sekehendak, terikat satu sama lain dengan ikatan cinta kasih, saling menghargai, saling membantu, saling bersabar dalam Yesus Kristus, persaudaraan. Bagian yang kedua adalah hidup komunitas Ursulin menurut Konstitusi yang terdiri atas hidup komunitas Ursulin bercirikan komunitas Triniter, Ekaristi menjadi pusat hidup komunitas, hidup sehati sejiwa dalam komunitas, setiap anggota menyumbang demi pembangunan komunitas, peranan dan kehadiran pemimpin, sikap saling menghargai dalam komunitas, sikap saling percaya, kehadiran suster yang lanjut usia, keseimbangan dalam hidup komunitas. Bagian ketiga adalah hidup komunitas Ursulin menurut Kapitel Umum yang terdiri atas tiga yaitu Kapitel Umum tahun 1995, Kapitel Umum tahun 2001 dan Kapitel Umum tahun 2007. Dalam Kapitel Umum 2007 terdiri atas beberapa bagian yaitu menemukan cara-cara konkret untuk menghayati rekonsiliasi, memajukan pembinaan berkelanjutan, mendatangkan nara sumber sesuai dengan kebutuhan untuk membantu dalam hal konseling pribadi, fasilitas untuk komunitas dan merefleksikan keseimbangan antara hidup komunitas dan pelayanan.

(32)

Gereja tentang hidup komunitas yang sejalan dengan Ursulin yang terbagi dalam lima belas bagian yaitu menurut citra Tritunggal Mahakudus, hidup bersaudara dalam cinta kasih, tugas kepemimpinan, peranan para anggota yang lanjut usia, menurut citra jemaat rasuli, persaudaraan dalam dunia yang terpecah belah dan tidak adil, komunio, Ekaristi sebagai tempat untuk berjumpa dengan Tuhan, pembinaan terus menerus, spiritualitas persekutuan, hidup bakti sebagai ragi, hidup bakti sebagai komunitas hukum cinta, hidup bakti sebagai komunitas sekolah cinta, persatuan dengan para uskup dan persatuan dengan kaum awam. Yang kedua adalah hal-hal yang belum terwujud dalam komunitas Ursulin yang terdiri atas lima bagian yaitu secitarasa dengan Gereja, persaudaraan dalam Gereja semesta, tetap mengusahakan kesetiaan, wajah Kristus dalam kesengsaraan, persatuan antara karisma lama dan baru. Yang ketiga adalah kesaksian Ursulin yang khas sebagai sumbangan terhadap undangan Gereja.

(33)

BAB II

UNDANGAN GEREJA DAN KOMITMEN HIDUP BAKTI MENGHAYATI HIDUP BERKOMUNITAS

A. Tantangan dan Undangan Hidup Berkomunitas

Dewasa ini umat manusia berada dalam periode baru sejarahnya, masa perubahan-perubahan yang mendalam dan pesat berangsur-angsur meluas keseluruh dunia. Perubahan-perubahan itu timbul dari kecerdasan dan usaha kreatif manusia, dan kembali mempengaruhi manusia sendiri, cara-cara menilai serta keinginan-keinginannya yang bersifat perorangan maupun kolektif, caranya berpikir dan bertindak terhadap benda-benda maupun sesama manusia. Dunia begitu mendalam merasakan kesatuannya serta saling tergantungnya semua orang dalam solidaritas yang memang mesti ada, sementara itu tertimpa oleh perpecahan yang amat gawat akibatnya kekuatan-kekuatan yang saling bermusuhan, sebab masih tetap berlangsunglah pertentangan-pertentangan yang sengit dibidang politik, sosial, ekonomi, kesukuan dan ideologi, dan tetap berkecamuk bahaya perang yang akan menggempur habis-habisan segala sesuatu.

(34)

dunia saat ini dipenuhi dan ditandai dengan nafsu-nafsu dan kepentingan yang saling bertentangan demi mendapatkan keuntungan secara pribadi atau kelompok (Dokumen KV II GS, 1993: 512).

Selain itu kondisi dunia kita saat ini adalah dunia yang sedang mengalami krisis besar yaitu krisis ekologi yang sedang menjadikan kawasan-kawasan luas planet kita tidak mungkin dihuni dan bermusuhan terhadap umat manusia. Masalah persoalan damai, yang sering diancam oleh spektrum perang-perang yang menyebabkan bencana-bencana yang besar seperti yang baru terjadi yaitu Israel dan Palestina. Selain yang disebutkan di atas, situasi nyata yang terjadi juga adalah pelecehan hak-hak asasi manusia khususnya anak-anak dan kaum wanita (NMI, art.51).

(35)

ekonomi dan sosial, yang serba mendesak. Muncullah pula pertentangan-pertentangan yang sengit antara suku, bahkan antara pelbagai lapisan masyarakat, antara bangsa-bangsa yang kaya dan yang kurang mampu serta serba kekurangan, akhirnya antara lembaga-lembaga internasional yang terbentuk atas keinginan para bangsa akan perdamaian dan ambisi mempropagandakan ideologinya sendiri serta aspirasi-aspirasi kolektif yang terdapat pada bangsa-bangsa dan kelompok lain. Itu semua membangkitkan sikap saling tidak percaya dan bermusuhan, konflik-konflik dan kesengsaraan, yang sebabnya dan sekaligus korbannya ialah manusia itu sendiri (Dokumen KV II GS, 1993: 516-517).

Kondisi dunia yang demikian sungguh sangat memprihatinkan umat Kristiani yang telah dengan bebas memilih untuk mengikuti Kristus dalam seluruh hidup-Nya. Oleh karena itu umat kristiani juga hendaknya belajar mencetuskan tindakan iman akan Kristus dengan mengenali suara-Nya dalam jeritan sesama saudara yang meminta bantuan kita yang muncul dari dunia kemiskinan. Tindakan iman itu antara lain melakukan tradisi cinta kasih yang muncul adanya kreativitas yang baru dalam cinta kasih. Tindakan ini tidak hanya dengan mendekati, menjadi teman dan sahabat mereka yang menderita sehingga tangan yang diulurkan dipandang tidak sebagai uluran tangan yang merendahkan sesama, tetapi sebagai pola saling berbagi di antara saudara-saudari (NMI, 2007:56-57 ).

(36)

religius dipanggil dalam situasi dan kondisi dunia yang sakit oleh karena berbagai faktor yang mempengaruhinya. Misteri paska juga merupakan sumber sifat misioner Gereja yang dicerminkan dalam seluruh hidup Gereja. Misteri itu secara istimewa diungkapkan dalam hidup bakti (VC, art. 25). Tugas misioner pertama para anggota hidup bakti ialah terhadap diri sendiri. Mereka menjalankannya dengan membuka hati bagi bimbingan Roh Kristus. Kesaksian mereka membantu seluruh Gereja mengingat-ingat, bahwa yang paling penting yakni mengabdi Allah dengan sukarela, berkat rahmat Kristus yang dikurniakan kepada umat beriman melalui kurnia Roh. Demikian mereka mewartakan kepada dunia, damai yang berasal dari Bapa, dedikasi yang nampak pada kesaksian Putera dan kegembiraan yang merupakan buah Roh Kudus. Gereja berhak mengharapkan sumbangan yang relevan dari para anggota hidup bakti, yang jelas bahwa mereka milik Kristus. Peranan kaum hidup bakti sangat penting dalam persoalan ini. Dengan melihat kondisi hidup yang umum, secara efektif berkarya bagi Kerajaan Allah dengan mengambil bagian pada realitas politik dan sosial yang membawa kepada nilai baru dalam rangka kaum hidup bakti mengikuti Kristus. Kaum hidup bakti bisa menjadi garam dan terang dalam setiap situasi dan kondisi yang terjadi dalam dunia masa kini.

(37)

Kristus, mengambil peran Yesus dalam dunia masa kini bagi seluruh Umat Allah. Mengingat tantangan yang demikian kompleks, maka undangan Gereja dan komitmen hidup bakti kami pahami melalui dokumen-dokumen Gereja. Dalam pembahasan ini akan dipakai tiga dokumen Gereja yaitu, Vita Consecrata, Novo Millennio Ineunte dan Bertolak Segar dalam Kristus.

B. Undangan Vita Consecrata

Vita Consecrata merupakan anjuran Apostolik dari Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti bagi para Religius yang diterbitkan pada tanggal 25 Maret 1996. Anjuran ini di tujukan kepada Para Uskup dan Klerus, Ordo dan Kongregasi Serikat-Serikat Hidup Merasul, Institut-Institut Sekular dan segenap umat beriman.

Vita Consecrata mengundang kaum hidup bakti untuk hidup dalam suasana persaudaraan, dengan demikian kehadiran kaum hidup bakti merupakan lambang persekutuan dalam Gereja. Untuk itu kaum hidup bakti perlu menghayati nilai-nilai persaudaraan yang mengarah pada persekutuan dalam Gereja. Nilai-nilai itu antara lain:

1. Berpijak pada Nilai-Nilai Tetap

a. Menurut Citra Tritunggal Mahakudus

(38)

dan bagi perutusan, yang telah diterima-Nya dari Bapa”(Mrk. 3:13-15; VC, art. 41).

Dengan demikian Kristus memulai keluarga baru, yang dari abad ke abad akan mencakup mereka yang siap menjalankan kehendak Allah. Sesudah Yesus naik ke surga, sebagai buah kurnia Roh Kudus, terbentuklah rukun hidup persaudaraan di sekitar para Rasul yang selalu berhimpun dalam puji syukur kepada Allah dan dalam pengalaman konkret persekutuan (Kis 2:42-47; 4:32-35). Dalam Dokumen KV II dikatakan bahwa hidup jemaat itu dan bahkan lebih lagi pengalaman hidup dalam persekutuan penuh dengan Kristus yang dihayati oleh Dua Belas Rasul selalu dijadikan pola yang menjadi acuan Gereja. Hal ini akan berkembang jika Gereja berusaha untuk selalu kembali kepada semangat aslinya dan dengan kekuatan Injili yang segar meneruskan lagi perjalanannya di sepanjang sejarah (PC, art.15).

(39)

sebagai bentuk kesaksian akan Tritunggal. Dengan tiada hentinya mereka selalu berusaha untuk mengembangkan cinta kasih persaudaraan, juga dalam wahana hidup bersama hidup bakti telah menunjukkan bahwa mereka ikut serta dalam persekutuan Tritunggal. Hidup bersama mereka dalam persekutuan mampu mengubah hubungan-hubungan manusiawi yang kurang baik dan menciptakan corak baru solidaritas. Begitu pula hidup bakti dalam hidup bersama menjadi contoh dan teladan bagi umat yaitu keindahan persekutuan persaudaraan. Para anggota hidup bakti hidup bagi Allah dan dari Allah, dan justru karena itu mereka mampu memberikan kesaksian akan kuasa rahmat untuk mendamaikan, mampu mengatasi kecendrungan yang memecah belah yang terdapat dalam hati manusia dan masyarakat pada umumnya (VC, 2002:62).

b. Hidup Bersaudara dalam Cintakasih

Kaum hidup bakti dipanggil untuk hidup dalam persekutuan yang dilandasi semangat persaudaraan. Hal ini ditegaskan dalam Vita Consecrata,

“Hidup bersaudara dalam arti hidup bersama dalam cinta kasih merupakan lambang yang jelas bagi persekutuan Gerejawi. Corak hidup itu dipraktekkan secara khas dalam Tarekat-tarekat Religius dan Serikat-serikat Hidup Apostolis, di situ hidup berkomunitas beroleh relevansi khusus” (VC, art. 42).

(40)

Dimensi persaudaraan menjadi tidak asing lagi bagi Institut-institut Sekular atau bentuk-bentuk hidup bakti yang dihayati secara perorangan. Hal ini dapat dijumpai pada para eremit yang hidup menyendiri secara mendalam, mereka tidak mengasingkan diri dari persekutuan gerejawi, melainkan melayani persekutuan itu dengan karisma khas mereka dalam berkontemplasi. Demikian juga para perawan yang dikuduskan atau disucikan di tengah masyarakat menghayati pentakdisan mereka dalam hubungan khas persekutuan dengan Gereja khusus dan semesta.

(41)

Maka dalam hidup berkomunitas dalam cara tertentu perlu menjadi jelas bahwa lebih dari sekedar upaya untuk menunaikan perutusan khusus, persekutuan persaudaraan itu adalah ruang yang disinari oleh Allah, untuk mengalami kehadiran tersembunyi Tuhan yang Bangkit Mulia (Mat 18:20). Hal itu akan terwujud berkat cinta kasih timbal balik antara semua anggota komunitas, cinta kasih yang dipupuk melalui Sabda dan Ekaristi, dimurnikan dalam Sakramen Pendamaian, dan ditopang oleh doa untuk kesatuan, anugerah khusus Roh bagi mereka yang dengan patuh mendengarkan Injil. Roh sendirilah yang membimbing jiwa untuk mengalami persekutuan dengan Bapa dan dengan Putera-Nya Yesus Kristus (1Yoh 1:3), dan persekutuan itu sumber hidup bersaudara. Rohlah yang membimbing komunitas-komunitas hidup bakti dalam menunaikan misi pelayanan mereka kepada Gereja dan kepada segenap umat manusia, menurut inspirasi asli mereka (VC, 2002:63).

c. Tugas Kepemimpinan

Peranan pemimpin dalam komunitas menjadi hal yang cukup penting. Karena hidup bersama dalam suatu komunitas jika hanya ada anggota dan tidak ada yang memimpin maka komunitas tersebut tidak akan maju dan berkembang. Hal ini dapat dilihat dalam perjalanan komunitas para rasul yang mengikuti Yesus. Diantara para rasul ada yang menjadi pemimpin yaitu Yesus Kristus sendiri yang menjadi kepala para rasul. Tentang peranan pemimpin dalam komunitas itu sangat penting, hal ini dikatakan dalam Vita Consecrata:

(42)

pembimbing rekan-rekan mereka dalam hidup rohani dan apostolis (VC, art. 43).

Kehadiran seorang pemimpin dalam hidup komunitas menjadi hal yang selalu penting, karena pemimpin bertanggungjawab dalam hidup bersama. Ia memiliki peranan yang membantu pertumbuhan kehidupan rohani para anggotanya dan juga dukungan bagi anggota dalam melaksanakan perutusan. Ia hadir sebagai pembimbing bagi teman-teman sekomunitas.

Dalam suasana yang diwarnai oleh individualisme tidak mudahlah memupuk sikap mengakui dan menerima peranan yang dimainkan oleh pemimpin demi kesejahteraan semua anggota. Relevansinya perlu ditegaskan bahwa sungguh perlu untuk meneguhkan persekutuan persaudaraan dan untuk tidak menyia-nyiakan ketaatan yang diikrarkan. Pimpinan harus bersifat persaudaraan dan rohani, dan mereka yang dipercayai untuk memimpin harus tahu bagaimana melibatkan rekan-rekan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Namun tetap diingat bahwa kata terakhir ada pada pimpinan dan oleh karena itu pimpinan berhak mengusahakan agar keputusan-keputusan yang telah diambil juga dihormati (VC, art. 43).

d. Peranan Para Anggota yang Lanjut Usia

(43)

mengingat bahwa di berbagai daerah persentase anggota hidup bakti yang lanjut usia makin meningkat (VC, art. 44).

Perhatian, pemeliharaan dan kepedulian yang layak diberikan kepada mereka bukan hanya berdasarkan kewajiban yang jelas untuk mengasihi dan berterima kasih kepada mereka, melainkan berdasarkan kesadaran bahwa kesaksian mereka banyak membantu Gereja dan Tarekat-tarekat mereka sendiri. Karena para anggota yang lanjut usia dan sakit dapat menyumbangkan banyak kepada komunitas karena kebijaksanaan dan pengalaman mereka. Sumbangan mereka dalam hidup bersama dapat dilakukan para anggota yang lanjut usia melalui pelayanan mereka walaupun kecil dan sederhana yaitu doa-doa dan perhatian mereka bagi para anggota muda dalam kerasulan. Dukungan doa dan perhatian mereka mampu memberikan semangat baru bagi perutusan dan pelayanan komunitas. Hal ini akan sangat nampak bila komunitas tetap dapat dekat dengan mereka, penuh kepedulian dan mempunyai sikap untuk mendengarkan mereka.

e. Menurut Citra Jemaat Rasuli

(44)

apa pun yang mereka miliki menurut kodrat dan berkat rahmat (Kis 2:42-47). Dalam kehidupan bersama hendaknya saling mengasihi penuh kemurahan hati dan mengungkapkan itu dengan cara-cara yang sesuai dengan hakekat masing-masing Tarekat sehingga tiap komunitas akan tampil sebagai lambang Yerusalem baru yang cemerlang, kediaman Allah diantara manusia (Why 21:13; VC, art. 45).

Kehidupan Gereja pada umumnya bergantung dari kesaksian jemaat yang penuh kegembiraan dan berkat karya Roh Kudus (Kis 13:52). Gereja mau menampilkan jati dirinya di hadapan masyarakat melalui teladan komunitas-komunitas. Di mana rasa kesepian dapat diatasi melalui kepedulian di antara anggota komunitas, komunikasi yang baik bagi setiap anggota yang melahirkan kesadaran mereka dalam tanggungjawab bersama. Perasaan terluka dapat disembuhkan melalui pengampunan di antara sesama serta komitmen tiap anggota dalam persekutuan bersama. Semua hal yang disebutkan di atas akan mengarahkan kekuatan pada komunitas untuk menopang kesetiaan mereka dalam karya kerasulan dalam satu misi bersama.

f. Secitarasa dengan Gereja

(45)

Kesadaran akan persekutuan gerejawi yang berkembang menjadi spiritualitas persekutuan, meningkatkan cara berpikir, berbicara dan bertindak yang memungkinkan Gereja hidup secara makin mendalam dan bertambah luas. Hidup dalam persekutuan kenyataannya menjadi tanda bagi seluruh dunia dan kekuatan pendorong, yang akan mengantar orang-orang kepada iman akan Kristus. Dengan demikian persekutuan mendorong ke arah perutusan, dan persekutuan itu sendiri menjadi perutusan. Dan hal itu benar bahwa persekutuan melahirkan persekutuan dan pada hakekatnya persekutuan itu adalah perutusan (VC, art.46).

Jika kaum hidup bakti mewujudkan hidup bersama mereka secitarasa dengan Gereja, maka hidup bersama mereka menjadi kesaksian dan perancang bangunan rencana Allah yang menghendaki agar semua umat-Nya hidup dalam kesatuan karena hal itu merupakan rencana Allah yang indah dan mengagumkan. Alangkah indah dan bahagianya dunia jika semua umat manusia hidup dalam kesatuan.

g. Persaudaraan dalam Gereja Semesta

Kaum hidup bakti yang telah hidup dalam persekutuan persaudaraan akan menampakkan kepada dunia warna persaudaraan dalam Gereja semesta. Hal ini sangat jelas dan nampak dalam Vita Consecrata:

(46)

keaneka-ragaman menjadi satu, dan meneguhkan tiap orang untuk saling mendukung dalam semangat merasul (VC, art. 47).

Kaum hidup bakti yang telah dipanggil Allah hidup dalam komunitas menjadi ragi persekutuan. Untuk mewujudkan persekutuan itu diperlukan peran serta setiap anggota, masing-masing dengan terbuka hati penuh ketulusan berkat karya Roh Kudus memampukan kaum hidup bakti dalam membangun komunitas demi kesejahteraan komunitas itu sendiri dan bagi seluruh Tubuh Mistik. Seperti kehidupan para rasul yang mengikuti Yesus Kristus. Para rasul dihimpun oleh karena cinta kasih yang mampu menyatukan keanekaragaman mereka menjadi satu. Cinta kasih membuat para rasul untuk saling meneguhkan, mendukung satu sama lain dalam karya kerasulan. Demikian juga kaum hidup bakti yang dihimpun berdasarkan cinta kasih mampu menyatukan keanekaragaman yang ada menjadi satu kesatuan dalam hidup bersama. Hal inilah yang menjadi maksud ikatan khas persekutuan pelbagai Tarekat Hidup Bakti dan Serikat untuk Hidup Apostolis atau Serikat Hidup Kerasulan dengan pengganti Petrus dalam pelayanannya demi kesatuan dan sifat universal misioner.

(47)

Semua hal di atas menampilkan ciri universalitas dan persekutuan yang ada pada Tarekat-tarekat Hidup Bakti maupun Serikat-Serikat Hidup Apostolis (VC, 2002:70).

h. Persaudaraan dalam Dunia yang Terpecah belah dan Tidak Adil

Kaum hidup bakti hidup dalam situasi dunia yang terpecah belah dan ketidakadilan. Untuk itu persekutuan hidup bakti diharapkan menjadi saksi persekutuan persaudaraan dalam keadaan dunia yang demikian. Hal itu dikatakan dalam Vita Consecrata:

Gereja mempercayakan kepada komunitas-komunitas hidup bakti tugas khusus menyebarluaskan spiritualitas persekutuan, pertama-tama dalam hidup intern mereka kemudian dalam jemaat gerejawi bahkan melampaui batas-batasnya dengan membuka atau melanjutkan dialog dalam cinta kasih khususnya karena dunia zaman sekarang tercerai berai akibat kebencian antar suku atau kekerasan yang tak masuk akal (VC, art. 51).

Gereja memberikan kepercayaan kepada komunitas hidup bakti untuk menjalankan misi suci yaitu menyebarluaskan spiritualitas persekutuaan. Hal ini terlebih dahulu dimulai dari hidup komunitas hidup bakti itu sendiri. Kemudian dalam lingkup yang lebih luas lagi yaitu dalam jemaat Gerejawi dan bahkan mampu melampui batas dengan menempuh jalan dialog. Dialog yang dimaksudkan di sini adalah dialog dalam ikatan cinta kasih, hal ini disebabkan situasi dunia zaman sekarang yang tercerai berai akibat kebencian, permusuhan dan tindakan kekerasan di antara suku, budaya bahkan agama.

(48)

kepastian mengenai cara-cara dalam mencapainya. Anggota komunitas terdiri dari berbagai usia, bahasa dan kebudayaan saling berjumpa sebagai saudara-saudari menandakan bahwa dialog itu selalu mungkin, dan bahwa persekutuan dapat memadukan perbedaan-perbedaan menjadi keselarasan (VC, art. 51).

Para anggota hidup bakti baik pria maupun wanita diutus untuk melalui kesaksian hidup mereka mewartakan nilai persaudaraan Kristiani dan kuasa Kabar Baik yang dapat menimbulkan perubahan. Injil itu sangat memungkinkan untuk memandang semua orang sebagai putera-puteri Allah dan mengilhamkan cinta kasih serah diri terhadap siapa pun juga, khususnya yang paling hina di antara sesama. Komunitas-komunitas merupakan tempat harapan dan penemuan nilai-nilai Sabda Bahagia. Dalam komunitas cinta kasih menimba kekuatan dari doa, sumber persekutuan dan menjadi pola hidup dan sumber kegembiraan (VC, art. 51).

(49)

efektif, sejauh harus menghadapi secara kreatif tantangan inkulturasi, sekaligus harus mempertahankan jati diri mereka (VC, art. 51).

2. Kesinambungan dalam Karya Roh Kudus untuk Setia di tengah Perubahan

a. Para Rubiah dalam Klausura

Kaum hidup bakti juga nampak dalam bentuk hidup para rubiah dan klausura. Hidup mereka dipenuhi dengan doa kontemplatif sehingga hal ini menunjukkan persatuan yang eksklusif Gereja sebagai Mempelai dengan Tuhannya. Hidup para rubiah dan klausura dibaktikan pada doa, askese demi kemajuan hidup rohani. Hal ini dikatakan dalam Vita Consecrata bahwa:

Hidup monastik wanita dan klausura layak beroleh perhatian khusus, karena jemaat Kristiani sangat menunjung tinggi corak hidup itu, yang menandakan persatuan ekslusif Gereja sebagai Mempelai dengan Tuhannya, yang dikasihinya di atas segala sesuatu (VC, art. 59).

Dalam terang panggilan dan misi gerejawi klausura menanggapi keperluan yang dirasa penting sekali yakni menyatu dengan Tuhan. Mereka mempersembahkan diri bersama Yesus demi keselamatan dunia. Persembahan hidup mereka menampakkan unsur pengurbanan dan silih bagi dosa-dosa dan juga mengenakan aspek puji syukur kepada Bapa dan ikut serta dalam doa syukur Sang Putera yang Terkasih.

(50)

penuh kegembiraan dan antisipasi kenabian kemungkinan yang ditawarkan kepada tiap orang dan kepada seluruh umat manusia untuk hidup semata-mata bagi Allah dalam Kristus Yesus (Rom 6:11). Klausura mengingatkan akan ruang dalam hati bagi umat kristiani, dimana setiap orang dipanggil untuk bersatu dengan Tuhan. Bila hal ini diterima sebagai anugerah dan dipilih sebagai jawaban cinta kasih yang sukarela, maka klausura menjadi tempat persekutuan rohani dengan Allah dan dengan sesama (Yoh 13:34, Mat 5:3-8; VC, art. 59).

Dalam kesederhanaan hidup mereka, komunitas-komunitas klausura atau biara yang tertutup untuk umum dan hanya terbuka bagi para anggota biaranya sendiri. Mereka ibarat kota-kota di atas gunung atau pelita-pelita di atas kaki dian (Mat 5:14-15), dan secara nampak menghadirkan tujuan perjalanan seluruh jemaat Gereja. Mereka penuh semangat dalam kegiatan, namun meluangkan waktu juga untuk kontemplasi (VC, art. 59). Kontemplasi dan askese menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Kekuatan untuk bersatu dengan Tuhan menjadikan mereka bagaikan pelita di atas kaki dian yang mampu menerangi kegelapan dunia. Hidup rohani rubiah dan klausura menjadi teladan iman bagi jemaat kristiani.

(51)

pekerjaan mana pun, hidup kontemplatif membuahkan efektivitas apostolis dan misioner yang luar biasa (VC, art. 59).

b. Para Bruder Religius

Hidup sebagai seorang bruder religius adalah salah satu bentuk hidup bakti. Para bruder juga telah banyak menyumbangkan jasa-jasa mereka demi pewartaan Injil. Hal ini ditegaskan dalam Vita Consecrata:

Menurut ajaran Konsili Vatikan II, sinode menyatakan penghargaannya yang besar terhadap corak hidup bakti, yang para anggotanya yakni para bruder religius. Mereka telah menyumbangkan aneka macam jasa-jasanya yang berharga, baik didalam atau di luar komunitas dan dengan demikian ikut menjalankan misi mewartakan injil dan memberi kesaksian tentangnya dengan cinta kasih dalam hidup sehari-hari (VC, art. 60).

Hidup dan pelayanan para bruder turut membangun Gereja. Pelayanan-pelayanan gerejawi yang dihidupi mereka berdasarkan wewenang dari pemimpin yang sah. Untuk itu para bruder memerlukan pembinaan yang sesuai dan bersifat integral baik dari segi manusiawi, rohani, teologis, pastoral dan kejuruan. Dalam dunia zaman sekarang juga sangat nampak peranan para bruder religius dalam berbagai bidang seperti pendidikan, pastoral dan lain sebagainya. Semuanya itu dihayati dan dilaksanakan oleh para bruder demi membangun Kerajaan Allah dalam dunia ini.

c. Bentuk-bentuk Baru Hidup Injili

Kaum hidup bakti dipenuhi dengan Roh Kudus dalam mewartakan Kerajaan Allah. Peranan Roh Kudus sangat besar bagi mereka dalam mewartakan Kerajaan Allah dalam dunia masa kini. Dalam Vita Consecrata dikatakan bahwa:

(52)

yang dibarui terhadap karisma pendiri, atau dengan menganugerahkan karisma-karisma baru kepada orang-orang zaman sekarang, supaya mereka dapat memulai lembaga-lembaga untuk menanggapi tantangan-tantangan masa kini (VC, art. 62).

Kehadiran Roh Kudus bagi kaum hidup bakti memampukan mereka dalam menghadapi tantangan-tantangan masa kini. Untuk itu diperlukan kepekaan hati bagi setiap kaum hidup bakti dalam mendengarkan suara Roh Kudus, agar mereka dapat bertutur kata, bertindak seturut kehendak Allah yang hadir melalui Roh Kudus.

(53)

3. Mengarahkan Pandangan ke Masa Depan

a. Pembinaan dalam Komunitas dan untuk Kerasulan

Pembinaan bagi calon harus sungguh diperhatikan oleh mereka yang bertugas dalam proses pembinaan. Proses pembinaan yang baik akan sangat membantu perjalanan hidup panggilan seseorang selanjutnya. Untuk itu para petugas perlu memperhatikan hal ini, karena pembinaan menjadi dasar seseorang dalam usaha menanggapi panggilan Allah. Hal itu ditegaskan dalam Vita Consecrata. Karena pembinaan harus berdimensi hidup bersama juga, komunitas merupakan tempat utama bagi pembinaan dalam Tarekat-tarekat Hidup Bakti dan Serikat-serikat Hidup Apostolis (VC, art. 67).

Seseorang yang sedang menanggapi panggilan Allah dalam hidupnya, ia harus dibina, maka pembinaan merupakan proses awal dan mendasar bagi seseorang yang ingin mengikuti panggilan Allah. Setiap orang yang dipanggil akan bersatu dalam hidup komunitas. Mereka mewujudkan hidup bersama sebagai persekutuan. Maka komunitas menjadi dasar bagi pembinaan para calon. Mengingat hidup mereka selanjutnya yang akan mewujudkan hidup bersama dalam komunitas. Maka komunitas menjadi tempat bagi mereka yang dalam proses belajar untuk menghayati hidup bersama.

(54)

kurnia-kurnia yang diterima demi pembangunan semua, sebab kepada masing-masing dianugerahkan penampilan Roh demi kesejahteraan bersama (1Kor 12:7). Sejak pembinaan dasar, hidup berkomunitas hendaklah menampilkan dimensi misioner yang esensial bagi pentakdisan (VC, art. 67).

Hal yang penting juga adalah para anggota hidup bakti secara tahap demi tahap mengembangkan penilaian kritis berdasarkan Injil mengenai nilai-nilai positif dan negatif kebudayaan mereka sendiri dan kebudayaan yang kemudian hari akan menjadi lingkungan di tempat mereka berkarya. Hendaknya mereka dilatih dalam seni keselarasan batin yang sukar, dalam seni interaksi antara cinta akan Allah dan kasih terhadap sesama. Mereka belajar bahwa doa itu jiwa kerasulan, tetapi juga bahwa kerasulan menjiwai dan mengilhami doa (VC, art. 67). Doa menjadi kekuatan bagi mereka dalam melaksanakan kerasulan. Dengan doa akan memampukan mereka dalam menjalani kerasulan.

b. Pembinaan Terus Menerus

(55)

dengan pembinaan terus menerus dan menciptakan kesediaan pada siapapun untuk membiarkan diri dibina setiap hari dalam hidupnya (VC, art. 69).

c. Tetap Mengusahakan Kesetiaan

Kaum hidup bakti hendaknya terus menerus tanpa berhenti untuk selalu mengusahakan kesetiaan dalam kehidupan panggilan mereka. Hal ini ditegaskan dalam Vita Consecrata:

Ada semangat muda yang berlangsung seterusnya. Semangat itu tumbuh dari kenyataan, bahwa pada setiap tahap hidupnya orang mencari dan menemukan tugas baru untuk dijalankan, cara hidup, mengabdi dan mencintai yang khas (VC, art. 70).

Untuk mencapai kesetiaan dalam panggilan maka perlu diusahakan secara terus menerus. Jika kaum hidup bakti pada masa muda akan memiliki semangat muda yang menggebu-gebu dalam mengusahakan kesetiaan. Hendaknya hal itu terus menerus diusahakan walaupun kaum hidup bakti menginjak lanjut usia. Usaha untuk selalu setia tidak hanya nampak dalam hal-hal atau pengalaman yang membahagiakan, menyenangkan tetapi juga nampak dalam tantangan dan kesulitan yang dihadapi dalam hidup baik itu dalam komunitas sendiri maupun juga di tempat karya. Jika kaum hidup bakti berusaha untuk menghadapi segala situasi sulit yang dialami maka ia telah mengusahakan kesetiaanya dalam menjalani panggilan itu sendiri.

(56)

menghayati sepenuhnya kesegaran cinta kasih dan antusiasme mereka terhadap Kristus.

Tahap yang berikut dapat menampilkan risiko rutin dan karena itu muncul godaan untuk membiarkan rasa kecewa karena kegagalan dalam kerasulan. Maka para anggota usia tengahan memerlukan bantuan dalam terang Injil dan karisma Tarekat mereka, untuk membarui keputusan mereka semula, dan tidak mencampuradukkan keutuhan dedikasi mereka dengan tingkatan hasil baik. Karena kepenuhan hidup kaum hidup bakti tidak terletak pada hasil yang dicapai. Kaum hidup bakti bukanlah pekerja yang mencari keuntungan. Hal ini akan memberi dorongan yang segar dan motivasi-motivasi baru kepada keputusan mereka.

(57)

Perlu diakui bahwa terlepas dari berbagai tahap hidup, periode manapun dapat menampilkan situasi-situasi kritis akibat faktor-faktor dari luar, misalnya perpindahan tempat atau tugas, kesukaran dalam karya atau tiadanya sukses dalam kerasulan, berbagai salah paham atau perasaan terasingkan, penyakit fisik atau mental, kekeringan rohani, kematian, kesukaran dalam hubungan antar ribadi, godaan yang kuat krisis iman atau jati diri atau perasaan tidak berguna. Bila kesetiaan menjadi lebih sulit, anggota hendaknya diberi dukungan kepercayaan yang lebih besar dan cinta kasih yang lebih mendalam, pada tingkat pribadi maupun komunitas.

(58)

juga kaum hidup bakti dalam pengalaman sulit ia akan mampu mengalami kebangkitan oleh karena Salib Kristus yang hidup dalam dirinya (VC, art. 70). 4. Komunio

Berdasarkan nilai-nilai yang telah dibahas diatas maka salah satu yang ditegaskan dan menjadi kekhasan undangan Gereja bagi kaum hidup bakti melalui

Vita Consecrata adalah komunio. Komunio yang artinya adalah persekutuan, dan persekutuan ini melahirkan persaudaraan dalam ciri khas anggota hidup bakti yang nampak dalam hidup berkomunitas. Kaum hidup bakti hendaknya menghayati hidup komunitas yang bercirikan Triniter, di mana cinta kasih akan Kristus yang makin mendekatkan manusia kepada-Nya, cinta kasih akan Roh Kudus yang membuka hati bagi ilham-Nya dan cinta kasih akan Bapa sebagai sumber perdana dan tujuan mutakhir hidup bakti. Dengan demikian hidup komunitas kaum hidup bakti menjadi pengakuan iman akan dan tanda Tritunggal, yang misteri-Nya dicanangkan kepada Gereja sebagai pola dan sumber tiap bentuk hidup Kristiani (VC, art. 21).

(59)

perdamaian bagi bangsa manusia yang terpecah belah dan tercerai berai. Demikian juga hidup komunitas dalam persaudaraan juga mewartakan Roh Kudus sebagai prinsip kesatuan dalam Gereja, di mana Ia tak hentinya membangkitkan keluarga rohani dan jemaat-jemaat persaudaraan (VC, art. 21). Dengan demikian kaum hidup bakti menjadi kesaksian bagi Gereja yang menghidupi jiwa semangat dari persatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus.

C. Undangan Novo MillennioIneunte

1. Hidup Bakti Sebagai Ragi

(60)

Melihat kenyataan yang terjadi di zaman sekarang maka manusia dipanggil untuk turut serta dalam memperjuangkan suasana yang lebih membahagiakan dan membawa kegembiraan bagi mereka yang menderita dan miskin. Semua orang Kristiani dipanggil kepada kesucian namun hal itu hanya bisa terjadi kalau ada orang yang membaktikan seluruh hidup mereka untuk menjiwai iman dan penghayatan komunio di tengah-tengah umat beriman. Anggota hidup bakti dipanggil untuk menjadi ragi yang memancarkan cahaya Kristus dan membangun paguyuban-paguyuban yang menjiwai persaudaraan, kebenaran, keadilan dalam seluruh masyarakat pada zaman ini.

2. Hidup Bakti sebagai Komunitas Hukum Cinta

Kaum religius dipanggil untuk mengikuti Yesus dan hidup dalam persekutuan. Yesus juga memberikan pesan bagi para pengikut-Nya untuk saling mengasihi, untuk mencintai sesama. Maka sesama anggota hidup bakti yang ada dalam komunitas adalah sesama yang harus dicintai. Kaum hidup bakti tidak mungkin hanya memusatkan perhatian pada orang-orang di luar komunitas yang dilayani dalam tugas pribadi.

(61)

melayani orang miskin sebagai religius, sering kali menempatkan religius di atas orang lain itu yang butuh apa yang bisa diberi.

(62)

Persaudaraan dalam komunio berarti belajar bertanggungjawab bersama untuk teman sepanggilan, karena tidak bisa setia sendirian. Kaum hidup bakti perlu belajar berani mengatakan kebenaran satu sama lain. Perlu mendekati sesama saudari yang sedang mengalami kesulitan dan mengalami krisis. Bersatu dengan saudari dalam suasana apa saja baik disaat ia sedang dihormati atau dikritik, atau bahkan ia menjadi bahan pembicaraan orang lain dengan kesadaran bahwa dia adalah bagian dari saya. Maka kaum hidup bakti perlu terus menerus kembali kepada Yesus dan menggali arti hidup, arti kemuridan mereka, mencari kebenaran menurut Kristus dalam situasi masyarakat, membangun visi hidup kristiani dalam masyarakat kita masa kini, membangun suatu kemampuan untuk mempertimbangkan dan memutuskan bersama yang terbaik menurut injil dan pengajaran Gereja yaitu suatu cara untuk membuat discermment atau pembedaan roh (FLIC: 1994).

(63)
(64)

Komunitas sebagai bagian penting dari umat Allah mempunyai tugas untuk menyatakan gagasan tersebut agar sungguh-sungguh dihayati dan diwujudkan menjadi suatu kenyataan hidup. Semua orang dipanggil untuk sampai kepada kesempurnaan ini karena semua orang diciptakan, dicintai dan dipanggil oleh Allah. Maka komunitas hendaknya dibangun atas dasar cinta kasih Allah. Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus mengatakan, hiduplah di dalam kasih karena sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah (Ef 5:2). Santo Paulus menekankan agar setiap orang Kristen senantiasa hidup dalam kasih. Mereka harus memiliki sifat murah hati yakni sikap memperhatikan dan mengasihi sesama. Diharapkan agar mereka tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong dan tidak mencari keuntungan diri.

Dengan demikian untuk mewujudkan komunitas cinta kasih hendaknya setiap pribadi meneladan Tuhan yang adalah cinta kasih itu sendiri yaitu memberi cinta kepada orang lain tanpa syarat (Yoh 10:15). Dalam menjalani kehidupan berkomunitas, kaum hidup bakti hendaknya bercermin kepada cara hidup komunitas para rasul dan Gereja perdana. Mereka telah berusaha untuk mewujudkan tali persaudaraan yang berdasarkan cinta kasih (Kis 2:43-47).

(65)

mengampuni dan memperlakukan orang lain sebagai pribadi yang unik serta memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengembangkan dirinya. Tanpa adanya sikap untuk saling memaafkan, maka kehidupan komunitas beriman ini akan kehilangan maknanya. Setiap manusia juga tetap mengakui keterbatasannya sebagai manusia.

Namun dalam keterbatasan itu yang diharapkan adalah adanya pengertian dan kerelaan dari sesama dalam komunitas untuk saling menerima dan memaafkan. Hal itu terwujud berkat cinta kasih timbal balik antara semua anggota komunitas. Cinta kasih itu dipupuk melalui Sabda dan Ekaristi, dan ditopang oleh doa kesatuan dan anugerah Roh bagi mereka yang dengan patuh mendengarkan Injil (VC, art. 42).

3. Hidup Bakti sebagai Komunitas Sekolah Cinta

Sudah sangat jelas bahwa zaman kita menuntut suatu cara baru untuk memikirkan dan menghayati hidup bakti. Gereja dan Tuhan meminta agar komunitas-komunitas hidup bakti menjadi sekolah komunio dan sekolah doa dalam hidup keperawanan yang menunjukkan dengan jelas martabat manusia yang diciptakan untuk tujuan ilahi dan abadi. Dunia yang mencari keenakan dan keamanan dalam hal-hal material sudah melupakan tujuan transendental dan perlu saksi-saksi yang mengingatkannya (NMI, art. 34). Dalam Novo Millennio

(66)

keselamatan karena di dalamnya manusia dapat menemukan perdamaian dengan Allah dan dengan sesama manusia. Kesatuan dalam kasih koinonia atau komunio adalah keselamatan dari rasa egoisme, perpecahan dan perselisihan. Perlu diakui bahwa pewartaan kristiani adalah bahwa kesatuan itu adalah mungkin diantara semua orang dari bangsa, suku, kelompok etnis, tingkat sosio-ekonomis apapun. Kaum hidup bakti dapat membangun paguyuban yang bersatu dalam kasih dan kebenaran, di mana semua orang mencari kepentingan bersama. Hanya sekelompok murid Kristus yang bersatu dalam kasih, dalam pengampunan timbal balik yang hidup sehati sejiwa bisa memberi pewartaan yang memungkinkan dan mengundang orang lain untuk masuk ke dalam hidup Kristus yang membahagiakan dan menyelamatkan itu. Maka panggilan bagi kaum religius adalah membentuk sekolah komunio di mana semua dapat belajar mengikuti Yesus bersama.

(67)

persekutuan berarti mengerti bagaimana meluangkan tempat bagi saudara-saudari sambil saling menanggung beban-beban sesama (Gal 6:2) dan menolak pencobaan-pencobaan cinta diri yang mengundang persaingan, karierisme, sikap curiga dan iri hati ( NMI, art. 43).

Keradikalan Kristus itu tidak dapat dihayati seorang diri saja. Maka setiap anggota komunio hendaknya memiliki kesadaran bahwa setiap tugas adalah ungkapan dari seluruh komunitas atau tarekat yang bersatu dalam visi dan misi yang satu dan sama. Di samping itu pewartaan mereka akan bermutu dan sejati kalau mereka bertolak dari persekutuan mereka sebagai murid dan hamba Yesus. Hendaknya kaum hidup bakti membangun hidup mereka sendiri dalam persaudaraan sejati dalam Roh-Nya agar mereka bisa mensharingkan pengalaman komunio itu dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas. Maka Yesus berada di pusat, kaum hidup bakti dikelilingi-Nya dan mereka mengelilingi umat lalu juga terbuka bagi umat beragama lain dan mungkin juga umat tanpa agama. Maka hal yang mendasar adalah kaum hidup bakti mau menghayati panggilan, pelayanan dan misi mereka bersama, saling membantu dalam karya membangun Kerajaan Allah (NMI, art. 43).

(68)

sempurna. Kaum hidup bakti dipanggil untuk memenuhi kehausan umat akan dimensi hidup yang transendental, akan spiritualitas yang bermutu, membina mereka dalam doa dan dalam usaha mendalam pengertian dan penghayatan ekaristi. Kaum hidup bakti akan mampu melakukannya jikalau mereka sendiri juga sedang menghayati misteri Gereja dalam komunitas mereka sendiri. Jikalau setiap komunitas religius menjadi sekolah komunio bagi anggota-anggotanya, hidup bakti akan diperbaharui secara radikal dalam semangat Injili yang sejati. Komunitas itu akan menjadi benih-benih pengharapan di tengah masyarakat yang sedang bingung dan putus asa. Komunitas akan menjadi terang dalam kegelapan, kebencian, kekerasan, korupsi dan perpecahan, paguyuban-paguyuban yang mampu membangun kebudayaan hidup yang baru.

(69)

D. Undangan Bertolak Segar Dalam Kristus

Bertolak Segar Dalam Kristus adalah Instruksi Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti dan Serikat Hidup Apostolik yang dikeluarkan di Roma tanggal 19 Mei 2002 pada perayaan Pentekosta. Dokumen ini disetujui oleh Bapa Suci Yohanes Paulus II pada tanggal 16 Mei 2002. Dokumen ini berbicara tentang komitmen hidup bakti yang dibaharui di milenium ketiga. Peristiwa-peristiwa yang terjadi diwarnai ketidakdilan, perpecahan dan permusuhan. Semuanya itu tumbuh dari masyarakat umum yang dikuasai dengan daya-daya positif dan negatif di mana bukan hanya teknologi dan ekonomi global melainkan juga adanya rasa tidak aman dan ketakutan, kejahatan kekerasan, ketidakadilan dan peperangan yang terjadi. Maka kaum hidup bakti dipanggil oleh Roh untuk senantiasa bertobat. Sikap tobat kaum hidup bakti akan memberi kekuatan baru bagi dimensi profetik panggilan mereka. Dalam Bertolak Segar Dalam Kristus

dikatakan bahwa:

“Tidak mungkin kita dapat tetap acuh tak acuh terhadap prospek krisis ekologi, yang sedang menjadikan kawasan-kawasan luas planet kita tidak mungkin dihuni dan bermusuhan terhadap umat manusia. Negara-negara kaya mengkonsumsi sumber-sumber yang dalam ukuran yang tidak mendukung sistem, jadi mengakibatkan negara-negara miskin jadi semakin miskin. Juga tidak boleh dilupakan masalah persoalan damai, yang sering diancam oleh spektrum perang-perang penyebab bencana-bencana raksasa” (BSDK, art. 45).

(70)

miskin akan tetap miskin bahkan semakin menderita. Hal ini terjadi oleh karena keserakahan manusia yang memiliki kuasa.

Dalam Bertolak Segar Dalam Kristus dikatakan bahwa: Hidup bakti, seperti semua bentuk hidup kristen pada dasarnya dinamis dan semua yang dipanggil oleh Roh untuk memeluk itu perlu terus menerus memperbaharui diri dalam tumbuh menjadi sosok sempurna Tubuh Kristus (BSDK, art. 20). Setiap orang kristen dipanggil oleh Roh, sama seperti para pendiri yang digerakkan oleh Roh dalam jalur Injil yang melahirkan aneka karisma yang mengagumkan. Para pendiri terbuka hati dan taat pada bimbingan Roh, maka mereka mengikuti Kristus makin dekat, masuk dalam intimitas dengan Dia dan berbagi dalam perutusan-Nya. Dengan membuka hati dan membiarkan Roh Kristus yang berkarya dalam diri dan hidup kaum hidup bakti, maka dengan sendirinya relasi kita akan menjadi lebih dekat, akrab dan bersatu dengan Kristus (BSDK, art. 20).

(71)

kembali arti spiritualitas Injili dari konsekrasi baptisan yang telah diterimanya (BSDK, art.21). Menghadapi situasi yang demikian Gereja mengundang kaum hidup bakti untuk turut serta dalam membangun dunia yang lebih membahagiakan. Untuk itu di bawah ini akan digali beberapa hal yang mendasar yang memampukan kaum hidup bakti dalam mengusahakan dunia yang lebih damai dan bahagia, antara lain:

1. Spiritualitas Persekutuan

Kaum hidup bakti hendaknya senantiasa memelihara spiritualitas persekutuan dalam kehidupan bersama. Dengan demikian hidup bersama mereka akan bermanfaat bagi sesama di sekitar mereka yakni bagi masyarakat pada umumnya. Untuk itu kaum hidup bakti harus mengutamakan hidup rohani mereka dengan demikian spiritualitas persekutuan akan terjalin dengan baik diantara mereka. Hal ini ditegaskan dalam Bertolak Segar Dalam Kristus.

(72)

dalam persekutuan akan menjadi tanda bagi seluruh dunia dan kekuatan pendorong yang mengantar orang kepada iman akan Kristus.

Kaum hidup bakti diharapkan dapat menghayati dan mempratikkan spiritualitas persatuan ini pertama-tama dalam hidup intern mereka. Karena kaum hidup bakti menerima panggilan khusus kepada hidup persatuan dalam kasih. Kemudian persatuan itu diteruskan dalam jemaat gerejawi bahkan melampaui batas-batasnya dengan membuka atau melanjutkan dialog dalam cinta kasih oleh karena keadaan dunia masa kini yang tercerai berai akibat kebencian antar suku atau kekerasan yang kadang tidak masuk akal sehat manusia (BSDK, art. 28).

Paus Yohanes Paulus II dalam Instruksi Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti mengartikan spiritualitas persatuan itu adalah,

Spiritualitas persatuan terutama menunjukkan kontemplasi hati ke arah misteri Tritunggal yang bersemayam dalam batin kita, lagi pula kita harus mampu juga memandang sinar cahaya-Nya yang memancari wajah saudari-saudari di sekitar kita (BSDK, art. 29).

Kaum hidup bakti yang menanggapi panggilan Allah hidup dalam spiritualitas persatuan. Ikatan persatuan mereka nampak dalam kontemplasi mereka pada misteri Tritunggal yang senantiasa tinggal dalam hati mereka. Dengan demikian mereka mampu memandang wajah Allah melalui sesama yaitu saudari yang ada bersama mereka dalam komunitas.

(73)

memandang apapun yang positif pada sesama, menyambut mereka sebagai kurnia dari Allah. Meluangkan waktu bagi mereka dan menanggung beban-beban sesama. Karena kesucian dan perutusan datang lewat komunitas sebab dalam dan lewat itu Kristus membuat diri-Nya hadir (BSDK, art. 29).

Spiritualitas persatuan yang nampak dalam kehidupan bersama hidup bakti mencerminkan cuaca rohani gereja pada awal milenium ketiga adalah tugas aktif dan beri teladan bagi kaum hidup bakti dalam segala tingkat. Itu merupakan jalan raya rajawi bagi masa depan hidup dan kesaksian. Kesucian dan perutusan datang melalui komunitas sebab dalam dan melalui komunitas Kristus membuat diri-Nya hadir. Kehadiran sesama saudari menjadi Sakramen Kristus dan perjumpaan dengan Allah, merupakan kemungkinan yang nyata dan merupakan keharusan yang tak mungkin dilewati dalam melaksanakan perintah saling mengasihi dan membawa komunitas Triniter (BSDK, art. 29). Cinta kasih akan terwujud apabila setiap anggota membuka hati untuk menerima cinta sesama dan juga dengan tulus mencintai sesama yang ada dalam komunitas. Dengan demikian kasih yang terjalin diantara mereka akan membawa komunitas mereka menjadi komunitas Triniter.

(74)

membahagiakan. Vita Consecrata menganjurkan untuk menyajikan bentuk hidup ini sebagai tanda persatuan dalam Gereja, menekankan segala kekayaan dan permintaan yang diharapkan dari komunitas (BSDK, art. 29).

2. Wajah Kristus dalam Kesengsaraan

Anggota hidup bakti yang dipanggil secara khusus untuk menghayati dan mengkontemplasikan wajah Sang Tersalib. Dalam peristiwa di Getsemani Yesus merasakan kesendirian, ditinggalkan Bapa-Nya, berkat kesetiaan-Nya kepada Bapa Ia menyerahkan segalanya dalam rencana dan kuasa Sang Bapa. Dia-lah yang menjadi sumber bagi umat kristiani sehingga umat Allah dapat mengetahui apa arti kasih dan bagaimana Allah dan manusia perlu dikasihi, sumber dari segala karisma dan merupakan ringkasan dari semua panggilan.

(75)

mana Ia telah melakukannya untuk mengembalikan manusia kepada wajah Bapa, Yesus tidak hanya harus mengenakan wajah manusia tetapi harus membebani diri dengan wajah dosa juga (BSDK, art. 27). Bertolak segar dalam Kristus berarti mengakui bahwa dosa secara radikal masih ada dalam hati dan hidup semua orang dan menemukan kembali dalam wajah menderita Kristus yang memulihkan manusia dengan Allah. Maka kaum hidup bakti hendaknya selalu rendah hati mengakui dosa yang ada dalam hati dan hidup mereka. Dengan demikian mereka akan mampu melihat dan mengalami Yesus yang menderita yang mau dengan total memulihkan hubungan manusia dengan Allah.

Dalam perjalanan hidup menggereja kaum hidup bakti telah mengkontemplasikan wajah derita di luar diri mereka. Hal ini dilakukan oleh mereka melalui karya pelayanan mereka terhadap yang sakit, terpenjara, kaum miskin dan pendosa. Pelayanan mereka telah membawa banyak orang untuk mengalami rangkulan belas kasih Allah Bapa dalam sakramen pengampunan. Panggilan kaum hidup bakti adalah melanjutkan apa yang t

Referensi

Dokumen terkait

Tunjukilah aku agar aku bisa memuji -Mu, sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan Engkau

Makalah ini telah memberikan faktor-faktor sukses yang dibutuhkan dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri yang dimulai dari pengelolaan perkebunan, perkebunan ke

Adapun kelebihan-kelebihan pengujian test switch dengan menggunakan metode digital dibandingkan dengan metode analog terdapat dalam hal banyaknya tes sekuensial yang

[r]

(1) Agar setiap penanggungjawab usaha dan atau kegiatan pertambangan batu bara melakukan pengolahan air limbah yang berasal dari kegiatan pengolahan dan atau

Adapun saran dalam dalam perencanaan fasilitas kargo pada Terminal 3 Bandar Udara Internasional Juanda ini adalah setelah tahun 2037, perlu adanya evaluasi ulang mengenai

Pemeriksaan secara incidental dilakukan dengan cara bergerak (hunting), yaitu saat melakukan patroli Kepolisian menemukan pelanggaran lalu lintas.Upaya pencegahan

Indonesia yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 35 per 100 anak, yang ditunjukkan dengan selalu penuhnya ruangan anak baik di rumah sakit pemerintah ataupun rumah