• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Cold Cream Virgin Coconut Oil

Cold cream virgin coconut oil yang dibuat dalam penelitian ini berasal dari formula standar cold cream beeswax-borax dari buku Harry’s Cosmeticology (Wilkinson, dan Moore, 1982). Formula standar yang diperoleh kemudian dilakukan modifikasi melalui orientasi formula untuk diperoleh formula yang konsistesinya paling baik. Orientasi terhadap formula standar dilakukan karena terdapat beberapa bahan yang diganti dari formula standar, selain itu terdapat beberapa kondisi selama proses pembuatan sediaan pada formula standar yang berbeda dari kondisi selama proses pembuatan pada penelitian ini seperti spesifikasi alat yang digunakan, kelembaban, dan suhu ruangan.

Orientasi dilakukan dengan merubah mineral oil dengan liquid parafin dan hydrogenated vegetable oil dengan virgin coconut oil. Perubahan juga dilakukan terhadap sistem emulgator pada formula standar dimana sorbitan stearat diganti dengan sorbitan monooleate (Span 80) dan polysorbate60 diganti

dengan polysorbate 80 (Tween 80). Melalui orientasi didapatkan formula hasil

modifikasi yang memenuhi persyaratan daya sebar dan viskositas. Formula hasil orientasi memiliki nilai daya sebar ± 3,9 cm dan viskositas 150 d Pa.s. Dapat dilihat dari tabel III, formula modifikasi setelah dilakukan tahap orientasi. Formula dibuat dalam 100 gram.

Tabel III. Formula Hasil Modifikasi

Pada tabel III dapat dilihat bahwa beberapa bahan pada formula standar mengalami modifikasi baik dalam jenis ataupun kuantitas bahan. Virgin coconut oil digunakan dalam formula modifikasi untuk menggantikan hydrogenated vegetable oil atas dasar kandungan asam lemak (terutama asam laurat dan oleat) dalam virgin coconut oil yang sifatnya melembutkan dan melembabkan kulit sehingga dapat menurunkan tahanan diffusinya (Agero and Verallo-Rowell, 2004). Cold cream virgin coconut oil ini bertujuan sebagai moisturizer, dimana pada formula digunakan basis virgin coconut oil yang dapat memberikan efek moist pada kulit. Virgin coconut oil akan menghambat hilangnya air dari permukaan kulit karena evaporasi, sehingga dapat menjaga kelembaban kulit. Efek moisturizer pada virgin coconut oil diperkuat dengan adanya lanolin dan liquid parafin di dalam formula. Selain itu lanolin memiliki afinitas pada kulit yang baik dan bersifat higroskopis, sedangkan liquid parafin mampu memberikan

Formula standar Gram Formula hasil

modifikasi Gram Tipe emulsi M/A M/A Fase minyak Beeswax Mineral Oil Lanolin Hydrogenated Vegetable Oil Antioksidan 10,00 20,00 3,00 25,00 0,05 Beeswax Liquid parafin Lanolin

Virgin Coconut Oil BHT Cetaceum 10,00 9,00 3,00 11,00 0,02 9,00 Fase air Aquadest Borax 33,80 0,07 Aquadest Borax 47,00 0,07 Sistim emulgator Sorbitan stearat Polysorbate 60 5,00 2,00 Sorbitan monooleate Polysorbate 80 6,00 4,00

efek lembut saat cream digunakan pada kulit. Penambahan bahan peningkat viskositas yaitu cetaceum digunakan untuk membantu fungsi beeswax mencapai nilai viskositas dan daya sebar yang dikehendaki dalam penelitian. BHT digunakan sebagai bahan pengawet fase minyak terutama untuk mencegah proses oksidasi dari liquid parafin. Perubahan juga dilakukan pada sistem emulgator pada formula standar yang semula sorbitan stearate dan polysorbate 60 diganti dengan sorbitan monooleate dan polysorbate 80.

Dalam proses pembuatan emulsi, diperlukan adanya agen pengemulsi. Agen pengemulsi digunakan untuk mengurangi tegangan permukaan fase air dan fase minyak sehingga proses emulsifikasi dapat terjadi dan dapat dihasilkan droplet-droplet kecil selama proses pencampuran. Hal ini disebabkan fase air mampu memfasilitasi fase minyak untuk terdispersi menjadi droplet-droplet dengan bantuan agen pengemulsi tersebut. Agen pengemulsi juga berfungsi sebagai salah satu penstabil droplet yang terbentuk dalam sistem emulsi selain dari viskositas sistem yang cukup tinggi dan dari ukuran droplet yang terbentuk. Agen pengemulsi menstabilkan droplet dengan cara membentuk barier mekanik di sekeliling droplet sehingga coalesence dapat dicegah.

Berdasarkan bahan-bahan yang digunakan dalam formula, polysorbate 80 dan sorbitan monooleate berfungsi sebagai emulsifier nonionik, dimana polysorbate 80 bersifat hidrofilik (HLB=15) dan sorbitan monooleate bersifat lipofilik (HLB=4,3). Agen pengemulsi tersebut dipilih sebab sifatnya yang tahan terhadap perubahan konsentrasi elektrolit, perubahan pH, dan agen pengemulsi nonionik ini juga tidak bersifat toksik (Aulton, 2002). Selain itu agen pengemulsi

ini memiliki kelebihan dalam mekanisme stabilisasi sistem emulsi yang terbentuk. Adanya panjang rantai hidrokarbon yang sama antara polysorbate 80 dan sorbitan monooleate menyebabkan gaya van der walls yang dihasilkan antara agen pengemulsi tersebut dapat seragam sehingga dapat menstabilkan susunan polysorbate 80 dan sorbitan monooleate pada lapisan antar batas. Rantai panjang polioksietilen pada polysorbate 80 dapat memberikan halangan bagi droplet untuk bersatu sehingga kemungkinan terjadinya coalesence dapat diminimalkan.

Proses pembentukan droplet yang stabil terjadi saat polysorbate 80 di dalam fase air dan sorbitan monooleate di dalam fase minyak menduduki lapisan antar batas. Rantai hidrokarbon sorbitan monooleate terletak pada droplet minyak dan radikal sorbitan pada fase air. polysorbate 80 berada pada lapisan batas dimana sebagian rantai hidrokarbon berada pada fase minyak bersama dengan cincin sorbitan dan rantai polioksietilen terletak pada fase air. Rantai hidrokarbon polysorbate 80 terletak pada droplet minyak diantara rantai sorbitan monooleate (Martin dkk, 1993). Dengan adanya interaksi ini maka droplet yang dihasilkan dari hasil pengadukan dapat lebih stabil dan kuat. Gambar 5 dapat memberikan gambaran mengenai susunan molekul tween dan span pada lapisan batas. Gambar 5 merupakan contoh susunan molekul tween 40 dan span 80 pada lapisan antar batas. Berdasarkan gambar 5, maka dapat diprediksi pula susunan molekul agen pengemulsi yang digunakan dalam formula yaitu polysorbate 80 (tween 80) dan sorbitan monooleate (span 80) pada lapisan batas.

Gambar 5. Susunan Molekul Tween 40 dan Span 80 Pada Lapisan Batas Droplet (Martin dkk, 1993)

Dalam pembuatan cold cream virgin coconut oil, bahan–bahan yang digunakan, baik fase minyak maupun fase air dipanaskan di atas waterbath terlebih dahulu pada suhu 50°C sebelum masuk ke dalam tahapan pencampuran. Hal ini untuk menyamakan suhu tiap bahan, selain itu bertujuan untuk menjaga bahan dalam fase minyak yaitu lanolin, cetaceum dan beeswax untuk tetap berbentuk cair, sebab tanpa adanya pemanasan, beeswax, cetaceum dan lanolin pada suhu ruangan cenderung memadat. Dengan adanya pemanasan terlebih dahulu tiap bahan maka bahan-bahan yang memiliki titik leleh tinggi tidak kembali membentuk padatan sehingga tidak merusak sifat fisik cold cream virgin coconut oil saat pencampuran.

Pemilihan suhu 70°C sebagai suhu pencampuran, kecepatan putar mixer (400 rpm dan 500 rpm) dan lama pencampuran (10 menit dan 20 menit) didasarkan pada hasil orientasi yang telah dilakukan. Suhu 70°C digunakan sebagai suhu pencampuran karena pada suhu 70°C bahan-bahan yang memiliki titik leleh tinggi seperti lanolin, beeswax, dan cetaceum tidak kembali memadat sehingga pada pencampuran fase minyak ke dalam fase air proses emulsifikasi

dapat berjalan optimal. Dipilih kecepatan putar 400 rpm dan 500 rpm karena berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan, menunjukkan bahwa pada kecepatan putar 400 rpm dan lama pencampuran 10 menit merupakan kecepatan putar mixer dan lama pencampuran terendah yang mampu menghasilkan cold cream virgin coconut oil dengan sifat fisik sesuai parameter untuk cream (yaitu viskositas dan daya sebar) hingga kecepatan putar 500 rpm dan lama pencampuran 20 menit masih menghasilkan cold cream virgin coconut oil dengan sifat fisik yang dikehendaki.

Dokumen terkait