BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.5 Pembuatan Data Warehouse
Setelah seluruh tahapan proses ETL (Extract, Transform, Loading) dilakukan, kemudian masuk ke tahap berikutnya yakni membangun spatio-temporal data warehouse. Spatio-temporal data warehouse dibangun dengan menggunakan arsitektur three tier. Arsitektur ini memiliki tiga lapisan yaitu lapisan bawah, lapisan tengah, dan lapisan atas. Ilutrasi arsitektur spatio-temporal data warehouse ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Arsitektur spatio-temporal data warehouse.
1. Lapisan bawah
Lapisan bawah merupakan tempat pengolahan sumber data warehouse,
sekaligus sebagai data source pada Geoserver dalam melakukan query layer. Dalam penelitian ini digunakan Database Management System (DBMS) PostgreSQL dengan libraryPostGIS untuk mengelola data spasial dan nonspasial menjadi sebuah kubus data.
2. Lapisan Tengah
Lapisan ini terdiri atas spatial OLAP (SOLAP) server dan web map server. Penelitian ini menggunakan Geomondrian sebagai spatial OLAP server yang berfungsi menyimpan struktur kubus data dalam bentuk multidimensi dan
Geoserver sebagai tempat penyimpanan data geospasial yang berfungsi menghasilkan layer-layer berdasarkan query yang dapat memberikan bentuk penyajian data dalam bentuk peta. Geomondrian dan Geoserver merupakan teknologi open source yang dibangun dalam platform Java. Geomondrian menggunakan MultiDimensional eXpression(MDX) sebagai bahasa yang mampu menangani struktur data multidimensi. Geomondrian dilengkapi OLAP dan XML for analysis (XMLA) sebagai Aplication Programming Interface (API) yang mendukung fungsi OLAP.
3. Lapisan Atas
Lapisan atas merupakan lapisan untuk end-user berupa hasil query yang dapat menampilkan informasi ataupun ringkasan. Query yang diuji pada Spatial OLAP (SOLAP) berupa query dalam bentuk fungsi MDX yang dapat digunakan sebagai model multidimensi. Informasi disajikan dalam bentuk tabel pivot dan grafik menggunakan Jpivot. Hasil query MDX memiliki kemungkinan dapat disinkronisasikan dengan tampilan peta yang disajikan menggunakan library Open Layers ataupun GeoExt. Namun, pada penelitian ini, sinkronisasi hasil
query dengan tampilan peta tersebut belum berhasil dilakukan. Hal ini disebabkan karena tool Geomondrian yang belum stabil dan belum mampu melakukan konfigurasi fungsi yang dapat menyinkronisasikan Jpivot dengan library OpenLayers ataupun GeoExt. Meskipun demikian, penelitian ini sudah dapat menampilkan peta ke dalam sistem Geomondrian. Bentuk visualisasi peta yang telah diintegrasikan ke dalam sistem ini menggunakan query yang berbeda (tidak menggunakan MDX query pada peta), yakni menggunakan filter berupa CQL
(Common Query Language). Query tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi yang diinginkan pada peta dan dapat menyeleksi pula letak
hotspot pada waktu tertentu pada wilayah tersebut. 4.6 Pembuatan Peta
Peta yang hendak dibuat, merupakan suatu bentuk penyajian data yang merupakan hasil representasi dari layer-layer pada suatu web map server. Layer-layer ini dapat berupa point, line, polygon ataupun multipolygon. Pembuatan layer pada web map server ini dibuat berdasarkan query sql yang diberikan di dalam
Geoserver yang berada di level application server pada arsitektur three tier-nya. Arsitektur three tier yang dibangun untuk pembuatan peta pada Geoserver dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Arsitektur Geoserver (Web Map Server).
Layer-layer ini akan dipanggil pada saat sistem secara keseluruhan dieksekusi atau di jalankan pada level user interface atau client. Tahapan pembuatan suatu layer pada web map server(Geoserver) ini meliputi :
1. Membuat workspace
Workspace ini dibuat sebagai ruang kerja dari layer-layer yang akan dibuat, sehingga workspace inilah yang nanti akan menampung layer-layer yang telah dibuat. Pada penelitian ini, workspace yang telah dibuat adalah workspace forestfire_indonesia yang telah dibuat di dalam Geoserver.
2. Membuat data store
Data store ini merupakan ruang konfigurasi dalam Geoserver yang menghubungkannya dengan database relasional, yakni PostgreSQL dengan
ekstensi PostGIS. Data store yang telah dibuat dalam Geoserver pada penelitian ini adalah ds_forestfire.
3. Membuat layer pada Geoserver
Penelitian ini menggunakan Geoserver versi 2.1.0. Pada Geoserver versi ini sudah dapat dilakukan query sql biasa maupun geometri dalam menyeleksi suatu data berdasarkan atribut yang diinginkan pada database relasional (PostgreSQL/PostGIS) untuk menghasilkan suatu layer dalam web map server
(Geoserver). Sebelum layer terbentuk, perlu dilakukan konfigurasi data yang disediakan Geoserver pada menu layer, guna melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk setiap layer. Informasi yang perlu dilengkapi tersebut meliputi
nama layer, memilih nilai sistem koordinat, bounds peta dan memilih default style. Layer-layer yang terbentuk dari hasil query ini kemudian dikonversi oleh layanan-layanan yang terdapat pada Geoserver menjadi suatu file dengan format
XML. File XML inilah yang ketika dilakukan parsing akan menghasilkan URL
dengan halaman web yang berupa suatu penyajian data dalam bentuk peta. Penelitian ini membangun layer –layer dalam Geoserver yang terdiri atas layer hotspot satelit NOAA, TERRA dan AQUA, satu layer hotspot_indo untuk seluruh
hotspot yang digabungkan, kemudian dua layer peta indonesia yang berdasarkan provinsi (layer indo_prov) dan kabupaten (layer indo_kab).
4. Menyesuaikan style peta
Untuk menghasilkan suatu layer peta, diperlukan suatu style dari layer yang sesuai dengan tipe layer tersebut (point, line, polygon atau multipolygon).
Geoserver telah menyediakan default style yang terdapat dalam librarynya dalam bentuk format SLD (Styled Layer Descriptor). File SLD ini merupakan suatu dokumen berisi syntax XML yang berfungsi mengatur tampilan peta, file-file ini dapat diakses pada menu Style dalam Geoserver. File .sld ini dapat disesuaikan menjadi suatu style yang diinginkan sesuai dengan tipe layer yang dipilih. Style
inilah yang disesuaikan dan digunakan, sehingga sistem ini dapat melihat pola persebaran hotspot, serta melihat perbedaan batas wilayah pada suatu daerah di Indonesia secara jelas. Contoh file .sld yang dibuat dalam Geoserver untuk menghasilkan style suatu layer.
5. Melihat hasil peta
Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan untuk melihat hasil dari layer-layer
yang telah dihasilkan berdasarkan query dan telah dilakukan penyesuaian terhadap
style sesuai tipe layernya. Pada Geoserver untuk melihat peta sesuai layer yang telah dibuat, dapat mengakses menu Layer Preview. Namun menu ini diakses pada Geoserver, sedangkan untuk melakukan pemanggilan terhadap layer yang telah dibuat ke dalam sistem, digunakan suatu library OpenLayers atau GeoExt. Gambar 7 di bawah ini merupakan contoh tampilan peta dan query pada
Gambar 7 Tampilan peta dan query pada Geoserver.
Pada gambar diatas menunjukan tampilan peta disertai data hotspot tahun 2009 sesuai query yang diberikan.
4.7 Uji Query
Uji query yang pertama dilakukan untuk menguji spatio-temporal data warehouse apakah telah sesuai dengan kebutuhan dan memeriksa apakah operasi dasar OLAP berhasil diimplementasikan untuk data spasial. Query yang digunakan untuk menguji sistem ini adalah query dalam bentuk fungsi MDX. Fungsi MDX mendukung query untuk objek multidimensional dan menjalankan perintah-perintah yang mampu menghasilkan dan memanipulasi data dari objek tersebut. Pada penelitian ini, MDX yang digunakan mampu mendukung query
biasa dan query spasial. Uji query yang kedua dilakukan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi pada peta dan hotspot pada waktu tertentu. Query ini merupakan filter yang berupa CQL (Common Query Language) dalam Geoserver.
1. Query biasa
Struktur query ini mirip dengan query database relasional, Structured Query Language (SQL). Query ini mendukung operasi dengan konsep model data logika. Ilustrasi query yang diujikan adalah sebagai berikut:
Select
{[Satelit].[Semua Satelit]} ON rows from forestfire_spatialcube
where [Waktu].[2002]
Query tersebut menampilkan jumlah hotspot dari semua satelit pada tahun 2002. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Hasil QueryMDX biasa. 2. Query spasial
Query ini mendukung model data spasial Open Geodata Interchange Standard (OGIS). Model data OGIS mampu menangani bentuk geometri seperti
point, polygon, curve dan tipe lainnya, serta mampu mengeksekusi operasi query
spasial seperti ST_Within, ST_Area, ST_Contains, dan operasi lainnya. Ilustrasi
query spasial yang diujikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: SELECT {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,
Filter( {[Lokasi].[Hotspot].members}, ST_Within( [Lokasi].CurrentMember. Properties("hotspot_geom"), ST_GeomFromText("POINT ((139.16 -3.27))") ) ) ON ROWS FROM [forestfire_spatialcube]
WHERE [Waktu].[1997]
Query tersebut menghasilkan jumlah hotspot pada koordinat point yang didefinisikan. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Hasil query MDX spasial. 3. CQL (Common Query Language)
Query ini merupakan filter yang digunakan untuk menyeleksi suatu layer yang telah dibuat dan terdapat dalam Geoserver. Layer tersebut dapat berupa polygon, line maupun point yang dibangun dari query sql biasa maupun geometrik pada
database relasional (PostgreSQL-PostGIS). Ilustrasi CQL (Common Query Language) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 10).
SELECT nama_prov LIKE 'BENGKAYANG %' AND bulan LIKE 'Mei' AND tahun = 2005
Gambar 10 CQL pada GeoExt.
Query tersebut menyeleksi hotspot yang terdapat pada wilayah Kalimantan, Kabupaten Bengkayang di bulan mei tahun 2005, hasilnya terdapat 12 hotspot
pada wilayah dan waktu tersebut.