• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi SOLAP Berbasis Web Untuk Data Titik Panas (Hotspot)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi SOLAP Berbasis Web Untuk Data Titik Panas (Hotspot)"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN

DATA

WAREHOUSE

DAN APLIKASI

SOLAP

BERBASIS

WEB

UNTUK DATA TITIK PANAS (

HOTSPOT

)

DIAN YUDISTIRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi SOLAP Berbasis Web Untuk Data Titik Panas (Hotspot) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

Dian Yudistira

(3)

Satellite sensors can be used to anticipate the spread of forest fires. In this research, we implement SOLAP (Spatial Online Analytical Processing) by using data from NOAA taken during 1997 until 2005, and TERRA, AQUA during 2001 until 2009. The SOLAP was implemented on the Geomondrian and Geoserver frameworks. This application is able to handle spatial queries by using MDX (Multi Dimensional eXpression) functions from Geomondrian and the Geoserver CQL (Common Query Languange) filter. Futhermore, it also support both the numerical and geographical types of data and presents it into map. However, the Jpivot function are not synchronized yet with the Openlayers or GeoExt libraries to presents the map directly.

(4)

Dian Yudistira. Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi SOLAP

Berbasis Web Untuk Data Titik Panas (Hotspot). Dibimbing oleh Hari Agung Adrianto, dan Endang Purnama Giri.

Salah satu antisipasi untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan antara lain dengan menggunakan sensor satelit. Pada penelitian ini dilakukan beberapa proses metode penelitian diantaranya analisis data, ekstrak data, tranformasi data, dan implementasi SOLAP (Spatial Online Analytical Processing). Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data titik panas yang berasal dari Satelit

NOAA tahun 1997 sampai dengan 2005, dan satelit TERRA, AQUA tahun 2001 sampai dengan 2009. Aplikasi SOLAP dibuat dengan framework Geomondrian

dan Geoserver, untuk penyajian data dalam bentuk tabel pivot, grafik dan peta. Aplikasi ini dapat menangani query spasial dengan fungsi MultiDimensional eXpression (MDX) pada Geomondrian dan filter Common Query Language

(CQL) pada Geoserver. Aplikasi ini juga telah mendukung dimensi data dengan ukuran numerik dan geografik dengan penyajian data dalam bentuk peta. Namun, tabel Jpivot dalam aplikasi ini belum dapat disinkronisasikan dengan library yang digunakan untuk menampilkan peta, yakni Open Layers ataupun GeoExt.

Spatial OLAP yang dibuat dengan Geomondrian mampu melakukan operasi

OLAP seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot, sehingga dapat membantu menganalisis data secara interaktif. Fasilitas menu yang disediakan oleh

Geomondrian seperti menu memilih kubus data, ukuran dan dimensi, filter dimensi, serta menu lain dapat memudahkan dalam analisis tabel yang dihasilkan. Produk ini bisa dijadikan acuan awal untuk membuat dan membangun sebuah produk sistem SOLAP baru yang akan dibuat tahun ini dan menghabiskan biaya yang sangat besar.

(5)

ube). Dari hasil evaluasi sistem, secara umum sistem persebaran hotspot yang baru menunjukan hasil yang positif. Para responden secara umum memilih sistem persebaran hotspot yang baru daripada sistem persebaran hotspot yang lama. Ini terlihat dari hasil kuesioner dan komentar-komentar para responden.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun

(7)

DIAN YUDISTIRA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer pada

Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Dian Yudistira

NRP : G651080164

Disetujui Komisi Pembimbing

Hari Agung Adrianto, S.Kom, M.Si. Ketua

Endang Purnama Giri, S.Kom, M.Kom. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Komputer

Dr. Yani Nurhadryani, S.Si. MT.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)
(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta Ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat kelulusan Program Pascasarjana pada Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Hari Agung Adrianto, S.Kom, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan segenap bantuan dan bimbingan kepada penulis selama proses penelitian dan penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Endang Purnama Giri, S.Kom, M.Kom. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran, koreksi dan masukan kepada penulis. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Yani Nurhadryani, S.Si. MT. selaku penguji. Tak lupa, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Muhammad Hilman Fadli yang sudah memberikan bantuan dan konsultasi selama proses penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Teman-teman Angkatan X Pascasarjana Magister Ilmu Komputer, staf dan dosen Ilmu Komputer IPB (Institut Pertanian Bogor) atas pertemanan dan bantuannya selama penulis mengikuti perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua beserta keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan doanya. Terkhusus terima kasih penulis sampaikan kepada istri tercinta Nina Sumarlina dan anak-anakku sayang (Osi, Brian, Faris) atas segala dukungan moral dan bantuan selama masa kuliah dan penelitian ini berlangsung. Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi yang besar selama perkuliahan dan pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis ucapkan terima kasih.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya.

Bogor, Juli 2012

(12)
(13)

Penulis dilahirkan di Kuningan, pada tanggal 14 Juni 1977 dari pasangan Ajat Sudrajat dan Onah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Lulus sekolah menegah umum dari SMA Negeri 1 Kuningan, Jawa Barat.

Tahun 2001, penulis lulus dari Jurusan Komputer Universitas Gunadarma, dan kemudian diterima sebagai karyawan P&G. Setelah setahun bekerja, penulis pindah bekerja dan diterima sebagai engineer pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

(14)

DAFTAR ISI

2.6 Metode Pengembangan Spatio-Temporal Data Warehouse ... 11

(15)
(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik satelit TERRA ... 7

2. Karakteristik satelit AQUA ... 8

3. Karakteristik satelit NOAA ... 9

4. Hasil reduksi data ... 22

5. Nama dan deskripsi kubus data forestfire_spatialcube ... 23

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Arsitektur web GIS ... 11

2. Ilustrasi skema snowflake ... 14

3. Tahap pengembangan data warehouse ... 16

4. Skema snowflake pada schema workbench ... 21

5. Arsitektur spatio-temporal data warehouse ... 24

6. Arsitektur geoserver ... 26

7. Tampilan peta dan query pada geoserver ... 28

8. Hasil Query MDX biasa ... 29

9. Hasil Query MDX spasial ... 30

10. CQL pada GeoExt ... 31

11. Tabel pivot spatial OLAP ... 31

12. Grafik persebaran hotspot Kalimantan ... 32

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Proses install apache tomcat ... 42

2. Proses install posgreSQL ... 43

3. Proses install postGIS ... 45

4. Proses install quantum GIS ... 47

5. Proses pemuatan data ... 50

6. Desain antar muka aplikasi ... 55

7. Operasi roll up pada aplikasi OLAP ... 55

8. Operasi drill down pada aplikasi OLAP ... 56

9. Operasi slice pada operasi OLAP ... 56

10. Operasi dice pada aplikasi OLAP ... 57

11. Perbandingan responden dalam hal penyimpanan data ... 57

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran hutan merupakan salah satu permasalahan yang serius dan berpengaruh terhadap keseimbangan hutan. Jumlah area hutan yang rusak pada tahun 1997 di 5 pulau besar (Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa, dan Papua) seluas 9.755.000 hektar (Tacconi 2003). Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi dini terjadinya dan makin meluasnya kerusakan sumberdaya hutan tersebut diperlukan suatu upaya pemantauan adanya titik-titik api (hotspot), misalnya dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh (inderaja). Pemanfaatan teknologi inderaja tersebut diharapkan mampu memberikan informasi mengenai banyaknya titik api yang lebih akurat, terutama kepada pihak yang berkepentingan.

Pada penelitian sebelumnya (Fadli 2011), telah dikembangkan sistem informasi persebaran hotspot dengan menggunakan data satelit NOAA periode tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Salah satu kekurangan pada sistem yang sudah dibuat adalah data yang digunakan hanya mencakup data satelit NOAA, padahal masih ada beberapa satelit yang bisa mendeteksi titik panas yaitu satelit

TERRA dan AQUA. Kemudian sistem itu belum ditampilkan secara online baik kepada pengguna data hotspot ataupun pengguna lainnya. Sistem persebaran

hotspot akan lebih berguna jika bisa ditampilkan secara online kepada masyarakat luas. Selain itu evaluasi terhadap kinerja sistem pada sistem persebaran hotspot belum dilakukan, padahal untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu sistem persebaran hotspot, evaluasi terhadap sistem ini sangat diperlukan sekali. Begitupun dengan sistem persebaran hotspot yang dibuat kerjasama antara LAPAN, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan, Landgate Australia, dan AusAID (www.indofire.com) masih ditemukan kekurangan pada sistem tersebut. Salah satu kekurangannya yaitu keterbatasan dalam mengakses jumlah data hotspot yang hanya menampilkan 10 hari data hotspot saja.

(20)

untuk menganalisis data yang menggunakan beberapa perspektif, serta metode akses yang efisien untuk pengelolaan data volume tinggi. Apabila Sistem Informasi Geografi yang digabungkan dengan aplikasi OLAP maka akan menjadi sebuah sistem aplikasi OLAP yang menangani data spasial. Sistem ini dinamakan aplikasi SOLAP (Spatial Online Analytical Processing). Dengan sistem ini, memungkinkan pengguna bisa memanfaatkan kemampuan dari kedua jenis sistem ini untuk memperbaiki analisis, visualisasi, dan manipulasi data. Kemampuan SOLAP itu sudah diterapkan pada penelitian Fadli (2011) dengan

judul ‘Data Warehouse Spatio-Temporal Kebakaran Hutan Menggunakan

Geomondrian dan Geoserver’. 1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan suatu aplikasi Spatial OLAP

(SOLAP) dengan cakupan sebagai berikut :

1. Menambahkan data satelit AQUA dan satelit TERRA dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009.

2. Menampilkan sistem persebaran hotspot secara online dan gratis kepada pengguna data hotspot dan pengguna lainnya..

3. Melakukan evaluasi sistem persebaran hotspot untuk mengukur kinerja sistem tersebut.

1.3 Ruang Lingkup

Penelitian dibuat dengan batasan sebagai berikut:

1. Implementasi aplikasi Spatial OLAP (SOLAP) dibangun menggunakan

Framework GeoMondrian.

Pengembangan yang dibuat dalam penelitian ini diharapkan bisa mendapatkan manfaat diantaranya :

(21)

2. Mendapatkan informasi persebaran hotspot melalui online dan gratis. 3. Mengetahui kelayakan sistem persebaran hotspot untuk dapat

(22)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki dampak negatif yang cukup dahsyat. Dampak kebakaran hutan diantaranya menimbulkan asap yang mengganggu aktifitas kehidupan manusia, antara lain mewabahnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada masyarakat, dan menganggu sistem transportasi yang berdampak sampai ke negara tetangga. Dampak yang paling besar adalah timbulnya kerusakan ekosistem lingkungan pada hutan tersebut, serta mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas hutan yang pada akhirnya akan menimbulkan banyak kerugian. Hutan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, sehingga hutan perlu diselamatkan dari bahaya kebakaran. Sejauh ini, pengelolaan kebakaran hutan hanya sebatas pencegahan dan penanggulangannya saja (Suwarsono et al. 2008). Dalam upaya pencegahan kebakaran hutan, ada yang perlu dikenali sebagai unsur penyebabnya yaitu panas, bahan bakar dan oksigen (Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001). Karena kebakaran hutan terjadi bila ketiga unsur di atas saling bertemu. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka kebakaran hutan tidak akan terjadi. Beberapa unsur itu terdiri dari :

2.1.1 Panas

(23)

lain yang tidak disengaja seperti api dari kareta api, pekerja hutan, pengunjung objek wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang.

2.1.2 Bahan Bakar

Bahan bakar merupakan unsur paling dominan yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, bahan bakar yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran adalah serasah hutan (Hamilton dan King, 1982 dalam Yudasworo, 2001). Serasah hutan adalah tumpukan daun-daun kering, ranting-ranting, dan sisa-sisa vegetasi lainnya yang ada di atas lantai hutan. Tebal dan tipisnya serasah hutan berpengaruh pada besar dan kecilnya kebakaran hutan yang terjadi. Kebakaran hutan besar disebabkan karena terjadi pada lokasi yang bergambut atau pada areal dengan serasah hutan yang tebal di bekas tebangan. Ketebalan serasah hutan pada setiap tipe hutan berbeda-beda. Pada hutan primer, serasah di lantai hutan tipe ini tipis. Pada hutan ini juga, tutupan tajuk mendekati seratus persen, sehingga sinar matahari hampir tidak sampai menyinari lantai hutan, menyebabkan tingkat kelembaban tinggi dan suhu menjadi rendah. Karena kondisi seperti ini, pada hutan ini jarang terjadi kebakaran hutan. Pada hutan gambut, bahan yang menyebabkan terjadinya kebakaran adalah gambut itu sendiri, yang terletak di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau yang panjang, lapisan gambut yang tebalnya dapat mencapai puluhan sentimeter menjadi kering dan mudah terbakar. Karena api merambat di bawah permukaan tanah, kebakaran yang terjadi pada tipe hutan ini akan susah dipadamkan.

(24)

kecil di sekitarnya, yang akan mengakibatkan penumpukan serasah hutan yang sangat tebal. Dengan kondisi seperti ini, kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau panjang akan susah untuk dipadamkan. Pada areal tanaman yang penutupan tajuknya belum mencapai seratus persen, terdapat bahan yang mudah terbakar berupa alang-alang dan semak belukar lainnya. Resiko terjadinya kebakaran hutan di areal ini cukup tinggi, karena suhu di lantai hutan ini mudah naik. Pada padang alang-alang dan semak belukar, serasah di areal ini mudah terbakar sekalipun bukan pada musim kemarau panjang. Tetapi karena bahan bakarnya tidak banyak, kebakaran yang terjadi tidak terlalu besar.

2.1.3 Oksigen

Oksigen adalah zat ringan yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Keberadaannya sangat melimpah di alam semesta, dan diperlukan untuk segala macam kehidupan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, oksigen berperan dalam mendukung proses pembakaran (Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001). Hal ini terjadi apabila nyala api mendapatkan pasokan oksigen yang cukup, maka nyala api akan menjadi lama dan besar. Sebaliknya apabila nyala api tidak memperoleh jumlah kadar oksigen yang mencukupi, maka api akan padam. Untuk itu, prinsip yang biasa dilakukan dalam upaya pemadaman adalah dengan mengisolasi oksigen dari nyala api.

2.2 Hotspot (Titik Api)

Hotspot (titik api) adalah letak suatu titik yang ada dipermukaan bumi, dimana titik itu diindikasikan sebagai titik panas yang terdeteksi oleh sensor satelit (Ratnasari, 2000 dalam Thoha, 2008). Ada beberapa satelit yang bisa mendeteksi hotspot (titik api) diantaranya satelit TERRA, AQUA dan NOAA.

(25)

MODIS sebanyak 36 bands (36 interval panjang gelombang), mulai dari 0,405 sampai 14,385 µm (1 µ m = 1/1.000.000 meter). Bands yang dipakai untuk mendeteksi hotspot antara lain band 1, 3 dan 4 (Seaspace 2004). Data terkirim dari satelit dengan kecepatan 11 Megabytes setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bits. Tabel 1 di bawah ini merupakan karakateristik satelit TERRA.

Tabel 1 Karakteristik Satelit TERRA (Seaspace 2004)

Sistem TERRA

Orbit 705 km, 98.2o, sun-synchronous

(26)

Tabel 2 Karakteristik Satelit AQUA (Seaspace 2004)

Sistem AQUA

Orbit 705 km, 10:30 a.m. descending node

(Terra) or 1:30 p.m.ascending node (Aqua), sun-synchronous, near-polar, circular

Scan Rate 20.3 rpm, cross track

Swath Dimensions 2330 km (cross track) by 10 km

(alongtrack at nadir)

Spatial Resolution 250 m (bands 1-2), 500 m (bands 3-7),

1000 m (bands 8-36)

Satelit NOAA merupakan satelit meterologi generasi ketiga milik ”National

Oceanic and Atmospheric Administration” (NOAA) Amerika Serikat. Munculnya

satelit ini untuk menggantikan generasi satelit sebelumnya, seperti seri TIROS

(Television and Infra Red Observation Sattelite, tahun 1960-1965) dan seri IOS

(Infra Red Observation Sattelite, tahun 1970-1976). Konfigurasi satelit NOAA

(27)

Tabel 3 Karakteristik Satelit NOAA (Seaspace 2004)

Sistem Satelit

Orbit 850 km, 98.8o, sun-synchronous

Sensor AVHRR-3 (Advanced Very High

Resolution Radiometer)

Swath Width 2800 km (FOV=110o)

Off-track viewing Tidak tersedia

Revisit Time 2-14 kali tiap hari, tergantung pada

lintang

Band-band Spektral (µm) 0.58-0.68 (1), 0.73-1.10 (2), 3.55-3.93

(3),10.3-11.3 (4), 11.4-12.4 (5)

Spatio-Temporal dalam kamus Bahasa Inggris dapat diartikan sebagai hubungan antara ruang dan waktu secara bersama (keduanya memiliki ektensi temporal dan durasi waktu). Analisis Spatio-Temporal adalah analisis berdasarkan suatu wilayah dan berdasarkan kurun waktu tertentu. Spatial data warehouse

adalah suatu koleksi data, baik data spasial maupun data nonspasial yang digunakan pada spatial data mining. Ada empat karakteristik data warehouse

menurut (Han dan Kamber 2006) yaitu:

1 Berorientasi subjek, terorganisasi pada subjek utama sesuai topik bisnis atau berdasarkan subjek dari organisasi.

2 Terintegrasi, data dibangun dengan mengintegrasikan berbagai sumber data. 3 Time variant, dimensi waktu secara eksplisit termasuk dalam data, jadi model

dan perubahannya dapat diketahui setiap saat.

4 Non-volatile, data terpisah dari basis data operasional sehingga hanya memerlukan pemuatan dan akses data tanpa mengubah data sumber.

2.4 Arsitektur Spatial OLAP

(28)

spasial, SOLAP server, dan SOLAP client. Ketiga komponen ini tergabung kedalam struktur multidimensional pada database spasial. Database spasial menyimpan geometri yang diasosiasikan dengan dimensi dan ukuran data. SOLAP server menangani database spasial dalam bentuk multidimensional dan komputasi numerik untuk penentuan nilai yang merupakan asosiasi atau relasional antar dimensi atau parameter yang memungkinkan untuk dilakukan. SOLAP client

dapat didefinisikan sebagai suatu perangkat lunak yang menyediakan navigasi dengan database spasial dan beberapa tingkatan informasi model tampilan peta, tabel, diagram, dan sinkronisasi antardata (Bédard 2009).

2.5 Arsitektur Web GIS (Geographic Information System)

Geographic Information System (GIS) merupakan sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografi. GIS memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasi-operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisis data (Prahasta 2002). Aplikasi GIS saat ini tumbuh tidak hanya secara jumlah aplikasi namun juga bertambah dari jenis keragaman aplikasinya. Pengembangan aplikasi

GIS kedepannya mengarah kepada applikasi berbasis Web yang dikenal dengan

Web GIS. Hal ini disebabkan karena pengembangan aplikasi di lingkungan jaringan telah menunjukan potensi yang besar dalam kaitannya dengan geo

informasi. Sebagai contoh adalah adanya peta online sebuah kota dimana pengguna dapat dengan mudah mencari lokasi yang diinginkan secara online melalui jaringan intranet/internet tanpa mengenal batas geografi penggunanya. Secara umum Sistem Informasi Geografis dikembangkan berdasarkan pada prinsip input/masukan data, manajemen, analisis dan representasi data (Prahasta 2002). Untuk dapat melakukan komunikasi dengan komponen yang berbeda-beda di lingkungan web maka dibutuhkan sebuah Web Server. Karena standar dari geo

(29)

Gambar 1 Arsitektur Web GIS (Charter 2004). 2.6 Metode Pengembangan Spatio-Temporal Data Warehouse

Metode pengembangan yang digunakan yaitu pendekatan desain skema (Kimball R.. 1996). Keunggulan dari metode ini terdapat pada permodelan dimensi saat user harus melakukan drill-down maupun roll-up. Selain metode diatas, dilakukan juga dengan metode pemuatan data dan evaluasi sistem pada

data warehouse yang sudah dibuat sebelumnya. Hal ini dipastikan cukup efisien dalam proses pengalian data berskala besar . Namun, untuk lebih terkomputerisasi dalam upaya penanganan terjadinya kesalahan diagnosis. Beberapa metode ini memberikan solusi hybrid antara proses normalisasi dan permodelan dimensi. Sehingga memberikan bentuk yang paling optimal sebagai desain yang cocok dengan kebutuhan (Shanks et al. 1997).

2.7 Web Service

Web service adalah suatu sistem perangkat lunak yang dirancang untuk mendukung interoperabilitas dan interaksi antara sistem pada suatu jaringan. Web service digunakan sebagai suatu fasilitas yang disediakan oleh suatu website untuk menyediakan layanan (dalam bentuk informasi) kepada sistem lain, sehingga sistem lain dapat berinteraksi dengan sistem tersebut melalui layanan-layanan yang disediakan oleh suatu sistem yang menyediakan web service (Mark 2003).

(30)

pemrograman yang terdapat di dalamnya. Beberapa alasan mengapa digunakannya web service adalah sebagai berikut:

1. Web service dapat digunakan untuk mentransformasikan satu atau beberapa bisnis logic atau class dan objek yang terpisah dalam satu ruang lingkup yang menjadi satu, sehingga tingkat keamanan dapat ditangani dengan baik.

2. Web service memiliki kemudahan dalam proses pengembangannya, karena tidak memerlukan registrasi khusus ke dalam suatu sistem operasi. Web service cukup di-upload ke web server dan siap diakses oleh pihak-pihak yang telah diberikan otorisasi.

3. Web service berjalan di port 80 yang merupakan protokol standar HTTP, dengan demikian web service tidak memerlukan konfigurasi khusus di sisi

firewall.

2.8 Geoserver

Geoserver merupakan salah satu perangkat lunak open source yang dibangun menggunakan platform java, perangkat lunak ini memungkinkan pengguna untuk menampilkan dan memanipulasi data geospatial (Budiawan 2010). Geoserver dirancang untuk interoperability, yaitu menerbitkan data dari semua sumber data spasial. Sebagai project berbasis komunitas, geoserver

dikembangkan, diuji, dan didukung oleh berbagai kelompok individu dan organisasi dari seluruh dunia. Geoserver merupakan implementasi dari Open Geospatial Consortium (OGC), Web Feature Service (WFS) dan Web Coverage Service (WCS) standar, serta high performance Web Map Service (WMS).

2.9 OpenLayers

(31)

2.10 OLAP (On-line Analytical Processing)

On-line Analytical Processing (OLAP) adalah proses computer yang memungkinkan pengguna dapat dengan mudah dan selektif memilih dan melihat data dari sudut pandang yang berbeda (Han & Kamber 2006). Data pada OLAP

disimpan dalam database multidimensi. Jika database relasional terdiri atas dua dimensi, maka database multidimensi terdiri atas banyak dimensi yang dapat dipisahkan oleh OLAP menjadi beberapa subatribut. OLAP dapat digunakan untuk menemukan hubungan antara suatu item yang belum ditemukan. Di bawah ini merupakan operasi-operasi pada OLAP.

1. Roll up (drill-up) merupakan bagaimana cara meningkatkan tingkat hirarki atau mereduksi jumlah dimensi.

2. Drill down merupakan operasi kebalikan dari roll up. Operasi ini dapat merepresentasikan data secara lebih detail atau spesifik dari level tinggi ke level rendah. kubus data sehingga memperoleh data yang diinginkan sesuai dengan sudut pandang analisis yang diperlukan.

2.11 Model Data Multidimensi

Model data multidimensi adalah model data yang digunakan pada data warehouse. Model data multidimensi bisa sangat berguna pada query yang komplek (Malinowski 2008). Model data multidimensi terdiri dari :

 Data dimensi

(32)

Setiap dimensi diulang untuk setiap kelompok. Atribut data dimensi diletakkan pada tabel dimensi. Tabel dimensi berukuran lebih kecil daripada tabel fakta dan berisi data bukan numerik yang berasosiasi dengan atribut dimensi.

 Data fakta

Data fakta adalah data utama dari data multidimensi yang merupakan kuantitas yang ingin diketahui dengan menganalisis hubungan antardimensi. Data fakta diekstrak dari berbagai sumber. Data fakta cenderung stabil dan tidak berubah seiring dengan waktu. Atribut data fakta diletakkan pada tabel fakta. Tabel fakta berukuran besar, memiliki jumlah baris sesuai dengan jumlah kombinasi nilai dimensi yang mungkin dan jumlah kolom sesuai dengan jumlah dimensi yang direpresentasikan. Tabel fakta berisi nama-nama fakta, ukuran, dan foreign key dari tabel dimensi yang berhubungan. Model data multidimensi dapat menampilkan data dalam bentuk kubus yang merupakan inti dari model ini dan dapat digambarkan dalam bentuk skema bintang, skema snowflake, dan skema galaksi (Han & Kamber 2006). Skema galaksi merupakan kumpulan dari skema bintang. Skema ini terdiri atas berbagai tabel fakta yang berisi beberapa tabel dimensi, sehingga membentuk seperti galaksi bintang. Skema Snowflake lebih kompleks dari pada skema bintang, dengan menormalisasi tabel-tabel dimensi yang berukuran besar dengan satu atau lebih kolom yang memiliki duplikasi data. Ilustrasi skema snowflake dapat dilihat pada Gambar 2.

(33)

BAB III METODE PENELITIAN

Sistem informasi geografis persebaran hotspot di Indonesia merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk memantau dan memberikan informasi mengenai persebaran hotspot yang ada di wilayah Indonesia berdasarkan kurun waktu tertentu. Sistem ini memanfaatkan data yang diambil dari satelit NOAA,

TERRA dan AQUA kemudian dilakukan ekstraksi informasi sehingga menghasilkan informasi yang berguna dan menampilkan informasi tersebut dalam sebuah tampilan web.

Sistem informasi geografis persebaran hotspot ini terdiri atas tiga modul utama, yaitu modul untuk ekstraksi informasi, modul untuk visualisasi data dan terakhir adalah modul update data. Modul visualisasi berfungsi untuk menampilkan informasi-informasi dari hasil ekstraksi informasi agar dapat dengan mudah dimengerti oleh orang banyak. Secara umum modul visualisasi ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama untuk menampilkan hasil dalam bentuk grafik dan bagian kedua untuk menampilkan hasil dalam bentuk peta. Visualisasi

(34)

3.1 Studi Literatur

Untuk mendukung dalam proses penelitian ini, terlebih dahulu mencari informasi sebagai bahan literatur untuk pengembangan data warehouse ini. Sumber informasi yang didapat diantaranya dari buku, internet, jurnal dan artikel. 3.2 Analisis

Pada penelitian ini data yang ditambahkan antara lain data hotspot dari satelit tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 dan AQUA. Data hotspot yang telah diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan atribut-atribut yang tepat dan sesuai dalam pembuatan spatio-temporal data warehouse. Hasil analisis ini digunakan untuk menentukan dimensi, tabel fakta, dan skema yang tepat untuk model data multidimensi.

3.3 Ekstraksi Data

Ekstraksi adalah tahap pengambilan data yang relevan dari database

relasional sebelum masuk ke dalam data warehouse. Pada ekstraksi, atribut-atribut dan record-record yang diinginkan dipilih dan diambil dari database

relasional. Dalam tahap ekstraksi ini, dilakukan pula pembersihan data yaitu dengan pemilihan atribut-atribut yang sesuai dengan atribut yang ada dalam

(35)

database sebelumnya. Selain itu dalam tahapan ini dilakukan pengecekan terhadap data-data yang kurang lengkap ataupun data-data yang sama.

3.4 Transformasi Data

Transformasi data merupakan proses generalisasi atau penyeragaman nama atribut, agregasi, dan konstruksi atribut atau dimensi. Pada tahap transformasi ini, data yang berasal dari semua sumber dikonversi ke dalam format umum yang disesuaikan dengan skema multidimensional yang telah dibuat. Transformasi terpenting adalah transformasi pada label penamaan yang bertujuan agar tidak terdapat nama atribut yang serupa atau pada atribut yang sama memiliki nama yang berbeda pada database yang berbeda.

3.5 Pemuatan data

Setelah tahap ekstraksi dan transformasi data dilakukan, maka data telah siap untuk dimuat (load) ke dalam data warehouse. Pada tahap ini, dilakukan pula pengurutan dan peninjauan integritas suatu data. Proses selanjutnya yaitu dengan melakukan proses penambahan waktu satelit, id satelit dan kode satelit.

3.6 Pembuatan Data Warehouse

Proses dilanjutkan dengan pembuatan spatio-temporal data warehouse.

Input data dilakukan berdasarkan skema multidimensional (dalam penelitian ini menggunakan skema snowflake) yang telah dirancang. Skema snowflake yang telah dirancang kemudian diimplementasikan menjadi sebuah kubus data geometri multidimensi (geocube) menggunakan schema workbench. Kemudian, data yang telah dimuatkan dalam membangun data warehouse ini di retrieve oleh SOLAP

berdasarkan struktur kubus data geometri multidimensi yang terbentuk. 3.7 Pembuatan Peta

(36)

web map server. Data store merupakan tempat penyimpanan yang dapat menampung berbagai layer yang hendak dikonstruksi. Layer-layer yang disimpan dalam data store dapat berupa layer point, line, maupun polygon. Layer-layer

yang dihasilkan dari sql query tersebut merupakan layer dengan tingkat relevansi yang disesuaikan dengan data warehouse yang dibangun.

3.8 Uji Query

Uji query merupakan tahap untuk menguji apakah spatio-temporal data warehouse yang dibuat telah sesuai dengan kebutuhan dan memeriksa apakah operasi dasar SOLAP berhasil diimplementasikan untuk data spasial. Query yang diujikan berupa query biasa dan query spasial menggunakan fungsi

Multidimensional Expressions (MDX). Pengujian dilakukan dengan geocube atau kubus data geometri yang divisualisasikan dalam bentuk tabel dan grafik dengan

GeoMondrian, serta visualisasi peta dengan Geoserver (Web Map Server) dalam satu web yang terintegrasi (Web Integration). Uji query pun dilakukan pada

Geoserver dalam bentuk Common Query Language (CQL) yang bertujuan untuk membuat suatu layer yang dapat menampilkan visualisasi dalam bentuk peta sebagai timbal balik atas query yang diberikan ke dalam web map server.

3.9 Integrasi SOLAP

Pada tahap ini pengguna dapat menggunakan operasi-operasi OLAP seperti

roll up, drill down, slice, dice, dan pivot yang digabungkan dengan dimensi spasialnya. Contoh operasi OLAP yang dapat dijalankan antara lain:

Roll up

Operasi roll up ditampilkan dengan menaikkan hierarki dimensi waktu. Hierarki dimensi waktu terdiri atas dua level yaitu tahun dan bulan. Operasi

roll up dapat dilakukan dengan melihat jumlah hotspot per bulan maupun

roll up menjadi per tahun secara keseluruhan.  Drill down

Operasi drill down merupakan kebalikan dari operasi roll up. Operasi ini dilakukan dengan menurunkan hierarki dari hierarki tahun menjadi hierarki bulan. Operasi ini dilakukan untuk melihat secara lebih mendetail jumlah

(37)

Slice

Operasi slice dilakukan dengan memilih salah satu dimensi, misalkan hanya menampilkan jumlah hotspot hanya pada tahun-tahun tertentu saja yakni dengan memilih dimensi waktunya.

Dice

Operasi dice dilakukan dengan memilih dua dimensi yaitu dimensi waktu dan dimensi tempat. Contohnya adalah dengan memilih provinsi Kalimantan Tengah dan juga memilih tahun 2003.

 Operasi pivot

Operasi pivot dilakukan dengan menukarkan axis dimensi. Misalkan axis-x

(dimensi hotspot) diubah menjadi dimensi waktu dan axis-y (dimensi waktu) diubah menjadi dimensi hotspot. Operasi ini berguna untuk menampilkan tabel dengan sudut pandang yang berbeda. Operasi OLAP yang diintegrasikan dengan dimensi spasial akan menghasilkan bentuk informasi yang lebih jelas dan menarik.

3.10 Evaluasi Sistem

Untuk melakukan kinerja sistem persebaran hotspot dilakukan evaluasi sistem terhadap sistem persebaran hotspot yang baru dan sistem persebaran

(38)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Data

Pada penelitian ini digunakan data satelit NOAA pada tahun 1997 sampai dengan 2005 serta data satelit TERRA dan AQUA dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Atribut-atribut yang terdapat dalam data hotspot yaitu tahun, bulan, tanggal, waktu, NOAA (satelit), bujur, lintang, provinsi, dan kabupaten. Data spasial dan atribut wilayah administrasi Indonesia yang meliputi kode provinsi, nama provinsi, kode kabupaten, dan nama kabupaten diperoleh dari www.inigis.info

dalam format .shp dengan skala 1: 25.000. Dalam format ini, peta Indonesia terdiri atas 30 provinsi dan 440 kabupaten/kota.

Analisis data yang dilakukan pada data tersebut yakni memilih atribut-atribut yang tepat untuk mengembangkan aplikasi spatio-temporal data warehouse. Atribut-atribut yang digunakan adalah tahun, bulan, satelit (NOAA,AQUA, dan TERRA), bujur, lintang dan wilayah atau lokasi. Berdasarkan atribut-atribut yang dipilih tersebut, kemudian dibentuk suatu tabel fakta dan tabel dimensi. Dari hasil analisis data pada penelitian sebelumnya didapatkan sebuah tabel fakta dan lima tabel dimensi, kemudian pada penelitian ini dilakukan penyesuaian dengan adanya penambahan sebuah dimensi, yakni dimensi pulau atau kepulauan, sebagai salah satu level hierarki tambahan pada dimensi lokasi. Skema data warehouse yang digunakan adalah skema snowflake. Skema

(39)

4.2 Ekstraksi Data

Sebelum proses ini dilakukan, ada beberapa software pendukung yang harus terinstall pada komputer. Software pendukung itu terdiri dari :

1. Apache tomcat yang berguna sebagai web server.

2. PostgreSQL yang berguna sebagai database relasional.

3. Postgis yang berguna sebagai tambahan pada postgreSQL untuk mendukung pengolahan data spasial.

4. Quantum GIS yang berguna untuk mengolah data spasial.

Proses install software masing-masing diatas, dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4.

Pada tahap ekstraksi data, dilakukan proses pembuangan atribut-atribut yang tidak terpakai serta pengambilan data yang relevan sesuai dengan model skema multidimensional yang telah dibuat. Proses ini mereduksi atribut-atribut yang tidak terpilih pada tahap analisis. Hasil reduksi data dapat dilihat pada Tabel 4.

(40)

Tabel 4 Hasil reduksi data

Proses transformasi dilakukan berdasarkan skema snowflake yang telah dibuat pada tahap analisis. Nama-nama atribut disesuaikan berdasarkan nama atribut pada skema tersebut. Atribut tahun dan bulan dikembangkan menjadi tahun, kuartil, dan bulan. Dimensi lokasi diperluas menjadi empat dimensi yaitu dimensi pulau, dimensi provinsi, dimensi kabupaten dan dimensi geohotspot. Pada data fakta ditentukan nilai agregasi atribut-atribut yang menjadi ukuran (measure). Atribut baru dikonstruksi untuk menampung ukuran berupa jumlah hotspot hasil agregasi. Fungsi agregat yang digunakan adalah fungsi sum untuk proses kemudian dilakukan penyesuaian struktur kubus data berdasarkan skema

(41)

Tabel 5 Nama dan deskripsi kubus data forestfire_spatialcube

Dimensi Deskripsi

Waktu

Waktu kejadian hotspot difoto oleh satelit. Data bulanan dari tahun 1997 sampai 2005 (NOAA) dan data bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 ( TERRA dan

AQUA)

Satelit Satelit yang digunakan untuk memotret citra (NOAA,AQUA,TERRA)

Pulau Terdiri dari 5 Pulau besar di Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Irian Jaya).

Lokasi Provinsi Provinsi titik hotspot berada (30 provinsi) Kabupaten Kabupaten titik hotspot berada (440

kabupaten)

Hotspot ID posisi titik hotspot

Database diolah menjadi kubus data dengan menggunakan tool Schema Workbench. Schema Workbench merupakan GUI utility yang digunakan untuk membuat file skema multidimensional pada Geomondrian dalam format XML.

Schema Workbench digunakan untuk memetakan kubus, dimensi, dan ukuran pada database PostgreSQL. Format XML digunakan untuk mengolah metadata

(informasi tentang data) yang menggambarkan struktur dan maksud data yang terdapat dalam dokumen XML, bukan menggambarkan format tampilan data tersebut. Struktur format XML hasil pemetaan kubus data forestfire_spatialcube

dengan Schema Workbench.

4.5 Pembuatan Data Warehouse

(42)

Gambar 5 Arsitektur spatio-temporal data warehouse.

1. Lapisan bawah

Lapisan bawah merupakan tempat pengolahan sumber data warehouse,

sekaligus sebagai data source pada Geoserver dalam melakukan query layer. Dalam penelitian ini digunakan Database Management System (DBMS) PostgreSQL dengan libraryPostGIS untuk mengelola data spasial dan nonspasial menjadi sebuah kubus data.

2. Lapisan Tengah

Lapisan ini terdiri atas spatial OLAP (SOLAP) server dan web map server. Penelitian ini menggunakan Geomondrian sebagai spatial OLAP server yang berfungsi menyimpan struktur kubus data dalam bentuk multidimensi dan

(43)

3. Lapisan Atas

Lapisan atas merupakan lapisan untuk end-user berupa hasil query yang dapat menampilkan informasi ataupun ringkasan. Query yang diuji pada Spatial OLAP (SOLAP) berupa query dalam bentuk fungsi MDX yang dapat digunakan sebagai model multidimensi. Informasi disajikan dalam bentuk tabel pivot dan grafik menggunakan Jpivot. Hasil query MDX memiliki kemungkinan dapat disinkronisasikan dengan tampilan peta yang disajikan menggunakan library Open Layers ataupun GeoExt. Namun, pada penelitian ini, sinkronisasi hasil

query dengan tampilan peta tersebut belum berhasil dilakukan. Hal ini disebabkan karena tool Geomondrian yang belum stabil dan belum mampu melakukan konfigurasi fungsi yang dapat menyinkronisasikan Jpivot dengan library OpenLayers ataupun GeoExt. Meskipun demikian, penelitian ini sudah dapat menampilkan peta ke dalam sistem Geomondrian. Bentuk visualisasi peta yang telah diintegrasikan ke dalam sistem ini menggunakan query yang berbeda (tidak menggunakan MDX query pada peta), yakni menggunakan filter berupa CQL

(Common Query Language). Query tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi yang diinginkan pada peta dan dapat menyeleksi pula letak

hotspot pada waktu tertentu pada wilayah tersebut. 4.6 Pembuatan Peta

Peta yang hendak dibuat, merupakan suatu bentuk penyajian data yang merupakan hasil representasi dari layer-layer pada suatu web map server. Layer-layer ini dapat berupa point, line, polygon ataupun multipolygon. Pembuatan layer pada web map server ini dibuat berdasarkan query sql yang diberikan di dalam

(44)

Gambar 6 Arsitektur Geoserver (Web Map Server).

Layer-layer ini akan dipanggil pada saat sistem secara keseluruhan dieksekusi atau di jalankan pada level user interface atau client. Tahapan pembuatan suatu layer pada web map server(Geoserver) ini meliputi :

1. Membuat workspace

Workspace ini dibuat sebagai ruang kerja dari layer-layer yang akan dibuat, sehingga workspace inilah yang nanti akan menampung layer-layer yang telah dibuat. Pada penelitian ini, workspace yang telah dibuat adalah workspace forestfire_indonesia yang telah dibuat di dalam Geoserver.

2. Membuat data store

Data store ini merupakan ruang konfigurasi dalam Geoserver yang menghubungkannya dengan database relasional, yakni PostgreSQL dengan

ekstensi PostGIS. Data store yang telah dibuat dalam Geoserver pada penelitian ini adalah ds_forestfire.

3. Membuat layer pada Geoserver

Penelitian ini menggunakan Geoserver versi 2.1.0. Pada Geoserver versi ini sudah dapat dilakukan query sql biasa maupun geometri dalam menyeleksi suatu data berdasarkan atribut yang diinginkan pada database relasional (PostgreSQL/PostGIS) untuk menghasilkan suatu layer dalam web map server

(45)

nama layer, memilih nilai sistem koordinat, bounds peta dan memilih default style. Layer-layer yang terbentuk dari hasil query ini kemudian dikonversi oleh layanan-layanan yang terdapat pada Geoserver menjadi suatu file dengan format

XML. File XML inilah yang ketika dilakukan parsing akan menghasilkan URL

dengan halaman web yang berupa suatu penyajian data dalam bentuk peta. Penelitian ini membangun layer –layer dalam Geoserver yang terdiri atas layer hotspot satelit NOAA, TERRA dan AQUA, satu layer hotspot_indo untuk seluruh

hotspot yang digabungkan, kemudian dua layer peta indonesia yang berdasarkan provinsi (layer indo_prov) dan kabupaten (layer indo_kab).

4. Menyesuaikan style peta

Untuk menghasilkan suatu layer peta, diperlukan suatu style dari layer yang sesuai dengan tipe layer tersebut (point, line, polygon atau multipolygon).

Geoserver telah menyediakan default style yang terdapat dalam librarynya dalam bentuk format SLD (Styled Layer Descriptor). File SLD ini merupakan suatu dokumen berisi syntax XML yang berfungsi mengatur tampilan peta, file-file ini dapat diakses pada menu Style dalam Geoserver. File .sld ini dapat disesuaikan menjadi suatu style yang diinginkan sesuai dengan tipe layer yang dipilih. Style

inilah yang disesuaikan dan digunakan, sehingga sistem ini dapat melihat pola persebaran hotspot, serta melihat perbedaan batas wilayah pada suatu daerah di Indonesia secara jelas. Contoh file .sld yang dibuat dalam Geoserver untuk menghasilkan style suatu layer.

5. Melihat hasil peta

Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan untuk melihat hasil dari layer-layer

yang telah dihasilkan berdasarkan query dan telah dilakukan penyesuaian terhadap

style sesuai tipe layernya. Pada Geoserver untuk melihat peta sesuai layer yang telah dibuat, dapat mengakses menu Layer Preview. Namun menu ini diakses pada Geoserver, sedangkan untuk melakukan pemanggilan terhadap layer yang telah dibuat ke dalam sistem, digunakan suatu library OpenLayers atau GeoExt. Gambar 7 di bawah ini merupakan contoh tampilan peta dan query pada

(46)

Gambar 7 Tampilan peta dan query pada Geoserver.

Pada gambar diatas menunjukan tampilan peta disertai data hotspot tahun 2009 sesuai query yang diberikan.

4.7 Uji Query

Uji query yang pertama dilakukan untuk menguji spatio-temporal data warehouse apakah telah sesuai dengan kebutuhan dan memeriksa apakah operasi dasar OLAP berhasil diimplementasikan untuk data spasial. Query yang digunakan untuk menguji sistem ini adalah query dalam bentuk fungsi MDX. Fungsi MDX mendukung query untuk objek multidimensional dan menjalankan perintah-perintah yang mampu menghasilkan dan memanipulasi data dari objek tersebut. Pada penelitian ini, MDX yang digunakan mampu mendukung query

biasa dan query spasial. Uji query yang kedua dilakukan untuk menyeleksi wilayah atau lokasi pada peta dan hotspot pada waktu tertentu. Query ini merupakan filter yang berupa CQL (Common Query Language) dalam Geoserver.

1. Query biasa

Struktur query ini mirip dengan query database relasional, Structured Query Language (SQL). Query ini mendukung operasi dengan konsep model data logika. Ilustrasi query yang diujikan adalah sebagai berikut:

Select

(47)

{[Satelit].[Semua Satelit]} ON rows from forestfire_spatialcube

where [Waktu].[2002]

Query tersebut menampilkan jumlah hotspot dari semua satelit pada tahun 2002. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Hasil QueryMDX biasa. 2. Query spasial

Query ini mendukung model data spasial Open Geodata Interchange Standard (OGIS). Model data OGIS mampu menangani bentuk geometri seperti

point, polygon, curve dan tipe lainnya, serta mampu mengeksekusi operasi query

spasial seperti ST_Within, ST_Area, ST_Contains, dan operasi lainnya. Ilustrasi

query spasial yang diujikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: SELECT {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS,

ST_GeomFromText("POINT ((139.16 -3.27))") )

) ON ROWS

(48)

WHERE [Waktu].[1997]

Query tersebut menghasilkan jumlah hotspot pada koordinat point yang didefinisikan. Ilustrasi tampilan hasil query dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Hasil query MDX spasial. 3. CQL (Common Query Language)

Query ini merupakan filter yang digunakan untuk menyeleksi suatu layer yang telah dibuat dan terdapat dalam Geoserver. Layer tersebut dapat berupa polygon, line maupun point yang dibangun dari query sql biasa maupun geometrik pada

database relasional (PostgreSQL-PostGIS). Ilustrasi CQL (Common Query Language) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Gambar 10).

(49)

Gambar 10 CQL pada GeoExt.

Query tersebut menyeleksi hotspot yang terdapat pada wilayah Kalimantan, Kabupaten Bengkayang di bulan mei tahun 2005, hasilnya terdapat 12 hotspot

pada wilayah dan waktu tersebut.

4.8 Integrasi SOLAP (Spatial Online Analitical Processing)

Spatio-temporal data warehouse yang telah dibuat diimplementasikan ke dalam bentuk spatial OLAP. Di dalam spatial OLAP, database, kubus data, dan dimensi yang akan ditampilkan sesuai kebutuhan dapat ditentukan. Aplikasi ini dilengkapi dengan visualisasi tabel pivot yang memudahkan dalam menganalisis. Salah satu informasi yang dapat diambil dari tampilan spatial OLAP adalah melihat jumlah hotspot yang terjadi di Indonesia mulai dari tahun 2001 hingga 2009. Tampilan tabel pivot untuk operasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Tabel pivot spatialOLAP.

Gambar 11 menunjukkan bahwa hotspot dari satelit TERRA dan AQUA

khususnya wilayah Kalimantan pada semua tahun (2000-2009) memiliki jumlah

(50)

juga persebaran hotspot tiap provinsi dan kabupaten pada setiap tahunnya. Pola persebaran hotspot di Pulau Kalimantan merupakan wilayah dengan tingkat persebaran hotspot terbanyak. Detail persebaran hotspot pada pulau kalimantan ini dapat dilihat pada visualisasi dalam bentuk grafik. Tampilan grafik pola persebaran hotspot di pulau Kalimantan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Grafik persebaran hotspot di Kalimantan.

Selain tampilan OLAP, persebaran hotspot bisa dilihat pada aplikasi

geoserver tersebut. Spatial OLAP yang dibuat dalam penelitian ini telah mampu menampilkan ukuran geometrik dalam tabel pivot. Tampilan tabel pivot yang menampilkan ukuran geometrik dapat dilihat pada Gambar 13.

(51)

4.9 Desain Antarmuka Aplikasi

Aplikasi spatial OLAP yang berbasis web dilengkapi dengan antarmuka yang menyediakan informasi lain mengenai kebakaran hutan. Aplikasi ini dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman JSP (Java Server Pages). Desain antarmuka dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.10 Operasional aplikasi SOLAP

Eksplorasi data dilakukan dengan menggunakan operasi OLAP pada

Geomondrian dan modul yang terdapat dalam aplikasi pemetaan layer hasil pengolahan Geoserver, guna menghasilkan beberapa informasi yang diinginkan. Pada Geomondrian, terdapat beberapa operasi OLAP dapat digunakan pada dalam proses analisis hasil, seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot. Contoh-contoh operasi OLAP yang dapat dijalankan dalam aplikasi ini meliputi :

1. Roll up

Operasi roll up ditampilkan dengan menaikkan hierarki dimensi waktu. Hierarki dimensi waktu terdiri atas tiga level yaitu tahun, kuartil, dan bulan. Operasi roll up dapat dilakukan dengan melihat jumlah hotspot per bulan kemudian me-roll up menjadi level kuartil dan level tahun secara keseluruhan. Operasi roll up bisa dilihat dalam Lampiran 7.

2. Drill down

Operasi drill down merupakan kebalikan dari operasi roll up. Operasi ini dilakukan dengan menurunkan hierarki dari hierarki teratas misalkan provinsi (polygon) menjadi hierarki dasar hotspot (point). Operasi ini dilakukan untuk melihat posisi hotspot yang terjadi. Operasi drill down dapat dilihat dalam Lampiran 8.

3. Slice

(52)

4. Dice

Operasi dice dilakukan dengan memilih dua dimensi, misalkan memilih dimensi waktu (Tahun 2000 dan 2001) dan dimensi satelit (NOAA 12 dan

NOAA 14). Aplikasi akan menampilkan jumlah hotspot tiap satelit pada setiap tahun. Operasi dice dapat dilihat dalam Lampiran 10.

5. Operasi pivot

Operasi pivot dilakukan dengan mempertukarkan axis dimensi. Misalkan

axis-x (dimensi satelit) diubah menjadi dimensi waktu dan axis-y (dimensi waktu) diubah menjadi dimensi satelit. Operasi ini menukarkan posisi antar dimensi, sehingga berguna untuk menampilkan tabel dengan sudut pandang yang berbeda. Kemudian pada aplikasi pemetaan terdapat pula beberapa operasi yang digunakan dalam proses analisis hasil, seperti modul measure atau pengukuran yang dapat digunakan untuk menghitung jarak antar hotspot, serta dapat mengukur luasan suatu wilayah tertentu.

4.11 Evaluasi Sistem

Pada tahap evaluasi ini, sistem SOLAP ditampilkan secara online kepada masyarakat pengguna data hotspot. Untuk memberikan penilaian dan saran terhadap sistem yang sudah dibuat, penilaian dan saran ini diberikan melalui kuesioner sederhana. Rekapitulasi kuesioner dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6 Rekapitulasi kuesiner pengguna data hotspot

Tujuan evaluasi ini adalah untuk memperoleh masukan dari pengguna data hotspot dan mengetahui sejauh mana penilaian antara sistem yang baru

NO

SS S TS STS Jumlah SS S TS STS Jumlah

1 Tampilan halaman awal pada sistem lama sudah cukup mewakili 0 2 9 0 11 0,00 18,18 81,82 0,00 100 % 2 Tampilan halaman awal pada sistem baru sudah cukup mewakili 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 3 Sistem baru lebih mudah mengakses data hotspot 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 4 Kelengkapan fungsi sistem, sistem yang baru lebih lengkap 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 5 Sistem baru mempunyai jumlah data yang lebih banyak 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 6 Sistem baru bisa membantu dalam sebuah DSS (Decision Support System) 2 9 0 0 11 18,18 81,82 0,00 0,00 100 % 7 Sistem baru memberikan informasi yang lebih daripada sistem lama 11 0 0 0 11 100,00 0,00 0,00 0,00 100 % 8 Backup data pada sistem lebih bagus daripada sistem lama 7 2 2 0 11 63,64 18,18 18,18 0,00 100 % 9 Secara operasional, sistem lama dan baru mudah dijalankan 3 8 0 0 11 27,27 72,73 0,00 0,00 100 % 10 Apakah perlu perbaikan lagi pada sistem baru dan sistem lama 4 7 0 0 11 36,36 63,64 0,00 0,00 100 %

Pertanyaan

HASIL KUESIONER

(53)

dengan sistem yang lama (www.indofire.com). Penjelasan rekapitulasi dari kuesioner tersebut antara lain :

1. Tampilan halaman awal (antar muka sistem) pada sistem persebaran

hotspot baru lebih disetujui oleh para responden. Hasil ini berdasarkan responden yang memilih tampilan awal sistem baru sebanyak 100%. Ini artinya, pengguna hotspot lebih menyukai tampilan awal sistem baru daripada sistem yang lama (www.indofire.com).

2. Dalam hal mengakses data hotspot, semua responden memilih sangat setuju bahwa sistem yang baru lebih mudah dibandingkan dengan sistem yang lama.

3. Untuk kelengkapan fungsi sistem, semua responden menyatakan sangat setuju bahwa sistem yang baru lebih mewakili dalam hal kelengkapan sistemnya.

4. Mengenai jumlah data yang diakses, para responden lebih memilih sistem yang baru, ini terlihat dari semua responden yang menyatakan sangat setuju terhadap sistem yang baru.

5. Dalam mendukung pengambil keputusan, sistem baru lebih mendukung dari pada sistem yang lama. Ini terlihat dari 81,82 % responden yang menyatakan hal tersebut.

6. Sistem yang baru lebih memberikan informasi dari pada sistem yang lama. Ini terlihat dari semua responden yang menyatakan hal tersebut. 7. Dalam rangka penyimpanan data, sistem baru lebih mewakili dari

pada sistem lama. Ini terlihat dari 63,64 % yang menyatakan setuju dan 18,18 % menyatakan sangat setuju. Untuk lebih jelas mengenai perbandingan ini bisa dilihat pada Lampiran 11.

(54)
(55)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengembangan Spatial OLAP berbasis web yang dibuat dengan framework Geomondrian dan Geoserver, lebih memberikan informasi lebih penting daripada peta persebaran hotspot yang sudah ada saat ini (www.indofire.com). Penambahan data satelit TERRA, AQUA dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 mampu menampilkan penyajian data yang lebih banyak dan bisa melengkapi bagi sistem yang lama. Aplikasi SOLAP ini sudah menjadi produk penelitian dan dipasang pada hardware serta ditayangkan kepada masyarakat luas secara online dan gratis (http://203.148.84.202:8080/hotspotlapan/testpage.jsp?query=forestfire_spatialc ube). Dari hasil evaluasi sistem, secara umum sistem persebaran hotspot yang baru menunjukan hasil yang positif. Para responden secara umum memilih sistem persebaran hotspot yang baru daripada sistem persebaran hotspot yang lama. Ini terlihat dari hasil kuesioner dan komentar-komentar para responden.

Aplikasi SOLAP dapat menangani query biasa maupun query spasial dengan fungsi MultiDimensional eXpression (MDX) pada Geomondrian dan filter

Common Query Language (CQL) pada Geoserver. Aplikasi ini telah terintegrasi dengan hadirnya suatu penyajian data dalam bentuk peta. Selain itu, aplikasi

SOLAP ini berhasil diakses dari client. Namun, tabel Jpivot dalam aplikasi ini belum dapat disinkronisasikan dengan library yang digunakan untuk menampilkan peta, yakni Open Layers ataupun GeoExt.

Spatial OLAP yang dibuat dengan Geomondrian mampu melakukan operasi

OLAP seperti roll up, drill down, slice, dice, dan pivot, sehingga dapat membantu menganalisis data secara interaktif. Fasilitas menu yang disediakan oleh

(56)

5.2 Saran

Spatio-temporal data warehouse dan aplikasi spatial OLAP yang dibangun masih memiliki banyak kekurangan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Berikut merupakan penelitian lanjutan yang dapat dilakukan berkaitan dengan model Spatio-Temporal Data Warehouse :

1. Belum adanya sinkronisasi antara tabel Jpivot dengan Library OpenLayers

ataupun GeoExt. Sehingga petapun tidak sinkron (masih terpisah) dengan tabel mondriannya.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

[Seaspace] TerraScan System. Modis RGB Image processed with TerraScan. USA; 2004.

Bédard T., Dubé E. 2009. Geospatial BI with FOSS : An Introduction to Geomondrian and Spatialytics. Di Dalam : FOSS4G 2009 workshop . Sydney, 20-23 Oktober 2009.

Bimonte S., Wehrle P., Tchouikine A., Miquel M. 2006. GeWOlap: A Web Based Spatial OLAP Proposal. Proceeding of Second International Workshop on Semantic-based Geographical Information System (ScBGIS’06). hal 1-11 Budiawan. 2010. Aplikasi GIS Berbasis Web Menggunakan Geoserver pada

Sistem Informasi Trafo Gardu Induk di PLN Surabaya. [skripsi]. Surabaya: Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Charter, Denny 2004. Desain dan Applikasi GIS, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Clar CD, Chatten LR. 1954. Principles of Forest Fire Management Department of Natural Resources Division of Forestry. California. hlm 200.

Fadli. 2011. Data Warehouse Spatio-Temporal Kebakaran Hutan Menggunakan Geomondrian dan Geoserver. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ilmu Komputer. Institut Pertanian Bogor.

Han J, Kamber M. 2006. Data Mining: Concept and Techniques. San Francisco: Morgan Kaufman Publisher.

Kimball, R. 1996. The Data Warehousing Toolkit, John Wiley, New York.

(58)

Malinowski E,Esteban Zim´anyi. 2008. Advanced Data Warehouse Design From Conventional to Spatial and Temporal Applications. Berlin Heidelberg : Springer-Verlag.

Mark O. 2003. Web Services Security. California. Mc.Graw-Hill.Inc.

Prahasta E. 2002. Sistem InformasiGeografis : Konsep-konsep Dasar. Bandung : Informatika.

Ratnasari E. 2000. Pemantauan Kebakaran Hutan dengan Menggunakan Data Citra NOAA-AVHRR dan Citra Landsat TM: Studi Kasus di Daerah

Kalimantan Timur. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Shanks, G., O’Donnell, P. and Arnott, D. (1997) Data Warehousing: A Preliminary Field Study, Proc.8th Australasian Conference on Information Systems, University of South Australia, Adelaide,(September).

Suwarsono et al. 2008. Analisis Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2006 Menggunakan Data Satelit

Penginderaan Jauh TERRA/AQUA MODIS. Prosiding Pertemuan Masyarakat Penginderaan Jauh; Bali, 27 – 28 Febuari 2008. hlm 513-518.

Tacconi. 2003. Fires in Indonesia. Causes, Costs and Policy Implications. Center for International Forestry. Bogor.

Thoha, 2008. Penggunaan Data Hotspot untuk Monitoring Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia. [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

(59)
(60)

Lampiran 1 Proses install apache tomcat

1. Proses awal install apache tomcat

2. Proses lisensi apache tomcat

(61)

Lampiran 1 Lanjutan

4. Pemilihan port apache tomcat

Lampiran 2 Proses install posgreSQL

1. Proses awal install posgreSQL

(62)

Lampiran 2 Lanjutan

3. Penempatan direktori data

(63)

Lampiran 3 Proses install postgis

1 Proses persetujuan lisensi postGIS

(64)

Lampiran 3 Lanjutan

3. Proses penempatan direktori postGIS

(65)

Lampiran 4 Proses install Quantum GIS

1. Proses awal install Quantum GIS

(66)

Lampiran 4 Lanjutan

3. Proses pemilihan komponen Quantum GIS

(67)

Lampiran 4 Lanjutan

5. Proses ekstrak file Quantum GIS

(68)

Lampiran 5 Proses pemuatan data 1. Import shp to posgreSQL

(69)

Lampiran 5 Lanjutan

3. Proses import data hotspot

(70)

Lampiran 5 Lanjutan

5. Join data hotspot dengan peta Indonesia

(71)

Lampiran 5 Lanjutan

7. Melihat data hotspot dengan format csv

(72)

Lampiran 5 Lanjutan

9. Penggantian id hotspot yang baru

(73)

Lampiran 6 Desain antar muka aplikasi

(74)

Lampiran 8 Operasi drill down pada aplikasi OLAP.

(75)

Lampiran 10 Operasi dice pada aplikasi OLAP

Lampiran 11 Perbandingan responden dalam hal penyimpanan data

Catatan: Sebanyak 63,64 persen responden menyatakan sangat setuju, 18,18 menyatakan setuju dan 18,18 responden menyatakan tidak setuju.

63,64 18,18

18,18

SS

S

TS

(76)

Lampiran 12 Perbandingan responden mengenai perbaikan sistem lama dan baru

Catatan : Sebanyak 63,64 persen responden menyatakan setuju dan 36,36 persen menyatakan sangat setuju.

36,36

63,64

SS

S

TS

Gambar

Tabel 2 Karakteristik Satelit AQUA (Seaspace 2004)
Gambar 2 Ilustrasi Skema Snowflake (Fadli 2011).
Gambar 3 Tahapan Pengembangan Data Warehouse.
Gambar 4 Skema Snowflake pada Schema Workbench.
+7

Referensi

Dokumen terkait

terdiri dari apa sajakah empat sehat lima sempurna itu.. apakah tanda

Dalam berbagai dataran dialog dari apa yang telah dijelaskan diatas, saya menganalisis bahwa bentuk aplikasi dari dialog antar umat beragama dalam Masjid Baitul

1) Menentukan pembelajaran, yang diberikan oleh guru masing-masing kelas. Materi pelajaran disusun berdasarkan buku KTSP dan buku LKS sesuai dengan yang diinstruksikan

Lebih lanjut Departemen Kehutanan menegaskan bahwa sampai tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta

Faktor penghambat hasil belajar dikelompokkan menjadi faktor dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor dari luar (eksternal). Permasalahan yang dikaji dalam

e) require all commercial air transport operations to be conducted under State authority and in accord- ance with any conditions the State may consider applicable in the interests

Women’s Political Participation in Indonesia: Decentralisation, Money Politics and Collective Memory in Bali, dalam Journal of Current Southeast Asian Affairs, 31,

Penelitian ini berbentuk siklus (cycle), setiap siklusnya terdiri dari empat kegiatan pokok yaitu (1) perencanaan (plan), (2) pelaksanaan (act), (3) pengawasan (observe), dan