• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

1.4 Manfaat Penelitian

Pengembangan yang dibuat dalam penelitian ini diharapkan bisa mendapatkan manfaat diantaranya :

1. Mendapatkan informasi persebaran hotspot yang lebih banyak ( tidak hanya dari satelit NOAA saja).

2. Mendapatkan informasi persebaran hotspot melalui online dan gratis. 3. Mengetahui kelayakan sistem persebaran hotspot untuk dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki dampak negatif yang cukup dahsyat. Dampak kebakaran hutan diantaranya menimbulkan asap yang mengganggu aktifitas kehidupan manusia, antara lain mewabahnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada masyarakat, dan menganggu sistem transportasi yang berdampak sampai ke negara tetangga. Dampak yang paling besar adalah timbulnya kerusakan ekosistem lingkungan pada hutan tersebut, serta mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas hutan yang pada akhirnya akan menimbulkan banyak kerugian. Hutan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, sehingga hutan perlu diselamatkan dari bahaya kebakaran. Sejauh ini, pengelolaan kebakaran hutan hanya sebatas pencegahan dan penanggulangannya saja (Suwarsono et al. 2008). Dalam upaya pencegahan kebakaran hutan, ada yang perlu dikenali sebagai unsur penyebabnya yaitu panas, bahan bakar dan oksigen (Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001). Karena kebakaran hutan terjadi bila ketiga unsur di atas saling bertemu. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka kebakaran hutan tidak akan terjadi. Beberapa unsur itu terdiri dari :

2.1.1 Panas

Panas merupakan suatu keadaan yang bersuhu relatif tinggi. Dalam peristiwa kebakaran hutan, unsur ini sangat berperan terutama pada musim kemarau yang terjadi setiap tahun. Dengan kondisi demikian, maka kemungkinan terjadinya kebakaran hutan menjadi lebih besar ketika unsur ini bertemu dengan unsur lainnya, yaitu bahan bakar dan oksigen. Hal yang terkait erat dengan panas adalah sumber api. Secara umum, sumber api yang mengakibatkan kebakaran hutan bersumber dari manusia, sedangkan sisanya bersumber dari faktor lainnya (Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001). Sumber api yang berasal dari manusia, baik yang secara sengaja membersihkan lahan perkebunannya dengan menggunakan jasa api, maupun aktifitas

lain yang tidak disengaja seperti api dari kareta api, pekerja hutan, pengunjung objek wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang.

2.1.2 Bahan Bakar

Bahan bakar merupakan unsur paling dominan yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, bahan bakar yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran adalah serasah hutan (Hamilton dan King, 1982 dalam Yudasworo, 2001). Serasah hutan adalah tumpukan daun-daun kering, ranting-ranting, dan sisa-sisa vegetasi lainnya yang ada di atas lantai hutan. Tebal dan tipisnya serasah hutan berpengaruh pada besar dan kecilnya kebakaran hutan yang terjadi. Kebakaran hutan besar disebabkan karena terjadi pada lokasi yang bergambut atau pada areal dengan serasah hutan yang tebal di bekas tebangan. Ketebalan serasah hutan pada setiap tipe hutan berbeda-beda. Pada hutan primer, serasah di lantai hutan tipe ini tipis. Pada hutan ini juga, tutupan tajuk mendekati seratus persen, sehingga sinar matahari hampir tidak sampai menyinari lantai hutan, menyebabkan tingkat kelembaban tinggi dan suhu menjadi rendah. Karena kondisi seperti ini, pada hutan ini jarang terjadi kebakaran hutan. Pada hutan gambut, bahan yang menyebabkan terjadinya kebakaran adalah gambut itu sendiri, yang terletak di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau yang panjang, lapisan gambut yang tebalnya dapat mencapai puluhan sentimeter menjadi kering dan mudah terbakar. Karena api merambat di bawah permukaan tanah, kebakaran yang terjadi pada tipe hutan ini akan susah dipadamkan.

Pada areal bekas tebangan, serasah hutan menumpuk sangat tebal. Hal ini disebabkan, dari setiap batang pohon yang ditebang, hanya batang sedang hingga cabang besar pertama yang diambil. Selebihnya termasuk cabang-cabang yang kecil, ranting-ranting dan daun-daun ditinggal di dalam hutan. Disamping itu, setiap pohon besar yang ditebang akan menimpa dan menumbangkan pohon-pohon

kecil di sekitarnya, yang akan mengakibatkan penumpukan serasah hutan yang sangat tebal. Dengan kondisi seperti ini, kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau panjang akan susah untuk dipadamkan. Pada areal tanaman yang penutupan tajuknya belum mencapai seratus persen, terdapat bahan yang mudah terbakar berupa alang-alang dan semak belukar lainnya. Resiko terjadinya kebakaran hutan di areal ini cukup tinggi, karena suhu di lantai hutan ini mudah naik. Pada padang alang-alang dan semak belukar, serasah di areal ini mudah terbakar sekalipun bukan pada musim kemarau panjang. Tetapi karena bahan bakarnya tidak banyak, kebakaran yang terjadi tidak terlalu besar.

2.1.3 Oksigen

Oksigen adalah zat ringan yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Keberadaannya sangat melimpah di alam semesta, dan diperlukan untuk segala macam kehidupan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, oksigen berperan dalam mendukung proses pembakaran (Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001). Hal ini terjadi apabila nyala api mendapatkan pasokan oksigen yang cukup, maka nyala api akan menjadi lama dan besar. Sebaliknya apabila nyala api tidak memperoleh jumlah kadar oksigen yang mencukupi, maka api akan padam. Untuk itu, prinsip yang biasa dilakukan dalam upaya pemadaman adalah dengan mengisolasi oksigen dari nyala api.

2.2 Hotspot (Titik Api)

Hotspot (titik api) adalah letak suatu titik yang ada dipermukaan bumi, dimana titik itu diindikasikan sebagai titik panas yang terdeteksi oleh sensor satelit (Ratnasari, 2000 dalam Thoha, 2008). Ada beberapa satelit yang bisa mendeteksi hotspot (titik api) diantaranya satelit TERRA, AQUA dan NOAA.

Satelit TERRA diluncurkan pada bulan Desember 1999. Satelit ini melewati Indonesia 4 kali dalam sehari, 2 kali siang dan 2 kali malam. Dalam misinya Satelit TERRA membawa sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor

MODIS sebanyak 36 bands (36 interval panjang gelombang), mulai dari 0,405 sampai 14,385 µm (1 µ m = 1/1.000.000 meter). Bands yang dipakai untuk mendeteksi hotspot antara lain band 1, 3 dan 4 (Seaspace 2004). Data terkirim dari satelit dengan kecepatan 11 Megabytes setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bits. Tabel 1 di bawah ini merupakan karakateristik satelit TERRA.

Tabel 1 Karakteristik Satelit TERRA (Seaspace 2004)

Sistem TERRA

Orbit 705 km, 98.2o, sun-synchronous

Sensor MODIS

Swath Width 60 km

Off-track viewing ± 8.5o SWIR dan ± 24o VWIR

Revisit Time 5 hari

Band-band Spektral (µm) VNIR 0, 056 (1), 0.66 (2), 0.81(3)

SWIR 0.165(1), 2.17 (2), 2.21 (3), 2.26 (4), 2.33 (5), 2.40(6). TIR 8.3 (1), 8.65 (2), 9.10 (3), 10.6(4), 11.3(5) Ukuran Piksel Lapangan

(Resolusi spasial)

15m (VNIR), 30 m (SWIR), 90 m(TIR)

Arsip data www.saa.noaa.gov

Satelit AQUA diluncurkan tanggal 4 Mei 2002, satelit ini sering disebut sebagai satelit EOS PM-i (Earth Observing System). Satelit AQUA ini membawa 6 sensor, salah satunya adalah sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Tabel 2 di bawah ini merupakan karakteristik satelit AQUA.

Tabel 2 Karakteristik Satelit AQUA (Seaspace 2004)

Sistem AQUA

Orbit 705 km, 10:30 a.m. descending node

(Terra) or 1:30 p.m.ascending node (Aqua), sun-synchronous, near-polar, circular

Scan Rate 20.3 rpm, cross track

Swath Dimensions 2330 km (cross track) by 10 km

(alongtrack at nadir)

Telescope 17.78 cmdiam. off-axis, afocal

(collimated), with intermediate field Stop Size 1.0x1.6x1.0m Weight 228.7kg Power 162.5 W Data Rate 10.6Mbps Quantization 12 bits

Spatial Resolution 250 m (bands 1-2), 500 m (bands 3-7), 1000 m (bands 8-36)

Satelit NOAA merupakan satelit meterologi generasi ketiga milik ”National

Oceanic and Atmospheric Administration” (NOAA) Amerika Serikat. Munculnya

satelit ini untuk menggantikan generasi satelit sebelumnya, seperti seri TIROS

(Television and Infra Red Observation Sattelite, tahun 1960-1965) dan seri IOS

(Infra Red Observation Sattelite, tahun 1970-1976). Konfigurasi satelit NOAA

adalah pada ketinggian orbit 833-870 km, inklinasi sekitar 98,7°– 98,9°, mempunyai kemampuan mengindera suatu daerah 2 x dalam 24 jam (Seaspace 2004). Satelit NOAA membawa beberapa sensor salah satu diantaranya adalah sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer). Tabel 3 di bawah ini merupakan karakteristik umum dari satelit NOAA.

Tabel 3 Karakteristik Satelit NOAA (Seaspace 2004)

Sistem Satelit

Orbit 850 km, 98.8o, sun-synchronous

Sensor AVHRR-3 (Advanced Very High

Resolution Radiometer)

Swath Width 2800 km (FOV=110o)

Off-track viewing Tidak tersedia

Revisit Time 2-14 kali tiap hari, tergantung pada

lintang

Band-band Spektral (µm) 0.58-0.68 (1), 0.73-1.10 (2), 3.55-3.93

(3),10.3-11.3 (4), 11.4-12.4 (5) Ukuran Piksel Lapangan (Resolusi

spasial)

1 km (pada nadir) 6 km (pada limb)

Arsip data www.saa.noaa.gov

2.3 Spatio-Temporal Data Warehouse

Spatio-Temporal dalam kamus Bahasa Inggris dapat diartikan sebagai hubungan antara ruang dan waktu secara bersama (keduanya memiliki ektensi temporal dan durasi waktu). Analisis Spatio-Temporal adalah analisis berdasarkan suatu wilayah dan berdasarkan kurun waktu tertentu. Spatial data warehouse

adalah suatu koleksi data, baik data spasial maupun data nonspasial yang digunakan pada spatial data mining. Ada empat karakteristik data warehouse

menurut (Han dan Kamber 2006) yaitu:

1 Berorientasi subjek, terorganisasi pada subjek utama sesuai topik bisnis atau berdasarkan subjek dari organisasi.

2 Terintegrasi, data dibangun dengan mengintegrasikan berbagai sumber data. 3 Time variant, dimensi waktu secara eksplisit termasuk dalam data, jadi model

dan perubahannya dapat diketahui setiap saat.

4 Non-volatile, data terpisah dari basis data operasional sehingga hanya memerlukan pemuatan dan akses data tanpa mengubah data sumber.

2.4 Arsitektur Spatial OLAP

Dalam pembuatan ataupun pengembangan spatial OLAP ada beberapa komponen penting yang didesain berdasarkan arsitek yang dikembangkan oleh (Bimonte et al. 2006). Arsitektur sistem spatial OLAP ini terdiri atas database

spasial, SOLAP server, dan SOLAP client. Ketiga komponen ini tergabung kedalam struktur multidimensional pada database spasial. Database spasial menyimpan geometri yang diasosiasikan dengan dimensi dan ukuran data. SOLAP server menangani database spasial dalam bentuk multidimensional dan komputasi numerik untuk penentuan nilai yang merupakan asosiasi atau relasional antar dimensi atau parameter yang memungkinkan untuk dilakukan. SOLAP client

dapat didefinisikan sebagai suatu perangkat lunak yang menyediakan navigasi dengan database spasial dan beberapa tingkatan informasi model tampilan peta, tabel, diagram, dan sinkronisasi antardata (Bédard 2009).

2.5 Arsitektur Web GIS (Geographic Information System)

Geographic Information System (GIS) merupakan sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografi. GIS memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasi-operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisis data (Prahasta 2002). Aplikasi GIS saat ini tumbuh tidak hanya secara jumlah aplikasi namun juga bertambah dari jenis keragaman aplikasinya. Pengembangan aplikasi

GIS kedepannya mengarah kepada applikasi berbasis Web yang dikenal dengan

Web GIS. Hal ini disebabkan karena pengembangan aplikasi di lingkungan jaringan telah menunjukan potensi yang besar dalam kaitannya dengan geo

informasi. Sebagai contoh adalah adanya peta online sebuah kota dimana pengguna dapat dengan mudah mencari lokasi yang diinginkan secara online melalui jaringan intranet/internet tanpa mengenal batas geografi penggunanya. Secara umum Sistem Informasi Geografis dikembangkan berdasarkan pada prinsip input/masukan data, manajemen, analisis dan representasi data (Prahasta 2002). Untuk dapat melakukan komunikasi dengan komponen yang berbeda-beda di lingkungan web maka dibutuhkan sebuah Web Server. Karena standar dari geo

data berbeda beda dan sangat spesifik maka pengembangan arsitektur sistem mengikuti arsitektur ‘Client Server’. Secara umum arsitektur GIS bisa dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Arsitektur Web GIS (Charter 2004). 2.6 Metode Pengembangan Spatio-Temporal Data Warehouse

Metode pengembangan yang digunakan yaitu pendekatan desain skema (Kimball R.. 1996). Keunggulan dari metode ini terdapat pada permodelan dimensi saat user harus melakukan drill-down maupun roll-up. Selain metode diatas, dilakukan juga dengan metode pemuatan data dan evaluasi sistem pada

data warehouse yang sudah dibuat sebelumnya. Hal ini dipastikan cukup efisien dalam proses pengalian data berskala besar . Namun, untuk lebih terkomputerisasi dalam upaya penanganan terjadinya kesalahan diagnosis. Beberapa metode ini memberikan solusi hybrid antara proses normalisasi dan permodelan dimensi. Sehingga memberikan bentuk yang paling optimal sebagai desain yang cocok dengan kebutuhan (Shanks et al. 1997).

2.7 Web Service

Web service adalah suatu sistem perangkat lunak yang dirancang untuk mendukung interoperabilitas dan interaksi antara sistem pada suatu jaringan. Web service digunakan sebagai suatu fasilitas yang disediakan oleh suatu website untuk menyediakan layanan (dalam bentuk informasi) kepada sistem lain, sehingga sistem lain dapat berinteraksi dengan sistem tersebut melalui layanan-layanan yang disediakan oleh suatu sistem yang menyediakan web service (Mark 2003).

Web service menyimpan data informasi dalam format XML, sehingga data ini dapat diakses oleh sistem lain walaupun berbeda platform, sistem operasi, maupun bahasa compiler. Web service bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi antar pemrogram dan perusahaan, yang memungkinkan sebuah fungsi di dalam Web Service dapat dipinjam oleh aplikasi lain tanpa perlu mengetahui detail

pemrograman yang terdapat di dalamnya. Beberapa alasan mengapa digunakannya web service adalah sebagai berikut:

1. Web service dapat digunakan untuk mentransformasikan satu atau beberapa bisnis logic atau class dan objek yang terpisah dalam satu ruang lingkup yang menjadi satu, sehingga tingkat keamanan dapat ditangani dengan baik.

2. Web service memiliki kemudahan dalam proses pengembangannya, karena tidak memerlukan registrasi khusus ke dalam suatu sistem operasi. Web service cukup di-upload ke web server dan siap diakses oleh pihak-pihak yang telah diberikan otorisasi.

3. Web service berjalan di port 80 yang merupakan protokol standar HTTP, dengan demikian web service tidak memerlukan konfigurasi khusus di sisi

firewall. 2.8 Geoserver

Geoserver merupakan salah satu perangkat lunak open source yang dibangun menggunakan platform java, perangkat lunak ini memungkinkan pengguna untuk menampilkan dan memanipulasi data geospatial (Budiawan 2010). Geoserver dirancang untuk interoperability, yaitu menerbitkan data dari semua sumber data spasial. Sebagai project berbasis komunitas, geoserver

dikembangkan, diuji, dan didukung oleh berbagai kelompok individu dan organisasi dari seluruh dunia. Geoserver merupakan implementasi dari Open Geospatial Consortium (OGC), Web Feature Service (WFS) dan Web Coverage Service (WCS) standar, serta high performance Web Map Service (WMS).

2.9 OpenLayers

OpenLayers merupakan library Open Source tampilan peta, ditulis menggunakan JavaScript murni. Library yang menyediakan OpenLayers JavaScript API yang membuatnya mudah untuk memasukkan peta dari berbagai sumber ke dalam halaman web atau aplikasi. OpenLayers saat ini memiliki dukungan untuk OGC WMS layer, navigasi, ikon, dan lapisan seleksi (Mahardi 2010).

2.10 OLAP (On-line Analytical Processing)

On-line Analytical Processing (OLAP) adalah proses computer yang memungkinkan pengguna dapat dengan mudah dan selektif memilih dan melihat data dari sudut pandang yang berbeda (Han & Kamber 2006). Data pada OLAP

disimpan dalam database multidimensi. Jika database relasional terdiri atas dua dimensi, maka database multidimensi terdiri atas banyak dimensi yang dapat dipisahkan oleh OLAP menjadi beberapa subatribut. OLAP dapat digunakan untuk menemukan hubungan antara suatu item yang belum ditemukan. Di bawah ini merupakan operasi-operasi pada OLAP.

1. Roll up (drill-up) merupakan bagaimana cara meningkatkan tingkat hirarki atau mereduksi jumlah dimensi.

2. Drill down merupakan operasi kebalikan dari roll up. Operasi ini dapat merepresentasikan data secara lebih detail atau spesifik dari level tinggi ke level rendah.

3. Slice adalah proses pemilihan satu dimensi dari kubus data yang bersangkutan sehingga menghasilkan subcube.

4. Dice adalah proses mendefinisikan subcube dengan memilih dua dimensi atau lebih dari kubus data.

5. Pivot merupakan suatu kemampuan OLAP yang dapat melihat data dari berbagai sudut pandang (view point). Kita dapat mengatur sumbu pada kubus data sehingga memperoleh data yang diinginkan sesuai dengan sudut pandang analisis yang diperlukan.

2.11 Model Data Multidimensi

Model data multidimensi adalah model data yang digunakan pada data warehouse. Model data multidimensi bisa sangat berguna pada query yang komplek (Malinowski 2008). Model data multidimensi terdiri dari :

 Data dimensi

Data dimensi adalah entitas yang ingin disimpan oleh perusahaan (organisasi). Data dimensi akan berubah jika analisis kebutuhan pengguna berubah. Data dimensi mendefinisikan label yang membentuk isi laporan.

Setiap dimensi diulang untuk setiap kelompok. Atribut data dimensi diletakkan pada tabel dimensi. Tabel dimensi berukuran lebih kecil daripada tabel fakta dan berisi data bukan numerik yang berasosiasi dengan atribut dimensi.

 Data fakta

Data fakta adalah data utama dari data multidimensi yang merupakan kuantitas yang ingin diketahui dengan menganalisis hubungan antardimensi. Data fakta diekstrak dari berbagai sumber. Data fakta cenderung stabil dan tidak berubah seiring dengan waktu. Atribut data fakta diletakkan pada tabel fakta. Tabel fakta berukuran besar, memiliki jumlah baris sesuai dengan jumlah kombinasi nilai dimensi yang mungkin dan jumlah kolom sesuai dengan jumlah dimensi yang direpresentasikan. Tabel fakta berisi nama-nama fakta, ukuran, dan foreign key dari tabel dimensi yang berhubungan. Model data multidimensi dapat menampilkan data dalam bentuk kubus yang merupakan inti dari model ini dan dapat digambarkan dalam bentuk skema bintang, skema snowflake, dan skema galaksi (Han & Kamber 2006). Skema galaksi merupakan kumpulan dari skema bintang. Skema ini terdiri atas berbagai tabel fakta yang berisi beberapa tabel dimensi, sehingga membentuk seperti galaksi bintang. Skema Snowflake lebih kompleks dari pada skema bintang, dengan menormalisasi tabel-tabel dimensi yang berukuran besar dengan satu atau lebih kolom yang memiliki duplikasi data. Ilustrasi skema snowflake dapat dilihat pada Gambar 2.

BAB III METODE PENELITIAN

Sistem informasi geografis persebaran hotspot di Indonesia merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk memantau dan memberikan informasi mengenai persebaran hotspot yang ada di wilayah Indonesia berdasarkan kurun waktu tertentu. Sistem ini memanfaatkan data yang diambil dari satelit NOAA,

TERRA dan AQUA kemudian dilakukan ekstraksi informasi sehingga menghasilkan informasi yang berguna dan menampilkan informasi tersebut dalam sebuah tampilan web.

Sistem informasi geografis persebaran hotspot ini terdiri atas tiga modul utama, yaitu modul untuk ekstraksi informasi, modul untuk visualisasi data dan terakhir adalah modul update data. Modul visualisasi berfungsi untuk menampilkan informasi-informasi dari hasil ekstraksi informasi agar dapat dengan mudah dimengerti oleh orang banyak. Secara umum modul visualisasi ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama untuk menampilkan hasil dalam bentuk grafik dan bagian kedua untuk menampilkan hasil dalam bentuk peta. Visualisasi

hotspot dalam bentuk grafik dibangun menggunakan Mondrian OLAP. Pembangunan ini meliputi pembangunan data warehouse dan OLAP untuk visualisasi persebaran hotspot di wilayah Indonesia. Pembangunan data warehouse dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah tahapan yang harus dilengkapi agar pembangunan data warehouse berhasil. Tahapan-tahapan penelitian pengembangan data warehouse dan spatio-temporal dapat dilihat pada Gambar 3.

3.1 Studi Literatur

Untuk mendukung dalam proses penelitian ini, terlebih dahulu mencari informasi sebagai bahan literatur untuk pengembangan data warehouse ini. Sumber informasi yang didapat diantaranya dari buku, internet, jurnal dan artikel. 3.2 Analisis

Pada penelitian ini data yang ditambahkan antara lain data hotspot dari satelit tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 dan AQUA. Data hotspot yang telah diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan atribut-atribut yang tepat dan sesuai dalam pembuatan spatio-temporal data warehouse. Hasil analisis ini digunakan untuk menentukan dimensi, tabel fakta, dan skema yang tepat untuk model data multidimensi.

3.3 Ekstraksi Data

Ekstraksi adalah tahap pengambilan data yang relevan dari database

relasional sebelum masuk ke dalam data warehouse. Pada ekstraksi, atribut-atribut dan record-record yang diinginkan dipilih dan diambil dari database

relasional. Dalam tahap ekstraksi ini, dilakukan pula pembersihan data yaitu dengan pemilihan atribut-atribut yang sesuai dengan atribut yang ada dalam

Gambar 3 Tahapan Pengembangan Data Warehouse.

Evaluasi Sistem Analisis Data

Studi Literatur

Transformasi Data

Pemuatan Data

Pembuatan Data Warehouse

Ekstraksi Data Analisis Data Studi Literatur Transformasi Data Pemuatan Data Ekstraksi Data Analisis Data Studi Literatur Transformasi Data Pemuatan Data Pembuatan Peta Uji Query Integrasi SOLAP Ekstraksi Data

database sebelumnya. Selain itu dalam tahapan ini dilakukan pengecekan terhadap data-data yang kurang lengkap ataupun data-data yang sama.

3.4 Transformasi Data

Transformasi data merupakan proses generalisasi atau penyeragaman nama atribut, agregasi, dan konstruksi atribut atau dimensi. Pada tahap transformasi ini, data yang berasal dari semua sumber dikonversi ke dalam format umum yang disesuaikan dengan skema multidimensional yang telah dibuat. Transformasi terpenting adalah transformasi pada label penamaan yang bertujuan agar tidak terdapat nama atribut yang serupa atau pada atribut yang sama memiliki nama yang berbeda pada database yang berbeda.

3.5 Pemuatan data

Setelah tahap ekstraksi dan transformasi data dilakukan, maka data telah siap untuk dimuat (load) ke dalam data warehouse. Pada tahap ini, dilakukan pula pengurutan dan peninjauan integritas suatu data. Proses selanjutnya yaitu dengan melakukan proses penambahan waktu satelit, id satelit dan kode satelit.

3.6 Pembuatan Data Warehouse

Proses dilanjutkan dengan pembuatan spatio-temporal data warehouse.

Input data dilakukan berdasarkan skema multidimensional (dalam penelitian ini menggunakan skema snowflake) yang telah dirancang. Skema snowflake yang telah dirancang kemudian diimplementasikan menjadi sebuah kubus data geometri multidimensi (geocube) menggunakan schema workbench. Kemudian, data yang telah dimuatkan dalam membangun data warehouse ini di retrieve oleh SOLAP

berdasarkan struktur kubus data geometri multidimensi yang terbentuk. 3.7 Pembuatan Peta

Setelah tahapan ekstraksi, transformasi, pemuatan data (Extraction, Transform, Load /ETL) dan diikuti dengan pembuatan data warehouse, kemudian tahap berikutnya dilanjutkan dengan pembuatan peta berupa layer-layer yang dikonstruksi berdasarkan sql query. Tahapan pertama sebelum layer peta dikonstruksi adalah dengan membuat workspace pada web map server. Kemudian dilanjutkan dengan membangun data store pada workspace yang telah dibuat pada

web map server. Data store merupakan tempat penyimpanan yang dapat

Dokumen terkait