• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOISTURE TREATMENT)

Pati Sagu Termodifikasi HMT merupakan bahan baku utama dalam pembuatan bihun sagu kering selain pati sagu alami. Pati sagu yang digunakan yaitu sagu Metroxylon sp. yang berasal dari Sukabumi. Pati sagu ini memiliki pH yang netral sehingga tidak perlu dilakukan pencucian terlebih dahulu untuk menghasilkan pati sagu termodifikasi HMT tipe C. Dalam pembuatan Pati sagu termodifikasi HMT digunakan metode pembuatan pati termodifikasi HMT oleh Herawati (2009). Skala pembuatan pati sagu termodifikasi HMT ini yaitu 4,8 kg pati sagu. Berbeda dengan pembuatan pati sagu termodifikasi HMTdi skala yang lebih kecil, dalam proses pengaturan kadar air tidak digunakan proses penyemprotan air pada pati sagu, melainkan dengan

menuangkan air secara perlahan-lahan pada pati sagu di dalam mixer untuk

memperoleh pati sagu dengan kadar air yang merata. Dalam proses pemanasan pati juga menggunakan jumlah loyang yang lebih banyak dibandingkan dengan pembuatan pati sagu termodifikasi HMT skala kecil. Pati sagu termodifikasi HMT dibuat dengan menggunakan akuades dan juga dengan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) sebagai media cair untuk mengatur kadar air pati.

Pengukuran profil gelatinisasi pati sagu alami, pati sagu termodifikasi HMT dengan akuades dan AMDK dilakukan dengan menggunakan Brabender Amilograf. Ketiga profil gelatinisasi tersebut dibandingkan untuk melihat pengaruh proses HMT dan pengaruh perbedaan jenis air yang digunakan dalam pengaturan kadar air pati terhadap perubahan profil pati sagu. Profil gelatinisasi pati sagu alami dan termodifikasi HMT dapat dilihat pada Gambar 11 dan Tabel 3.

Berdasarkan penggolongan pati berdasarkan sifat amilografi menurut Schoch dan Maywald (1968), pati sagu alami menunjukan sifat amilografi pati tipe A dan pati sagu termodifikasi HMT memiliki sifat amilografi pati mendekati tipe C. Nilai viskositas puncak dan viskositas breakdown pati sagu

30 alami memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati sagu termodifikasi HMT. Sedangkan nilai viskositas pasta panas, viskositas pasta

dingin, dan viskositas setback pati sagu termodifikasi HMT lebih tinggi

dibandingkan dengan pati sagu alami.

Gambar 11. Profil gelatinisasi pati sagu alami, termodifikasi HMT yang dibuat dengan akuades dan yang dibuat dengan AMDK

Tabel 3. Profil gelatinisasi pati sagu alami dan termodifikasi HMT

Parameter profil gelatinisasi Alami HMT dengan

akuades

HMT dengan AMDK

Suhu awal gelatinisasi (oC) 71 80 79

Suhu puncak gelatinisasi (oC) 79 Ttd* 95

Viskositas puncak (BU) 345 310 275

Viskositas pasta panas (BU) 195 285 228

Viksositas breakdown (BU) 150 25 47

Viskositas pasta dingin (BU) 240 360 265

Viskositas setback (BU) 45 75 37

Tipe A C B

Keterangan: *tidak terdeteksi

Profil gelatinisasi pati sagu alami menunjukkan adanya penurunan viskositas yang drastis pada saat pemanasan pada suhu 95oC selama 20 menit dan hanya sedikit kenaikan viskositas pada saat pendinginan (viskositas

setback). Lain halnya dengan pati sagu termodifikasi HMT dengan yang hanya mengalami sedikit penurunan viskositas pada saat pemanasan, bahkan pada

0 20 40 60 80 100 ‐50 50 150 250 350 450 0 20 40 60 80 100 120 140 S uhu   ( oC) Viskositas   (BU) Waktu (Menit)

Pati sagu native Pati sagu HMT (aquades)

31 saat pendinginan terjadi peningkatan nilai viskositas yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa pati sagu termodifikasi HMT lebih stabil terhadap pemanasan dan pengadukan. Selain itu pati sagu termodifikasi HMT juga memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati sagu alami. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stute (1992) yaitu perlakuan HMT dapat mengakibatkan profil pasta pati mengalami penurunaan viskositas puncak dan breakdown, serta peningkatan viskositas pasta dingin.

Proses HMT dengan akuades dapat mengubah sifat amilografi pati sagu, yaitu dari tipe A menjadi tipe C. Perubahan ini terjadi akibat adanya panas yang tinggi (lebih tinggi dari suhu gelatinisasi pati) dikenakan pada pati sagu yang memiliki kandungan air yang sedikit di bawah kandungan air yang dibutuhkan dalam proses gelatinisasi sehingga sebagian kristal granula pati meleleh, dan setelah proses pendinginan kembali bentuk pati menjadi lebih stabil dibandingkan bentuk pati alami (French, 1984).

Pada penelitian skala kecil, pembuatan pati sagu termodifikasi HMT ini menggunakan akuades dalam proses pembuatannya. Penggunaan akuades ini sangat tidak dianjurkan karena harga akuades yang relatif mahal sehingga sangat tidak ekonomis apabila digunakan pada skala produksi yang lebih besar. Pembuatan pati sagu termodifikasi HMT yang menggunakan air minum dalam kemasan dilakukan dengan tujuan untuk melihat profil gelatinisasi pati sagu termodifikasi HMT dengan menggunakan AMDK dan membandingkannya dengan pati sagu termodifikasi HMT yang menggunakan akuades. Perbandingan profil gelatinisasi dari kedua pati ini dapat dilihat pada Gambar 11 dan Tabel 3.

Berdasarkan penggolongan pati menurut Schoch dan Maywald (1968), pati sagu termodifikasi HMT yang menggunakan AMDK merupakan pati tipe B karena masih memiliki viskositas puncak dan nilai viskositas setback yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penggantian akuades dengan AMDK dalam pembuatan pati termodifikasi HMT dapat merubah sifat amilografi pati tipe A menjadi tipe B.

Kandungan mineral di dalam AMDK atau akuades yang digunakan dalam proses HMT berpengaruh terhadap profil gelatinisasi pati sagu yang

32 dihasilkan. Pati sagu termodifikasi HMT yang diproses dengan AMDK memiliki viskositas breakdown yang lebih tinggi serta viskositas puncak dan

viskositas setback yang lebih rendah dibandingkan dengan pati sagu

termodifikasi HMT yang menggunakan akuades. Selain itu, nilai viskositas pasta panas dan dingin dari pati ini juga lebih rendah dibandingkan dengan pati termodifikasi HMT yang diproses dengan akuades.

Noda et al. (2009) melakukan penelitian pada pati kentang dan hasilnya

menunjukkan bahwa pati kentang yang diekstraksi dengan air keran (tap

water) memiliki nilai viskositas puncak yang lebih rendah dibandingkan dengan viskositas puncak pati kentang yang menggunakan akuades dalam proses ekstraksinya. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan kandungan kation antara air yang tidak didestilasi dengan air destilasi.

Menurut Wiesenborn et al. (1994), Md Zaidul et al. (2007), dan

Kainuma et al. (1976), yang ketiganya dikutip dari Noda et al. (2009), kation memberi pengaruh terhadap karakteristik pasta pati. Sebagai contoh, kandungan kalium yang lebih tinggi meningkatkan viskositas puncak dan

viskositas breakdown. Kandungan kalsium yang lebih tinggi menyebabkan

penurunan viskositas puncak dan meningkatkan viskositas breakdown.

Dalam pembuatan bihun sagu kering diperlukan pati sagu termodifikasi yang memiliki profil gelatinisasi tipe C untuk menghasilkan karakteristik bihun sagu yang lebih tegar dan kenyal serta berkurang kelengketannya. Oleh karena itu untuk pembuatan pati sagu termodifikasi HMT yang akan digunakan sebagai bahan baku bihun sagu menggunakan akuades dalam pengaturan kadar air pati sagu pada pembuatan pati sagu HMT.

Dokumen terkait