BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
E. Pembuatan Staphylococcus aureus Resisten Amoksisilin dengan
Staphylococcus aureus yang dibuat resisten terhadap antibiotik
amoksisilin diperlakukan dengan pemaparan amoksisilin terhadap bakteri
tersebut. Pemaparan dilakukan setiap hari selama jangka waktu satu bulan.
Peningkatan kepekaan atau resistensi pada S. aureus dicek dengan menguji
kenaikan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM)-nya. KHM adalah konsentrasi
amoksisilin terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan
KBM adalah konsentrasi amoksisilin terendah yang dapat membunuh bakteri.
Uji pendahuluan yang harus dilakukan sebelum proses pemaparan
amoksisilin adalah menentukan nilai KHM. Nilai KHM inilah yang digunakan
sebagai dasar pemilihan berbagai konsentrasi perlakuan resistensi. KHM
ditentukan menggunakan metode dilusi padat. Parameter yang diamati adalah
kejernihan pada media yang telah diberi amoksisilin dan bakteri uji setelah 24 jam
inkubasi. Pada konsentrasi tertentu bakteri akan memperlihatkan tidak adanya
pertumbuhan bakteri sehingga media terlihat jernih seperti kontrol media.
Konsentrasi ini kemudian dicurigai sebagai KHM atau KBM dan harus dilakukan
streak penegasan untuk melihat konsentrasi tersebut termasuk KHM atau KBM.
Bekas goresan jarum ose yang masih menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri
dinyatakan sebagai nilai KHM, sedangkan apabila tidak menunjukkan
pertumbuhan bakteri dinyatakan sebagai nilai KBM.
Penentuan nilai KHM dilakukan pada rentang konsentrasi 0,1 µg/mL; 0,25
µg/mL; dan 0,5 µg/mL. Ketiga konsentrasi ini menunjukkan kejernihan media,
terkecil diduga sebagai nilai KHM, kemudian dilakukanstreak penegasan ketiga
replikasi dari konsentrasi ini. Hasil streak penegasan menunjukkan masih ada
bakteri yang tumbuh pada bekas goresan. Hal ini menunjukkan pada konsentrasi
0,1 µg/mL adalah nilai KHMS. aureusterhadap amoksisilin.
Hasil ini masih perlu ditegaskan dengan menurunkan konsentrasi
amoksisilin yang diberikan. Uji yang kedua menggunakan konsentrasi 0,08
µg/mL; 0,1 µg/mL; dan 0,15 µg/mL. Hasil menunjukkan adanya kejernihan media
pada konsentrasi 0,15 µg/mL sehingga dilakukan streak penegasan. Streak
penegasan menunjukkan tidak ada bakteri yang tumbuh pada bekas goresan
sehingga disimpulkan konsentrasi ini sebagai KBM dan konsentrasi 0,1 µg/mL
sebelumnya sebagai KHM.
Penentuan nilai KHM S. aureus terhadap amoksisilin sebelum perlakuan
resistensi menghasilkan nilai sebesar 0,1µg/mL yang menurut Clinical and
Laboratory Standards Institute (CLSI) Vol. 32 (2012) termasuk kategori sensitif
terhadap amoksisilin (≤ 0,25 µg/mL), sehingga konsentrasi amoksisilin yang dipilih dalam perlakuan resistensi sebesar 0,08 µg/mL; 0,085 µg/mL; dan 0,09
µg/mL. Ketiga konsentrasi ini dilakukan bertahap selama satu bulan.
Tabel II. Hasil penentuan KHM sebelum perlakuan resistensi
Keterangan Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kontrol pertumbuhan ++++ Konsentrasi 0,08µg/mL ++ ++ +++ Konsentrasi 0,1µg/mL - - -Konsentrasi 0,15µg/mL - - -Konsentrasi 0,25µg/mL - - -Konsentrasi 0,5µg/mL - - -Kontrol media
-Keterangan: (+) = keruh, ada pertumbuhan bakteri (-) = bening, tidak ada pertumbuhan bakteri
Tabel II menunjukkan bahwa nilai KHM adalah 0,1 µg/mL. Konsentrasi
yang dipilih untuk perlakuan resistensi berada di bawah KHM, yaitu 0,08 µg/mL;
0,085 µg/mL; dan 0,09 µg/mL. Pada perlakuan resistensi pertama kali, digunakan
teknik pour plate untuk menanam bakteri. Amoksisilin yang ditambahkan ke
dalam media sebanyak 120µL dari stok larutan konsentrasi 10µg/mL sehingga
didapat konsentrasi amoksisilin dalam media sebesar 0,08 µg/mL. Sedangkan
pada perlakuan hari selanjutnya hingga satu bulan digunakan teknik streak plate
pada media MHA yang telah ditambahkan amoksisilin konsentrasi tertentu.
Konsentrasi amoksisilin ditingkatkan setiap 10 hari pemaparan.
Media resistensi yang digunakan adalah media MHA yang telah dibagi ke
dalam tabung-tabung reaksi bertutup sesuai dengan volume yang dibutuhkan
(volume total media dikurangi volume amoksisilin yang ditambahkan).
Amoksisilin ditambahkan setelah proses sterilisasi media dan volumenya
disesuaikan dengan konsentrasi amoksisilin akhir yang diinginkan (0,08 µg/mL;
0,085 µg/mL; dan 0,09 µg/mL).
Pembuatan media tidak bisa dilakukan sekaligus untuk perlakuan
subkultur satu bulan sebab mempertimbangkan stabilitas amoksisilin dan juga
kemungkinan kontaminasi media. Walaupun media ini disimpan dalam almari
pendingin, tetap ada kemungkinan kontaminasi yang timbul sehingga hanya
dilakukan pembuatan media untuk maksimal lima hari pemakaian.
Penggunaan antibiotik yang berlebihan sering menjadi penyebab
timbulnya resistensi dari bakteri (Graham, 2000 cit. Dzen, 2005). Pada proses
berulang setiap hari sehingga bakteri melakukan adaptasi dan masih dapat hidup
dengan adanya amoksisilin. Bakteri bereproduksi dan menyebar dengan secara
cepat dan efisien. Bakteri dapat beradaptasi terhadap lingkungannya dan berubah
sifatnya demi bertahan hidup. Jika sesuatu menghentikan kemampuannya untuk
tumbuh, seperti antimikroba, genetiknya bisa berubah agar tetap hidup (NIAID,
2009).
Mekanisme resistensi pada bakteri S. aureus sendiri didasarkan pada
kemampuannya dalam memproduksi β-laktamase yang dapat menghancurkan
cincin β-laktam amoksisilin. Pada pemaparan berulang dengan amoksisilin,
bakteri melakukan adaptasi terhadap lingkungan tempatnya tumbuh. Bakteri juga
merupakan makhluk unisel yang cepat berkembang dan adaptif terhadap kondisi
lingkungan yang buruk sekalipun (Brooks, 2007).
Gambar 3. Struktur amoksisilin
Bakteri yang masih dapat tumbuh sampai akhir perlakuan resistensi
ditumbuhkan dalam media kaya nutrisi tanpa amoksisilin sebagai stok untuk uji
aktivitas terhadap ketiga fraksi ekstrak kulit buah manggis. Stok ini selalu baru
dan dipersiapkan 24 jam sebelum uji aktivitas agar bakteri yang diuji berumur
Gambar 4. Perlakuan resistensi hari ke-10
Pada akhir perlakuan resistensi, diperlukan juga penentuan nilai KHM
untuk mengecek apakah telah terjadi kenaikan nilai KHM dan bakteri dapat
dinyatakan sudah resisten terhadap amoksisilin. KHM didapatkan juga dengan
metode dilusi padat. Pada penentuan KHM yang pertama diuji konsentrasi 14
µg/mL; 16 µg/mL; dan 18 µg/mL. Hasil menunjukkan pada replikasi ketiga,
bakteri masih tumbuh pada media sehingga perlu adanya kenaikan konsentrasi uji.
Penentuan KHM yang kedua dipilih konsentrasi dengan rentang yang lebih jauh,
yaitu 16 µg/mL; 20 µg/mL; dan 24 µg/mL. Ketiga konsentrasi tersebut
memperlihatkan tidak ada bakteri yang tumbuh setelah inkubasi. Oleh karena itu
pada konsentrasi terkecil, 16 µg/mL, dilakukan streak penegasan dan terlihat
masih adanya bakteri yang tumbuh sehingga konsentrasi ini dinyatakan sebagai
Menurut CLSI Vol.32 (2012), S. aureus dikatakan resisten terhadap
amoksisilin apabila nilai KHM ≥ 0,5µg/mL. Berdasarkan penentuan KHM akhir, didapatkan nilai KHM S. aureus sebesar 16µg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa
telah terjadi peningkatan nilai KHM 160 kali dari nilai KHM awal dan dapat
disimpulkanS. aureus telah menjadi resisten terhadap amoksisilin. Bakteri inilah
yang kemudian dilakukan subkultur dan dijadikan stok bakteri untuk langkah
selanjutnya.
Tabel III. Hasil penentuan KHM setelah perlakuan resistensi
Keterangan Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kontrol pertumbuhan ++++
Konsentrasi 16µg/mL - -
-Konsentrasi 20µg/mL - -
-Konsentrasi 24µg/mL - -
-Kontrol media
-Keterangan: (+) = keruh, ada pertumbuhan bakteri (-) = bening, tidak ada pertumbuhan bakteri
Gambar 5. Perbandingan media uji (bawah) dengan kontrol pertumbuhan (kiri atas) dan kontrol media (kanan atas) pada penentuan nilai KHM
Kontrol Media Kontrol
Pertumbuhan
Media Uji 16 µg/mL