Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan cara ubi jalar oranye disortasi terlebih dahulu untuk memilih umbi dengan ukuran, bentuk dan warna yang seragam. Ubi jalar dicuci, dikupas dan langsung diiris dengan ketebalan irisan 2 mm menggunakan slicer machine sehingga diperoleh chips ubi jalar. Chips ubi jalar selanjutnya dibungkus dalam kain saring, kemudian direndam dalam larutan
sodium metabisulfit 0,2% selama 15 menit kemudian ditiriskan, dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya chipsubi jalar oranye yang sudah diberikan perlakuan kemudian dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 55°C dalam waktu 18 jam hingga chipstersebut berubah menjadi kering yang ditandai dengan adanya bunyi gemerisik ketika chips dipatahkan dengan tangan. Setelah chips kering kemudian dilakukan proses penepungan dengan menggunakan alat disc mill selanjutnya diayak dengan menggunakan alat pengayak mekanis dengan ukuran 80 Mesh. Bahan baku tepung yang dihasilkan kemudian dikemas menggunakan plastik polietilen selama 3 hari dan dianalisa karakteristik fisikokimia dan fungsionalnya terhadap warna, kadar air, abu, lemak, protein, pati, serat kasar, serat pangan, daya serap air dan minyak, serta swelling power.Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye dapat dilihat pada Gambar 1 dan pembuatan pati dan serat ubi jalar oranye pada Gambar 2.
Ubi jalar oranye
Gambar 1. Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye
Pengupasan kulit Pencucian dengan air bersih
Pengirisan dengan menggunakan alat pengiris Perendaman dengan larutan sodium
metabisulfit 0,2% selama 15 menit
Pencucian dan penirisan pati Pengeringanpada suhu 50oC selama 12 jam
Ubi jalar oranye
Filtrat Ampas
Pati ubi jalar oranye Serat ubi jalar oranye
Gambar 2. Skema pembuatan pati dan serat ubi jalar oranye Pemarutan dengan parutan mekanis
Pengupasan kulit
Pencucian
Penambahan air pada bubur umbi dengan perbandingan 1:3 (b/v)
Pemerasan dan Penyaringan
Pengendapan selama 1 malam Pengeringan dengan oven suhu 60oC
Pencucian dan Pengendapan pati Penepungan dengan blender
Pengeringan pati menggunakan oven Pengayakan dengan ayakan 80 mesh
Analisis sifat fisik:
1. Warna dengan Chromameter Analisis sifat fungsional:
1. Daya serap air & daya serap minyak
2. Swelling power 3. Kelarutan
4. Uji baking expansion
Analisis Sifat Kimia 1. Analisis proksimat 2. Kadar serat kasar
3. Kadar pati
4. Kadar amilosa &
amilopektin 5. Kadar beta karoten
Proses ekstraksi pati dilakukan dengan menambahkan air pada parutan umbi dengan perbandingan 1:3 (b/v), diperas dan disaring, filtrat diendapkan untuk mendapatkan pati, dan ampas dikeringkan dengan oven suhu 60oC untuk mendapatkan serat ubi jalar. Dilakukan analisa terhadap tepung, pati dan serat ubi jalar oranye, meliputi analisis proksimat dan serat kasar, kadar pati, kadar amilosa dan amilopektin, dan kadar betakaroten. Pengujian sifat fisik tepung dan pati meliputi pengujian warna tepung dengan Chromameter dan sifat amilografi dengan Rapid Visco Analyzer. Pengujian sifat fungsional tepung dan pati meliputi daya serap air dan minyak, swelling power dan kelarutan, dan uji baking expansion.
Karakteristik fisik, kimia, dan fungsional serat ubi jalar yang diamati meliputi rendemen serat, kadar air, kadar serat pangan larutdan tidak larut, daya serap air, dan daya larut dalam air. Skema pembuatan pati dan serat ubi jalar oranye dapat dilihat pada Gambar 2.
Formulasi dan Pembuatan Biskuit dari Tepung Komposit
Formulasi dan pembuatan biskuit dari tepung komposit, yang terdiri dari tepung terigu serta tepung, pati dan serat dari ubi jalar oranye pada hasil penelitian tahap 1. Formulasi berupa perbandingan tepung pada tepung komposit, yang terdiri dari terigu : tepung ubi jalar : pati ubi jalar : serat ubi jalar, yaitu 85% : 5% : 5% : 5%; 70% : 10% : 10% : 10%; 55% : 15%: 15% : 15%; 40% : 20% : 20% : 20%.
Formulasi dan proses pembuatan biscuitmerujuk pada Singh, et al., (2008) dengan modifikasi.
Tepung terigu, tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye dan serat ubi jalar oranye disiapkan dalam wadah berupa baskom dengan formulasi campuran tepung yang digunakan adalah tepung terigu dan tepung ubi jalar oranye, pati dan
serat ubi jalar dengan formulasi 85%:5%:5%:5%; 70%:10%:10%:10%;
55%:15%:15%: 15%; 40%:20%:20%:20%. Disamping itu, shortening, gula tepung halus, garam, dan baking powder dicampur ke dalam baskom dan kemudian di mix hingga kalis, halus, serta menyatu. Setelah itu, dimasukkan sedikit demi sedikit air ke dalamadonan campuran tepung yang berisi gabungan shortening, gula halus, garam, dan baking powder dan dilakukan pengadonan hingga adonan halus dan tidak mudah patah. Kemudian adonan tersebut diletakkan ke dalam wadah berbentuk persegi panjang yang terbuat dari stainless steel dan dipipihkan menggunakan roller hingga rata dengan ketebalan adonan 0,5 cm kemudian dicetak menggunakan ampia dan cetakan yang berbentuk lingkaran dengan diameter ±3 cm dan seterusnya dilakukan pemanggangan dengan menggunakan oven dan suhu 155oC dengan waktu ±20 menit. Kemudian produk biskuit yang telah matang dikeluarkan dari oven dan dilakukan pendinginan pada suhu ruang. Biskuit tersebut dikemas dalam kemasan plastik dan dilakukan penyimpanan selama 3 hari pada suhu ruang sebelum dianalisis. Skema pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil dari sampel biskuit didinginkan pada suhu ruang dan digunakan untuk analisa terhadap karakterisasi fisik, kimia dan sensori biskuit meliputi volume pengembangan, tekstur, warna, analisis proksimat, kadar serat kasar, kadar beta karoten, dan indeks glikemik.
Formulasi biskuit dari tepung ubi jalar oranye dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Formulasi biskuit ubi jalar oranye Perlakuan Ubi Jalar Oranye
Terigu Gula Shortening Baking
Powder Garam Air Tepung Pati Serat
F1 5% 5% 5% 85% 30g 50g 1,5g 0,5g 35ml
F2 10% 10% 10% 70% 30g 50g 1,5g 0,5g 35ml
F3 15% 15% 15% 55% 30g 50g 1,5g 0,5g 30ml
F4 20% 20% 20% 40% 30g 50g 1,5g 0,5g 30ml
Gambar 3. Skema pembuatan biskuit dari tepung komposit
Metode Pengamatan Parameter Mutu Tepung dan Biskuit
Pengamatan dan pengukuran data produk dilakukan dengan cara analisis terhadap karakteristik kimia, fisik, dan organoleptik tepung dan biskuit ubi jalar oranye. Data yang dihasilkan dianalisa secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA), dan jika perlakuan perbandingan tepung memberikan pengaruh yang berbeda nyata, maka dilakukan uji Duncan. Analisa
Dimixer hinnga
menggunakan metode De Garmo dilakukan untuk menentukan mutu terbaik dari produk biskuit. Biskuit terpilih kemudian dianalisis lebih lanjut terhadap kadar serat pangan dan indeks glikemik disesuaikan dengan regulasi klaim untuk kandungan gizi tinggi serat yaitu regulasi BPOM Republik Indonesia Nomor HK 03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 mengenai Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan.
Karakteristik Fisik Warna
Pengujian warna dengan metode hunter mengacu pada prosedur Hutching, (1999). Warna diukur menggunakan alat chromameter Minolta (tipe CR 200, Jepang). Sampel diletakkan pada wadah yang telah tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L*, a*, dan b* dari sampel dengan kisaran 0 (hitam) sampai ± 100 (putih). Notasi “a*“ menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai “+a*” (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai “–a*“ (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi “b*”
menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai nilai “+b*”
(positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai “–b*“ (negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna biru sedangkan L* menyatakan ketajaman warna. Semakin tinggi ketajaman warna, semakin tinggi nilai L*. Selanjutnya dari nilai a* dan b*
dapat dihitung ohue dengan rumus sebagai berikut.
ohue = tan-1 b. Jika hasil yang diperoleh:
a
18o – 54o maka produk berwarna red (R)
54o – 90o maka produk berwarna yellow red (YR) 90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y)
126o – 162o maka produk berwarna yellow green (YG)
162o – 198o maka produk berwarna green (G) 198o – 234o maka produk berwarna blue green (BG) 234o – 270o maka produk berwarna blue (B)
270o – 306o maka produk berwarna blue purple (BP) 306o – 342o maka produk berwarna purple (P) 342o – 18o maka produk berwarna red purple (RP) Tekstur
Metode yang digunakan untuk analisis tekstur adalah dengan menggunakan texture analyzer (TA-XT 2i, Japan). Alat ini dilengkapi dengan sistem komputerisasi sehingga harus diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenis produk yang diuji. Sampel yang diukur kekerasannya diletakkan di bawah probe dan
“Quick Run Test” ditekan. Probe yang digunakan adalah P6 yaitu probe yang berbentuk silinder dengan diameter 6,35 mm dan tinggi 35,00 mm. Jarak probe dikalibrasi sesuai dengan tinggi sampel yaitu 4 mm dari sampel. Pengaturan komputer yang digunakan yaitu pre test speed 2,0 mm/ s, test speed 0,5 mm/ s, post test speed distance 10,0 mm/ s, rupture test dits 1,0 mm, distance 10,0 mm,force 103 gf, time 5 sec, dan trigger force 10 g. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan biskuit dapat dilihat pada layar komputer.
Kadar serat pangan
Kadar serat pangan total ditentukan dengan metode enzimatis (AOAC, 2012). Sampel diekstrak lemaknya terlebih dahulu menggunakan metode ekstraksi soxhlet dengan heksan selama 6 jam. Kemudian sampel ditimbang 0,5 g, diletakkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 mL buffer fosfat 0,08 M pH 6,0, lalu ditambahkan 0,05 mL enzim termamyl. Larutan diinkubasi dalam penangas air bergoyang dengan suhu 95°C selama 30 menit. Selanjutnya larutan didinginkan dan ditambah 5 mL NaOH 0,275 N (sampai pH larutan mencapai 7,5). Larutan ditambahkan 0,05 mL enzim protease, dan diinkubasi dalam penangas air
Serat pangan total (%bb) = x 100%
Serat pangan total (%bk) = x 100%
bergoyang pada suhu 60°C selama 30 menit. Kemudian larutan didinginkan dan ditambahkan 5 mL HCl 0,325 N (sampai pH larutan mencapai 4,0– 4,5). Larutan ditambahkan 0,15 mL enzim amiloglukosidase, dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60°C selama 30 menit. Selanjutnya, larutan ditambahkan 140 mL etanol 95% bersuhu 60°C dan didiamkan selama 60 menit. Kemudian larutan disaring dengan kertas saring whatman nomor 62 di penyaring vakum. Hasil saringan dicuci dengan 3 x 20 mL etanol 78%, 2 x 10 mL etanol 95%, dan 2x10 mL aseton. Setelah dicuci, kertas saring yang sudah berisi residu diletakkan di cawan alumunium kosong yang sudah diberi kode lalu dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105°C sampai bobot konstan lalu ditimbang. Kemudian residu hasil oven dikoreksi kadar abu menggunakan metode pengabuan kering dan kadar proteinnya menggunakan metode Kjeldahl. Serat pangan total dapat dihitung dengan rumus:
(W1-W2-W3) (g) W (g) Serat pangan total 100–kadar air Keterangan:
W = bobot sampel (g)
W1 = (bobot hasil oven – bobot cawan alumunium – bobot kertas saring kering) W2 = (bobot hasil tanur – bobot cawan porselen – bobot abu kertas saring) W3 = (% kadar protein x W1)
Volume spesifik
Pengukuran volume spesifik biskuit pada penelitian ini dilakukan dengan cara menimbang berat dan mengukur volume biskuit (Yananta, 2003). Pengukuran volume biskuit dengan metode displacement test yaitu dengan cara memasukkan
Volume Biskuit (ml) = x Volume wadah(ml)
Volume Spesifik Biskuit(ml/g) =
biji wijen ke dalam wadah yang telah diketahui volumenya hingga penuh, kemudian ditimbang berat biji-bijian yang memenuhi volume wadah. Selanjutnya wadah diisi kembali dengan separuh dari wijen tersebut. Kemudian biskuit dimasukkan ke dalam wadah, dan wadah dipenuhi dengan sisa wijen yang masih ada. Biji wijen yang tidak masuk ke dalam wadah ditimbang sebagai biji wijen yang tumpah, dan volume biskuitdan volume spesifik biskuit dihitung dengan rumus sebagai berikut:
W (g) WT (g) Keterangan:
W = berat wijen yang tumpah WT= berat wijen seluruhnya
Volume spesifik biskuit dihitung dengan rumus :
Volume biskuit (ml) Berat biskuit (g)
Analisis Sensori
Analisis sensori pada penelitian ini menggunakan uji rating hedonik (SNI 01-2346-2006) terhadap 4 perlakuan. Panelis yang digunakan pada penelitian ini adalah panelis tidak terlatih berjumlah 70 orang, yang merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian dilakukan terhadap atribut rasa, aroma, tekstur, warna, dan penerimaan umum biskuit. Skala nilai yang digunakan pada analisis ini adalah skala kategori tujuh poin, yangdapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Skala hedonik warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan umum
Skala hedonik Keterangan
7 Sangat suka
6 Suka
5 Agak suka
DSA/DSM (g/g) =
4 Netral
3 Agak tidak suka
2 Tidak suka
1 Sangat tidak suka
Karakteristik Fungsional Daya serap air dan minyak
Pengujian daya serap air dan minyak dilakukan berdasarkan metode Sathe dan Salunkhe (1981). 1 g pati ditempatkan pada tabung sentrifugasi yang telah diketahui beratnya kemudian ditambahkan 10 ml air atau minyak dan dikocok hingga homogen. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 4000 rpm selama 40 menit. Air atau minyak dituang dan ditimbang berat tabung dan pastanya.
(Berat akhir - Berat tabung) (g) - Berat bahan kering (g) Berat bahan kering (g)
Keterangan :
DSA = daya serap air DSM = daya serap minyak Swelling Power
Pengujian swelling power dilakukan berdasarkan metode Leach, et al., (1959). Tepung ubi jalar sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam aquadest 10 ml kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 90°C selama 30 menit. Larutan disentrifus dengan kecepatan 2200 rpm selama 30 menit sehingga terpisah antara supernatan dan pasta. Supernatan dan pasta dipisah untuk kemudian diambil pasta dan ditimbang berat pasta. Swelling power dihitung dengan menggunakan rumus:
Kadar Air (%) = x 100%
Swelling Power (g/g) =
Berat pasta (g) Berat sampel kering (g)
Karakteristik Kimia Kadar air
Penetapan kadar air sampel dilakukan berdasarkan AOAC (1995). Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama 1 jam pada suhu 105ºC dan telah diketahui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105ºC selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.
Berat sampel awal (g) – Berat sampel akhir (g) Berat sampel awal (g)
Kadar lemak
Pengujian kadar lemak dilakukan berdasarkan metode AOAC (1995).
Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan refluks selama ±6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 70°C hingga
Kadar Abu (%) = x 100%
Kadar Lemak (%) = x 100%
mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.
Berat lemak (g) Berat sampel (g)
Kadar abu
Pengujian kadar abu dilakukan dengan mennggunakan metode Sudarmadji (1997). Sampel yang telah dikeringkan hingga berat konstan selanjutnya ditimbang sebanyak 5 g. Sampel dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah diketahui berat awalnya dan dibakar selama 1 jam dalam tanur dengan suhu 100°C, 2 jam dengan suhu 300°C kemudian 2 jam dengan suhu 500°C. Cawan porselen didinginkan kemudian dikeluarkan dari tanur dan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Kadar abu diperoleh dengan rumus:
Bobot abu (g)
Bobot sampel awal (g)
Kadar protein
Metode yang digunakan untuk menganalisa kadar protein adalah Metode Sudarmadji, et al., (1989). Sampel sebanyak 0,2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu kjeldhal, ditambahkan 2 g katalis K2SO4 : CuSO4 (1:1) selanjutnya ditambah dengan 3 ml H2SO4 pekat. Sampel didihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. Labu yang telah berisi sampel hasil destruksi dipasang pada alat destilasi dan disuntukkan larutan NaOH 40% sebanyak 15 ml hingga terbentuk endapan gitam. Penampung disiapkan dengan 25 ml H2SO4
0,02 N dalam erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator mengsel (campuran metil merah 0.02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) sebanyak 2-4 tetes lalu diletakkan dibawah kondensor. Destilasi dihentikan jika volumenya sudah mencapai 125 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi hijau kebiruan. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama tanpa penambahan sampel.
Kadar Protein (%) = (A−B)N x 0.014 x faktor konversi
Berat sampel (g) x 100 % Keterangan:
A = ml NaOH untuk titrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH
Faktor Konversi = 6,25
Kadar pati
Pengujian kadar pati dilakukan berdasarkan metode Apriyantono, et al., (1989). Terlebih dahulu pereaksi DNS dibuat dengan cara dilarutkan 10,6 g asam 3,5-dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air ditambahkan ke dalam larutan tersebut 306 g NaK-tartarat, 7,6 ml fenol (cairkan pada suhu 50°C) dan 8,3 g Na-metabisulfit, dicampur merata. Pereaksi DNS distandarisasi dengan cara dititrasi 3 ml pereaksi DNS dengan HCl 0,1 N dan indikator fenolftalein.
HCl 0,1 N yang dibutuhkan 5-6 ml, jika kurang dari itu ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap kekurangan 0,1 ml HCl 0,1 N. Setelah itu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang pati sebanyak 5 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, selanjutnya ditambahkan 50 ml alkohol 80% dan diaduk selama 1 jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci
dengan air sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang.
Residu pati yang terdapat pada kertas saring dicuci dengan cara pencucian dengan 200 ml air dan ditambahkan 20 ml HCl 25%. Kemudian erlenmeyer ditutup dengan penangas balik dan dipanaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 100°C. Residu dibiarkan dingin dan dinetralkan dengan larutan NaOH 45% hingga ± pH 7 dan diencerkan sampai volume 500 ml.
Campuran disaring kembali dengan kertas saring.
Setelah persiapan sampel selesai diukur gula reduksi dengan cara diambil 1 ml sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Sampel ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit dan dibiarkan dingin sampai suhu ruang. Sampel dibaca menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
Penetapan kurva standar menggunakan larutan glukosa standar dengan konsentrasi 0,05-0,4 mg/ml dilakukan dengan cara menimbang 50 mg glukosa, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera lalu diaduk menggunakan magnetik stirer. Selanjutnya masing-masing larutan glukosa standar dipipet sebanyak 1, 2, 4, 6 dan 8 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan masing-masing ditambahkan akuades 9, 8, 6, 4, dan 2 ml. Setelah itu campuran tersebut dikocok atau dihomogenkan. Masing-masing dari campuran tersebut diambil 1 ml dan ditambahkan 3 ml DNS kemudian dikocok dan dipanaskan selama 5 menit dan didiamkan selama 30 menit.
Selanjutnya intensitas warna yang terbentuk diukur absorbansinya menggunakan
Kadar Pati (%) = x 0,9x 100%
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar dibuat dengan memplot konsentrasi glukosa terhadap absorbansinya.
Konsentrasi sampel (mg/ml) x FP Berat sampel (g) x 1000
Kadar serat kasar
Pengujian kadar serat kasar dilakukan berdasarkan metode AOAC (1995).
Sampel yang telah dilemakkan sebanyak 2 g dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 50 ml H2SO4 0,325 N, dihidrolisis selama 30 menit pada suhu 100°C. Setelah itu didinginkan dan ditambahkan kembali NaOH 1,25 N sebanyak 50 ml dan dihidrolisis kembali selama 30 menit. Sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 41 yang telah diketahui beratnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan akuades mendidih, 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian akuades mendidih dan yang terakhir dicuci dengan etanol 95%.
Kertas saring yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama satu jam, pengeringan dilakukan hingga berat konstan.
Kadar serat kasar (%) = berat kertas saring akhir (g) – berat kertas awal (g) x 100%
berat sampel (g) Kadar Beta Karoten
Analisa ini ditentukan dengan menggunakan metode Sudarmadji, et al., (1989). Bahan dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 5 g. Kemudian bahan digerus dalam mortal dengan sedikit demi sedikit menambah KOH 12% sebanyak 10 ml ke dalamnya. Dimasukkan ke labu pisah dan ditambahkan dengan petroleum
benzene sampai 15 ml. Dikocok selama 30 detik di dalam labu pisah. Lalu ditambahkan Na2SO4 sebanyak 3 ml dan dikocok kembali selama 30 detik.
Ditunggu hingga terbentuk dua lapisan. Lalu lapisan atas diambil dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan perlahan. Ditambahkan 7,5 ml petroleum benzene ke dalam erlenmeyer tersebut, kemudian dari erlenmeyer tersebut diambil sebanyak 2 ml larutan dipindahkan ke erlenmeyer lainnya. Ditambahkan 3 ml aseton ke dalam 2 ml larutan tadi lalu dikocok kembali. Diambil 3 ml dari campuran tersebut dan dipindahkan ke dalam cuvet dengan menambahkan 11 ml petroleum benzene ke dalamnya. Dibaca absorbansi larutannnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 452 m. Kadar beta karoten dihitung dengan rumus :
Kadar beta karoten = (b)x FP x 100 berat sampel (mg)
FP : Faktor pengencer
b : Absorbansi yang terbaca
Indeks Glikemik
Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus) yang sehat dengan bobot badan 20-30 g sebanyak 6 ekor dan dibagi dalam 2 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 3 ekor.
Pembuatan sampel biskuit ubi jalar oranye
Biskuit ditimbang 0,2-0,3 g. Kemudian biskuit di haluskan dan ditambahkan air 0,7-0,8 ml.
Perlakuan terhadap hewan uji
Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasi terlebih dahulu selama seminggu serta di beri makan dan minum secara oral, kemudian mencit dibagi
menjadi 3 kelompok. Kelompok I diberi makan biskuit biasa (kontrol), kelompok II diberi makan biskuit F3 sebagai perlakuan terbaik, kelompok III diberikan glukosa murni.
Pengujian indeks glikemik
Pengujian indeks glikemik dilakukan dengan menggunakan15 ekor mencit yang dibagi dalam 3 kelompok. Sebelum di beri perlakuan mencit di puasakan terlebih dahulu selama 8 jam kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa puasa.
Selanjutnya mencit jantan diberi pangan setara degan 50 g karbohidrat. Kemudian diukur kadar glukosa darah pada jam ke-0, 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Kadar glukosa darah (setiap waktu sampling) diplot pada dua sumbu yaitu sumbu waktu (X) dan sumbu kadar glukosa darah (Y). Nilai indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah kurva antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan dikalikan 100. Kemudian diperoleh sebuah kurva yang menunjukkan respon glukosa darah terhadap pangan yang diberikan pada masing-masing subjek. Perhitungan nilai indeks glikemik ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
A Indeks glikemik =
B
A : Luas daerah dibawah kurva respon glukosa darah setelah 2 jamterhadap sampel B : Luas daerah dibawah kurva respon glukosa darah tubuh setelah 2 jam terhadap glukosa murni
Penentuan kadar glukosa darah mencit
Alat glukometer dikalibrasi dengan menggunakan kunci kode strip kemudian strip dipasang pada alat tersebut. Darah diambil melalui pembuluh darah vena pada ujung ekor mencit kemudian diteteskan pada strip glukometer dan kadar
glukosa darah mencit akan terukur dan kemudian hasilnya dibaca pada monitor glukometer.
Pengolahan data dan analisis data
Analisis dilakukan terhadap pengukuran kadar glukosa darah dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi (grafik) dengan metode AUC (Area Under Curve).