• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN TEPUNG, PATI, DAN SERAT UBI JALAR ORANYE DALAM PEMBUATAN BISKUIT KAYA SERAT DAN MEMILIKI INDEKS GLIKEMIK RENDAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN TEPUNG, PATI, DAN SERAT UBI JALAR ORANYE DALAM PEMBUATAN BISKUIT KAYA SERAT DAN MEMILIKI INDEKS GLIKEMIK RENDAH"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

DAN MEMILIKI INDEKS GLIKEMIK RENDAH

TESIS

Oleh:

EDY SYAHPUTRA HARAHAP 167051002/ILMU PANGAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

DAN MEMILIKI INDEKS GLIKEMIK RENDAH

TESIS

Oleh:

EDY SYAHPUTRA HARAHAP 167051002 / ILMU PANGAN

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS :

KETUA : Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si ANGGOTA : Dr. Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil PENGUJI I : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si PENGUJI II :Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt

(5)

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pemanfaatan Tepung, Pati, dan Serat Ubi Jalar Oranye dalam Pembuatan Biskuit Kaya Serat dan Memiliki Indeks Glikemik Rendah” adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri, dibawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.

Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada Program Studi di Perguruan Tinggi lainnya. Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian bukan hasil karya penulis atau plagiat dalam bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi – sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 27 Januari 2020

Edy Syahputra Harahap NIM. 167051002

(6)

EDY SYAHPUTRA HARAHAP: Pemanfaatan Tepung, Pati, dan Serat Ubi Jalar Oranye dalam Pembuatan Biskuit Kaya Serat dan Memiliki Indeks Glikemik Rendah, disupervisi oleh ELISA JULIANTI dan HOTNIDA SINAGA.

Ubi jalar oranye dapat dijadikan sebagai sumber bahan pangan pokok selain nasi. Karena ubi jalar oranye mengandung nutrisi seperti beta karoten, serat pangan, dan karbohidrat. Disamping itu, ubi jalar oranye memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga cocok untuk dikonsumsi terutama untuk penderita diabetes. Ubi jalar oranye mengandung kadar air yang tinggi sehingga mudah mengalami kerusakan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan tepung, pati, dan serat berbahan dasar ubi jalar oranye. Ekstraksti pati menghasilkan limbah padat yang dimanfaatkan untuk pembuatan tepung serat.

Tepung, pati, dan serat digunakan untuk substitusi sebagian dari tepung terigu sebagai bahan dasar dalam pembuatan biskuit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari komposisi tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye, dan terigu dalam pembuatan biskuit terhadap karakteristik fisikokimia, sensori dan indeks glikemik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial menggunakan 4 jenis perbandingan tepung ubi jalar oranye : pati : serat : tepung terigu sebagai perlakuan yaitu: 5:5:5:85; 10:10:10:70;

15:15:15:55; 20:20:20:40.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi dari tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan tepung terigu memberikan perbedaan sangat nyata (p<0,01) terhadap nilai hedonik warna, nilai hedonik aroma, nilai hedonik rasa, nilai hedonik tekstur, hardness, deformasi, nilai hue, nilai a, nilai b, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar β-karoten, serta memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai hedonik penerimaan umum, adhesiveness, volume spesifik, dan nilai L.

Biskuit dengan formulasi 15% tepung ubi jalar oranye, 15% pati ubi jalar oranye, 15% serat ubi jalar oranye, 55% tepung terigu merupakan biskuit dengan mutu terbaik dan paling dapat diterima oleh konsumen, memiliki kandungan serat pangan total 12,2% serta nilai indeks glikemik 34,59 dengan kategori rendah.

Kata kunci: Ubi Jalar Oranye,Tepung, Pati, Serat Pangan, Biskuit, Indeks glikemik

(7)

EDY SYAHPUTRA HARAHAP: Utilization of Flour, Starch, And Fiber of Orange Fleshed Sweet Potato in High Fiber Biscuit Making and has Low Glycemic Index, supervised by ELISA JULIANTI and HOTNIDA SINAGA.

Orange fleshed sweet potatoes (OSFP) can be used as a source of staple food besides rice. Because OFSP contain nutrients such as beta carotene, food fiber, and carbohydrates. In addition, OFSP has a low glycemic index and making it suitable for consumption especially for diabetics. OFSP contains high water content so it is easily damaged. The aim of this research was to utilize the flour, starch, and fiber based on OFSP in biscuit making. The starch extraction processing resulted in solid by product which could be used for fiber starch flour.

The flour, starch, and fiber used to partial substituted of wheat flour in biscuit making. This study was conducted to evaluate the effect of composition and formulation of OFSP flour, starch, fiber flour and wheat flour in biscuit making to the physicochemical properties, sensory and glycemic index. This research used non factorial Completely Randomized Design with six of OFSP flour : OFSP starch : OFSP fiber flour : wheat flour such as 5:5:5:85; 10:10:10:70;

15:15:15:55; 20:20:20:40.

The results showed that the ratio of orange sweet potato flour, orange sweet potato starch, orange sweet potato fiber flour, and wheat flour had highly significant effect (p<0,01) on hedonic colour value, hedonic aroma value, hedonic aroma taste, hedonic texture value, hardness, deformation, hue value, a value, b value, moisture content, ash content, protein content, crude fiber content, and β- carotene, and had high significant effect (p<0,05) on general acceptance, adhesiveness, specific volume, and L value. Biscuit with ratio of 15% OFSP flour, 15% OFSP starch, 15% OFSP fiber flour, 55% wheat flour is biscuit with the best quality and most acceptable by consumers, having total dietary fiber 12,2%, and glycemic index value of 34,59 with a low category.

Keywords: Orange sweet potato, Flour, Starch, Dietary Fiber, Biscuit, Glycemic Index

(8)

EDY SYAHPUTRA HARAHAP dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 12 Januari1991, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari Ayah Nasaruddin Toha Harahap, S.H. dan Ibu Nur Aini Dalimunthe, S.Pd. Penulis menempuh pendidikan di SDN 02 Sigalangan, Tapanuli Selatan dari tahun 1997- 2003, SMP Swasta Nurul Ilmi, Padang Sidempuan dari tahun 2003-2006, SMA N 1 Plus Matauli, Pandan, Tapanuli Tengah dari tahun 2006-2009 dan pendidikan Sarjana di Fakultas Pertanian dari tahun 2009-2015 pada program studi Ilmu dan Teknologi Pangan dan melanjutkan studi Pascasarjana Prodi Magister Ilmu Pangan Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2016.

(9)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pemanfaatan Tepung, Pati, dan Serat Ubi Jalar Oranye Dalam Pembuatan Biskuit Kaya Serat dan Memiliki Indeks Glilemik Rendah”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah membantu, terutama kepada :

1. Kedua orang tua tercinta dan tersayang penulis Ayah Nasaruddin Toha Harahap, S.H dan Ibu Nur Aini Dalimunthe, S.Pd. serta adik Fitri Annisa Harahap, S.Pd, Misna Doharni Harahap, S.E., Ismail Hakim, S.Si dan Sheila Febrina yang selalu memberikan motivasi, semangat, dorongan, dan doa yang tiada henti kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, koreksi, dan saran yang sangat membantu selama penelitian dan penyusunan tesis.

3. Prof. Jansen Silalahi, M.App.Sc dan Prof. Albiner Siagian, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, motivasi, koreksi, dan saran yang sangat membantu selama penelitian dan penyusunan tesis.

4. Staf pengajar dan pegawai di Program Studi Magister Ilmu Pangan yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

5. Teman-teman seperjuangan Fathia Rahmadini S.TP dan Aprillia Simamora, S.TP serta stambuk 2017 dan 2018 di Magister Ilmu Pangan terima kasih atas

(10)

6. Adik-adik asisten laboratorium AKBP dan Teknologi Pangan, terimakasih atas saran dan bantuannya dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.

Medan, Januari 2020

Edy Syahputra Harahap, S.TP

(11)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) ... 6

Tepung Ubi Jalar Oranye ... 7

Komposisi Kimia Ubi Jalar ... 9

Pati ... 11

Serat ... 13

Biskuit ... 15

Indeks Glikemik... 17

Faktor-Faktor Yang Mempengaruh Nilai Indeks Glikemik ... 20

Serat Pangan ... 20

Amilosa dan Amilopektin ... 22

Daya Cerna Pati ... 23

Lemak dan Protein ... 25

Cara Pengolahan ... 26

Bahan Tambahan Pembuatan Biskuit ... 27

Baking Powder... 27

Shortening ... 27

Gula... 28

Garam ... 29

Air ... 29

Penelitian Sebelumnya... 30

(12)

BAHAN DAN METODA ... 32

Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

Bahan Penelitian ... 32

Alat Penelitian ... 32

Metode Penelitian ... 32

Model Rancangan ... 33

Pelaksanaan Penelitian ... 33

Tahap I : Pembuatan tepung ubi jalar oranye ... 33

Ekstraksi Pati dan Perolehan Serat ... 36

Formulasi dan Pembuatan Biskuit dari Tepung Komposit ... 36

Metode Pengamatan Parameter Mutu Tepung dan Biskuit ... 38

Karakteristik Fisik ... 39

Warna ... 39

Tekstur ... 40

Kadar serat pangan ... 40

Volume spesifik ... 41

Analisis Sensori ... 42

Karakteristik Fungsional ... 43

Daya serap air dan minyak ... 43

Swelling Power ... 43

Karakteristik Kimia ... 44

Kadar air ... 44

Kadar lemak ... 44

Kadar abu ... 45

Kadar protein ... 45

Kadar pati... 46

Kadar serat kasar ... 48

Kadar Beta Karoten ... 48

Indeks Glikemik... 48

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

Mutu Tepung Ubi Jalar Orange, Pati Ubi Jalar Oranye, Serat Ubi Jalar Oranye dan Tepung Terigu ... 51

Mutu Sensori Biskuit dari Tepung Ubi Jalar Oranye, Pati Ubi Jalar Oranye, Serat Ubi Jalar Oranye dan Terigu ... 56

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan tepung terigu terhadap nilai hedonik warna biskuit ... 56

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai hedonik aroma biskuit ... 58

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai hedonik rasa biskuit ... 59

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai hedonik tekstur biskuit ... 60

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai hedonik penerimaan umum biskuit ... 62

Karakteristik fisik biskuit dari tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu ... 63

Tekstur Biskuit... 63

(13)

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi

jalar oranye dan terigu terhadap hardness biskuit ... 64

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap adhesiveness biskuit ... 65

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu dan terigu terhadap % deformasi biskuit ... 67

Volume spesifik ... 69

Warna ... 70

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai warna ohue biskuit... 70

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai warna L* biskuit ... 72

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai warna a* biskuit ... 73

Pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai warna b* biskuit ... 75

Karakteristik kimia biskuit dari tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu ... 76

Kadar air ... 76

Kadar abu ... 79

Kadar Protein ... 80

Kadar Lemak ... 82

Kadar Serat Kasar ... 84

Kadar Beta Karoten ... 85

Pemilihan dan Karakteristik Kimia Biskuit Perlakuan Terbaik ... 87

Serat Pangan ... 87

Indeks Glikemik... 89

KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

Kesimpulan ... 98

Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100

LAMPIRAN ... 116

(14)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Komposisi kimia ubi jalar ... 10

2. Standar Mutu Biskuit ... 16

3. Formulasi biskuit ubi jalar oranye ... 37

4. Skala hedonik warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan umum... 42

5. Karakteristik fisik tepung terigu, tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, dan serat ubi jalar oranye ... 51

6. Karakteristik kimia tepung terigu, tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, danserat ubi jalar oranye ... 51

7. Mutu sensori biskuit dari tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu ... 56

8. Karakteristik fisik tekstur hardness, adhesiveness, dan % deformasi biskuit tepung ubi jalar oranye dan terigu ... 63

9. Karakteristik volume spesifik, warna ohue, L*, a*, dan b* biskuit dari tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu ... 63

10. Karakteristik kimia biskuit tepung, pati, serat ubi jalar oranye dan terigu ... 76

11. Kadar serat pangan total ... 88

12. Respon glukosa darah terhadap glukosa murni ... 90

13.Respon Glukosa darah terhadap biskuit kontrol ... 90

14.Respon Glukosa darah terhadap biskuit terbaik (F3) ... 90

15. Pengujian indeks glikemik glukosa murni, biskuit kontrol dan biskuit terbaik (F3) ... 94

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Skema pembuatan tepung ubi jalar oranye ... 34

2. Skema pembuatan pati dan serat ubi jalar oranye ... 35

3. Skema pembuatan biskuit dari tepung komposit ... 38

4. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai hedonik warna biskuit ... 57

5. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai hedonik aroma biskuit ... 58

6. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai hedonik rasa biskuit ... 60

7. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai hedonik tekstur biskuit ... 61

8. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai hedonik penerimaan umum biskuit ... 62

9. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap hardness biskuit ... 64

10. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap adhesiveness biskuit ... 66

11. Hubungan biskuti ubi jalar oranye terhadap nilai % deformasi biskuit ... 68

12. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap volume spesifik biskuit ... 69

13. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai warna ohue biskuit ... 71

14. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai warna L* biskuit ... 73

15. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai warna a* biskuit... 74

16. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai warna b* biskuit ... 75

17. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap kadar air biskuit ... 77

18. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap kadar abu biskuit... 79

19. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap kadar protein biskuit ... 81

20. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap kadar lemak biskuit... 83

21. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap kadar serat kasar biskuit ... 84

(16)

22. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap kadar beta karoten biskuit ... 86 23. Hasil analisa kadar gula darah pada tikus setelah diberi biskuit kontrol,

biskuit terbaik (F3) dan glukosa murni ... 91

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

Lampiran 1. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai hedonik warna biskuit ... 116 Lampiran 2. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan Uji DMRT pengaruh

perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai hedonik aroma biskuit ... 117 Lampiran 3 Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan Uji DMRT pengaruh

perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai hedonik rasa biskuit ... 118 Lampiran 4. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh

perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai hedonik tekstur biskuit ... 119 Lampiran 5. Data pengamatan, daftar sidik ragam, dan Uji DMRT pengaruh

perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai penerimaan umum biskuit ... 120 Lampiran 6. Data pengamatan, daftar sidik ragam, Uji DMRT pengaruh

perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai hardness biskuit ... 121 Lampiran 7. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh

perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap adhesiveness biscuit ... 122 Lampiran 8. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh

perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap % deformasi biskuit ... 123 Lampiran 9. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh

perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap volume spesifik biskuit ... 124 Lampiran 10. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh

perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai warna ohuebiskuit ... 125

(18)

Lampiran 11. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat

ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai warna L*biskuit ... 126

Lampiran 12. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai warna a* biskuit ... 127

Lampiran 13. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap nilai warna b*biskuit ... 128

Lampiran 14. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap kadar air biskuit ... 129

Lampiran 15. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap kadar abu biskuit ... 130

Lampiran 16. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap kadar protein biskuit ... 131

Lampiran 17. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap kadar lemak biskuit ... 132

Lampiran 18. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap kadar serat kasar biskuit ... 133

Lampiran 19. Data pengamatan, daftar sidik ragam dan Uji DMRT pengaruh perbandingan tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye, serat ubi jalar oranye dan terigu terhadap kadar beta karoten biskuit ... 134

Lampiran 20. Penentuan perlakuan terbaik metode de Garmo ... 135

Lampiran 21. Data pengujian kadar serat pangan total biskuit perlakuan terbaik dan biskuit kontrol, serta data uji t kadar serat pangan total biskuit terbaik dan biskuit kontrol... 138

Lampiran 22. Data Indeks glikemik glukosa murni... 139

Lampiran 23. Data perhitungan indeks glikemik biskuit kontrol ... 140

Lampiran 24. Data perhitungan indeks glikemik biskuit terbaik (F3) ... 141

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, Indonesia selalu mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara agraris dengan beragam jenis flora dan fauna. Berbagai jenis tanaman tumbuh dengan sangat baik di lahan-lahan pertanian sehingga menjadikan produktivitas hasil pertanian selalu meningkat. Oleh karena itu, industri dapat mencukupi permintaan pasar dengan ketersediaan bahan baku yang selalu tersedia terutama pada industri pangan.

Ubi jalar termasuk ke dalam tanaman unggulan yang ada di Indonesia.

Tanaman ini memiliki nilai produktivitas yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia sebagai penghasil ubi jalar ke-4 terbesar di dunia dari tahun 1968. Daerah yang menjadi pusat produksi ubi jalar di Indonesia adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, dan Sumatera Utara (BPS, 2015). Tanaman ubi jalar juga termasuk ke dalam 7 komoditas tanaman pangan yang paling utama selain dari kacang hijau, padi, kacang tanah, jagung, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu yang potensinya perlu untuk dikembangkan (Departemen Pertanian, 2009).

Pemanfaatan ubi jalar sebagai bahan baku dapat dibentuk dalam bentuk tepung-tepungan. Hal ini perlu ditingkatkan selain untuk mengawetkan juga akan memudahkan dalam proses pembentukan produk lainnya. Bahan baku tepung ini dapat dijadikan berbagai macam produk pangan yang memiliki nilai tambah seperti roti, biskuit, cake, brownis, martabak dan juga untuk usaha industri non pangan.

Selain dijadikan tepung, tanaman ubi juga dapat dijadikan dalam bentuk tepung pati

(20)

atau tepung kanji. Pemanfaatan dan pengolahan ubi jalar menjadi tepung dan tepung pati akan meningkatkan nilai jual dan masa simpan yang yang tergolong lebih lama (Noer, et al., 2017).

Tanaman umbi-umbian seperti ubi jalar merupakan produk hasil pertanian berupa umbi-umbian yang kaya akan karbohidrat dalam bentuk pati dan serat pangan. Salah satu produk umbi-umbian adalah ubi jalar yang memiliki kandungan karbohidrat dalam bentuk serat pangan dan juga pati yang tinggi.

Salah satu jenis tanaman ubi jalar adalah ubi jalar oranye yang banyak ditanam di daerah Sumatera Utara dengan warna daging umbi oranye yang mengandung komponen fenolik dan flavonoid seperti beta karoten dan pro vitamin A sehingga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Pada umumnya, ubi jalar juga mengandung rasio antara amilosa dan amilopektin yang cukup tinggi sehingga lebih lambat dalam meningkatkan kadar gula darah yang menunjukkan bahwa tanaman ubi jalar memiliki indeks glikemik yang rendah. Akan tetapi, ubi jalar mengandung protein dalam jumlah yang relatif rendah dibandingkan dengan biji- bijian seperti gandum maupun beras, sehingga membatasi penggunaanya terutama jika ingin dijadikan sebagai bahan pangan pokok (staple food) (Raharjo, et al., 2014).

Karakteristik ubi jalar oranye memiliki warna kulit oranye tua kehitaman, warna daging umbinya oranye muda ke oranye tua dan memiliki rasa manis tergantung varietasnya. Hal ini dikarenakan ubi jalar oranye mengandung karbohidrat, serat pangan, antosianin, dan mineral seperti Cadan Fe (Woolfe, 1992). Menurut Zuraida dan Supriati (2001), ubi jalar mengandung karbohidrat dan serat yang cukup tinggi sehingga mempunyai kalori yang hampir sama

(21)

dengan terigu. Ubi jalar oranye juga mengandung beta karoten yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai pangan fungsional karena mengandung antioksidan berupa beta karoten, dan dapat digunakan untuk mencegah berbagai jenis penyakit degenerative (Hwang, et al., 2011).

Ubi jalar dapat dimakan setelah dimasak, dikukus dan dibakar. Akan tetapi, untuk diolah dalam bentuk produk lain seperti biskuit maka ubi jalar terlebih dahulu diubah menjadi tepung. Selain diolah dalam bentuk tepung, pati dan tepung serat juga dapat diperoleh dari ubi jalar. Untuk pembuatan biskuit bisa digunakan terigu dengan substitusi sebagian tepung ubi jalar oranye, pati ubi jalar oranye dan juga serat ubi jalar oranye dengan perbandingan tertentu. Sehingga penggunaan terigu dapat dikurangi pada produk biskuit.

Biskuit, martabak, kue kering merupakan produk pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Proses pembuatan produk kue akan meningkat menjelang hari besar umat beragama seperti lebaran, natal, tahun baru islam, tahun baru cina dan tahun baru masehi. Produk pangan siap saji dengan umur simpan yang relatif lama adalah produk pangan yang sangat diminati saat ini pada semua golongan masyarakat. Bahan pangan berupa biskuit merupakan makanan yang sering menjadi alternatif ketika tidak ada waktu untuk sarapan.

Biskuit pada umumnya diolah dari tepung terigu sebagai bahan baku utama yang masih diimpor di Indonesia. Oleh karena itu, dengan ketersediaan ubi jalar yang beragam perlu dilakukan alternatif untuk menggantikan atau substitusi terigu sebagain atau secara keseluruhan terhadap pembuatan biskuit, roti dan produk lainnya. Penggunaan ubi jalar sebagai bahan baku perlu ditingkatkan dalam pemanfaatan semua bagian pada ubi jalar termasuk pemanfaatan pati dan serat

(22)

dari sisa ampas pembuatan pati yang diolah menjadi tepung serat. Produk tersebut merupakan setengah jadi (intermediate product) dari ubi jalar yang dimanfaatkan pada industri pangan maupun nonpangan (Zuraida dan Supriati, 2001).

Konsumsi produk biskuit semakin hari semakin meningkat terutama kalangan anak sekolah. Peningkatan tersebut karena biskuit memiliki kandungan gizi yang cukup untuk menggantikan nasi selama waktu tertentu. Selain itu, biskuit merupakan makanan siap saji yang memiliki umur simpan yang lama yang tergolong kue kering atau makanan panggang. Biskuit juga bisa dijadikan makanan cemilan (snack) yang digemari oleh semua tingkatan umur. Menurut Standar Industri Indonesia, ada beberapa jenis biskuit yaitu biskuit keras, wafer, crackers, dan cookies (Ahza, 1998; Claudia, et al., 2015).

Menurut SNI (2011) nomor 2973, produk makanan biskuit termasuk ke dalam produk bakery kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa substitusinya, minyak/lemak, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Berdasarkan data asosiasi pada tahun 2012, terjadi peningkatan konsusmi biskuit sekitar 55-58% yang didorong oleh kenaikan konsumsi domestik (Sari, et al., 2013). Sebanyak 13,4% masyarakat Indonesia mengonsumsi makanan biskuit ≥1 kali per hari sehingga meningkatkan impor terigu di Indonesia (Riskesdas, 2013).

Tingginya nilai impor gandum mendorong usaha pemanfaatan tepung lain seperti singkong, talas, ganyong, dan ubi jalar untuk membuat biskuit (Yadav, et al., 2014). Oleh karena itu dilakukan diversifikasi pembuatan biskuit dengan penggunaan tepung dari sumber daya lokal seperti tepung ubi jalar oranye untuk mengurangi jumlah impor terigu.

(23)

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik tepung, pati, dan serat yang digunakan dalam pembuatan biskuit.

2. Bagaimana formulasi biskuit dengan karakteristik fisik, kimia, dan sensori yang diterima oleh konsumen.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

- Mengevaluasi karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung, pati dan serat ubi jalar oranye.

- Menentukan formulasi biskuit dari tepung, pati, serat ubi jalar oranye dan terigu yang akan menghasilkan biskuit dengan karakteristik fisik, kimia, dan sensori yang kaya serat serta memiliki indeks glikemik rendah.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengembangkan produk pangan fungsional berbahan dasar tepung ubi jalar oranye.

2. Untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui diversifikasi pangan dengan bahan baku ubi jalar oranye bagi industri pangan.

Hipotesis Penelitian

(24)

Ada pengaruh perbandingan tepung, pati, dan serat ubi jalar oranye terhadap karakteristik fisik, kimia, sensori dan indeks glikemik rendah produk biskuit.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)

Ubi jalar oranye (Ipomea batatas L.) umumnya mengandung karbohidrat dan beta karoten. Setiap jenis ubi jalar dengan warna dan varietas tertentu memberikan kandungan gizi yang berbeda juga seperti beta karoten pada ubi jalar oranye. Ubi jalar yang berwarna jingga atau oranye mengandung antioksidan berupa beta karoten yang lebih tinggi dibandingkan jenis ubi jalar lainnya. Selain itu rasa dari ubi jalar oranye juga lebih manis dari pada jenis ubi lainnya (Juanda dan Cahyono, 2000).

Ubi jalar oranye mengandung mineral khususnya mikronutrien esensial seperti Fe, Cu, Zn, dan Mn, serta tepung ubi jalar oranye mengandung pati sekitar 56-84% (Olatunde,et al., 2015). Salah satu sifat dari ubi jalar adalah bersifat mudah rusak dan penyimpanannya sulit jika disimpan dalam waktu lama, sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut diperlukan untuk menangani masalah ini. Salah satunya adalah dengan cara mengolah ubi jalar oranye menjadi tepung sehingga umur simpan lebih lama dan penyimpanannya lebih mudah untuk dilakukan (Yadav,et al., 2006).

Kandungan serat yang tinggi dari tepung ubi jalar meningkatkan kegunaannya dalam berbagai jenis pengembangan baru dari produk makanan.

Penambahan jumlah proporsi tepung ubi jalar dalam tepung terigu dapat meningkatkan nilai nutrisi serat dan nilai karotenoid yang membantu menurunkan level gluten pada terigu dan mencegah penyakit celiac (Schober,et al., 2003;

Laelago,et al., 2015). Adanya penambahan serat pada roti dan biskuit ubi jalar

(26)

oranye ini diharapkan dapat meningkatkan komposisi nilai seratnya. Serat yang tinggi dalammakanan adalah salah satu faktor penting untuk menyusun menu makanan yang sehat dalam rangka menurunkan kejadian penyakit kardiovaskular, diabetes, obesitas dan penurunan metabolisme glukosa dan meningkatkan pertumbuhan bakteri yang baik di mikro flora (Brennan, 2005).

Murtiningsih dan Suyanti (2011) menyatakan bahwa dengan tingginya kandungan karbohidrat pada ubi jalar juga dapat dijadikan sumber kalori.

Jeniskarbohidrat ubi jalar termasuk kategori indeks glikemik rendah, dimana tipe karbohidrat tersebut apabila dikonsumsi tidak menaikkan kadar gula secara drastis.

Sehingga, pembuatan tepung dari bahan ubi jalar sangat berpotensi dikembangkan menjadi salah satu sumber pangan fungsional dengan indeks glikemik rendah.

Tepung Ubi Jalar Oranye

Pada umumnya jenis tepung maupun pati terdiri dari amilopektin dan amilosa. Keduanya adalah turunan karbohidrat polisakarida dimana perbedaannya terdapat pada rantai atom yang linier untuk amilosa sedangkan rantai bercabang pada amilopektin. Amilosa dan amilopektin memberikan pengaruh terhadap proses pembentukan suatu produk yang berbahan baku tepung atau pati. Kandungan amilosa sebesar 20-30% pada tepung atau pati akan memiliki daya rekat (addesif) yang lebih tinggi (Sudarmadji, 2003).

Karakteristik kimia pada tepung ubi jalar biasanya mengandung 3% protein (bk=basis kering), 94% karbohidrat (bk), 0,6% lemak (bk), dan abu 2% (bk) (Antarlina, 1998). Tepung dari ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan berbagai produk olahan pangan dan juga memiliki daya saing dari segi kualitas produk. Penggunaan bahan baku dalam pembuatan kue

(27)

kering (cookies), cake, roti, biskuit, tepung yang digunakan berkisar 50-100%.

Penambahan bahan lain digunakan sebagai variasi cita rasa produk tergantung pada selera pembuat akan tetapi prinsip pembuatan tetap mengikuti cara pembuatan kue secara umum yang berbahan baku tepung-tepungan. Selain dari kegunaannya sebagai substitusi terigu, tepung ubi jalar memiliki keuntungan dalam menghemat penggunaan gula hingga 20%. Pemanfaatan tepung ubi jalar sebagai bahan baku dalam pembuatan roti tawar, biskuit, cookies, mie basah, dan mie kering tepung dari ubi jalar dapat menggantikan terigu hingga 10 bahkan 20% (Heriyanto dan Winarto, 1999).

Tepung termasuk ke dalam bahan baku setengah jadi yang digunakan pada suatu industri pangan ataupun non pangan yang memiliki potensi dalam pemafaatannya menjadi berbagai produk olahan lanjutan dan juga sebagai substitusi atau pengurangan penggunan terigu. Tepung dari ubi jalar dapat diproduksi dari bermacam varietas ubi jalar sehingga menghasilkan kualitas dari tepung ubi jalar yang beragam. Ubi jalar oranye merupakan salah satu jenis ubi yang dimanfaatkan dalam pembuatan tepung berbahan dasar ubi jalar. Tepung ubi jalar oranye memiliki warna oranye atau kekuningan yang dikarenakana adanya senyawa betakaroten yang bersifat sebagai antioksidan dan berfungsi sebagai provitamin A.

Pemasakan ubi jalar menyebabkan daging umbinya menjadi padat, kesat, dan memiliki tekstur pangan yang baik. Selain itu juga, ubi jalar oranye mengandung vitamin C dan dan beta karoten yang lebih tinggi dari pada ubi jalar putih. Untuk penggunaan tepung ubi jalar ini dapat dijadikan sebagai bahan baku 100%

substitusi terigu dalam pembuatan berbagai macam produk cake, roti, biskuit (Suismono, 2001).

(28)

Ubi jalar dijadikan suatu tepung bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya sebagai suatu bahan baku untuk menggantikan tepung terigu.

Mekanisme dalam pembuatan tepung dari ubi jalar oranye yaitu sebagai berikut;

dikupas ubi jalar oranye sebanyak ±2 kg dan dicuci dengan menggunakan air yang mengalir seterusnya diiris dengan ketebalan ±1 mm, kemudian dilakukan proses blanching dengan air panas ±1 menit setelah itu dikeringkan dengan menggunakan pengering oven dengan suhu 60oC selama 12 jam, kemudian didapatkan chip kering dan digiling dan diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh (Subandoro, et al., 2013). Menurut Amalia dan Julianti (2014), pembuatan tepung ubi jalar dapat dilakukan sebagai berikut; pertama ubi jalar dikupas dan dicuci kemudian diirsi tipis-tipis. Irisan tersebut direndam larutan sodium metabisulfit 0,3% selama 5 menit tujuannya untuk mencegah terjadinya pencoklatan. Setelah itu, irisan ubi disusun diatas loyang untuk proses pengeringan di dalam oven dengan suhu 50oC selama 14 jam, kemudian didinginkan pada suhu ruang dan digiling. Setelah itu diayak dengan menggunakan ayakan 80 mesh. Kemudian dikemas di dalam plastik dengan kondisi tertutup rapat.

Menurut Ladjal dan Chibane (2015), penggunaan tepung dari kacang- kacangan dan umbi dapat berfungsi sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-hari selain harganya yang begitu murah dan juga berguna untuk dikonsumsi dalam proses diet manusia karena memberikan efek kesehatan yang bermanfaat dan mampu meningkatkan status gizi makanan fungsional secara keseluruhan.

Komposisi Kimia Ubi Jalar

(29)

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang cukup tinggi selain beras.

Ubi jalar juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang cukup baik dalam memenuhi gizi dan kesehatan masyarakat. Ada beberapa jenis vitamin yang terkandung dalam ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, vitamin B1, dan vitamin B2, dan untuk kandungan mineralnya termasuk kalsium (Ca), natrium (Na), dan zat besi (Fe, fosfor). Beberapa jenis kandungan gizi lainnya yaitu protein, serat kasar,lemak, dan abu. Dengan adanya kandungan serat dalam bahan pangan dapat mengurangi beberapa penyakit termasuk diabetes, lever, kanker kolon dan beberapa jenis penyakit lainnya (Juanda dan Cahyono, 2000). Komposisi kimia ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Komposisi kimia ubi jalar

Elemen nutrisi Jumlah (% berat kering)

Energi (kkal) -

Karbohidrat (dalam % berat kering) 95,7

Protein (dalam % berat kering) 4,3

Lipid -

Abu -

Fosfor (mg) 47

Besi (mg) 0,7

Kalsium (mg) 32

Sodium (mg) 10

Potasium (mg) 243

Magnesium (mg) 31

Vitamin A (IU) 8800

Vitamin C (mg) 21

Tiamin (mg) 0,10

Niasin (mg) 0,06

Riboflavin (mg) 0.06

Sumber: (Zannou, et al., 2017).

Ubi jalar secara umum mengandung karbohidrat sebesar 27,9% dengan kadar air 68,5%, sedangkan dalam bentuk tepung ubi jalar karbohidratnya bisa mencapai 85,26% dengan kadar air 7,0%. Selain itu, tepung ubi jalar juga memiliki kadar abu dan serat yang lebih tinggi, serta kandungan karbohidat dan kalori yang

(30)

hampir sama dengan tepung terigu. Hal ini mendukung pembuatan produk dengan memanfaatkan tepung dari ubi jalar sebagai bahan pengganti terigu (Zuraida dan Supriati, 2001).

Sebagian besar karbohidrat pada ubi jalar terdapat dalam bentuk pati. Selain itu, adanya komponen lain adalah serat pangan dari beberapa jenis gula yang memiliki sifat larut seperti maltosa, fruktosa, sukrosa, dan glukosa. Sukrosa merupakan jenis gula yang terdapat banyak dalam ubi jalar. Total gula yang terdapat pada ubi jalar adalah 0,38% - 5,64% dalam berat basah (Sulistiyo, 2006).

Kandungan gula dalam ubi jalar akan meningkat apabila dimasak jika dibandingkan dengan bahan mentah. Selain itu, ubi jalar juga mengandung protein, lemak dan betakaroten.

Pati

Pati atau starch merupakan turunan dari karbohidrat berupa polisakarida yang diperoleh dari hasil sintesis tanaman terutama tanaman hijau pada proses fotosintesis. Starch atau pati tersebut umumnya berbentuk kristal dengan granula yang tidak larut air pada suhu ruang sedangkan bentuk dan ukuran pati tergantung pada jenis tanamannya. Pati biasanya dimanfaatkan sebagai zat pengental atau penstabil di dalam industri pangan. Bentuk pati alami (native) memiliki beberapa kekurangan yang berhubungan dengankestabilan rendah, ketahanan pasta yang rendah danretrogradasi. Oleh karena itu perlu dilakukan proses modifikasi pada pati (Fortuna, et al., 2001).

Proses modifikasi pati alami dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan enzimatis. Metode fisika yang digunakan yaitu dengan memberikan perlakuan

(31)

pemanasan atau perlakuan suhu. Perlakuan tersebut mengakibatkan permukaan granula terbuka sehingga menyebabkan daya penetrasi lebih cepat dan pori–porinya lebih besar (Daramola, 2006). Pada modifikasi pati secara kimia dapat dilakukan dengan proses oxidasi, penambahan asam, cross-linking, starch esters, dan kationik. Modifikasi secara kimia dapat menyebabkan terjadinya proses cross- linking sehingga akan memperkuat ikatan hidrogen di dalam molekul pati (Yavuz, 2003). Cross-linking tersebut terjadi karena adanya cross-link agent. Jenis-jenis Cross-link agent yang digunakan adalah adipic acid anhydride, epichlorohydrin, dan vinyl acetate (Raina, 2005).

Pati juga termasuk ke dalam homopolimer glukosa yang memiliki ikatan alpa-glikosidik. Dimana pati tersebut tersusun dari butiran-butiran kecil yang disebut dengan granula. Butiran granula pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan menggunakan air panas. Kedua fraksi tersebut adalah amilopektin dan amilosa. Pada fraksi terlarut disebut dengan amilopektin sedangkan tidak larut disebut dengan amilosa (Winarno, 2004). Amilosa memiliki ikatan rantai lurus yang terdiri dari molekul glukosa yang berikatan α-1,4-D- glukosa. Panjanganya ikatan polimer tersebut tergantung dari sumber diperolehnya pati sehingga juga akan mempengaruhi berat dari molekul amilosa.

Pada dasarnya struktur kimia amilopektin sama seperti amilosa terdiri darirantai pendek α-(1,4)-D-glukosidik. Perbedaan strukutrnya adalah pada amilopektin mempunyai tingkat percabangan yang tinggi dan memiliki bobot molekul yang lebih besar karena adanya ikatan α-1,6-D-glukosidik sehinggapada setiap rantai cabang mengandung 20-25 unit glukosa. Derajat polimerisasi

(32)

amilopektin juga lebih tinggi dibandingkan amilosa, yaitu antara 105 sampai 3x106 unit glukosa (Hustiany, 2006).

Ubi jalar mengandung amilosa sekitar 20% - 33% pada umbinya. Akan tetapi, kebanyakan varietas dari ubi jalar memiliki kandungan pati dibawah 30 persen (Waramboi, et al., 2011). Menurut Mahasukhonthachat, et al., (2010), ukuran, bentuk granula, struktur, perbandingan amilosa amilopektin dan tingkatan crystallinity mempengaruhi sifat fungsional dari pati. Karakteristik pati pada bahan makanan akan mempengaruhi sifat fungsional seperti swelling, gelatinisasi, pasting properties, retrogradasi, digestibility dan suitability untuk proses (Waramboi, et al., 2011; Garcia dan Walter, 1998).

Kandungan pati pada ubi jalar mempunyai derajat pembengkakan sekitar 20-27 ml/g dan akan mengalami gelatinisasi pada suhu 75-88oC pada granula yang berukuran kecil. Terjadinya kenaikan persentase pada nilai swelling power disebabkan dari adanya sifat hidrofilik pada granula pati, sehingga terbentuk ikatan dengan hidrogen pada molekul air. Sehingga semakin lama suatu proses pemanasan pada pati maka akan semakin tinggi sifat hidrofilik pada granula pati (Moorthy, 2004). Kondisi pemanasan yang lama dan terus berlangsung akan membuat granula pati pecah sehingga air yang terdapat dalam granula pati dan molekul pati yang larut air akan dengan mudah keluar dan masuk ke dalam sistem larutan. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kadar amilosa yang tinggi sehingga akan menyerap air lebih banyak dan pengembangan volume pati juga semakin besar (Amin, 2013; Murillo, 2008).

Serat

(33)

Peningkatan terhadap konsumsi ubi jalar dapat dilakukan dengan mempromosikan ubi jalar sebagai bahan pangan fungsional yang menyehatkan.

Dimana ubi jalar memiliki jenis kandungan antosianin dalam ubi jalar oranye dan beta karoten pada ubi jalar oranye yang memberikan manfaat bagi kesehatan selain fungsinya sebagai bahan baku. Hal ini perlu disampaikan untuk menghilangkan citra ubi jalar yang selama ini dianggap hanya sebagai panganan inferior. Beta karoten yang terkandung di dalam ubi jalar oranye memiliki 100% aktivitas pro vitamin A (Woolfe, 1992), sedangkan pada antosianin memilik fungsi sebagai antioksidan sehingga memberikan peran positif untuk kesehatan (Suda, et al., 2003). Disisi lain, adanya senyawa fenol, antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan juga terdapat serat pangan yang memberikan pengaruh terhadap nilai indeks glikemik pada ubi jalar yang rendah sehingga menjadi nilai tambah terhadap produk ubi jalar sebagai produk pangan fungsional (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Pada ubi jalar terdapat serat pangan berupa polisakarida yang tidak dapat dicerna dan diserap di dalam usus sehingga terjadi proses fermentasi pada usus besar. Serat pangan memiliki manfaat terhadap keseimbangan flora dalam usus, bersifat prebiotik serta dapat merangsang proses pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga proses penyerapan zat gizi juga menjadi lebih baik. Selain terdapat serat pangan dan karbohidrat yang tinggi, ubi jalar juga dijadikan sebagai sumber dari β-karoten yang tinggi dibandingkan dengan ubi lainnya (Murtiningsih dan Suryanti, 2011).

Kandungan serat yang ada pada ubi jalar merupaka serat larut (soluble fiber) yang bekerja seperti busa spon. Serat akanmenyerap kelebihan lemak atau kolestrol, sehingga kadarnya dalam darah tetap terkendali. Oligosakarida yang merupakan

(34)

serat alami yang terdapat di dalam ubi jalar menjadi komoditas bernilai dalam fortifikasi produk pangan olahan, termasuk susu bubuk. serat tersebut juga memiliki manfaat untuk mencegah kanker kolon, wasir, memelihara keseimbangan flora pada usus serta bersifat prebiotik yaitu merangsang terjadinya pertumbuhan bakteri yang baik pada usus sehingga proses penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus juga menjadi lebih sehat. Selain itu, manfaat dari oligosakarida juga akan mempermudah buang angin, namun untuk beberapa orang yang sangat sensitif karena serat tersebut dapat mengakibatkan perut kembung (Budiman, 2008).

Serat pangan yang terkandungdalam bahan pangan dapat memengaruhi kadar glukosa di dalam darah (Fernandes, et al., 2005). Umumnya, kadar serat pangan yang tinggi pada makanan akan berkontribusi terhadap nilai indeks glikemik yang rendah (Trinidad, et al., 2010). Dalam kondisi dan bentuk yang utuh, serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada proses pencernaan. Serat juga dapat memperlambat proses laju makanan pada saluran pencernaan dan menghambat enzim pencernaan sehingga aktitvitas pencernaan di dalam usus terutama jenis pati akan menjadi lebih lambat dan respon glukosa darah juga menjadi lebih rendah. Sehingga hal tersebut akan membuat nilai IG menjadi lebih rendah (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Biskuit

Biskuit adalah suatu produk makanan kering yang dibuat dengan cara pemanggangan pada adonan yang dibuat dari bahan dasar tepung terigu atau substitusi dari tepung lainnya, lemak atau minyak dengan atau tanpa penambahan jenis bahan pangan lain yang diizinkan. Biskuit biasanya dibuat dari bahan tepung terigu dengan penambahan bahan lain seperti margarin atau shortening, gula, susu,

(35)

emulsifier, telur, dan juga bahan cita rasa. Pada umumnya biskuit mempunyai kadar air yang kurang dari 5% sehingga membuat masa simpan dari biskuit menjadi lebih tahan lama, terlindung dari kelembapan, dan juga menjadi biskuit sebagai bahan pangan yang praktis bagi kalangan masyarakat. Produk biskuit dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan perbedaan tekstur dari biskuit, penambahan bahan dari luar, serta metode pembentukan adonan. Jenis biskuit tersebut dikelompokkan menjadi wafer, kukis, krekes, dan pai (Manley, 2000). Standar mutu biskuit secara keseluruhan sudah diatur dalam Badan Standarisasi Nasional yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Mutu Biskuit

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Keadaan (bau,rasa dan warna) - Normal

Kadar air (b/b) % Maks. 5

Protein (N x 6,25) (b/b) % Min. 5

Min. 4,5* Min. 3**

Asam lemak bebas (sebagai asam oleat) (b/b)

% Maks. 1,0

Cemaran logam Timbal (Pb) Kadmium (Cd) Timah (Sn) Merkuri (Hg) Arsen (As)

Angka lempeng total Coliform

Eschericia coli Salmonella sp.

Staphylococcus aureus Bacillus cereus

Kapang dan khamir

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g

APM/g APM

- koloni/g koloni/g koloni/g

Maks. 0,5 Maks. 0,2 Maks. 40 Maks. 0,05

Maks. 0,5 Maks. 1 x 104

20

< 3 Negatif/25 g Maks. 1 x 102 Maks. 1 x 102 Maks. 1 x 102

Catatan

*) untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisi dalam adonan

**) untuk produk biskuit yang diberi pelapis atau pengisi (coating/filling) dan pai

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2011)

Biskuit termasuk produk makanan ringan yang memiliki standar mutu kadar air kurang dari 5% sehingga memiliki tekstur yang renyah (Manley, 2000).

(36)

Karakteristikkimia produk biskuit dapat dilihat dari beberapa jenis parameter antara lain kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak yang sesuai dengan SNI.

Terjadinya perubahan sifat kimia pada biskuit dapat disebabkan oleh adanya pengaruh dari beberapa faktor seperti suhu, waktu pemanggangan, komposisi bahan, dan jenis bahan baku.

Indeks Glikemik

Indeks glikemik (IG) adalah suatu nilai tingkatan pangan berdasarkan pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah. Sebagai perbandingannya dalam menentukan nilai IG maka digunakan indeks glikemik murni yaitu 100. Indeks glikemik (IG) merupakan suatu cara perhitungan ilmiah untuk menentukan jenis makanan yang cocok bagi olahragawan, orang yang sedang berusaha menurunkan berat badan, dan terutama para penderita diabetes (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Nilai indeks glikemik (IG) digunakan sebagai petunjuk tentang makanan yang memberikan pengaruh pada kadar glukosa di dalam darah dan respon insulin.

Jenis bahan pangan atau makanan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat akan mempunyai nilai indeks glikemik (IG) yang tinggi. Akan tetapi sebaliknya, bahan pangan yang menaikkan kadar glukosa darah dengan cara perlahan atau lambat akan memiliki nilai IG yang rendah. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik (IG) bahan pangan yaitu kandungan serat, kandungan lemak dan protein, cara pengolahan, kandungan amilosa dan amilopektin, kadar gula dan daya osmotik serta kandungan zat anti gizi (Foster-Powell, et al., 2002)

(37)

Jenkins, et al., (1981) memperkenalkan pertama kali mengenai konsep indeks glikemik (IG) yaitu dengan mengelompokkan bahan pangan atau makanan berdasarkan efek fisiologisnya terhadap kadar gluksoa darah setelah bahan pangan tersebut dikonsumsi. Setiap bahan pangan dapat dicerna dengan kecepatan yang berbeda-beda sehingga akan memberikan respon terhadap glukosa darah juga berbeda. Nilai indeks glikemik dapat menjadi petunjuk sebagai efek faali makanan terhadap kadar glukosa darah dan respon insulin serta cara yang mudah dan efektif untuk mengontrol fluktuasi glukosa darah. Secara umum, bahan pangan atau makanan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat akan memiliki nilai IG tinggi sedangkan bahan pangan yang lambat dalam menaikkan kadar glukosa darah akan memiliki nilai IG rendah (Ragnhild,et al., 2004; Rimbawan dan Siagian 2004; Atkinson,et al., 2008). Menurut Miller,et al., (1992) nilai IG dapat dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu IG rendah (<55), sedang (55-70), dan tinggi (70).

Tanaman ubi jalar mengandung karbohidrat dan protein dalam jumlah yang lebih tinggi terutama bagian pati. Ubi jalarmemiliki rasa yang manis karena pada umbinya terdapat beberapa jenis gula. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada ubi jalar menjadikan ubi jalar sebagai salah satu sumber kalori. Jenis karbohidrat yang ada pada tanaman ubi jalar termasuk kategori Low Glycemic Index (LGI 54), yaitu jenis karbohidrat yang dikonsumsi tidak akan menaikkan gula darah dengan cepat sehingga cocok bagi penderita diabetes. Hal ini berbeda dengan jenis karbohidrat pada jagung dan beras yang memiliki Indeks Glikemik yang tinggi sehingga dapat menaikkan gula darah secara drastis (Murtiningsih dan Suryanti, 2011).

(38)

Efek mengonsumsi bahan pangan terhadap kadar glukosa darah selama waktu tertentu disebut dengan respon glikemik. Pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap respon glikemik sangat diperlukan, untuk orang memiliki kesehatan baik agar dapat menghindari DM maupun bagi penderita DM. Hal tersebut dipahami untuk dapat mengetahui jenis bahan pangan yang cocok, bentuk asupan, serta jumlah karbohidrat atau sumber makanan yang dikonsumsi (Sheard, et al., 2004).

Menurut Hoerudin (2012), menyatakan bahwa bahan pangan yang memiliki nilai indeks glikemik rendah dan tinggi dapat dibedakan dari kecepatannya pada saat proses pencernaan dan penyerapan tehadap glukosa serta fluktuasi kadarnya di dalam darah. Pangan dengan nilai indeks glikemik (IG) yang rendah akan mengalami pencernaan yang lambat terhadap makanan sehingga laju pengosongan perut juga berlangsung lambat. Hal ini menyebabkan suspensi pangan (chyme) menjadi lebih lambat untuk mencapai usus kecil, sehingga proses penyerapan glukosa pada usus kecil juga lambat. Akhirnya, proses tersebut akan berdampak pada fluktuasi kadar glukosa darah menjadi kecil yang ditunjukkan pada kurva respon glikemik yang landai. Akan tetapi sebaliknya, bahan pangan dengan nilai indeks glikemik (IG) yang tinggi akan membuat kondisi laju pengosongan perut, pencernaan karbohidra, dan proses penyerapan glukosa berlangsung dengan cepat, sehingga fluktuasi kadar glukosa darah juga menjadi relatif tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh penyerapan glukosa yang sebagian besar hanya tejadi pada usu kecil bagian atas.

Ubi jalar sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan funsgional karena mengandung antosianin (pada ubi jalar ungu) dan β-karoten

(39)

(pada ubi jalar oranye/kuning) yang keduanya memiliki aktivitas antioksidan dan aktivitas provitamin A dimana kandungan provitamin A pada ubi jalar oranye berkisar 9.000 SI/100 g bahan. Selain itu juga adanya senyawa fenol yang bersinergi dengan antosianin dalam menentukan aktivitas antioksidan ubi jalar, kandungan serat pangan yang bermanfaat dalam proses pencernaan dalam tubuh, dan memiliki indeks glikemik rendah hingga medium yaitu berkisar antara 54-68 dibandingkan dengan terigu yang memiliki nilai indeks glikemik 70 (Faidah dan Estiasih, 2009).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruh Nilai Indeks Glikemik

Ada beberapa hal yang menjadi faktor dalam memengaruhi nilai indeks glikemik (IG) yaitu kadar serat pangan, perbandingan kadar amilosa dan amilopektin, kadar lemak, kadar protein, cara pengolahan produk serta daya cerna pati (Rimbawan dan Siagian, 2004). Sehingga pada masing-masing komponen yang terdapat dalam bahan pangan akan berkontribusi dan saling berpengaruh satu sama lain hingga menghasilkan suatu respons glikemik tertentu (Widowati, 2007).

Serat Pangan

Adanya kandungan serat pangan pada makanan ternyata memiliki pengaruh terhadap kenaikan kadar glukosa dalam darah (Fernandes, et al.,2005). Pengaruh serat terhadap nilai indeks glikemik (IG) bahan pangan tergantung pada jenis seratnya. Serat tersebut dapat bertindak sebagai penghambat dalam proses pencernaan sehingga cenderung nilai IG yang dihasilkan rendah (Miller, et al., 1996; Rimbawan dan Siagian, 2004). Nishimune, et al., (1991); Rimbawan dan Siagian (2004), menyatakan bahwa kandungan serat terlarut (soluble dietary) dapat

(40)

menurunkan respon indeks glikemik (IG) secara bermakna. Dimana serat dapat memperlambat proses pencernaan dalam tubuh sehingga hasil akhir diperoleh respon glukosa darah akan cenderung lebih rendah (Brennan, 2005; Arif, et al., 2013).

Pada umumnya, buah-buahanmemiliki kadar serat pangan yang tinggi sehingga mempunyai nilai indeks glikemik (IG) yang rendah, misalnya pada buah jambu biji mengandung serat pangan 5,6 g/100 g memiliki nilai indeks glikemik (IG) 19 (Nainggolan dan Adimunca, 2005). Serat pangan merupakan komponen utama penyusun pada bagian dinding sel tanaman seperti buah-buahan, sayuran, umbi-umbian, dan serealia . Jenis serat pangan tersebut termasuk polisakarida yang tidak dapat dicerna seperti hemiselulosa, selulosa, oligosakarida, waxes, gum, dan pektin (Englyst dan Cummings, 1985; Sardesai, 2003; Astawan dan Wresdiyati, 2004; Marsono, 2004).

Kandungan serat pangan memiliki peran terhadap penurunan nilai indeks glikemik (IG) yang berkaitan dengan fungsi fisiologis dari komponen penyusunnya.

Serat pangan dapat dikelompokkan ke dalam serat larut, serat tidak larut, terfermentasi dan tidak terfermentasi. Kandungan serat pangan yang tidak larut dapat diartikan sebagai suatu serat pangan yang tidak dapat larut dalam air panas dan juga air dingin. Keutamaan adanya serat pangan yang tidak larut yaitu karena kemampuannya untuk mencegah penyakit yang berkaitan dengan sistem pencernaan tubuh (Muchtadi, 2001).

Beberapa fungsi serat pangan yaitu memperlambat proses pencernaan makanan, membuat rasa kenyang menjadi lebih lama, dan memperlambat laju proses kenaikan glukosa darah sehingga insulin yang dibutuhkan untuk proses

(41)

distribusi glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan mengubahnya menjadi energi juga semakin sedikit. Salah satu contohnya adalah pektin yang merupakan suatu jenis serat pangan yang larut di dalam air dan memberikan pengaruh terhadap penentuan nilai viskositas serat pangan (Guevarra dan Panlasigui, 2000). Sehingga, serat pangan larut memberikan manfaat yang dibutuhkan oleh penderita diabetes mellitus karena kemampuannya dalam mereduksi penyerapan glukosa pada usus kecin sangat baik (Prosky dan De Vries, 1992; Sardesai, 2003).

Amilosa dan Amilopektin

Penyusun granula pada pati terdiri dari buah fraksi yaitu bagian amilopektin dan amilosa yang dapat dipisahkan dengan menggunakan air panas. Bagian amilosa disebut sebagai bagiantidak larut sedangkan bagian amilopektin sebagai bagian yang larut. Fraksi amilosa adalah suatu polimer rantai lurus glukosa yang dihubungkan dengan suatu ikatan α-(1,4)-glikosidik. Bagian amilopektin adalah polimer gula sederhana, memiliki strukutur bercabang, dan terbuka. Pada dasarnya kedua bagian ini memiliki kesamaan, namun bagian amilopektin mempunyai ikatan α-(1,6)-glikosidik pada titi-titik percabangannya. Hal tersebut menyebabkan amilopektin lebih bersifat rapuh (amorphous) bila dibandingkan dengan amilosa yang mempunyai struktur kristal lebih dominan (BeMiller dan Whistler, 1996; Arif, et al., 2013).

Keberadaan amilosa yang cukup tinggi pada suatu bahan akan menjadikan proses pencernaan lebih lambat karena amilosa merupakan suatu polimer glukosa yang memiliki struktur tidak bercabang (struktur yang lebih kristal dengan adanya ikatan hidrogen yang lebih ekstensif). Disamping itu, amilosa juga mempunyai ikatan hidrogen yang kuat dibandingkan dengan amilopektin, sehingga menjadi

(42)

lebih sulit untuk dihidrolisis oleh enzim pencernaan tubuh (Behall dan Hallfrisch, 2002). Kondisi struktur yang tidak becabang pada amilosa membuat bagian tersebut terikat lebih kuat dan sulit untuk tergelatinisasi sehingga sulit untuk dicerna (Rimbawan dan Siagian, 2004). Selain itu, fraksi amilosa juga lebih mudah bergabung dan mengkristal sehingga lebih mudah mengalami retrogradasi yang bersifat sulit untuk dicerna tubuh (Meyer, 1973; Arif, et al., 2013).

Bagian amilosa memiliki peran dalam proses gelatinisasi dan lebih menentukan karakteristik suatu pati. Kandungan amilosa yang cukup tinggi akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kekuatan pada ikatan hidrogen sehingga pati akan membutuhkan energi yang lebih besar dalam proses gelatinisasi. Dari beberapa hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa bahan pangan dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi dibandingkan dengan amilopektin mempunyai nilai indeks glikemik (IG) rendah dan begitu juga untuk sebaliknya apabila kadar amilopektinnya lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa maka nilai IG akan sedikit lebih tinggi (Arif, et al., 2013).

Dalam penelitian yang lain mengenai bahan pangan yang memiliki perbandingan kadar amilosa dan amilopektin berbeda juga menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin menjadi lebih rendah setelah mengonsumsi bahan pangan yang mengandung kadar amilosa yang cukup tinggi dari pada bahan pangan yang memiliki kadar amilopektin yang tinggi (Miller,et al., 1992;

Rimbawan dan Siagian, 2004; Arif, et al., 2013).

Daya Cerna Pati

Daya cerna pati merupakan tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dihidrolisis oleh enzim pemecah pati dan mengubahnya ke dalam bentuk unit-unit

(43)

yang lebih kecil atau sederhana (Mercier dan Colonna, 1988). Jenis enzim yang menjadi pemecah pati dibagi menjadi dua golongan, yaitu enzim ekso-amilase dan endo-amilase. Enzim α-amilase termasuk dalam golongan endo-amilase yang mempunyai tugas dalam memutuskan suatu ikatan di dalam molekul amilopektin dan amilosa (Tjokroadikoesoemo, 1986; Arif, et al., 2013).

Proses pencernaan pati dapat juga disebut sebagai kemampuan suatu pati untuk dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Sehingga, semakin tinggi daya cerna dari suatu pati akan menunjukkan semakin tingginya pati untuk diubah menjadi glukosa dan akan menyebabkan semakin tinggi pula kemampuan pati dalam menaikkan kadar glukosa darah (Lestari, 2009). Sebaliknya, jika semakin rendah daya cerna dari suatu pati maka pati resisten yang ada di dalam bahan pangan akan semakin tinggi. Peningkatan daya cerna dengan proses fermentasi dikarenakan oleh proses hidrolisis pada pati oleh enzim amylase dan pululanase sehingga akan terbentuk amilosa dengan rantai pendek, maltosa, maltotriosa, oligosakarida dan glukosa yang lebih mudah dicerna dengan indeks glikemik yang tinggi (Setiarto, et al., 2018).

Aktivitas pada pencernaan pati dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik akan membuat suatu pati dicerna di dalam usus halus. Faktor tersebut berkaitan erat dengan sifat alami dari pati, seperti ukuran dan bentuk granula, keberadaannya pada matriks pangan, serta ukuran dan jumlah pori pada permukaan pati. Sedangkan faktor ekstrinsik memberikan pengaruh pencernaan pati terhadap lamanya waktu proses pencernaan di dalam lambung (transit time), aktivitas enzim amylase dalam usus, jumlah pati, dan

(44)

keberadaan zat atau komponen pangan lainnya seperti zat anti gizi (Tharanthan dan Mahadevamma, 2003; Arif, et al., 2013).

Granula pati memiliki suatu ukuran yang berhubungan dengan luas penampangan pada permukaan totalnya, sehingga, apabila semakin kecil ukuran granula dari pati, maka akan semakin besar luas penampang pada permukaan total granula pati tersebut. Dengan memiliki luas permukaan yang lebih besar pada pati, maka enzim yang memecah pati akan mempunyai area yang lebih luas untuk menghidrolisis suatu pati menjadi glukosa. Semakin mudah enzim bekerja, maka akan semakin cepat terjdinya proses pencernaan dan penyerapan karbohdirat pati dalam tubuh (Arif, et al., 2013).

Terdapat hubungan yang negatif antara suatu ukuran granula pati dengan koefisien laju pencernaan. Hal ini menandakan bahwa reaksi hidrolisis pada pati terjadi melalui suatu sistem permukaan terkendali (surface-controlled) atau difusi terkendali (diffusion-controlled). Sehingga, luas permukaan suatu granula pati mempunyai peran yang penting dalam mengendalikan laju proses pencernaan. Oleh sebab itu, jika ukuran ukuran dari ganula pati tersebut kecil, maka pati akanmemberikan kontribusi terhadap nilai indeks glikemik yang tinggi (Dhita, et al., 2010; Arif, et al., 2013).

Lemak dan Protein

Zat lemak adalah suatu sumber energi yang lebih efektif daripada karbohidrat dan protein bagi tubuh.Sebagai perbandingannya, apabila terdapat satu gram lemak maka akan menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein akan menghasilkan 4 kkal. Protein adalah suatu kompenen gizi yang merupakan sumber asam amino yang tersusun dari unsur C, H, O, dan N. Protein memiliki

(45)

kegunaan yang utama yaitu untuk mempertahankan jaringan yang telah ada dan membentuk jaringan baru. Selain itu, zat protein juga berfungsi sebagai pengatur proses metabolisme dalam tubuh (Arif, et al., 2013).

Kandungan lemak yang tinggi dalam suatu bahan panganakan membuat laju pengosongan lambung menjadi lambat setelah dikonsumsi, dan kecepatan proses pencernaan makanan pada usus halus juga menjadi semakin lambat. Sedangkan kandungan protein yang tinggi akan merangsang sekresi insulin sehingga glukosa darah dalam tubuh tidak akan berlebih dan akan terkontrol. Oleh karena itu, makanan dengan kandungan protein dan lemak yang tinggi cenderung akan membuat nilai indeks glikemik menjadi rendah apabila dibandingkan dengan bahan pangan yang mengandung kadar lemak dan protein rendah (Jenkins, et al., 1981;

Arif, et al., 2013).

Cara Pengolahan

Ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap nilai IG produk pangan salah satunya yaituproses atau cara pengolahan, seperti proses pemanasan (penggorengan,pengukusan, perebusan), penggilingan, dan penepungan yang bertujuan untuk memperkecil suatu ukuran partikel. Kegiatan pengolahan bahan pangan dapat mengubah suatu karakteristik fisikokimia bahan atau produk seperti daya cerna, kandungan lemak, protein, serta ukuran partikel pati maupun zat gizi yang lain sehingga dengan terjadinya perubahan tersebut menyebabkan berubahnya nilai indeks glikemik (IG) dari suatu bahan pangan (Arif, et al., 2013).

Proses pemanasan pada pati dengan menggunakan air yang berlebih akan membuat pati mengalami gelatinisasi dan perubahan struktur secara fisik.

Pemanasan kembali dan pendinginan pati yang telah mengalami proses gelatinisasi

(46)

akan mengubah struktru pati lebih lanjut dimana akan terbentuknya suatu krital baru yang tidak larut dalam air, berupa pati yang terretrogradasi sehingga, akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai indeks glikemik bahan pangan (Haliza, et al., 2006; Arif, et al., 2013).

Bahan Tambahan Pembuatan Biskuit Baking Powder

Baking powderadalah suatu bahan pengembang (leavening agent) yang sering digunakan dalam pembuatan biskuit. Baking powder dibuat dari campuran monokalsium fosfat, natrium bikarbonat, dan natrium aluminium fosfat. Kombinasi dari campuran bikarbonat dan asam akan menghasilkan gas karbondioksida yang baik sebelum dipanggang atau dipanaskan dalam oven. Jenis pereaksi asam yang digunakan adalah garam asam dari asam fosfat, asam tartarat, atau senyawa aluminium (Faridah, 2009).

Bahan baking powder tersebut akan mengalami rekasi pada saat proses pengadukan atau pengocokan dan akan bereaksi lebih cepat dengan menggunakan suhu panas sekitar 40-50oC (Faridah, 2009). Pada proses pemanggangan, baking powder akan melepaskan gas berupa CO2 agar pengembangan adonan bahan menjadi sempurna, menjaga dari terjadinya penyusutan, dan untuk menyeragamkan remah. Selain itu, penggunaan baking powder dalam pembuatan produk biskuit juga berfungsi pada pembentukan volume biskuit, mengontrol penyebaran, mengatur aroma, serta hasil produksi menjadi lebih ringan (Setyowati dan Nisa, 2014).

Shortening

Gambar

Gambar 2. Skema pembuatan pati dan serat ubi jalar oranye Pemarutan dengan parutan mekanis
Gambar 3. Skema pembuatan biskuit dari tepung komposit
Gambar 4. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai hedonik warna biskuit
Gambar 5. Hubungan biskuit ubi jalar oranye terhadap nilai hedonik aroma biskuit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penegasan istilah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa maksud dari penelitian yang berjudul “ Manajemen Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMA Muhammadiyah 1

Tugas Akhir. Data – data yang dikelola dalam aplikasi ini meliputi tanggal dan waktu pelaksanaan Ujian Tugas Akhir, ruangan yang digunakan, nama dosen.

Omega Plastics memiliki latar belakang pendidikan yang rendah yaitu setara Sekolah Dasar (SD) hingga setara Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mempengaruhi

Selanjutnya luaran dari penelitian ini adalah sistem ini dapat memudahkan pimpinan dalam pengambilan keputusan yang tepat sehingga kesalahan dapat diminimalisasi

Resiko yang ditimbulkan dari adanya penyumbatan pada probe level dan impeller discharge pump pada Sewage Treatment Plant yaitu terjadinya high water level alarm yang

Sebanyak 55 orang responden (61,1%) memiliki kepuasan terhadap pemanfaatan BPJS kesehatan untuk mendapatkan layanan kesehatan di Puskesmas Singkil Utara dalam kategori yang

Jika keseluruhan materi pelajaran yang telah diberikan kepada peserta didik atau sudah diperintahkan untuk dipelajari oleh peserta didik itu dianggap sebagai

Further variables (potential) manufacturing industry agglomeration, population, income per capita (YCap t ) and a per capita income of the previous year (YCap t−1 ) a