• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN DIPLOMATIK ANTAR NEGARA

B. Pembukaan Hubungan Diplomatik

Hukum internasional tidak mengharuskan suatu Negara membuka hubungan diplomatik dengan Negara lain, seperti juga tidak ada keharusan untuk menerima misi diplomatik asing di suatu Negara, demikian juga suatu Negara tidak mempunyai hak meminta Negara lain untuk menerima wakil-wakilnya. Pasal 2 Konvensi Wina 1961 menegaskan : “Pembukaan hubungan diplomatik antara Negara-negara dan pembukaan perwakilan tetap diplomatik dilakukan atas dasar saling kesepakatan”. Pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan perwakilan tetap merupakan 2 hal yang berbeda. Negara dapat saja membuka hubungan diplomatik tetapi tidak langsung membuka perwakilan tetap.

Penolakan suatu Negara untuk membuka hubungan diplomatic merupakan suatu praktek yang biasa berlaku. Negara-negara Arab dan Negara Islam tidak membuka hubungan diplomatic dengan Israel.

Sebagaimana yang telah diutarakan dimuka, setiap negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai right of legation. Hak legasi ini ada yang aktif, yaitu hak suatu negara untuk menempatkan akreditasi wakilnya ke negara penerima dan hak legasi pasif, yaitu kewajiban untuk menerima wakil-wakil negara asing. Hak legasi ini diterima dan dimuat dalam Pasal 1 Konvensi Havana 1928. Meskipun demikian, bila kita perhatikan praktik yang berkembang, hak legasi ini secara berangsung-angsur sudah ditinggalkan, seperti dikatakan ahli hukum internasional Prancis, Fauchille,63

63

Fauchille, Traite de Doit International Public, Vil.1. Pedone, Paris, 1996, hal 32, dalam :

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global,

cetakan ke-4, (Bandung : PT. Alumni, 2003), hal.476

tidak suatu negara pun yang diharuskan menerima duta besar negara lain karena hal itu merupakan persoalan hubungan baik dan bukan masalah hukum murni. Oleh karena itu, hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara membuka hubungan diplomatik dengan negara lain, seperti juga halnya tidak ada keharusan untuk menerima misi diplomatik asing si suatu negara. Demikian juga suatu negara tidak mempunyai hak meminta negara lain untuk menerima wakil-wakilnya.

Dewasa ini, sebagai landasan yuridis untuk membuka hubungan diplomatik antarnegara, dapat kita pergunakan ketentuan Pasal 2 Konvensi Wina 1961 yang mengggariskan :

Pembukaan hubungan diplomatik antara Negara-negara dan pembukaan perwakilan diplomatik tetap dilakukan atas dasar kesepakatan bersama secara timbal balik.

Suatu negara tidak diharuskan untuk membuka hubungan diplomatik dengan negara lain terutama disebabkan masalah teknis dan bukan atas dasar politis. Ini berarti suatu negara mempunyai hak untuk tidak mengirim perwakilan diplomatiknya ke negara lain dan juga tidak mempunyai hak untuk meminta negara lain untuk dapat menerima perwakilannya di negara tersebut.64

Pembukaan hubungan diplomatik harus dilaksanakan apabila telah terdapat kesepakatan bersama antara kedua negara. Hal ini seperti ditegaskan dalam Konvensi Wina tahun 1961, bahwasannya pembukaan hubungan diplomatik antara negara-negara dan pengadaan misi diplomatik tetapnya, terjadi dengan persetujuan timbal balik. Dengan terjadinya kesepakatan bersama yang selanjutnya dituangkan dalam persetujuan bersama atau perjanjian bilateral, maka kedua negara tersebut harus dapat menerima segala konsekwensinya. Kedua negara tersebut harus menyadari bahwa mereka telah melakukan suatu perjanjian tanpa ada tekanan ataupun paksaan dari manapun juga. Dengan demikian suatu negara yang telah membuka hubungan diplomatik dengan negara lain maka ia telah mengakui negara ataupun pemerintah dari negara tersebut, kerena suatu negara tidak dapat dipaksakan untuk menerima wakil-wakil dari negara yang tidak diakuinya.

65

Bila diperhatikan dengan seksama dalam pasal 2 Konvensi Wina menyatakan

bahwa antara pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan perwakilan tetap merupakan dua hal yang berbeda. Hal ini berarti apabila suatu negara membuka

hubungan diplomatik dengan negara lain belum tentu dia juga langsung membuka

perwakilan tetapnya di negara tersebut. Secara hukum kedua hal ini merupakan dua hal

64

Syahmin, Hukum Diplomatik dalam Kerangka Studi Analisis, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 46

65

yang berbeda. Pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan kantor perwakilan

diplomatik di Indonesia ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Mengenai tata cara pembukaan hubungan diplomatic dan konsuler mapun pembukaan perwakilan diplomatik tetap atau konsuler seperti tertera dalam Pasal 2 Konvensi Wina 1961 Junctis Pasal 2 Konvensi Wina 1963 tentang hubungan konsuler, ternyata telah ditegaskan pula dalam Pasal 9 UU No.37/1999 tentang hubungan luar negeri.66

Mencermati lebih seksama kata kunci Pasal 2, dua buah Konvensi Wina di atas adalah kesepakatan bersama mutual consent. Harus ada kesepakatan kedua belah pihak (Negara pengirim dan Negara penerima) untuk membuka hubungan diplomatic, selanjutnya kesepakatan untuk membuka perwakilan tetap. Pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan perwakilan tetap bagi Konvensi Wina merupakan dua hal yang berbeda. Hal itu dapat diartikan bahwa suatu Negara dapat saja membuka hubungan diplomatik tanpa diikuti pembukaan perwakilan tetap secara hukum merupakan dua hal yang berbeda. Di Indonesia, sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 9 ayat (2) UU No.37/1999 tentang hubungan luar negeri, pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan kantor perwakilan diplomatik ditetapkan dengan keputusan Presiden. Dapat ditambahkan di sini bahwa prinsip kompromi rasional yang sepenuhnya sesuai dengan prinsip bahwa setiap pembatasan kedaulatan harus disetujui negara bersangkutan.67

Selanjutnya, ternyata ada kaitan yang erat antara pembukaan hubungan diplomatik dengan suatu negara dan pengakuan terhadap negara tersebut atau

66

Elleen Denza, Diplomatic Low, Oceana Publications, Ins. Dobbs Ferry, New York, 1976, hal 17.

67

pemerintahnya. Karena Hukum Internasional tidak berisikan kewajiban hukuman untuk mengakui suatu negara, maka negara tersebut tidak dapat dipaksa untuk menerima wakil-wakil dari Negara yang tidak diakuinya. Penolakan suatu negara untuk membuka hubungan diplomatik dengan alasan apapun terhadap Negara lain merupakan suatu hal yang lumrah dan biasa terjadi dalam praktik. Sebagai contoh, Cina dan Jepang selama berbad-abad tidak mempunyai hubungan dengan negara-negara asing. Dewasa ini, kecuali Mesir dan Yordan, Negara-negara-negara Arab dan Islam lainnya tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel.68

Dalam Hukum Internasional, publik sudah ada penerimaan umum bahwa kunci pembuka hubungan diplomatik itu berasal dari pengakuan sebagai suatu negara yang berdaulat dari negara-negara atau pemerintah yang telah merdeka dan berdaulat lainnya terlebih dahulu. Dalam praktiknya, suatu negara memberi pengakuan terlebih dahulu, kemudian membuka hubungan diplomatik. Dapat juga terjadi bahwa pengakuan sekaligus merupakan pembukaan hubungan diplomatik.

69