HUBUNGAN DIPLOMATIK TAIWAN DENGAN NEGARA LAIN DALAM
STATUSNYA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
S K R I P S I
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
ERIC NIM : 080200062
DEPARTEMEN :HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN DIPLOMATIK TAIWAN DENGAN NEGARA LAIN
DALAM STATUSNYA SEBAGAI SUBJEK HUKUM
INTERNASIONAL
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara
OLEH :
ERIC
NIM : 080200062
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
Ketua Departemen
Arif, SH, M.Hum
NIP. 196403301993031002
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Sutianoto SH, M.Hum Arif, SH, M.Hum
NIP. 195610101986031003 NIP. 196403301993031002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kasih karunia dan penyertaan-Nya yang dirasakan oleh Penulis setiap waktu
terkhusus dalam proses penulisan skripsi ini. Oleh karena kasih-Nyalah maka skripsi
ini dapat dirampungkan.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa pada
umumnya dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada
khususnya guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum.sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah
“Hubungan Diplomatik Taiwan Dengan Negara Lain Dalam Statusnya Sebagai Subjek Hukum Internasional”.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam
menyusun skripsi ini.. Melalui kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada kedua orangtua Penulis yang telah
memberikan perhatian dan kasih sayang kepada penulis.
Serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Sutianoto SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak
Arif, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang berkenaan menyediakan
waktu, bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini sehingga Penulis
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M. Sc.(CTM), Sp. A (K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.H, DFM selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Muhammad Husni, S.H. M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Arif, SH, M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing II
Penulis.
7. Bapak Sutianoto SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan waktu, bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
8. Bapak Dr.Jelly Leviza, S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Internasional Fakultas Hukum Universitas
9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah mendidik Penulis dari
awal sampai akhir kuliah ini.
10.Seluruh Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
11.Kepada orang tua tercinta, Papa dan Mama yang telah merawat dan mendidik
12.Kepada semua saudara-saudariku
13.Kepada semua teman-temanku yang selalu memberi dukungan semangat
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini berguna
dan berkenan bagi para pembaca sekalian.
Medan, 24 April 2012
Penulis,
ERIC
ABSTRAKSI
Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan terhadap masalah hubungan diplomatik Taiwan sebagai subjek Hukum Internasional. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah apa yang dimaksud dengan subjek Hukum Internasional, membentuk hubungan diplomatik antar negara dan hubungan diplomatik Taiwan sebagai subjek Hukum Internasional.
Adapun metode penelitian dilakukan dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan, dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan studi kepustakaan (library research) dengan perolehan data sekunder yang bersumber sari majalah, buku-buku, jurnal, surat kabar, website online, dan dokumen pustaka lainnya.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat
berikut : penduduk tetap, wilayah yang tertentu; pemerintah; kemampuan untuk
melakukan hubungan dengan negara lain.1
Unsur wilayah adalah merupakan unsur negara dengan syarat bahwa
kekuasaan negara yang bersangkutan harus secara efektif di seluruh wilayah negara
yang bersangkutan. Hal ini berarti didalam wilayah tersebut tidak boleh ada
kekuasaan lain selain kekusaan negara yang bersangkut.2
Pengakuan merupakan pernyataan dari suatu negara yang mengakui suatu
negara lain sebagai subjek hukum internasional. Pengakuan berarti bahwa
selanjutnya antara negara yang mengakui dan negara yang diakui terdapat hubungan
sederajat dan dapat mengadakan segala macam hubungan kerja sama satu sama lain
untuk mencapai tujuan nasional masing-masing yang diatur oleh
ketentuan-ketentuan Hukum Internasional. Pengakuan juga berarti menerima suatu negara baru
ke dalam masyarakat Internasional.3
Suatu negara tidak dapat ada sebagai subyek hukum tanpa adanya
pengakuan. Pengakuan ini memungkinkan negara baru untuk mengadakan
1
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, edisi kesepuluh, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hal.127.
2
Max Boli Sabon, Ilmu Negara, (Jakarta : Gramedia, 1994), hal.16
3
Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era
hubungan-hubungan resmi dengan negara-negara lain, dan dengan subyek Hukum
Internasional lainnya.4
Sebuah negara menggunakan media diplomasi sebagai alat untuk mencapai
kepentingan nasionalnya. Setiap negara memiliki kepentingan nasional yang berbeda
– beda, dalam pencapaian kepentingan tersebut terkadang menimbulkan konflik
antara dua negara. Media diplomasi dapat digunakan untuk meredakan konflik yang
terjadi antara negara – negara yang sedang berselisih, yakni dengan menggunakan
sarana lobbying dan bargaining. Namun apabila cara tersebut tidak berhasil maka
dibutuhkan manajemen perubahan, melalui alternatif– alternatif lain yang tujuannya
untuk mencapai kepentingan nasional.5
pada tatanan dunia yang selalu berubah. Oleh karena itu sarana diplomasi yang
digunakan negara juga ikut mengalami transformasi untuk mewujudkan kepentingan
nasional. Berdasarkan kondisi nyata dan globalisasi, pelaksanaan diplomasi
disesuaikan dengan tuntutan Internasional merupakan keharusan sebagai upaya agar
dapat menyesuaikan diri dengan segala perubahan baik perubahan politik dan isu –
isu Internasional. Dengan adanya kepiawaian seorang diplomat dalam mengelola dan
memahami perubahan situasi global secara kekinian, maka akan memudahkan
pencapaian tujuan dan kepentingan nasional negaranya.
Hal terpenting dalam hubungan suatu negara dengan negara lain tergantung
6
Dari pernyataan tersebut menggambarkan bahwa media diplomasi dapat
mengalami perubahan yang disesuaikan oleh kebutuhan suatu negara, yakni dari
diplomasi dengan cara damai dapat berubah menggunakan kekerasan, seperti halnya
4
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 69
5
Ibid
6
ancaman dan tindakan tegas untuk menekan negara lain. Adanya perubahan sarana
diplomasi dikarenakan antara dua negara yang berselisih tidak memiliki trust
(kepercayaan), respect ( rasa saling menghormati ) dan keselarasan, sehingga sarana
diplomasi melalui alternatif tindakan tegas dan ancaman dapat dipakai untuk
membuat kesepahaman bersama.
Salah satu bentuk dari penggunaan tindakan tegas dan ancaman yaitu dengan
melakukan penangguhan hubungan diplomatik antara negara satu dengan negara
lain. Itu dilakukan karena dua negara bersikeras untuk mempertahankan
argumennya. Penangguhan hubungan diplomatik biasanya terjadi akibat penolakan
untuk memberikan pengakuan yang sah terhadap wilayah suatu Negara.7
Apabila terjadi penangguhan hubungan diplomatik, komunikasi diantara dua
negara yang berkonflik tetap perlu dipertahankan, karena merupakan kebutuhan
untuk meminimalisir akibat dari menurunnya hubungan diplomatik atau jalur untuk
memulihkan hubungan dua negara agar kembali normal.8
Taiwan merupakan bagian dari wilayah China yang tidak boleh dipisahkan.
Dalam aspek topografi, semasa zaman kuno, Pulau Taiwan menyambung dengan
Tanah Besar China. Kemudian, disebabkan pergerakan bumi, bagian penyambung Terkadang adanya
keselarasan kepentingan diantara dua Negara yakni Cina dan Taiwan, dapat
mengakibatkan terjadinya konflik. Ini terjadi karena dua negara memiliki
kepentingan yang sama, dimana keduanya bersikeras dan berupaya dengan berbagai
cara untuk mendapatkan kepentingan mereka yang bertujuan memberi kemakmuran
dan kesejahteraan kepada rakyatnya, seperti dalam kasus Taiwan.
7
Sukawarsini Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik, Graha Ilmu, Yogyakarta,
2008,hal 86
8
itu turun dan berubah menjadi selat, maka Taiwan pun menjadi pulau. Terdapat
banyak benda budaya yang digali di berbagai tempat Taiwan diantaranya alat batu,
keramik hitam dan keramik berwarna membuktikan kebudayaan Taiwan sebelum
catatan sejarah sama dengan kebudayaan di Tanah Besar China. Berdasarkan catatan
dokumen zaman kuno, pada tahun 230, Raja Negara Wu Sun Quan pernah
menugaskan Jeneral Wei Wen dan Zhuge Zhi mengetuai 10 ribu laskar marinir tiba
di Taiwan. Ini merupakan permulaan penduduk Tanah Besar China menggunakan
pengetahuan maju. Pada akhir Abad ke-6 dan awal Abad ke-7 yaitu Dinasti Sui, Raja
Yangdi pernah 3 kali mengantar pegawainya ke Taiwan untuk mengadakan kajian
dan membantu penduduk setempat. Dalam waktu kira-kira 600 tahun berikutnya
yaitu semasa Dinasti Tang dan Song, untuk menghindari diri dari peperangan dan
kematian dalam tentera, terdapat keramaian penduduk yang tinggal di pantai Tanah
Besar China khususnya di kawasan sekitar bandar Quanzhou dan Zhangzhou,
Provinsi Fujian lari ke Kepulauan Penghu atau pindah ke Pulau Taiwan. Pada tahun
1355, Dinasti Yuan secara resmi menubuhkan “Jabatan Penghu” di Kepulauan
Penghu untuk menangani pentadbiran Penghu dan Taiwan. Ini juga merupakan
permulaan kerajaan Tanah Besar China menubuhkan jabatan pentadbiran khas di
Taiwan. Setelah Dinasti Ming, pertukaran antara rakyat Tanah Besar China dengan
Pulau Taiwan semakin sering terjadi. Ahli pelayar Zheng He semasa mengetuai
pasukan kapal besar melihat berbagai negara Asia Tenggara, pernah singgah di
Taiwan dan memberi barang serta hasil pertanian kepada penduduk setempat. Pada
tahun 1628, bencana kering terjadi di Provinsi Fujian sehingga rakyat jelata
mengalami penderitaan besar. Penduduk Fujian, Zheng Zhilong mengetuai puluhan
besar-besaran. Sejak pertengahan abad ke-16, Pulau Taiwan yang indah dan kaya
sumbernya mulai dirampas penjajah barat. Berbagai negara asing termasuk Spanyol
dan Portugal berturut-turut menyerang Taiwan, atau merampas sumber, atau secara
terpaksa menyebar ajaran agama, atau secara langsung mengadakan penaklukan.
Pada tahun 1642, Belanda mengalahkan Sepanyol dan menduduki bahagian utara
Pulau Taiwan, dan Taiwan turut menjadi tempat penjajahan Belanda. Penjajah
Belanda mengadakan ekploitasi yang kejam terhadap rakyat Taiwan semasa
penjajahannya. Rakyat Taiwan selalu menggalakkan perjuangan antiBelanda. Pada
tahun 1662, berdasarkan bantuan rakyat Taiwan, pahlawan nasional China Zheng
Chenggong berhasil mengalahkan penjajah Belanda dan mengambil kembali
Taiwan. Pada masa tidak lama kemudian, Zheng Chenggong terkena penyakit dan
meninggal dunia. Anaknya Zheng Jing dan Zheng Keshuang menangani pentadbiran
di Taiwan selama 22 tahun. Semasa 3 genegrasi ZhengChenggong menangani
pentadbiran di Taiwan, mereka melaksanakan banyak tindakan untuk menjaga
perkembangan ekonomi dan kebudayaan Taiwan antaranya menggalakkan
pembuatan gula dan garam, mengembangkan industri dan perniagaan, meningkatkan
perdagangan, mendirikan sekolah dan memperbaiki cara pengeluaran pertanian etnik
Gaoshan. Ini dikenal sebagai “Zaman Mingzheng” dalam sejarah pembangunan
Pulau Taiwan.
Belum diakuinya Taiwan sebagai sebuah Negara oleh sebagian besar Negara
lain di dunia merupakan kendala besar bagi Taiwan untuk menjalin hubungan
diplomatik dan hubungan kerjasama yang lebih luas. Bahkan, PBB sebagai suatu
organisasi Internasional yang menaungi seluruh Negara tidak mengakui Taiwan
hanya melakukan hubungan kerjasama dalam perdagangan, perekonomian, dan
ketenagakerjaan dengan Taiwan termasuk Indonesia. Indonesia sendiri telah
memiliki hubungan kerjasama dengan Taiwan sejak tahun 1960. Namun Indonesia
selalu berpegang teguh dengan prinsip One China Policy atau kebijakan satu China.
Artinya, secara de jure Indonesia hanya menjalin hubungan diplomatik dengan
Republik Rakyat China (RRC). Indonesia tidak mengakui Taiwan sebagai sebuah
Negara yang berdaulat dan merdeka dari China. Namun bukan berarti antara
Indonesia dan Taiwan tidak terjalin hubungan kerjasama. Hubungan antara
Indonesia dengan Taiwan hanya sebatas hubungan kerjasama perdagangan dan
ekonomi. Hal ini dikarenakan Indonesia ingin tetap menjalin hubungan yang baik
dengan pemerintah RRC baik hubungan diplomatik maupun hubungan kerjasama
ekonomi.
Taiwan merupakan mitra dagang Indonesia yang cukup diperhitungkan.
Banyak sekali hubungan kerjasama perdagangan yang telah dijalin dengan Taiwan di
berbagai bidang kehidupan. Mulai dari bidang perdagangan dan perekonomian,
investasi - investasi perusahaan Taiwan, ketenagakerjaan, pendidikan dan
kepariwisataan. Kesemua aspek tersebut sangat menguntungkan baik bagi Indonesia
maupun bagi Taiwan.
Wilayah Taiwan yang sekarang secara de facto merupakan wilayah Republik
Cina pernah menjadi protektorat dari negara Jepang setelah peperangan antara Cina
dengan Jepang pada akhir abad ke-19 (1894-1895) yang berbuah pada kekalahan
Cina dan perjanjian Shimonoseki berakhirnya masa Perang Dunia II dan Taiwan
diambil alih oleh pemerintahan Kuomintang (saat itu, Cina masih berada di bawah
Sejarah pemisahan Taiwan dan Cina dimulai dari perang saudara di tahun
1949. Republik Cina yang dipimpin oleh Chiang Kai Shek yang berhaluan nasionalis
kalah dari perang saudara dengan Partai Komunis Cina (Zhongguo Gongchandang)
pimpinan Mao Zedong dan mundur ke Taiwan. Mao Zedong kemudian
memproklamirkan berdirinya negara baru Republik Rakyat Cina di Beiping, yang
kemudian diubah namanya menjadi Beijing dan selanjutnya ditetapkan sebagai
ibukota negara baru tersebut. Mao Zedong mendeklarasikan Republik Rakyat Cina
dan mendirikan sebuah negara komunis.
Sejak Oktober 1949, Taiwan terus berusaha memisahkan diri dari Cina.
Usaha yang dilakukan oleh Taiwan yaitu Pragmatic Diplomacy yang dijalankan
Taiwan memperlihatkan keinginan untuk melepaskan diri dari Cina. Taiwan giat
membuka hubungan diplomatik dengan berbagai negara di Afrika ataupun memberi
bantuan dana kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diterjemahkan oleh
Beijing sebagai keinginan untuk mendirikan negara terpisah.
Taiwan selanjutnya mencoba kembali untuk menjadi anggota PBB, akan
tetapi gagal setiap kali mencoba karena Cina menghalanginya. Cina berusaha
mengedepankan Dasar Satu Cina yang dipromosikan oleh pemerintah Republik
Rakyat Tiongkok di Cina Daratan disamping melakukan tekanan ekonomi dan
diplomatik kepada Taiwan. Kebanyakan negara dunia mengubah arah diplomatiknya
ke pemerintahan Republik Rakyat di daratan pada tahun 1970-an dan kini, Republik
Cina di Taiwan hanya diakui 25 negara saja.
Demikianlah, maka perlu dilakukan suatu telaah terhadap masalah yang
“Hubungan Diplomatik Taiwan dengan Negara Lain Dalam Statusnya Sebagai Subjek Hukum Internasional”.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus
diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya perumusan masalah
maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak
mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.
Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Subjek Hukum Internasional?
2. Bagaimana membentuk hubungan diplomatik antar Negara?
3. Bagaimana hubungan diplomatik Taiwan sebagai Subjek Hukum Internasional?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan
Tujuan utama dari penulisan skripsi ini secara umum adalah untuk
menempatkan Studi Analisa Hubungan Diplomatik sebagai bidang yang menarik
dalam ilmu Hukum Internasional. Suatu penulisan biasanya dilakukan untuk
memberikan gambaran obyektif terhadap fenomena tertentu. Adapun tujuan dari
penelitian ini antara lain:
a. Memberikan gambaran tentang hubungan diplomatik Taiwan sebagai subjek
Hukum Internasional.
b. Mengetahui bagaimana hubungan diplomatik antar negara.
c. Mengaplikasikan teori-teori yang didapatkan selama proses belajar di
d. Penulisan ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana S1 pada Jurusan Ilmu
Hukum, Universitas Sumatera Utara.
2. Manfaat penulisan
Adapun manfaat penulisan skripsi yang dilakukan adalah:
a. Penulisan ini sangat penting untuk memperoleh data yang dapat dipercaya dan
dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai bahan penyusunan skripsi dan
bahan pembinaan serta memperkaya khasanah perbendaharaan ilmu hukum
khususnya Hukum Internasional.
b. Hasil penulisan ini juga diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumber kajian
bagi yang berkepentingan.
D. Keaslian Penulisan
Adapun judul tulisan ini adalah hubungan diplomatik Taiwan dengan Negara
lain dalam statusnya sebagai subjek hukum internasional. Judul skripsi ini belum
pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau
dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa fakultas hukum USU.
Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Suatu menjadi pendapat umum bahwa hakekat manusia itu adalah sebagai
kepribadian dan masyarakat. Dua unsur eksistensi ini merupakan suatu kesatuan
yang tidak terpisahkan, sehingga apabila kita substitusikan kepada masyarakat
kumpulan dari Negara-negara tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat
internasional (international society).9
Konsepsi di atas membawakan hubungan-hubungan dalam mana kepentingan
yang beraneka ragam saling menjalin secara berkelanjutan yang semakin hari
semakin meluas. Interpedansi antar mereka dalam memenuhi
kepentingan-kepentingan mereka sudah menjadi suatu keharusan. Dengan perkataan lain,
Negara-negara di dunia sekarang ini erat kaitannya satu sama lain, sehingga apapun yang
terjadi misalnya di bidang politik, ekonomi, dan sosial di suatu bagian dunia pasti
akan mempengaruhi bagian dunia lainnya.10
Sejak permulaan sejarah umat manusia, hubungan individu, kelompok, dan
antar bangsa sudah mengenal kaedah-kaedah yang mengatur dan menata perilaku
semestinya dalam hubungan itu sendiri. Kaedah-kaedah tersebut ditujukan sebagai
suatu keabsahan yuridis untuk mengatur perilaku Negara-negara didalam melakukan
hubungan-hubungan di antara mereka. Inilah yang disebut dengan hukum
diplomatik. Dalam rangka mempererat hubungan antar bangsa serta kerjasama dan
persahabatan maka Negara-negara mengirimkan perwakilannya ke Negara lain.
Pengiriman perwakilan Negara ke Negara lain dikenal dengan pertukaran misi
diplomatik yang sudah dilakukan sejak dahulu. Perwakilan diplomatik dianggap
sebagai wakil dari Negara yang diwakilinya dan kedudukannya dipersamakan
dengan kedudukan seorang kepala Negara pengirim di Negara penerima.
11
Definisi diplomat yaitu sebagai orang yang melakukan diplomasi. Kata
diplomat berasal dari bahasa Yunani yaitu “diploma” yang artinya adalah “a letter
9
Buana, Mirza, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Nusamedia, Bandung, 2007, hal 16
10
Ibid
11
folded double” atau surat yang dilipat ganda, kemudian diterjemahkan sebagai
utusan negara yang mengemban tugas ganda. Sehingga dalam kaitannya dengan
hubungan antar negara, diplomat dapat dikatakan sebagai duta negara atau utusan
negara yang ditugaskan ke negara lain sebagai representatif atau untuk
merepresentasikan negara yang telah mengutusnya. Maka dalam menjalankan
fungsinya, seorang diplomat harus bekerja sesuai dengan aturan diplomatik yang
telah berkembang di kalangan negara-negara dunia.12
Definisi mengenai diplomasi sangatlah beragam. Para pakar memberi definisi
yang berbeda. Menurut Wikipedia Indonesia pengertian diplomasi adalah “seni dan
praktek bernegosiasi oleh seseorang yang biasanya mewakili sebuah negara atau
organisasi”. Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan diplomasi
Internasional yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan
perdagangan. Biasanya, orang menganggap diplomasi sebagai cara mendapatkan
keuntungan dengan kata-kata yang halus.
13
Menurut the Chamber's Twentieth Century Dictionary, diplomasi adalah “the
art of negotiation, especially of treaties between states; political skill”. (seni
berunding, khususnya tentang perjanjian di antara negara-negara; keahlian politik).
Syahrimin mengatakan bahwa diplomasi, yang sangat erat dihubungkan dengan
The Oxford English Dictionary memberi konotasi sebagai berikut:
“manajemen hubungan intemasional melalui negosiasi; yang mana hubungan ini
diselaraskan dan diatur oleh duta besar dan para wakil; bisnis atau seni para
diplomat”.
12
Ak, Syahmin, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, Jakarta: Rajawali Pers, 2008, hal 20
13
Suryono,Edy, Hukum Diplomatik Kekebalan dan Keistimewaannya, Bandung: Angkasa,
hubungan antar negara sebagai : Seni mengedepankan kepentingan suatu negara
melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin, dalam berhubungan
dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang
diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata
sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.14
Definisi hubungan diplomatik adalah salah satu cara yang dipergunakan
dalam hubungan internasional, dengan memakai metode diplomasi atau negosiasi.
Secara tradisional, fungsi perwakilan diplomatik atau agen diplomatik yang
dikirimkan ke negara asing merupakan penyambung lidah pemerintahnya dan
sebagai jalur komunikasi resmi antar negara pengirimnya dengan negara dimana
diplomat tersebut ditempatkan. Selain itu, diplomat tersebut memberikan
laporan-laporan kepada pemerintahnya mengenai kondisi dan perkembangan situasi yang
terjadi di negara penerima, melindungi bangsanya yang berdiam di negara penerima
serta meningkatkan hubungan persahabatan antara negaranya dengan negara
penerima. Selanjutnya diplomat tersebut bertugas memupuk kerjasama dalam bidang
ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Sesuai dengan anjuran dan
ketentuan-ketentuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.15
Fungsi perwakilan diplomatik pada dasarnya hanya berhubungan dengan
persoalan politik, tetapi pada saat ini sulit bagi kita untuk memisahkan antara politik
dengan aspek kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Oleh karena itulah fungsi
perwakilan diplomatik lama kelamaan juga berubah, bukan hanya
menyelenggarakan hubungan politik saja, tetapi sudah jauh masuk ke bidang
14
Op.Cit, hal 21
15
perdagangan, keuangan, perindustrian dan lain sebagainya, yang sebenarnya
merupakan wewenang konsuler.16
Hukum Internasional tidak pernah luput dari pelanggaran-pelanggaran
ataupun pembangkangan dari negara-negara yang melanggar hukum tersebut.
Pelanggaran sering terjadi dalam masalah-masalah politik dan keamanan yang
dianggap vital bagi negara yang bersangkutan. Namun, setiap kali terjadi
pelanggaran, negara pelanggar selalu berusaha menjelaskan bahwa tindakkannya
tidak bertentangan dengan hukum internasional. Dalam sengketa-sengketa yang
terjadi, negara selalu berlindung dibawah prinsip penegakkan hukum dalam
membenarkan tindakannya dan tidak pernah berdasarkan ketidakadaan hukum. Oleh
karena itu, hukum internasional bertugas mengatur berbagai macam interaksi antar
negara dan subyek-subyek hukum lainnya yang memiliki ruang lingkup yang luas
dan kompleks serta dituntut untuk berperan aktif demi terlaksananya hubungan dan
kerjasama yang baik serta dapat memelihara perdamaian dan keamanan dunia.17
16
Sihbudi, M. Riza, dkk, Konflik dan Diplomasi, PT Eresco, Bandung, 1993, hal 27
17
Ambarwati, dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan
Internasiona,Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal 66.
Pada akhir Perang Dunia II jumlah negara-negara yang baru merdeka sangatlah
terbatas dan karena dunia terus mengalami perkembangan jumlah negara-negara
yang diakui kemerdekaannya oleh negara lainnya juga bertambah. Negara menjadi
sangat penting keberadaannya karena negara merupakan subyek yang paling utama
dalam hukum internasional. Negara juga berperan sebagai pemegang hak dan segala
merupakan subyek hukum internasional harus memiliki unsur-unsur konstitutif
sebagai syarat sahnya terbentuknya suatu negara.18
Bentuk perwujudan khusus atau dalam kata lain, apa saja yg menjadi
kekhususan pembahasan hukum internasional. PBB memberikan ruang khusus
terhadap Hukum Internasional19
Perdamaian dan keamanan, batas wilayah, kegiatan kemanusiaan dan HAM
merupakan pokok pembahasan PBB. Dimana pembahasan tersebut diatas
digolongkan ke delam nama atau kelompok-kelompok hukum : Hukum humaniter,
hukum udara, hukum angkasa, hukum diplomatik, hukum lingkungan internasional,
hukum laut internasional, hukum pengelesaian sengketa, hukum pidana
internasional, hukum ekonomi internasional. Kelompok hukum tersebut diajarkan
pada bagian hukum internasional dengan tujuan agar, mahasiswa dapat mengerti dan
memahami mekanisme PBB dan Hukum Internasional itu sendiri.
. Semua ketentuan internasional dikeluarkan oleh
PBB melalui suatu rapat Majelis Umum yang dihadiri oleh Negara-negara anggota.
Dari pertemuan tersebut, lahirah aturan-aturan formal internasional yang dikenal
dengan Hukum Internasional.
20
Jika diperhatikan peristiwa setahun terakhir di dunia internasional, berbagai
peristiwa hukum internasional setahun terakhir dapat memberikan gambaran
mengenai bidang-bindang kekhususan dari hukum internasional. Peristiwa di Libya.
Kekuatan rakyat yang hendak menggulingkan kekuasaan Khadafi, presiden Libya
yang sudah menjabat selama lebih dari 30 tahun. Melalui resolusi Dewan
Keamanan, PBB mengirimkan tentara keamanan internasional atau yg dikenal
18
Op.Cit, hal 29
19
Djamili, Mizwar, Mengenal PBB dan 170 Negara di Dunia, PT Kreasi Jaya Utama,
Jakarta, 1995, hal 57.
20
dengan casque bleu, yaitu tentara gabungan dari berbagai Negara, yang bersifat
netral, tidak memihak.21
Hubungan bilateral dalam hubungan internasional selalu berada dalam dua
konteks, yaitu kerjasama dan konflik. Kedua konteks hubungan internasional ini
berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan dinamika hubungan internasional itu
sendiri. Hubungan bilateral yang dilakukan oleh Malaysia – Indonesia sejak 1973
merupakan konteks kerjasama yang semakin membaik dan membuat hubungan
keduanya menjadi lebih erat. Konsep Hubungan Bilateral menurut Didi Krisna
dalam kamus politik internasionalnya mengatakan Hubungan bilateral adalah
keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau
terjadi hubungan timbal balik antara dua pihak atau dua negara.22
Hubungan bilateral yang terjalin dengan baik tak lepas dari adanya
kepentingan nasional dari kedua negara tersebut yang berusaha dicapai dalam
hubungan kerjasama diantara keduanya. Hans J. Morgenthau menyampaikan
pandangan tentang konsep kepentingan nasional sebagai berikut: “The concept of the
national interest, then, contains two elements, one that is logically required and in
that sense necessary, and one that is variable and determined by circumstances.23”
Konsep kepentingan nasional, maka, mengandung dua elemen, salah satu yang logis
yang diperlukan dan dalam arti yang diperlukan, dan satu yang variabel dan
ditentukan oleh keadaan.24
21
Siswanto, Eds. Demokratisasi di Timur Tengah pasca Politisasi, (Jakarta : PPP LIPI, 2010), hal 34
22
Didi Krisna, Kamus Politik Internasional, Jakarta: Grasindo1 2003 hal. 18
23
Hans J. Morgenthau, “Another “Great Debate”: The National Interest of the United States,”in Classics of International Relation, 3rd ed, ed. John A. Vasquest (New Jersey: Prentice Hall,
24
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini bersifat deskriptif
analisis, yaitu menjelaskan dan menganalisis permasalahan berdasarkan data
daninformasi yang dikumpulkan
Dalam penulisan ilmiah terdapat beraneka ragam jenis penelitian.
Dariberbagai jenis penelitian, khususnya penelitian hukum yang paling popular
dikenal adalah :
1. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan dilakukan dengan
cara meneliti bahan kepustakaan atau hanya menggunakan data sekunder belaka.
2. Penelitian hukum empiris yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data
primer yang diperoleh di lapangan selain juga meneliti data sekunder dari
perpustakaan.
Pilihan metode suatu penelitian hukum tergantung pada tujuan penelitian itu
sendiri. Sesuai dengan tujuan skripsi ini, maka penelitian hukum yang digunakan
adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan studi kepustakaan
(library research) dengan perolehan data sekunder yang bersumber sari majalah,
buku-buku, jurnal, surat kabar, website online, dan dokumen pustaka lainnya.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. Dalam bab ini berisi tentang definisi subjek hukum internasional, perkembangan subjek hukum internasional,
macam-macam subjek hukum internasional dan kedudukan negara
sebagai subjek utama dalam hukum internasional.
BAB III : HUBUNGAN DIPLOMATIK ANTAR NEGARA. Bab ini berisikan tentang sejarah perkembangan hubungan diplomatik,
pembukaan hubungan diplomatik, berakhirnya misi diplomatik dan
syarat-syarat pembentukan hubungan diplomatik.
BAB IV : HUBUNGAN DIPLOMATIK TAIWAN SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL. Bab ini berisi tentang status Taiwan dalam perspektif hukum internasional, hubungan diplomatik antara
Taiwan dengan Indonesia.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang
dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
A. Definisi Subjek Hukum Internasional
Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan
kewajiban. Pada awal mula dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional,
hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Akan tetapi
karena perkembangannya, pendukung hak dan kewajiban dalam hukum internasional
pada saat ini ternyata tidak terbatas pada Negara saja tetapi juga meliputi subyek
hukum internasional lainnya. Hal ini dikarenakan terdapat perkembangan ataupun
kemajuan di bidang teknologi, telekomunikasi dan transportasi dimana kebutuhan
manusia semakin meningkat cepat sehingga menimbulkan interaksi yang semakin
kompleks.25
Menurut I Wayan Parthiana subjek hukum pada umumnya diartikan sebagai
pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dengan kemampuan sebagai Jadi subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai negara atau
kesatuan-kesatuan bukan negara yang dalam keadaan tertentu memiliki kemampuan
untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional.
Munculnya organisasi-organisasi Internasional baik yang bersifat bilateral, regional
maupun multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar belakang yang
mendasari pada akhirnya mampu untuk dianggap sebagai subyek hukum
internasional. Begitu juga dengan keberadaan individu atau kelompok individu
(belligerent) yang pada akhirnya dapat pula diakui sebagai subyek hukum
Internasional.
25
Haryomataram, KGPH, Pengantar Hukum Internasional, RajaGrafindo Persada,
pemegang hak dan kewajiban tersebut, berarti adanya kemampuan untuk
mengadakan hubungan hukum yang melahirkan hak-hak dan kewajiban. Secara
umum yang dipandang sebagai subjek hukum adalah : (a) individu atau orang
perorangan atau disebut pribadi alam dan (b) badan atau lembaga yang sengaja
didirikan untuk suatu maksud dan tujuan tertentu yang karena sifat, ciri, dan
coraknya yang sedemikian rupa dipandang mampu berkedudukan sebagai subjek
hukum. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa subjek hukum internasional
adalah pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional;
dan setiap pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum
internasional adalah Subjek Hukum Internasional.26
Pendapat lain juga dikemukakan oleh F. Sugeng Istanto yang mengatakan
bahwa yang dianggap sebagai subjek hukum bagi hukum internasional adalah
negara, organisasi internasional dan individu. Subjek hukum tersebut masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang berbeda satu sama lain. Subjek Hukum
Internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam
pergaulan internasional. Adapun subjek hukum internasional adalah sebagai
berikut.27
1. Negara
Negara dinyatakan sebagai subjek hukum internasional yang pertama karena
kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan hubungan internasional
adalah negara. Aturan-aturan yang disediakan masayarakat internasional dapat
dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabila
26
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1990, hal. 58.
27
mereka saling mengadakan hubungan. Adapun negara yang menjadi subjek
hukum internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat, dan tidak
merupakan bagian dari suatu negara, artinya negara yang mempunyai
pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara
dalam lingkungan kewenangan negara itu.
2. Tahta Suci (Vatican)
Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang
diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun bukan suatu negara, Tahta Suci
mempunyai kedudukan sama dengan negara sebagai subjek hukum internasional.
Tahta Suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik di berbagai negara di
dunia yang kedudukannya sejajar sengan wakil-wakil diplomat negara-negara
lain.
3. Palang Merah Internasional
Organisasi Palang Merah Internasional lahir sebagai subjek hukum internasional
karena sejarah. Kamudian, kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian
dan konvensi-konvensi palang merah tentang perlindungan korban perang.
4. Organisasi Internasional, Organisasi Internasional dibagi menjadi sebagai
berikut.
a. Organisasi Internasional Publik atau Antarpemerintah (Intergovernmental
Organization: Organisasi internasional publik meliputi keanggotaan
negara-negara yang diakui menurut salah satu pandangan teori pengakuan atau
keduanya. Prinsip-prinsip keanggotaan organisasi internasional adalah
1) Prinsip Universitas (University). Prinsip ini dianut PBB termasuk
badan-badan khusus yang keanggotaannya tidak membedakan besar atau
kecilnya suatu negara.
2) Prinsip Pendekatan Wilayah (Geographic Proximity). Prinsip kedekatan
wilayah memiliki anggota yang dibatasi pada negara-negara yang berada
di wilayah tertentu saja. Contohnya, ASEAN meliputi keanggotaan
negara-negara yang ada di Asia Tenggara.
3) Prinsip Selektivitas (Selectivity). Prinsip selektivitas melihat dari segi
kebudayaan, agama, etnis, pengalaman sejarah, dan sesama produsen.
Contohnya Liga Arab, OPEC, Organisasi Konferensi Islam, dan
sebagainya.
b. Organisasi Internasional Privat (Private International Organization):
Organisasi ini dibentuk atas dasar mewujudkan lembaga yang independen,
faktual atau demokratis, oleh karena itu sering disebut organisasi
nonpemerintahan (NGO = Non Government Organization) atau dikenal
dengan lembaga swadaya masyarakat yang anggotanya badan-badan swasta.
c. Organisasi Regional atau Subregional: Pembentukan organisasi regional
maupun subregional, anggotanya didasarkan atas prinsip kedekatan
wailayah, seperti : South Pasific Forum, South Asian Regional Cooperation,
gulf Cooperation Council, dan lain-lain.
d. Organisasi yang bersifat universal: Organisasi yang bersifat universal lebih
memberikan kesempatan kepada anggotanya seluas mungkin tanpa
e. Orang Perorangan (Individu): Setiap individu menjadi subjek hukum
internasional jika dalam tindakan yang dilakukannya memperoleh penilaian
positif atau negatif sesuai kehidupan masyarakat dunia.
f. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa: Menurut hukum perang,
pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang
bersengketa dalam keadaan tertentu.
• Menentukan nasibnya sendiri,
• Memilih sendiri sistem ekonomi, politik, dan sosial,
• Menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini
adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum
internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum
perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan
bersifat perdata.28
Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas
hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan
perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku
hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda.29
Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai
keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau
28
Rudi, T May, Hukum Internaisonal I, Refika Aditama, Bandung, 2001, hal 44
29
Kusumaatmadja, Mochtar, Hukum Humaniter Internasional Dalam Pelaksanaan dan
persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara
dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama
lain’’.30
B. Perkembangan Subjek Hukum Internasional
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh
gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang
di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar
subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya,
serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Subyek Hukum Internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau
pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal
mula, dari kelahiran dan pertumbuhan Hukum Internasional, hanya negaralah yang
dipandang sebagai subjek hukum internasional. Namun, seiring perkembangan
zaman telah terjadi perubahan pelaku-pelaku subyek hukum internasional itu sendiri.
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat
internasional, adalah:
1. Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara,
kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum
internasional adalah penduduk yang tetap, mempunyai wilayah (teritorial)
tertentu; pemerintahan yang sah dan kemampuan untuk mengadakan
hubungan dengan negara lain.
30
2. OrganisasiInternasional
Organisasi internasional mempunyai klasifikasi, yakni:
1. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global
dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah
Perserikatan Bangsa Bangsa ;
2. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan
maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank,
UNESCO, International Monetary Fund, International Labor
Organization, dan lain-lain;
3. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud
dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation
(ASEAN), Europe Union.
3. Palang Merah Internasional
Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam
ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang
berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak
di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang
Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara,
yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing
wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian
dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of
4. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan
Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta
Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian
Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas
eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri
sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan
kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan
kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa
Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia,
sudah diakui secara luas di seluruh dunia.
5. Kelompok Pemberontak/Pembebasan
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam
negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya
merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan
tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan
akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain,
maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau
menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun
sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah
negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti
bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak
6. Individu
Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti
dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai
kawasan, menyatakan individu adalah sebagai subyek hukum internasional
yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional (MNC)
Eksistensi MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa
disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi
internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan
multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban
internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur
substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
Subyek hukum internasional juga dapat didefinisikan sebagai pihak yang
dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional atau setiap
negara, badan hokum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban
dalam hubungan internasional.
C. Macam-Macam Subjek Hukum Internasional
Sebagaimana diketahui bahwa subyek hukum internasional meliputi:
1) Negara;
2) Organisasi Internasional;
3) Palang Merah Internasional;
5) Organisasi Pembebasan atau Bangsa-Bangsa yang sedang memperjuangkan
hak-haknya;
6) Wilayah-wilayah Perwalian;
7) Kaum Belligerensi;
8) Individu.31
c. A government; and
Di antara beberapa subyek hukum internasional sebagaimana tersebut di atas,
dalam pembahasan berikut materinya hanya dibatasi Negara sebagai subyek hukum
internasional dan individu sebagai subyek hukum internasional.
Negara sebagai salah satu subyek internasional dan merupakan subyek
hukum utama dari hukum internasional. Negara sebagai subyek hukum internasional
baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis, yang
pertama-tama merupakan subyek hukum internasional pada awal mula lahir dan pertumbuhan
hukum internasional adalah negara.
Peranan negara sebagai subyek hukum internasional lama kelamaan juga
semakin dominan oleh karena bagian terbesar dari hubungan-hubungan internasional
yang dapat melahirkan prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum internasional
dilakukan oleh negara-negara. Unsur tradisional suatu Negara terdapat dalam Pasal 1
Montevidio (Pan American) Convention on Rights And Duties of State of 1933. Pasal
Tersebut Berbunyi sebagai berikut :
The State as person of international law should posses the following qualification :
a. A permanent population
b. A defined territory
31
d. A capacity to enter into relations with other State.32
Unsur-unsur diatas juga dikemukakan oleh Oppenheim Lauterpacht. Berikut
adalah uraian beliau tentang masing-masing unsur tersebut :33
1) Harus ada rakyat. Yang dimaksud dengan rakyat yaitu sekumpulan manusia dari
kedua jenis kelamin yang hidup bersama sehingga merupakan suatu masyarakat,
meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan yang berlainan, menganut
kepercayaan yang berlainan ataupun memiliki kulit yang berlainan. Syarat
penting untuk unsur ini yaitu bahwa masyarakat ini harus terorganisasi dengan
baik (organised population). Sebab sulit dibayangkan, suatu negara dengan
pemerintahan yang terorganisasi dengan baik “hidup” berdampingan dengan
masyarakat disorganised.
2) Harus ada daerah, dimana rakyat tersebut menetap. Rakyat yang hidup
berkeliaran dari suatu daerah ke daerah lain (a wandering people) bukan
termasuk negara, tetapi tidak penting apakah daerah yang didiami secara tetap itu
besar atau kecil, dapat juga hanya terdiri dari satu kota saja, sebagaimana halnya
dengan negara kota. Tidak dipersoalkan pula apakah seluruh wilayah tersebut
dihuni atau tidak.
3) Harus ada pemerintah, yaitu seorang atau beberapa orang yang mewakili rakyat,
dan memerintah menurut hukum negerinya. Suatu masyarakat yang anarchitis
bukan termasuk negara. Dalam salah satu tulisnnya, Lauterpacht menyatakan
bahwa adanya unsur ini, yaitu pemerintah, merupakan syarat utama untuk adanya
suatu negara. Jika pemerintah tersebut ternyata kemudian secara hukum atau
32
Huala Adolf, Aspek Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal 2.
33
secara faktanya menjadi negara boneka atau negara satelit dari suatu negara
lainnya, maka negara tersebut tidak dapat digolongkan sebagai negara.
4) Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
Oppenheim-Lauterpacht menggunakan kalimat lain untuk unsur keempat ini, yaitu dengan
menggunakan kalimat “pemerintah itu harus berdaulat” (sovereign). Yang
dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi
yang merdeka dari pengaruh suatu kekuasaan lain di muka bumi. Kedaulatan
dalam arti sempit berarti kemerdekaan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke
luar batas-batas negeri.
Di antara unsur- unsur negara tersebut sebenarnya unsur kemampuan untuk
mengadakan hubungan dengan negara-negara lain kurang penting, karena negara
mungkin dapat berdiri tanpa adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan
dengan negara-negara lain, sehingga disebut juga dengan unsur non phisik.
Mengenai kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain ini ada kaitannya
dengan pengakuan baik hukum nasional maupun internasional mengakui adanya
kekuasaan dan kewenangan tersebut.
Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain dimaksudkan
dalam pengertian yuridis, maksudnya karena hukumlah baik hukum nasional
maupun hukum internasional mengakui adanya kekuasaan dan kewenangan tersebut.
Sedangkan mengenai pernyataan yang berkenaan dengan kriteria atau ukuran tentang
kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain, tidak ada
secara de jure sedangkan negara lain mengakuinya secara de facto, hanyalah
pengecualian saja dan merupakan hal yang luar biasa”.34
Menurut J.G. Starke, unsur atau persyaratan seperti yang disebut diatas
adalah hal yang paling penting dari segi hukum internasional. Ciri-ciri diatas juga
membedakan negara dengan unit-unit yang lebih kecil seperti anggota-anggota
federasi atau protektorat-protektorat yang tidak menangani sendiri urusan luar
negerinya dan tidak diakui oleh Negara-negara lain sebagai anggota masyarakat
internasional yang mandiri. Bahkan hukum internasional itu sendiri boleh dikatakan
bagian terbesar terdiri atas hubungan hukum antara negara dengan negara.35
Berdasarkan kedaulatannya itu, maka dapat diturunkan hak, kekuasaan
ataupun kewenangan negara untuk mengatur masalah intern maupun eksternnya.
Dengan kata lain, dari kedaulatannya itulah diturunkan atau lahir yurisdiksi negara.
Dengan hak, kekuasaan dan kewenangan atau dengan yurisdiksi tersebut suatu
negara dapat mengatur secara lebih rinci dan jelas masalah-masalah yang
dihadapinya, sehingga terwujud apa yang menjadi tujuan dari negara itu. Dalam
pandangan hukum internasional, Negara juga mempunyai Hak dan Kewajiban. Hak
dan kewajiban Negara terdapat dalam konvensi montevidio tahun 1933 tentang hak Kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara menunjukkan bahwa suatu
negara itu adalah merdeka atau tidak tunduk pada kekuasaan Negara lain. Tetapi hal
ini tidak bisa diartikan bahwa kedaulatan itu tidak ada yang membatasi, atau sebagai
tidak terbatas sama sekali. Pembatasannya sendiri adalah hukum, baik hukum
nasional maupun hukum internasional.
34
Widagdo, Setyo, dan Hanif Nur Widhiyanti. 2008. Hukum Diplomatik dan Konsuler.
Bayu Media : Malang, hal 34
35
dan kewajiban Negara-negara oleh Negara-negara Amerika latin, serta dalam
rancangan Deklarasi tentang hak dan kewajiban Negara-negara yang disusun oleh
komisi hukum internasional PBB pada tanggal 1949. Rancangan tersebut dibuat agar
dapat disahkan oleh majelis umum PBB.36
D. Kedudukan Negara sebagai Subjek Utama Dalam Hukum Internasional
Sudah menjadi kodrat alam, bahwa manusia sejak dahulu kala selalu hidup
bersama-sama dalam suatu kelompok (zoon politicon). Dalam kelompok manusia
itulah mereka berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya mencari makan,
melawan bahaya dan bencana serta melanjutkan keturunannya. Mereka berinteraksi,
mengadakan hubungan sosial. Untuk mempertahankan hak mereka untuk dapat
hidup di tempat tinggal tertentu yang mereka anggap baik untuk sumber
penghidupan, diperlukan seseorang atau sekelompok kecil orang-orang yang
ditugaskan mengatur dan memimpin kelompoknya. Kepada pemimpin kelompok
inilah diberikan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan kelompok manusia tadi
diharuskan menaati peraturan-peraturan perintah pemimpinnya.37
Negara adalah lanjutan dari kehendak manusia bergaul antara seorang dengan
orang lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya. Semakin
luasnya pergaulan manusia tadi maka semakin banyak kebutuhannya, maka
bertambah besar kebutuhannya kepada sesuatu organisasi negara yang akan
melindungi dan memelihara hidupnya. Secara etimologi, negara dapat diterjemahkan
dari kata-kata asing staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris) dan Etat (bahasa
37
Prancis). Asalnya adalah bahasa latin yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri;
membuat berdiri; dan menempatkan.
Pada dasarnya tidak ada suatu definisi yang tepat terhadap pengertian suatu
Negara. Namun kita dapat mengambil beberapa pengertian suatu Negara
berdasarkan pengertian-pengertian oleh para ahli yang dapat dijadikan sebagai suatu
sumber hukum atau biasa disebut dengan doktrin para sarjana. Serta pengertian suatu
negara berdasarkan hukum internasional yang dapat kita ambil dari Konvensi
Montevidio tahun 1933. Menurut Plato, negara adalah suatu tubuh yang senantiasa
maju, berevolusi dan terdiri dari orang-orang (individu-individu) yang timbul atau
ada karena masing-masing dari orang itu secara sendiri-sendiri tidak mampu
memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang beraneka ragam, yang menyebabkan
mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama.38
Kesatuan inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara39. Dari
pengerian yang disampaikan sarjana ini dapat diketahui bahwa suatu negara ada
karena hubungan manusia dengan sesamanya karena manusia menyadari tidak dapat
hidup secara sendiri-sendiri dalam pemenuhan kebutuhannya, atau berdasarkan
doktrin yang diajarkan oleh Aristoteles biasa kita kenal dengan istilah zoon political.
Menurut Thomas Hobbes bahwa negara adalah suatu tubuh yang dibuat oleh orang
banyak beramai-ramai, yang masing-masing berjanji akan memakainya menjadi alat
untuk keamanan dan pelindungan mereka40
38
http://www.docstoc.com/docs/20860721/RESUME-HUKUM-INTERNASIONAL diakses 3 April 2012
39
Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta : Liberty, 1980), hlm. 17
40
Samidjo, Op.Cit., hlm. 29
. Berdasarkan pengertian yang
disampaikan oleh sarjana ini adalah bahwa suatu negara terbentuk oleh sekumpulan
sesama mereka untuk menjadikan negara yang mereka bentuk sendiri sebagai alat
untuk keamanan dan perlindungan bagi mereka (Teori Perjanjian Masyarakat atau
teori kontrak sosial). Dari sini juga dapat diketahui bahwa negara dibentuk dalam
rangka memberikan rasa aman dan perlindungan bagi masing-masing mereka, yang
berarti juga bahwa manusia menyadari mereka dapat menjadi serigala bagi
sesamanya (homo homini lupus) dalam pencapaian kepentingan masing-masing
mereka, yang kemudian dalam skala yang besar dapat menyebabkan terjadinya
perlawanan atau perang (bellum omnium contra omnes).41
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
dasarnya negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik
politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang
berada di wilayah tersebut. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang
mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang
menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya
suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut
dengan kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.42
Sesuai dengan pelaku utama hubungan internasional adalah negara, maka
yang menjadi perhatian utama hukum internasional adalah hak dan kewajiban serta
kepentingan negara. Negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, bahkan
menjadi subjek hukum internasional yang pertama dan utama serta terpenting (par
excellence). Negara menjadi subjek hukum internasional yang pertama-tama, sebab
kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama-tama yang mengadakan hubungan
42
internasional adalah Negara. Negara sebagai suatu kesatuan politik dalam hukum
internasional yang juga sifatnya keterutamaannya maka suatu negara harus memiliki
unsur-unsur tertentu berdasarkan hukum internasional. Aturan hukum internasional
yang disediakan masyarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah
laku yang harus ditaati oleh negara apabila mereka saling mengadakan hubungan
kerjasama.43 Untuk lebih jelasnya lagi dalam merumuskan pengertian suatu negara
berdasarkan hukum internasional dapat kita lihat pada ketentuan Konvensi
Montevidio tahun 1993 mengenai hak-hak dan kewajiban- kewajiban negara (Rights
and Duties of States) yang menyebutkan bahwa suatu negara dapat dikatakan
sebagai subjek hukum internasional apabila telah memiliki unsur-unsur, yaitu44
Untuk wilayah suatu negara tidak dipengaruhi batas ukurannya. Walaupun
pernah terjadi negara yang wilayah negaranya kecil tidak dapat menjadi anggota
PBB. Akan tetapi sejak tetapi sejak tahun 1990, negara seperti Andorra, :
a) Penduduk yang tetap
Penduduk yang dimaksud disini yaitu sekumpulan manusia yang hidup
bersama di suatu tempat tertentu sehingga merupakan satu kesatuan masyarakat yang
diatur oleh suatu tertib hukum nasional, tidak harus yang berasal dari rumpun, etnis,
suku, latar belakang kebudayaan, agama ataupun bahasa yang sama. Akan tetapi
penduduk tersebut haruslah menetap di suatu tempat, walaupun sudah ada penduduk
asli yang mendiami tempat tersebut.
b) Wilayah tertentu
43
Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, 1990), hlm. 12.
44
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional (Jakarta, Penerbit :
Liechtenstein, Monaco, Nauru, San Marino dan Tuvalu telah bergabung menjadi
anggota PBB.
c) Pemerintah (penguasa yang berdaulat)
Yang dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang
tertinggi yang merdeka dari pengaruh kekuasaan lain di muka bumi. Akan tetapi
kekuasaan yang dimiliki oleh suatu negara terbatas pada wilayah negara yang
memiliki kekuasaan itu. Maksudnya adalah bahwa dalam kedaulatan suatu negara
terbatas pada kedaulatan Negara lain. Suatu negara harus memiliki pemerintah, baik
seorang atau beberapa orang yang mewakili warganya sebagai badan politik serta
hukum di negaranya, dan pertahanan wilayah negaranya. Pemerintah dengan
kedaulatan yang dimiliknya merupakan penjamin stabilitas internal dalam
negaranya, disamping merupakan penjamin kemampuan memenuhi kewajibannya
dalam pergaulan internasional. Pemerintah inilah yang mengeluarkan
kebijakan-kebijakan dalam rangka mencapai kepentingan nasional negaranya, baik itu di dalam
negaranya dalam rangka mempertahankan integritas negaranya, maupun di luar
negaranya melaksanakan politik luar negeri untuk suatu tujuan tertentu.
d) Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara lainnya.
Unsur keempat ini secara mandiri merujuk pada kedaulatan dan
kemerdekaan. Kemerdekaan dan kedaulatan merupakan 2 (dua) posisi yang tak
terpisahkan sebagai subjek hukum internasional. Suatu Negara dinyatakan
mempunyai kedaulatan apabila memiliki kemerdekaan atau negara dianggap
mempunyai kemerdekaan, apabila memiliki kedaulatan. Pemerintahan suatu negara
haruslah merdeka dan berdaulat, sehingga wilayah negaranya tidak tunduk pada
hubungan kerjasama internasional dengan negara manapun. Sewajarnya adalah kalau
suatu negara memiliki kapasitas untuk mengadakan hubungan kerjasama
internasional dengan negara lain untuk tujuan - tujuan yang hendak dicapai oleh
negara tersebut.
Akan tetapi untuk menjadi suatu negara yang berdaulat dalam prakteknya
memerlukan pengakuan bagi negara lain.45
Negara sebagai subyek hukum internasional telah dikenal sejak adanya
praktek hubungan internasional. Dengan kata lain, negara adalah subyek hukum
internasional yang pertama ada. Bagi negara federasi seperti Amerika Serikat, India
dan Jerman, pemegang kedaulatan untuk mengadakan hubungan dengan luar negeri
berada ditangan pemerintah federal. Akan tetapi untuk masa sekarang, pemerintah Kalau 4 (empat) unsur diatas tadi
merupakan persyaratan secara hukum internasional terbentuknya suatu negara, maka
ada juga yang menjadi unsur politik terbentuknya suatu negara yang juga dapat
berakibat hukum. Unsur yang dimaksud adalah pengakuan (recognition).
Pengakuan dalam hukum internasional termasuk persoalan yang cukup rumit
karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan politik. Unsur-unsur hukum dan
politik sulit untuk dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan suatu
pengakuan oleh suatu negara dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan akibatnya
mempunyai ikatan hukum. Kesulitan juga berasal dari fakta bahwa hukum
internasional tidak mengharuskan suatu negara untuk mengakui negara lain atau
pemerintahan lain seperti halnya juga bahwa suatu negara atau pemerintahan tidak
mempunyai hak untuk diakui oleh negara lain. Tidak ada keharusan untuk mengakui
seperti juga ada kewajiban untuk tidak mengakui.
45
negara bagian pun memungkinkan untuk mengadakan hubungan dengan subyek
hukum internasional lainnya, seperti dengan salah satu kota/propinsi yang ada di
Indonesia. Misalnya, kota Bandung pernah mengadakan hubungan persahabatan
dengan kota lain yang ada di Jerman, Amerika Serikat dan Jepang.
Bentuk negara lain seperti dominion dalam "British Commonwealth" yang
hanya dikepalai oleh seorang Gubernur Jenderal sebagai wakil dari Ratu Inggris
ternyata mempunyai kedudukan yang sama sebagai subyek hukum intemasional
seperti halnya negara berdaulat lainnya. Dengan demikian persyaratan/pengertian
negara dalam subyek hukum internasional lebih longgar karena dalam prakteknya
negara-negara yang berstatus protektorat Inggris ikut serta juga dalam
konferensi-konferensi internasional yang sejajar dengan anggota/peserta lainnya. Kelonggaran
status subyek bukum internasional untuk negara yang tidak berdaulat penuh karena
tuntutan kondisi serta kepentingan bukan hanya bagi subyek hukum itu sendiri
melainkan bagi kepentingan masyarakat internasional secara keseluruhan.
Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu
sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai
kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi
daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam
dirinya:
1. Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.
2. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan
kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu
masyarakat Internasional yang teratur.
Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan
pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setela
politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama
derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia
Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya
perhubungan yang melintasi batas negara. Perkembangan golongan ialah timbulnya
berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas
dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum
kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai
terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif
berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara
sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi,
timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum
subordinasi.46
BAB III
HUBUNGAN DIPLOMATIK ANTAR NEGARA
A. Sejarah Perkembangan Hubungan Diplomatik
Semenjak lahirnya Negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembang
prinsip-prinsip hubungan internasional, hukum internasional dan diplomatik.
Sebagai entitas yang merdeka dan berdaulat, negara-negara saling mengirim
wakilnya ke ibu kota negara lain, merundingkan hal-hal yang merupakan
kepentingan bersama, mengembangkan hubungan, mencegah kesalahpahaman
ataupun menghindari terjadinya sengketa. Perundingan-perundingan ini biasanya
dipimpin oleh seorang utusan yang dinamakan duta besar.
Perwakilan diplomatik tetap, pada mulanya berkembang di city-states Italia
pada abad XV seperti Milan, Venesia, Genoa dan Florence. Bahkan sudah ada di
antara city states tersebut mempunyai resident ambassador di luar Italia. Vanesia
misalnya mulai tahun 1478 telah mempunyai resident ambassador di Prancis.
Demikian juga mulai tahun 1490-an Milan telah mempunyai resident ambassador di
Spanyol dan Inggris. Praktek ini kemudian berkembang di Negara-negara Eropa
pada pertengahan abad ke XVII setelah Treaty of Westphalia pada tahun 1948.47
Pada tahun 1815, diselenggarakan Kongres Wina, dimana raja-raja yang
menjadi peserta bersepakat untuk mengkordifikasikan kebiasaan-kebiasaan tersebut
menjadi sebuah hukum tertulis. Kongres ini kurang berhasil, hanya membuat hukum
kebiasaan yang ada menjadi tertulis, secara substansi tidak banyak berubah. Dalam
beberapa tahun kemudian, sering diadakan upaya-upaya untuk mengkodifikasi
47