BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
A. Definisi Subjek Hukum Internasional
Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan
kewajiban. Pada awal mula dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional,
hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Akan tetapi
karena perkembangannya, pendukung hak dan kewajiban dalam hukum internasional
pada saat ini ternyata tidak terbatas pada Negara saja tetapi juga meliputi subyek
hukum internasional lainnya. Hal ini dikarenakan terdapat perkembangan ataupun
kemajuan di bidang teknologi, telekomunikasi dan transportasi dimana kebutuhan
manusia semakin meningkat cepat sehingga menimbulkan interaksi yang semakin
kompleks.25
Menurut I Wayan Parthiana subjek hukum pada umumnya diartikan sebagai
pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dengan kemampuan sebagai Jadi subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai negara atau
kesatuan-kesatuan bukan negara yang dalam keadaan tertentu memiliki kemampuan
untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional.
Munculnya organisasi-organisasi Internasional baik yang bersifat bilateral, regional
maupun multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar belakang yang
mendasari pada akhirnya mampu untuk dianggap sebagai subyek hukum
internasional. Begitu juga dengan keberadaan individu atau kelompok individu
(belligerent) yang pada akhirnya dapat pula diakui sebagai subyek hukum
Internasional.
25
pemegang hak dan kewajiban tersebut, berarti adanya kemampuan untuk
mengadakan hubungan hukum yang melahirkan hak-hak dan kewajiban. Secara
umum yang dipandang sebagai subjek hukum adalah : (a) individu atau orang
perorangan atau disebut pribadi alam dan (b) badan atau lembaga yang sengaja
didirikan untuk suatu maksud dan tujuan tertentu yang karena sifat, ciri, dan
coraknya yang sedemikian rupa dipandang mampu berkedudukan sebagai subjek
hukum. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa subjek hukum internasional
adalah pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional;
dan setiap pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut hukum
internasional adalah Subjek Hukum Internasional.26
Pendapat lain juga dikemukakan oleh F. Sugeng Istanto yang mengatakan
bahwa yang dianggap sebagai subjek hukum bagi hukum internasional adalah
negara, organisasi internasional dan individu. Subjek hukum tersebut masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang berbeda satu sama lain. Subjek Hukum
Internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam
pergaulan internasional. Adapun subjek hukum internasional adalah sebagai
berikut.27 1. Negara
Negara dinyatakan sebagai subjek hukum internasional yang pertama karena
kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan hubungan internasional
adalah negara. Aturan-aturan yang disediakan masayarakat internasional dapat
dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabila
26
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1990, hal. 58.
27
mereka saling mengadakan hubungan. Adapun negara yang menjadi subjek
hukum internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat, dan tidak
merupakan bagian dari suatu negara, artinya negara yang mempunyai
pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara
dalam lingkungan kewenangan negara itu.
2. Tahta Suci (Vatican)
Yang dimaksud dengan Tahta Suci (Vatican) adalah gereja Katolik Roma yang
diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun bukan suatu negara, Tahta Suci
mempunyai kedudukan sama dengan negara sebagai subjek hukum internasional.
Tahta Suci memiliki perwakilan-perwakilan diplomatik di berbagai negara di
dunia yang kedudukannya sejajar sengan wakil-wakil diplomat negara-negara
lain.
3. Palang Merah Internasional
Organisasi Palang Merah Internasional lahir sebagai subjek hukum internasional
karena sejarah. Kamudian, kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian
dan konvensi-konvensi palang merah tentang perlindungan korban perang.
4. Organisasi Internasional, Organisasi Internasional dibagi menjadi sebagai
berikut.
a. Organisasi Internasional Publik atau Antarpemerintah (Intergovernmental
Organization: Organisasi internasional publik meliputi keanggotaan
negara-negara yang diakui menurut salah satu pandangan teori pengakuan atau
keduanya. Prinsip-prinsip keanggotaan organisasi internasional adalah
1) Prinsip Universitas (University). Prinsip ini dianut PBB termasuk
badan-badan khusus yang keanggotaannya tidak membedakan besar atau
kecilnya suatu negara.
2) Prinsip Pendekatan Wilayah (Geographic Proximity). Prinsip kedekatan
wilayah memiliki anggota yang dibatasi pada negara-negara yang berada
di wilayah tertentu saja. Contohnya, ASEAN meliputi keanggotaan
negara-negara yang ada di Asia Tenggara.
3) Prinsip Selektivitas (Selectivity). Prinsip selektivitas melihat dari segi
kebudayaan, agama, etnis, pengalaman sejarah, dan sesama produsen.
Contohnya Liga Arab, OPEC, Organisasi Konferensi Islam, dan
sebagainya.
b. Organisasi Internasional Privat (Private International Organization):
Organisasi ini dibentuk atas dasar mewujudkan lembaga yang independen,
faktual atau demokratis, oleh karena itu sering disebut organisasi
nonpemerintahan (NGO = Non Government Organization) atau dikenal
dengan lembaga swadaya masyarakat yang anggotanya badan-badan swasta.
c. Organisasi Regional atau Subregional: Pembentukan organisasi regional
maupun subregional, anggotanya didasarkan atas prinsip kedekatan
wailayah, seperti : South Pasific Forum, South Asian Regional Cooperation,
gulf Cooperation Council, dan lain-lain.
d. Organisasi yang bersifat universal: Organisasi yang bersifat universal lebih
memberikan kesempatan kepada anggotanya seluas mungkin tanpa
e. Orang Perorangan (Individu): Setiap individu menjadi subjek hukum
internasional jika dalam tindakan yang dilakukannya memperoleh penilaian
positif atau negatif sesuai kehidupan masyarakat dunia.
f. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa: Menurut hukum perang,
pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang
bersengketa dalam keadaan tertentu.
• Menentukan nasibnya sendiri,
• Memilih sendiri sistem ekonomi, politik, dan sosial,
• Menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini
adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum
internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum
perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum
yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan
bersifat perdata.28
Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas
hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan
perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku
hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda.29
Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai
keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau
28
Rudi, T May, Hukum Internaisonal I, Refika Aditama, Bandung, 2001, hal 44
29
persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara
dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama
lain’’.30
B. Perkembangan Subjek Hukum Internasional
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh
gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang
di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar
subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya,
serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Subyek Hukum Internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau
pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal
mula, dari kelahiran dan pertumbuhan Hukum Internasional, hanya negaralah yang
dipandang sebagai subjek hukum internasional. Namun, seiring perkembangan
zaman telah terjadi perubahan pelaku-pelaku subyek hukum internasional itu sendiri.
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat
internasional, adalah:
1. Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara,
kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum
internasional adalah penduduk yang tetap, mempunyai wilayah (teritorial)
tertentu; pemerintahan yang sah dan kemampuan untuk mengadakan
hubungan dengan negara lain.
30
2. OrganisasiInternasional
Organisasi internasional mempunyai klasifikasi, yakni:
1. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global
dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah
Perserikatan Bangsa Bangsa ;
2. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan
maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank,
UNESCO, International Monetary Fund, International Labor
Organization, dan lain-lain;
3. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud
dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation
(ASEAN), Europe Union.
3. Palang Merah Internasional
Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam
ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang
berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak
di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang
Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara,
yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing
wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian
dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of
4. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan
Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta
Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian
Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas
eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri
sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan
kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan
kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa
Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia,
sudah diakui secara luas di seluruh dunia.
5. Kelompok Pemberontak/Pembebasan
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam
negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya
merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan
tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan
akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain,
maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau
menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun
sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah
negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti
bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak
6. Individu
Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti
dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai
kawasan, menyatakan individu adalah sebagai subyek hukum internasional
yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional (MNC)
Eksistensi MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa
disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi
internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan
multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban
internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur
substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
Subyek hukum internasional juga dapat didefinisikan sebagai pihak yang
dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional atau setiap
negara, badan hokum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban
dalam hubungan internasional.
C. Macam-Macam Subjek Hukum Internasional
Sebagaimana diketahui bahwa subyek hukum internasional meliputi:
1) Negara;
2) Organisasi Internasional;
3) Palang Merah Internasional;
5) Organisasi Pembebasan atau Bangsa-Bangsa yang sedang memperjuangkan
hak-haknya;
6) Wilayah-wilayah Perwalian;
7) Kaum Belligerensi;
8) Individu.31
c. A government; and
Di antara beberapa subyek hukum internasional sebagaimana tersebut di atas,
dalam pembahasan berikut materinya hanya dibatasi Negara sebagai subyek hukum
internasional dan individu sebagai subyek hukum internasional.
Negara sebagai salah satu subyek internasional dan merupakan subyek
hukum utama dari hukum internasional. Negara sebagai subyek hukum internasional
baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis, yang
pertama-tama merupakan subyek hukum internasional pada awal mula lahir dan pertumbuhan
hukum internasional adalah negara.
Peranan negara sebagai subyek hukum internasional lama kelamaan juga
semakin dominan oleh karena bagian terbesar dari hubungan-hubungan internasional
yang dapat melahirkan prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum internasional
dilakukan oleh negara-negara. Unsur tradisional suatu Negara terdapat dalam Pasal 1
Montevidio (Pan American) Convention on Rights And Duties of State of 1933. Pasal
Tersebut Berbunyi sebagai berikut :
The State as person of international law should posses the following qualification :
a. A permanent population
b. A defined territory
31
d. A capacity to enter into relations with other State.32
Unsur-unsur diatas juga dikemukakan oleh Oppenheim Lauterpacht. Berikut
adalah uraian beliau tentang masing-masing unsur tersebut :33
1) Harus ada rakyat. Yang dimaksud dengan rakyat yaitu sekumpulan manusia dari
kedua jenis kelamin yang hidup bersama sehingga merupakan suatu masyarakat,
meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan yang berlainan, menganut
kepercayaan yang berlainan ataupun memiliki kulit yang berlainan. Syarat
penting untuk unsur ini yaitu bahwa masyarakat ini harus terorganisasi dengan
baik (organised population). Sebab sulit dibayangkan, suatu negara dengan
pemerintahan yang terorganisasi dengan baik “hidup” berdampingan dengan
masyarakat disorganised.
2) Harus ada daerah, dimana rakyat tersebut menetap. Rakyat yang hidup
berkeliaran dari suatu daerah ke daerah lain (a wandering people) bukan
termasuk negara, tetapi tidak penting apakah daerah yang didiami secara tetap itu
besar atau kecil, dapat juga hanya terdiri dari satu kota saja, sebagaimana halnya
dengan negara kota. Tidak dipersoalkan pula apakah seluruh wilayah tersebut
dihuni atau tidak.
3) Harus ada pemerintah, yaitu seorang atau beberapa orang yang mewakili rakyat,
dan memerintah menurut hukum negerinya. Suatu masyarakat yang anarchitis
bukan termasuk negara. Dalam salah satu tulisnnya, Lauterpacht menyatakan
bahwa adanya unsur ini, yaitu pemerintah, merupakan syarat utama untuk adanya
suatu negara. Jika pemerintah tersebut ternyata kemudian secara hukum atau
32
Huala Adolf, Aspek Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal 2.
secara faktanya menjadi negara boneka atau negara satelit dari suatu negara
lainnya, maka negara tersebut tidak dapat digolongkan sebagai negara.
4) Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
Oppenheim-Lauterpacht menggunakan kalimat lain untuk unsur keempat ini, yaitu dengan
menggunakan kalimat “pemerintah itu harus berdaulat” (sovereign). Yang
dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi
yang merdeka dari pengaruh suatu kekuasaan lain di muka bumi. Kedaulatan
dalam arti sempit berarti kemerdekaan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke
luar batas-batas negeri.
Di antara unsur- unsur negara tersebut sebenarnya unsur kemampuan untuk
mengadakan hubungan dengan negara-negara lain kurang penting, karena negara
mungkin dapat berdiri tanpa adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan
dengan negara-negara lain, sehingga disebut juga dengan unsur non phisik.
Mengenai kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain ini ada kaitannya
dengan pengakuan baik hukum nasional maupun internasional mengakui adanya
kekuasaan dan kewenangan tersebut.
Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain dimaksudkan
dalam pengertian yuridis, maksudnya karena hukumlah baik hukum nasional
maupun hukum internasional mengakui adanya kekuasaan dan kewenangan tersebut.
Sedangkan mengenai pernyataan yang berkenaan dengan kriteria atau ukuran tentang
kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain, tidak ada
secara de jure sedangkan negara lain mengakuinya secara de facto, hanyalah
pengecualian saja dan merupakan hal yang luar biasa”.34
Menurut J.G. Starke, unsur atau persyaratan seperti yang disebut diatas
adalah hal yang paling penting dari segi hukum internasional. Ciri-ciri diatas juga
membedakan negara dengan unit-unit yang lebih kecil seperti anggota-anggota
federasi atau protektorat-protektorat yang tidak menangani sendiri urusan luar
negerinya dan tidak diakui oleh Negara-negara lain sebagai anggota masyarakat
internasional yang mandiri. Bahkan hukum internasional itu sendiri boleh dikatakan
bagian terbesar terdiri atas hubungan hukum antara negara dengan negara.35
Berdasarkan kedaulatannya itu, maka dapat diturunkan hak, kekuasaan
ataupun kewenangan negara untuk mengatur masalah intern maupun eksternnya.
Dengan kata lain, dari kedaulatannya itulah diturunkan atau lahir yurisdiksi negara.
Dengan hak, kekuasaan dan kewenangan atau dengan yurisdiksi tersebut suatu
negara dapat mengatur secara lebih rinci dan jelas masalah-masalah yang
dihadapinya, sehingga terwujud apa yang menjadi tujuan dari negara itu. Dalam
pandangan hukum internasional, Negara juga mempunyai Hak dan Kewajiban. Hak
dan kewajiban Negara terdapat dalam konvensi montevidio tahun 1933 tentang hak Kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara menunjukkan bahwa suatu
negara itu adalah merdeka atau tidak tunduk pada kekuasaan Negara lain. Tetapi hal
ini tidak bisa diartikan bahwa kedaulatan itu tidak ada yang membatasi, atau sebagai
tidak terbatas sama sekali. Pembatasannya sendiri adalah hukum, baik hukum
nasional maupun hukum internasional.
34
Widagdo, Setyo, dan Hanif Nur Widhiyanti. 2008. Hukum Diplomatik dan Konsuler. Bayu Media : Malang, hal 34
35
dan kewajiban Negara-negara oleh Negara-negara Amerika latin, serta dalam
rancangan Deklarasi tentang hak dan kewajiban Negara-negara yang disusun oleh
komisi hukum internasional PBB pada tanggal 1949. Rancangan tersebut dibuat agar
dapat disahkan oleh majelis umum PBB.36
D. Kedudukan Negara sebagai Subjek Utama Dalam Hukum Internasional
Sudah menjadi kodrat alam, bahwa manusia sejak dahulu kala selalu hidup
bersama-sama dalam suatu kelompok (zoon politicon). Dalam kelompok manusia
itulah mereka berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya mencari makan,
melawan bahaya dan bencana serta melanjutkan keturunannya. Mereka berinteraksi,
mengadakan hubungan sosial. Untuk mempertahankan hak mereka untuk dapat
hidup di tempat tinggal tertentu yang mereka anggap baik untuk sumber
penghidupan, diperlukan seseorang atau sekelompok kecil orang-orang yang
ditugaskan mengatur dan memimpin kelompoknya. Kepada pemimpin kelompok
inilah diberikan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan kelompok manusia tadi
diharuskan menaati peraturan-peraturan perintah pemimpinnya.37
Negara adalah lanjutan dari kehendak manusia bergaul antara seorang dengan
orang lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya. Semakin
luasnya pergaulan manusia tadi maka semakin banyak kebutuhannya, maka
bertambah besar kebutuhannya kepada sesuatu organisasi negara yang akan
melindungi dan memelihara hidupnya. Secara etimologi, negara dapat diterjemahkan
dari kata-kata asing staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris) dan Etat (bahasa
37
Prancis). Asalnya adalah bahasa latin yang berarti menaruh dalam keadaan berdiri;
membuat berdiri; dan menempatkan.
Pada dasarnya tidak ada suatu definisi yang tepat terhadap pengertian suatu
Negara. Namun kita dapat mengambil beberapa pengertian suatu Negara
berdasarkan pengertian-pengertian oleh para ahli yang dapat dijadikan sebagai suatu
sumber hukum atau biasa disebut dengan doktrin para sarjana. Serta pengertian suatu
negara berdasarkan hukum internasional yang dapat kita ambil dari Konvensi
Montevidio tahun 1933. Menurut Plato, negara adalah suatu tubuh yang senantiasa
maju, berevolusi dan terdiri dari orang-orang (individu-individu) yang timbul atau
ada karena masing-masing dari orang itu secara sendiri-sendiri tidak mampu
memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang beraneka ragam, yang menyebabkan
mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama.38
Kesatuan inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara39. Dari pengerian yang disampaikan sarjana ini dapat diketahui bahwa suatu negara ada
karena hubungan manusia dengan sesamanya karena manusia menyadari tidak dapat
hidup secara sendiri-sendiri dalam pemenuhan kebutuhannya, atau berdasarkan
doktrin yang diajarkan oleh Aristoteles biasa kita kenal dengan istilah zoon political.
Menurut Thomas Hobbes bahwa negara adalah suatu tubuh yang dibuat oleh orang
banyak beramai-ramai, yang masing-masing berjanji akan memakainya menjadi alat
untuk keamanan dan pelindungan mereka40
38
http://www.docstoc.com/docs/20860721/RESUME-HUKUM-INTERNASIONAL diakses 3 April 2012
39
Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta : Liberty, 1980), hlm. 17 40
Samidjo, Op.Cit., hlm. 29
. Berdasarkan pengertian yang
disampaikan oleh sarjana ini adalah bahwa suatu negara terbentuk oleh sekumpulan
sesama mereka untuk menjadikan negara yang mereka bentuk sendiri sebagai alat
untuk keamanan dan perlindungan bagi mereka (Teori Perjanjian Masyarakat atau
teori kontrak sosial). Dari sini juga dapat diketahui bahwa negara dibentuk dalam
rangka memberikan rasa aman dan perlindungan bagi masing-masing mereka, yang
berarti juga bahwa manusia menyadari mereka dapat menjadi serigala bagi
sesamanya (homo homini lupus) dalam pencapaian kepentingan masing-masing
mereka, yang kemudian dalam skala yang besar dapat menyebabkan terjadinya
perlawanan atau perang (bellum omnium contra omnes).41
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
dasarnya negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik
politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang
berada di wilayah tersebut. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang
mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang
menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya
suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut
dengan kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.42
Sesuai dengan pelaku utama hubungan internasional adalah negara, maka
yang menjadi perhatian utama hukum internasional adalah hak dan kewajiban serta
kepentingan negara. Negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, bahkan
menjadi subjek hukum internasional yang pertama dan utama serta terpenting (par
excellence). Negara menjadi subjek hukum internasional yang pertama-tama, sebab
kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama-tama yang mengadakan hubungan
42
internasional adalah Negara. Negara sebagai suatu kesatuan politik dalam hukum
internasional yang juga sifatnya keterutamaannya maka suatu negara harus memiliki
unsur-unsur tertentu berdasarkan hukum internasional. Aturan hukum internasional
yang disediakan masyarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah
laku yang harus ditaati oleh negara apabila mereka saling mengadakan hubungan
kerjasama.43 Untuk lebih jelasnya lagi dalam merumuskan pengertian suatu negara berdasarkan hukum internasional dapat kita lihat pada ketentuan Konvensi
Montevidio tahun 1993 mengenai hak-hak dan kewajiban- kewajiban negara (Rights
and Duties of States) yang menyebutkan bahwa suatu negara dapat dikatakan
sebagai subjek hukum internasional apabila telah memiliki unsur-unsur, yaitu44
Untuk wilayah suatu negara tidak dipengaruhi batas ukurannya. Walaupun
pernah terjadi negara yang wilayah negaranya kecil tidak dapat menjadi anggota
PBB. Akan tetapi sejak tetapi sejak tahun 1990, negara seperti Andorra, :
a) Penduduk yang tetap
Penduduk yang dimaksud disini yaitu sekumpulan manusia yang hidup
bersama di suatu tempat tertentu sehingga merupakan satu kesatuan masyarakat yang
diatur oleh suatu tertib hukum nasional, tidak harus yang berasal dari rumpun, etnis,
suku, latar belakang kebudayaan, agama ataupun bahasa yang sama. Akan tetapi
penduduk tersebut haruslah menetap di suatu tempat, walaupun sudah ada penduduk
asli yang mendiami tempat tersebut.
b) Wilayah tertentu
43
Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional (Yogyakarta: Liberty, 1990), hlm. 12.
44
Liechtenstein, Monaco, Nauru, San Marino dan Tuvalu telah bergabung menjadi
anggota PBB.
c) Pemerintah (penguasa yang berdaulat)
Yang dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang
tertinggi yang merdeka dari pengaruh kekuasaan lain di muka bumi. Akan tetapi
kekuasaan yang dimiliki oleh suatu negara terbatas pada wilayah negara yang
memiliki kekuasaan itu. Maksudnya adalah bahwa dalam kedaulatan suatu negara
terbatas pada kedaulatan Negara lain. Suatu negara harus memiliki pemerintah, baik
seorang atau beberapa orang yang mewakili warganya sebagai badan politik serta
hukum di negaranya, dan pertahanan wilayah negaranya. Pemerintah dengan
kedaulatan yang dimiliknya merupakan penjamin stabilitas internal dalam
negaranya, disamping merupakan penjamin kemampuan memenuhi kewajibannya
dalam pergaulan internasional. Pemerintah inilah yang mengeluarkan
kebijakan-kebijakan dalam rangka mencapai kepentingan nasional negaranya, baik itu di dalam
negaranya dalam rangka mempertahankan integritas negaranya, maupun di luar
negaranya melaksanakan politik luar negeri untuk suatu tujuan tertentu.
d) Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara lainnya.
Unsur keempat ini secara mandiri merujuk pada kedaulatan dan
kemerdekaan. Kemerdekaan dan kedaulatan merupakan 2 (dua) posisi yang tak
terpisahkan sebagai subjek hukum internasional. Suatu Negara dinyatakan
mempunyai kedaulatan apabila memiliki kemerdekaan atau negara dianggap
mempunyai kemerdekaan, apabila memiliki kedaulatan. Pemerintahan suatu negara
haruslah merdeka dan berdaulat, sehingga wilayah negaranya tidak tunduk pada
hubungan kerjasama internasional dengan negara manapun. Sewajarnya adalah kalau
suatu negara memiliki kapasitas untuk mengadakan hubungan kerjasama
internasional dengan negara lain untuk tujuan - tujuan yang hendak dicapai oleh
negara tersebut.
Akan tetapi untuk menjadi suatu negara yang berdaulat dalam prakteknya
memerlukan pengakuan bagi negara lain.45
Negara sebagai subyek hukum internasional telah dikenal sejak adanya
praktek hubungan internasional. Dengan kata lain, negara adalah subyek hukum
internasional yang pertama ada. Bagi negara federasi seperti Amerika Serikat, India
dan Jerman, pemegang kedaulatan untuk mengadakan hubungan dengan luar negeri
berada ditangan pemerintah federal. Akan tetapi untuk masa sekarang, pemerintah Kalau 4 (empat) unsur diatas tadi
merupakan persyaratan secara hukum internasional terbentuknya suatu negara, maka
ada juga yang menjadi unsur politik terbentuknya suatu negara yang juga dapat
berakibat hukum. Unsur yang dimaksud adalah pengakuan (recognition).
Pengakuan dalam hukum internasional termasuk persoalan yang cukup rumit
karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan politik. Unsur-unsur hukum dan
politik sulit untuk dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan suatu
pengakuan oleh suatu negara dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan akibatnya
mempunyai ikatan hukum. Kesulitan juga berasal dari fakta bahwa hukum
internasional tidak mengharuskan suatu negara untuk mengakui negara lain atau
pemerintahan lain seperti halnya juga bahwa suatu negara atau pemerintahan tidak
mempunyai hak untuk diakui oleh negara lain. Tidak ada keharusan untuk mengakui
seperti juga ada kewajiban untuk tidak mengakui.
45
negara bagian pun memungkinkan untuk mengadakan hubungan dengan subyek
hukum internasional lainnya, seperti dengan salah satu kota/propinsi yang ada di
Indonesia. Misalnya, kota Bandung pernah mengadakan hubungan persahabatan
dengan kota lain yang ada di Jerman, Amerika Serikat dan Jepang.
Bentuk negara lain seperti dominion dalam "British Commonwealth" yang
hanya dikepalai oleh seorang Gubernur Jenderal sebagai wakil dari Ratu Inggris
ternyata mempunyai kedudukan yang sama sebagai subyek hukum intemasional
seperti halnya negara berdaulat lainnya. Dengan demikian persyaratan/pengertian
negara dalam subyek hukum internasional lebih longgar karena dalam prakteknya
negara-negara yang berstatus protektorat Inggris ikut serta juga dalam
konferensi-konferensi internasional yang sejajar dengan anggota/peserta lainnya. Kelonggaran
status subyek bukum internasional untuk negara yang tidak berdaulat penuh karena
tuntutan kondisi serta kepentingan bukan hanya bagi subyek hukum itu sendiri
melainkan bagi kepentingan masyarakat internasional secara keseluruhan.
Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu
sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai
kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi
daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam
dirinya:
1. Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.
2. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan
kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu
masyarakat Internasional yang teratur.
Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan
pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setela
politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama
derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia
Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya
perhubungan yang melintasi batas negara. Perkembangan golongan ialah timbulnya
berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas
dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum
kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa disamping mulai
terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif
berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara
sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi,
timbul suatu komplek kaedah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum
subordinasi.46