BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NIAGA
C. Analisis Putusan Pengadilan Niaga
2. Pembuktian Tentang Itikad baik
Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
memberikan definisinya yang dimaksud dengan itikad baik adalah pemohon
yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun
untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain
demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain atau
menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan
konsumen.
Paris Convention tidak mengatur kriteria itikad tidak baik secara jelas dan lengkap. Perlindungan atas suatu merek yang didaftar dengan itikad
tidak baik disebutkan dalam Pasal 6 ayat (3) Paris Convention sebagai berikut:
“no limit shall be fixed for requesting the cancellation or the prohibition of the use of marks registered or uses in bad faith...”.
Ketentuan ini mengandung maksud bahwa tidak ada jangka waktu
yang ditetapkan bagi pemilik hak atas merek untuk meminta pembatalan
dari merek yang didaftarkan dengan itikad tidak baik dimana merek yang
didaftarkan tersebut mempunyai persamaan yang menunjukkan itikad tidak
Merek erat kaitannya dengan persaingan yang tidak jujur (unfair competition). Pasal 10 ayat (3) Paris Convention memuat ketentuan bahwa negara anggota konvensi terikat untuk memberikan perlindungan terhadap
merek terkenal agar persaingan yang tidak jujur tidak terjadi. Sedangkan
dalam Pasal 10 ayat (2) Paris Convention disebutkan bahwa setiap perbuatan yang bertentangan dengan praktik pelaku usaha dalam bidang
industri dan perdagangan dianggap sebagai perbuatan yang tidak jujur. Pasal
ini menentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilarang berkaitan dengan
perbuatan-perbuatan tidak jujur yang dapat menimbulkan kekeliruan dengan
cara apapun berkenaan dengan asal-usul barang atau usaha-usaha industri
dan komersial dari seorang pengusaha yang bersaingan.
Persaingan yang tidak jujur ini dapat berupa upaya untuk
mendompleng atau membonceng ketenaran suatu merek terkenal. Upaya
pendomplengan atau pemboncengan termasuk juga dalam tindakan
membajak, meniru, dan menjiplak merek terkenal pihak lain dan kemudian
mendaftarkannya di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual baik
untuk barang yang sejenis maupun untuk barang yang tidak sejenis.
Tindakan ini berakibat pada kerugian yang dialami oleh pihak lain,
mengecoh dan menyesatkan konsumen berkenaan dengan sifat dan asal usul
barang. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persaingan
tidak jujur tersebut dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang
56
Dengan kata lain, perbuatan tersebut termasuk dalam perbuatan yang
didasarkan atas itikad tidak baik.
Pembatalan suatu merek oleh Direktorat Jenderal Hak dan Kekayaan
Intelektual didasarkan pada persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan merek terkenal pihak lain. Adanya persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya didasarkan pada itikad tidak baik untuk mendompleng atau
membonceng ketenaran merek asing terkenal sehingga bisa mendapatkan
keuntungan yang besar dalam waktu yang cepat tanpa perlu mengeluarkan
biaya untuk melakukan promosi. Jadi, penilaian ada atau tidaknya unsur
itikad tidak baik sangat perlu memperhatikan unsur persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya yang terdapat dalam merek tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa itikad tidak baik
timbul dari adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya.
Berdasarkan definisi itikad baik yang telah penulis jabarkan di atas,
jika dilihat dari sejarahnya merek Bodycology milik penggugat telah ada
dan beredar di Amerika Serikat sejak tahun 1992 dan juga telah terdaftar di
Amerika Serikat dengan No. registrasi 1.719.286 di Amerika Serikat tanggal
22 September 1992, untuk kelas 03 (A.S.kelas 1,4,6,50,51 dan 52). Selain
itu berdasarkan pertimbangan hakim, bahwa hakim menilai terdapat
persamaan pada pokoknya antara merek Bodyology milik tergugat dengan
merek Bodycology milik penggugat. Dengan demikian berdasarkan fakta
sejarah dan bukti-bukti dokumen, menurut penulis tidak ada alasan bagi
Sherly Nyolanda, karena selain bertentangan dengan norma-norma keadilan
dan kepatutan, hal itu juga bertentangan dengan fakta hukum dan sejarah,
karena jika dilihat pada Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 sudah jelas dan terbukti bahwa pihak Sherly Nyolanda tidak
mempunyai itikad baik didalam pendaftaran merek Bodycology sebagai
mereknya.
Menurut penulis hakim seharusnya juga mempertimbangkan
putusannya berdasarkan yurisprudensi yang ada, salah satu yurisprudensi
yang terkenal adalah Putusan Mahkamah Agung RI No. 677 K/Sip/1972
putusan tentang merek “Tancho”. Menurut penulis perkara merek “Tancho” ini serupa dengan perkara merek Bodycology. Dalam perkara ini PT.
Tancho Indonesia Co. Ltd menggugat Wong A Kiong (Ong Sutrisno)
sebagai Direksi Firma Tokyo Company. Sejak tahun 1961 barang-barang
tersebut telah dikenal di Indonesia karena beberapa pengusaha Indonesia
telah mengimportnya. Kemudian untuk memperlancar usaha
perdagangannya di Indonesia, Tancho Kabushiki Kaisha mengadakan Joint venture dengan N.V. The City Factory di Jakarta sehingga terbentuklah PT. Tancho Indonesia Co. Ltd. Oleh karena itu barang-barang produksi diberi merek “Tancho” pula, dan sesuai dengan itu PT. Tancho Indonesia Co. Ltd. Mengajukan pendaftaran merek kepada Dirjen Paten, Merek, dan Hak
Cipta, tetapi ditolak karena telah ada pihak lain yakni Firma Toko Osaka
Company yang telah mendaftarkannya terlebih dahulu, yaitu sejak tahun
58
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di tingkat pengadilan negeri pihak
penggugat dikalahkan dan memenangkan pihak tergugat. Kemudian di
tingkat Kasasi, Mahkamah Agung memenangkan pihak penggugat dengan
pendapat hakim menyatakan PT. Tancho Indonesia Co. Ltd. dalam
melindungi haknya atas merek bersangkutan sekali pun ia bekedudukan di
Jepang, telah berusaha mendftarkan mereknya tersebut di berbagai negara,
antara lain Philipina, Singapura, dan Hongkong akan tetapi di Indonesia
tidak berbuat demikian sekalipun barang keluarannya telah dimasukkan di
Indonesia, maka tidak mungkin hak atas merek yang telah hanya didaftarkan
di luar Indonesia saja, harus dilindungi pula di dalam wilayah Indonesia
apabila dikemudian hari telah didaftarkan hak atau nama tersebut oleh orang
lain di Indonesia seperti halnya merek Tancho yang kini telah didaftarkan
dan terdaftar atas nama tergugat sejak tahun 1965; adalah tidak dapat
dibenarkan oleh Mahkamah Agung, karena bertentangan dengan maksud
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 untuk melindungi khalayak ramai
terhadap barang-barang tiruan yang memakai merek yang sudah dikenalnya
sebagai merek barang-barang yang bermutu baik dan tujuan itu hendak
dicapai dengan menertibkan kepatuhan di dalam lalulintas perdagangan;
bahwa menurut sistem Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang
perusahaan dan perniagaan, pendaftaran suatu merek hanyalah memberikan
hak kepada orang atau badan hukum yang mereknya didaftarkan itu bahwa
ia dianggap sebagai pemakai pertama dari merek tersebut, sampai
yang diberikan perlindungan adalah pemakai pertama di Indonesia, sekalipun tidak terdaftar. Dan sesuai dengan itu maka perkataan “pemakai
pertama di Indonesia” harus ditafsirkan sebagai “pemakai pertama yang
jujur” (beritikad baik) sesuai dengan asas hukum bahwa perlindungan diberikan kepada orang yang beritikad baik dan tidak kepada yang beritikad
buruk.
Sistem pendaftaran merek yang dianut di Indonesia adalah sistem first to file yang berarti pendaftar pertamalah yang akan dilindungi. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, pemohon
pendaftaran merek itu harus dengan itikad baik. Jadi, pendaftar pertama
yang dilindungi haknya adalah pendaftar yang beritikad baik. Dalam kasus
ini, bukan berarti karena merek Bodycology milik tergugat adalah pendaftar
pertama merek Bodycology milik tergugat di Indonesia hanya dia yang
dilindungi haknya. Dalam hal ini, perlu dilindungi juga merek Bodycology
milik penggugat yang merupakan merek yang sudah terkenal. Merek
Bodycology milik penggugat harus dilindungi dari pemboncengan merek
yang dilakukan oleh pihak-pihak pesaingnya yang hanya ingin
mendompleng ketenaran merek Bodycology tersebut.
Dengan demikian penulis tidak sependapat dengan majelis hakim
pengadilan niaga yang mengenyampingkan adanya itikad tidak baik pada
diri tergugat pada saat mendaftarkan merek Bodycology, dengan alasan
merek Bodycology milik penggugat pada saat itu belum didaftarkan di
60
mendaftarkan merek Bodycology. Agama Islam melarang umat manusia
memakan harta orang lain dengan jalan yang batil, sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 188 :
Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Q.S.
Al-Baqarah/2: 188).
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, menurut penulis ada
beberapa faktor yang menyebabkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tidak efektif dalam melindungi merek dagang asing di Indonesia sehingga
menyebabkan banyak terjadinya pelanggaran merek dagang asing di
Indonesia.
1. Penegak hukum
Masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman para aparat penegak
dagang asing dan dalam memutus suatu perkara mengenai merek.
Padahal, faktor penegak hukum ini sangatlah penting dalam
memfungsikan atau menjalankan hukum. Jika peraturan sudah baik,
tetapi kualitas para penegak hukum rendah maka akan timbul masalah1
dan tidak berjalannya hukum sesuai apa yang diharapkan oleh tujuan
dari hukum itu sendiri.
2. Sarana/Fasilitas
Sarana/Fasilitas merupakan faktor pendukung guna tercapainya
kefektifan suatu hukum, dalam perlindungan merek dagang asing ini
menurut penulis sarana/fasilitas pada Daftar Umum Merek masih
terdapat banyak kekurangan salah satunya masih belum tersedianya
suatu sistem komputer yang bersifat online, dimana petugas Daftar
Umum Merek hanya perlu mengketik nama merek yang diinginkan dan
hasilnya akan terlihat apakah merek itu sudah terdaftar atau belum di
Indonesia ataupun di negara lain. Sistem seperti ini tentu sangat
memudahkan dan membantu bagi para petugas di Daftar Umum Merek
untuk dapat mengetahui merek-merek apa saja yang sudah terdaftar di
Indonesia maupun di negara lain, khusunya negara anggota peserta
konvensi, dan dengan adanya sarana/fasilitas ini tentu dapat
meminimalisir atau bahkan meniadakan terjadinya pelanggaran
terhadap merek dagang asing, sekalipun belum terdaftar di Indonesia.
3. Masyarakat/Pelaku Usaha
1
62
Di indonesia masih banyak oknum pelaku usaha yang ingin menuai
hasil instant guna mencapai kesuksesan dalam usahanya. Salah satunya
dengan melakukan peniruan terhadap merek dagang asing yang sudah
dikenal luas oleh masyarakat. Dengan melakukan peniruan terhadap
merek dagang asing tersebut, pelaku usaha tidak perlu mengeluarkan
uang guna melakukan promosi terhadap produknya, karena masyrakat
akan mengira bahwa produk tersebut merupakan produk yang sama
dengan produk yang mereka kenal. Tentu saja hal ini bukan hanya
merugikan pihak konsumen saja, tetapi juga merugikan pihak produsen
yang aslinya. Padahal guna mencapai suatu kesuksesan, harus
63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan diantaranya sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek sudah efektif
dalam melindungi merek asing di Indonesia, namun ada beberapa
kekurangan yang harus diperbaiki, seperti pada pasal 6 huruf b masih
terdapat kata yang kurang tepat. Selain itu ada beberapa faktor yang
mempengaruhi efektivitas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
seperti lemahnya aparatur penegak hukum dalam menangani masalah
peniruan merek di Indonesia, kurangnya fasilitas terutama yang bersifat
teknologi bagi para aperatur penegak hukum guna mencari informasi
mengenai merek-merek apa saja yang sudah terdaftar di seluruh negara
peserta Paris Convention, kondisi masyarakat di Indonesia yang masih kurang dapat memahami sistem perlindungan merek serta perilaku pihak
pesaing usaha yang tidak ingin mengeluarkan banyak biaya untuk
promosi mereknya.
2. Konvensi Internasional menyerahkan sepenuhnya kebebasan bagi setiap
negara peserta konvensi dalam mengatur Undang-Undang merek bagi
negaranya, namun Undang-Undang tersebut tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan Konvensi Internasional yang telah diratifikasi. Pada
64
2001 dan Konvensi-konvensi Internasional adalah sama. Karena salah
satu sumber Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dibuat berdasarkan
Konvensi Internasional yang telah diratifikasi. Namun jika dilihat dari
perbedaannya ketentuan dalam Konvensi Internasional jauh lebih
mendetail. Contohnya dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tidak dijelaskan ketentuan mengenai kriteria-kriteria tentang merek
terkenal, sedangkan pada Pasal 2 ayat (2) Joint Recommendation on The Protection of Well Known Marks memberikan kriteria-kriteria entang merek terkenal. Jadi pada intinya antara Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 dengan Konvensi Internasional khususnya tentang merek
saling berkaitan dan saling melengkapi.
3. Putusan Pengadilan Niaga 69/PDT.SUS/ Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.
dinilai bertentangan dengan Konvensi Internasional. Menurut hakim
dalam dasar pertimbangannya memutus perkara tersebut bahwa tidak
terbukti merek Bodycology milik penggugat merupakan merek terkenal.
Dalam hal ini hakim hanya mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang
terdapat pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 saja khususnya
Pasal 6, seharusnya hakim mengambil pertimbangan hukum berdasarkan
Konvensi Internasional yang telah diratifikasi Indonesia serta
Yurisprudensi yang ada.
Pada akhir penulisan ini, penulis memberikan beberapa saran
diantaranya sebagai berikut:
1. Seharusnya dalam perlindungan merek, merek yang dapat dibatalkan
pendaftarannya tidak hanya merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenl saja, tetapi juga
merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang tidak terkenal. Sebaiknya kata “terkenal” yang terdapat pada Pasal 6 huruf b dihapuskan, karena pada hakikatnya baik
merek terkenal atau tidak terkenal itu harus mendapat perlindungan yang
sama, karena para pengusaha menciptakan suatu merek untuk memberi
identitas pada barang atau jasa miliknya dengan hasil kreativitas mereka
sendiri, mengeluarkan dana yang tidak sedikit, serta menghabiskan waktu
yang lama.
2. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual lebih selektif dalam
menerima pendaftaran suatu merek dalam daftar umum merek. Karena
pendaftaran ini merupakan tahap seleksi yang paling utama, dimana
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual khususnya daftar umum
merek harus benar-benar dapat membedakan pendaftaran suatu merek
apakah mempunyai persamaan pada pokoknya ataupun keseluruhannya
dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar. Untuk itu dibutuhkan
sistem pendaftaran yang baik serta informasi yang tepat dengan didukung
teknologi yang canggih. Hal itu guna meminimalisasi terjadinya sengketa
66
3. Seorang hakim dalam memeriksa sengketa merek perlu berhati-hati
dalam memberikan pertimbangan hukum. Hakim harus dapat menggali
hukum dari peristiwa hukum yang terjadi. Dalam memutus suatu perkara
hakim tidak boleh hanya mengacu pada peraturan perundang-undangan
nasional saja, tetapi juga harus mengacu pada peraturan yang terdapat
pada konvensi internasional, karena itu adalah konsekuensi dari suatu
negara dalam meratifikasi suatu konvensi internasional. Hal ini
semata-mata untuk menghindari pandangan buruk atas perlindungan merek di
Indonesia di mata dunia internasional. Perlindungan hak dan kekayaan
intelektual khusunya merek yang tidak baik tentu akan dapat membawa
dampak yang kurang baik juga bagi pembangunan bangsa dan negara
Indonesia, khususnya dalam pembangunan di sektor ekonomi yang
sampai saat ini masih membutuhkan investasi dari para investor luar
67
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Suci:
Al-Qur’an.
Adisumitro, Harsono. Hak Milik Perindustrian. Jakarta: Akademika Pressindo. 1990
Ali, Zainudin. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Cet VII. 2012
Djumhana, Muhammad dan R.Djubaedilah. Hak Milik Intelektual Sejarah, Teoori dan Prakteknya di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1997
Gautama, Sudargo. PembaharuanHukum Merek Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1997
.Hukum Merek Indonesia. Bandung: Alumni. 1984
Lindsey, Tim dkk. Hak Kekayaan Intelektua; Suatu Pengantar. Bandung: PT. Alumni. Cet.VII. 2013
Margono, Suyud. Hak Milik Industri: Pengaturan dan Praktik di Indonesia.
Bogor: Ghalia Indonesia. 2011
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2011
Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaya. Kebendaan Pada Umumnya: Seri Hukum Harta Kekayaan. Jakarta: Prenada Media Group. 2003
Putra, Syopiansyah Jaya. Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009
Raharjo, Satijipto. Ilmu Hukum.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2000 S, Salim H dan Budi Sutrisno. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo. 2008
Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet. VIII. 2013
68
Supanca, Indra Bagus Rahmadi. Kerangka Hukum Dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. 2006
Suryatin. Hukum Dagang I dan II. Jakarta: Pradnya Paramita. 1980
Suryodiningrat, R.M. Aneka Hak Milik Perindustrian. Bandung: Tarsito. 1981 Sutjipto, H.M.N.Purwo. Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia.
Jakarta: Djambatan. 1984
Syahraini, Riduan. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni. 2004
Untung, Hendrik Budi. Hukum Investasi. Jakarta: Sinar Grafika. 2010
Usman, Rachmadi. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Bandung: PT Alumni. 2003
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 Tentang Pengesahan Paris Convention For The Protection of Industrial Property
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 Pengesahan Paris Convention For The Protection of Industrial Property dan Convention Establishing The World Intellectual Property Organization
Paris Convention for the Protection of Industrial Property of 1883, revised at Brussels in 1900, at Washington in 1911, at Hague in 1925, at London in 1934, at Lisbon in 1958, and at Stockholm in 1967
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor : 69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.
“ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA “
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan pembatalan pendaftaran merek pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusannya sebagai berikut dalam perkara antara :
-ADVANCED BEAUTY SYSTEMS Inc, beralamat di Suite 400 57201 BJ Freeway,
Dallas, Texas 75240 Amerika Serikat, dalam hal ini memilih domisili hukum kepada Marodin Sijabat,SH., Zenery Perangin-angin,SH.,
Achmad Janzany,SH dan Achmad Fatchy,SH.MBA Advokat dan
Konsultan HUKUM (HKI berkantor di Graha Pratama Building 15th Floor, Jl. M.T. Haryono Kav. 15 Jakarta 12810, Indonesia, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 12 Agustus 2013, Selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT ;
---M e l a w a n :
SHERLY NYOLANDA, beralamat di Jalan Kramat Kwitang I C/7 RT.002/RW.04,
Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, dalam hal ini memilih domisili hukum. Mansur Alwini,SH.MH dan Saibani Nurdin,SH.
pada kantor hukum CENTRO PATENT, beralamat di. Jl. Depsos XIV No.13 A Bintaro, Pesanggarahan Jakarta Selatan, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 24 Oktober 2013, selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT ;
---Pengadilan Niaga tersebut; ;
---Setelah membaca surat-surat dalam berkas perkara ;
---Setelah melihat surat-surat bukti dipersidangan ;
---TENTANG DUDUK PERKARA :
Hal 1 dari 28 hal. Putusan No.69/PDT.SUS-MEREK/2013/PN.NIAGA.JKT.PST.
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : [email protected]
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa Penggugat (Advanced Beauty Inc) melalui kuasanya Marodin Sijabat,SH., Zenery Perangin-angin,SH., Achmad Janzany,SH dan Achmad Fatchy,SH.MBA. dengan surat gugatannya tertanggal 25 September 2013 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Register Nomor : 69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal 26 September 2013, adalah sebagai berikut :
---1 Bahwa Penggugat adalah pemilik dan pemegang hak atas Merek BODYCOLOGY
yang telah lama digunakan di Amerika Serikat dan telah terdaftar di Amerika Serikat sejak 22 September 1992 serta di Uni Eropa yang meliputi berbagai negara di dunia antara lain ;
---• Amerika terdaftar dengan No. 1.719.286 untuk melindungi jenis barang
yang termasuk dalam kelas 51 dan 52 sedangkan untuk kelas Internasional melindungi jenis barang yang termasuk dalam kelas 3 yang telah digunakan pertama kali di Amerika Serikat sejak 3-9-1992 ;
---• Uni Eropa terdaftar dengan No. 006995617 meliputi Negara-negara :
Spanyol, Inggris, Belanda, Denmark, Perancis, Italia, Rumania, Hugaria,