IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN
KEBIJAKAN HAK DAN
1. Pemeliharaan dan Pengamanan Batas Kawasan Hutan
Pemeliharaan batas adalah kegiatan yang dilaksanakan secara berkala untuk menjaga agar keadaan batas secara teknis tetap baik. Sedangkan pengamanan batas didefinisikan sebagai kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus untuk menjaga agar tanda batas kawasan hutan terhindar dari kerusakan dan hilangnya tanda batas (berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan). Dijelaskan dalam pasal 49 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut- II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan meliputi; a) pemeliharaan dan pengamanan rintis batas; b) pemeliharaan dan pengamanan pal batas; dan c) pemeliharaan dan pengamanan tanda batas lainnya. Pemeliharaan dan pengamanan pal batas dimaksudkan agar pal batas dapat berfungsi sebagai acuan penentuan posisi batas kawasan hutan di lapangan.
Peraturan lainnya perihal pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan untuk pemegang IPPKH tersurat dalam pasal 49 ayat (1) dan (2) Permenhut P.43/Menhut-II/201326, bahwa pemegang izin pemanfaatan hutan, pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan atau pengelola kesatuan pengelolaan hutan (KPH) dan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) wajib melaksanakan pemeliharaan dan pengamanan batas areal kerja. Pemeliharaan dan pengamanan batas tersebut bertujuan agar rintis batas dan pal batas dapat berfungsi sebagai acuan letak batas areal kerja.
Aturan-aturan tersebut di atas belum sepenuhnya dipahami oleh pemegang IPPKH. Observasi lapangan menunjukkan hanya ada dua perusahaan yang melakukan pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan. Namun demikian, pemeliharaan dan pengamanan batas areal IPPKH tidak menjamin terhindarnya pemegang IPPKH dari konflik atau permasalahan. Konflik terjadi bukan hanya banyaknya klaim masyarakat terhadap kawasan hutan, pencurian hasil hutan maupun perburuan satwa, namun juga konflik tata ruang dengan pemegang izin lainnya, baik izin pemanfaatan hasil hutan maupun izin perkebunan.
Meskipun semua pemegang IPPKH mengetahui kewajiban tersebut, namun rata-rata dari mereka tidak mempedulikannya. Nilai total rataan respon untuk pemenuhan kewajiban untuk 26 perusahaan yang diamati berkategori buruk dengan skor 74. Untuk pemegang IPPKH dengan status izin PKP2B berkategori buruk dengan skor 39, sedangkan untuk pemegang IPPKH dengan IUP juga berkategori buruk dengan skor 35.
26
Tentang penataan batas areal kerja izin pemanfaatan hutan, persetujuan prinsip PKH, persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan dan pengelolaan kawasan hutan dan pengelolaan kawasan hutan pada kesatuan pengelolaan hutan dan kawasan hutan dengan tujuan khusus.
83 2. Pengamanan dan Perlindungan Kawasan Hutan
Pemerintah Indonesia telah membuat seperangkat peraturan sebagai dasar hukum, prosedur dan penyelenggaran perlindungan hutan di Indonesia. Adapun peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan perlindungan hutan di Indonesia adalah UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2004 jo Nomor 60 Tahun 2009.
Definisi perlindungan hutan secara tegas terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Pasal 1 yang merupakan penjabaran dari Undang- undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 47, perlindungan hutan didefinisikan sebagai usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Perlindungan hutan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan pasal 5 bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Sedangkan pada pasal 6 dinyatakan bahwa prinsip-prinsip perlindungan hutan meliputi: a) mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama, serta penyakit, dan b) mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Kewajiban pemegang IPPKH dalam penyelenggaraan perlindungan hutan termaktub dalam pasal 8 ayat (2) PP tersebut yaitu bahwa perlindungan hutan atas kawasan hutan yang telah menjadi areal kerja pemegang izin pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan, izin pemungutan hasil hutan, dan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pemegang izin yang bersangkutan. Dengan demikian, setiap pemegang IPPKH berkewajiban menjalankan penyelenggaraan perlindungan hutan. Selanjutnya dijelaskan dalam PP tersebut bahwa perlindungan hutan sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat (2) tersebut meliputi :
a. mengamankan areal kerjanya yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan termasuk tumbuhan dan satwa;
b. mencegah kerusakan hutan dari perbuatan manusia dan ternak, kebakaran hutan, hama dan penyakit serta daya-daya alam;
c. mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap adanya gangguan keamanan hutan di areal kerjanya;
d. melaporkan setiap adanya kejadian pelanggaran hukum di areal kerjanya kepada instansi kehutanan ya ng terdekat;
e. menyediakan sarana dan prasarana, serta tenaga pengamanan hutan yang sesuai dengan kebutuhan.
84
Terkait dengan hutan hak, pada pasal 10 disebutkan:
‗…Perlindungan hutan pada hutan hak, dilaksanakan dan menjadi
tanggungjawab pemegang hak meliputi kegiatan antara lain; a. pencegahan gangguan dari pihak lain yang tidak berhak; b. pencegahan, pemadaman dan penanganan dampak kebakaran; c. penyediaan personil dan sarana prasarana perlindungan hutan; d. mempertahankan dan memelihara sumber air; e. melakukan kerjasama dengan sesama pemilik hutan hak, pengelola kawasan hutan, pemegang izin pemanfaatan hutan, pemegang izin
pemungutan, dan masyarakat...‘
Namun demikian, sebagian besar pemegang IPPKH tidak memahami secara detail teknis dan mekanisme menjalankan kewajiban pengamanan dan perlindungan hutan. Respon mereka hanya terbatas pada Standard Operation
Procedure (SOP) yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan dalam melakukan
pengamanan. Pengamanan dan perlindungan yang dilakukan rata-rata masih sebatas penyediaan tenaga pengaman (security), baik dari satuan pengaman (Satpam), personel Kepolisian Sektor (Polsek), personel Kepolisian Resort (Polres) sampai dengan personel Brigadir Mobil (Brimob). Tenaga pengamanan tersebut hanya bertugas untuk menjaga keamanan wilayah PKP2B/IUP/IPPKH selama perusahaan beroperasi. Sedangkan kegiatan pengamanan dan perlindungan sesuai peraturan perundang-undangan kehutanan yang berlaku dengan mengerahkan tenaga pengaman tersebut tidak teridentifikasi.
Sebagian pemegang IPPKH terutama yanag berizin PKP2B, melaksanakan kegiatan perlindungan hutan dengan memasang rambu-rambu larangan/ peringatan/himbauan di tempat-tempat yang strategis agar dapat diketahui oleh masyarakat. Papan-papan larangan yang dibuat antara lain; larangan memasuiki kawasan hutan tanpa izin, berburu, mengambil hasil hutan dan membakar lahan. Namun demikian, pemegang IPPKH belum sepenuhnya dapat membuat steril kawasan hutan dari masyarakat di sekitarnya dan praktik illegal logging. Hal itu menjadi sebuah dilemma tersendiri bagi pemegang IPPKH mengingat akses jalan yang mereka bangun biasanya juga menjadi akses masyarakat dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Pada indikator ini respon pemegang IPPKH berkategori buruk dengan skor adalah 77. Namun, jika dibandingkan respon antara pemegang IPPKH dengan status izin PKP2B dan IUP, terdapat perbedaan kategori, yaitu cukup baik untuk PKP2B dengan skor 43 dan kategori buruk untuk pemegang IPPKH dengan IUP dengan skor 34. Berdasarkan pengamatan di lapangan selama observasi, memang terlihat jelas perbedaan kinerjanya dalam menjalankan kewajiban IPPKH antara pemegang IPPKH dari PKP2B dengan IUP. Pemegang IPPKH dari PKP2B terlihat lebih serius dan mempunyai komitmen yang lebih baik dibandingkan pemegan IPPKH dari IUP. Perbedaan respon tersebut juga sebagai bukti tingkat kepedulian pemegang IPPKH terhadap kawasan hutan.