• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

C. PEMERAHAN SUSU

Pemerahan susu pada sapi perah bertujuan utama untuk memanfaatkan susu sapi sebagai sumber bahan pangan bagi manusia. Pemerahan susu dilakukan pada saat sapi perah dalam masa laktasi yakni 10 bulan antara saat beranak dan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan. Demikian pula kadar lemak susunya, akan menurun setelah 1-2 bulan masa laktasi. Dari 2-3 bulan masa laktasi, kadar lemak susu mulai konstan, kemudian naik sedikit (Sudono, 1999).

Yang harus diperhatikan ketika hendak melakukan pemerahan adalah kebersihan baik tubuh sapi, kandang, maupun peralatan yang akan digunakan. kandang harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran sapi dan sisa-sisa pakan. Tubuh sapi perlu dibersihkan terutama bagian ambing dan lipatan pahanya. Ambing juga perlu dibilas dengan menggunakan air hangat selain untuk mengurangi pencemaran kuman juga dapat merangsang proses pemerahan agar susu mudah keluar.

Selain kebersihan, faktor lain yang harus diperhatikan ketika hendak melakukan pemerahan adalah mengkondisikan sapi agar tenang. Agar sapi tenang, pemberian pakan konsentrat dilakukan sebelum pemerahan. Interaksi antara pemerah dengan sapi perah juga perlu diperhatikan. Sapi akan merasa lebih tenang jika diperah oleh pemerah yang biasa memerah sapi tersebut sejak dari masa laktasi pertama.

1.

Pemerahan Manual

Ilustrasi pemerahan susu secara manual menggunakan tangan dapat dilihat pada Gambar 2.3. Pada pemerahan manual menggunakan tangan, pertama-tama setelah memastikan kebersihan tangan pemerah dan ambing sapi, kemudian telunjuk dan ibu jari melingkari pangkal puting sambil menekan. Hal tersebut dilakukan agar susu yang sudah ada pada puting tidak kembali lagi ke ambing. Untuk mengeluarkan susu dari puting, jari-jari lain berurutan menekan puting dari atas ke bawah. Puting

6

hanya ditekan tanpa ditarik ke bawah agar tidak cidera. Setelah itu semua jari dilepaskan agar susu dari ambing dapat mengisi puting lagi. Masing-masing tangan memerah pada puting yang berbeda secara bergantian dan berpindah pada puting lainnya. Proses tersebut dilakukan selama susu masih keluar dengan lancar dan banyak.

Gambar 2.3 Cara pemerahan manual (Sudono, 1999)

Jika susu yang keluar sudah tidak lancar atau hampir habis, ambing ditekan menggunakan siku agar sisa-sisa susu yang masih terdapat di ambing dapat turun. Kemudian puting ditekan-tekan dari atas ke bawah hanya menggunakan telunjuk dan ibu jari tanpa menarik puting. susu harus dipastikan telah habis ketika menyelesaikan pemerahan karena sisa-sisa susu yang masih ada akan menyebabkan mastitis.

2.

Pemerahan Otomatis

Alat pemerah susu dikembangkan untuk mengurangi beban kerja pada pemerahan manual menggunakan tangan. Menurut Svennersten-Sjaunja (2001), percobaan untuk melakukan pemerahan menggunakan alat pada puting sapi telah dilakukan sejak dulu oleh bangsa mesir kuno. Tapi bagaimanapun juga alat pemerah susu baru mulai berkembang pada abad ke 19. Pada awal perkembangannya alat dibuat dengan menggunakan semacam pipa pembuluh yang dimasukkan ke dalam puting sapi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.4, namun karena berbahaya kemudian metode ini tidak digunakan. Alat pemerah kemudian dikembangkan dengan cara meniru gerakan tangan pada saat pemerahan manual seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.5. Alat tersebut menggunakan prinsip pemberian tekanan pada puting sapi.

Kemudian penggunaan prinsip vakum pada alat pemerah susu mulai diperkenalkan sekitar pertengahan abad ke 19. Prinsip tersebut mencoba meniru proses anak sapi ketika menyusu pada induknya. Pada mulanya metode ini hanya menggunakan tabung dengan satu ruang vakum yang dipasangkan pada puting sapi. Kemudian berkembang menjadi tabung dengan 2 ruang yang salah satunya berfungsi untuk membuat interval denyut pada puting sapi. Penggunaan prinsip vakum inilah yang kemudian berkembang menjadi alat pemerah susu modern.

7

Gambar 2.4 Pipa pembuluh yang dimasukkan pada puting sapi (Erf, 1906)

Gambar 2.5 Pressure devices pada puting sapi (Erf, 1906)

8

Pada alat pemerah susu modern, interval denyut dihasilkan oleh sebuah alat elektrik yang disebut pulsator. Pulsator ini berfungsi untuk menghubung dan memutuskan vakum bergantian dengan atmosfer sehingga tercipta denyut pada alat yang terpasang pada puting sapi yang disebut teat cup. Komponen penting lainnya adalah claw. Claw berfungsi untuk menghubungkan keempat saluran susu dari dalam teat cup melalui short milk tube yang kemudian dari claw aliran dilanjutkan menuju tangki susu melalui satu saluran (long milk tube), dan juga menghubungkan keempat ruang denyut pada teat cup melalui short pulse tube yang kemudian dari claw aliran dilanjutkan menuju pulsator melalui satu saluran (long pulse tube).

Gambar 2.7 Claw yang terhubung dengan teat cup

(Svennersten-Sjaunja, 2001)

Di Indonesia sendiri, beberapa penelitian oleh mahasiswa tentang rancang bangun alat pemerah susu telah dilakukan. Misalnya alat pemerah susu semi otomatis tipe engkol yang dirancang oleh Budi Setiawan (2007) di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr. Alat pemerah susu tersebut dibuat dengan tidak sepenuhnya otomatis karena masih membutuhkan tenaga manusia untuk mengengkol. Tenaga manusia digunakan untuk mengengkol alat pengatur denyut vakum yang berfungsi sebagai mekanisme buka-tutup untuk menyambungkan aliran udara terhadap bagian pemerah (shells) dan karet pemerah (liner). Sementara vakum yang dihasilkan menggunakan pompa vakum bertenaga listrik. Komponen lainnya yang penting pada alat pemerah susu tersebut adalah

vacuum chamber head. Vacuum chamber head dipasang diatas tangki susu (milkcan) yang fungsinya adalah untuk mengkondisikan ruang vakum pada milkcan. Alat pemerah susu tersebut tidak menggunakan claw, karena fungsi claw sudah dapat digantikan dengan menggunakan vacuum chamber head.

9

Gambar 2.8 Alat pemerah susu semi otomatis tipe engkol (Setiawan, 2007)

D.

VAKUM

Vakum berasal dari kata vacuus yang berarti kosong. Vakum adalah kondisi suatu ruang dengan tanpa molekul di dalamnya. Namun sangat tidak mungkin sebuah sistem untuk mencapai kondisi vakum sempurna. Bagaimanapun canggihnya sistem vakum pasti masih terdapat sejumlah kecil molekul gas di dalamnya. Untuk kegunaan praktis, American Vacuum Society mendefinisikan vakum sebagai sebuah ruang berisi molekul gas yang lebih kecil nilai tekanannya dari atmosfer (Hoffman, 1997).

Pengukuran tekanan gas pertama kali dilakukan dengan menggunakan barometer air raksa oleh Evangelista Torriceli pada tahun 1643. Tekanan gas diukur dengan satuan torr, di mana satu torr adalah nilai tekanan gas yang dapat menaikan air raksa 1 mm dalam suatu kolom pada suhu 0°C. Standar tekanan atmosfer adalah 760 torr atau 760 mmHg. Kini penggunaan satuan torr mulai digantikan dengan satuan mmHg. Sementara dalam sistem metrik tekanan diukur dalam satuan pascal, di mana 1 pascal adalah sekitar 7.5006 x 10-3 mmHg.

Pengukuran nilai tekanan vakum juga dapat menggunakan vacuum gauge yaitu alat yang memiliki skala ditunjukan oleh jarum. Jarum pada skala digerakkan oleh mekanisme pegas di dalam alat yang mendapat gaya dari tekanan vakum di dalam sistem. Angka yang ditunjukan menunjukan nilai di bawah tekanan atmosfer. Penyebutan nilai tekanan vakum menggunakan vacuum gauge adalah berupa selisih antara tekanan atmosfer dengan tekanan di dalam sistem. Jadi angka 0 pada vacuum gauge menunjukan bahwa tekanan di dalam sistem adalah sama dengan tekanan atmosfer.

Penggunaan pompa vakum untuk mengeluarkan molekul gas dari sebuah ruang sehingga tekanannya lebih rendah dari atmosfer diperkenalkan pertama kali pada tahun 1650 oleh Otto von

10

Guericke. Pompa vakum kemudian dikembangkan dalam berbagai tipe diantaranya rotary vane pump, diaphragm pump, dan liquid ring pump. Berdasarkan prinsip kerjanya pompa vakum terbagi dalam tiga macam yaitu positive displacement pump, momentum transfer pump, dan entrapment pump.

Pada pompa dengan prinsip positive displacement, terdapat sebuah mekanisme ruang dengan volume yang dapat membesar dan kembali ke semula secara berulang. Volume ruang pada pompa ketika membesar dapat menciptakan perbedaan tekanan sehingga molekul udara dari sistem dapat berpindah kemudian terperangkap dan selanjutnya dikeluarkan ke atmosfer. Sementara pada pompa yang menggunakan prinsip momentum transfer memiliki bilah-bilah yang berputar dengan kecepatan tinggi sehingga molekul udara dipaksa untuk keluar dari sistem. Kemudian pada entrapment pump, prinsipnya adalah dengan menggunakan sebuah permukaan untuk menyerap molekul udara dari sistem.

E.

STAINLESS STEEL

Stainless steel merupakan campuran besi dan krom dengan atau tanpa elemen lainnya, setidaknya paling sedikit memiliki 11% krom (Kelly, 2006). Elemen lain yang biasanya ditambahkan adalah nikel, karbon, molibdenum, mangan, dan silika. Unsur 11% krom yang ditambahkan merupakan jumlah minimal yang sangat penting untuk membentuk lapisan oksida yang stabil. Selain stabil, lapisan oksida krom yang terbentuk memiliki sifat tipis dan tahan lama. Stainless steel banyak digunakan untuk keperluan alat pengolahan bahan pangan karena sifatnya yang tahan terhadap korosi dan mudah dibersihkan.

Tingkat ketahanan korosi pada berbagai jenis stainless steel berbeda-beda bergantung pada persentase campurannya. Jenis stainless steel yang banyak tersedia dalam industri logam antara lain adalah 304L dan 316L. Jenis 304L memiliki campuran 70% Fe, 18.3% Cr, 9% Ni, 9.5% Si, 1.7% Mn, dan 0.02% C, sementara jenis 316L memiliki campuran 69% Fe, 16.4% Cr, 10.2% Ni, 2.1% Mo, 0.5% Si, 1.6% Mn, dan 0.02% C. Tambahan elemen molibdenum pada jenis 316L selain membuat lebih tahan terhadap karat juga dapat lebih tahan terhadap asam.

Dokumen terkait