• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien Trauma Brain Injury (TBI) diruangan kamar opersi IGD diklasifikasikan ke dalam pemeriksaan fisik mulai untuk pasien gawat darurat yakni mulai dari breathing (B1) yaitu pemeriksaan fisik tentang system pernapasan pasien, blood (B2) tentang system sirkulasi atau haemodinamik, brain (B3) system saraf atau kesadaran, bladder (B4) system perkemihan, bowel (B5) system pencernaan dan bone (B6) system integument dan musculoskeletal, berikut akan dipaparkan

kesenjangan antara teori dan hasil yang ditemukan pada kasus tentang pemeriksaan fisik pada pasien Trauma Brain Injury (TBI) a. Pre Operatif

1) Breathing Teori :

Menurut Ulya dkk (2017), menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) biasanya menampakan gejala gangguan irama jantung, perubahan pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing, napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

Kasus :

Dari hasil pengkajian / pemeriksaan yang didapat pada kasus Tn.P tidak ditemukan keluhan pada gangguan pernafasan, dimana pasien bernafas secara spontan dengan frekuensi pernafasan 20 x/mnt. Hal ini menunjukan bahwa pasien tidak mengalami gangguan pada sistem pernapasan, sehingga terjadi kesenjangan antara teori dan kasus.

Analisis :

Terjadinya kesenjangan dimana yang semestinya di breathing pasien harus mengalami perubahan pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing, napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing. Namun pada

hasil pengkajian / pemeriksaan pernafasan pasien normal 20 x/menit, itu terjadi kerena pasien tidak mengalami defisit neurologis (penurunan kesadaran), diamana tingkat kesadaran pasien sadar penuh Composmentis, atau GCS 15 sedangkan yang bermasalah di breating gangguan pola nafas biasa terjadi pada pasien yang mengalami gangguan neurologis (penurunan kesadaran) akibat kecelakaan trauma.

Gangguan neurologis (peneurunan kesadaran) progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan gangguan pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah (Dash & Chavali, 2018).

2) Blood Teori :

Menurut Meagher, R. dkk (2011) menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) menunjukan Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

Kasus :

Dari hasil pengkajian / pemeriksaan pada kasus Tn.P ditemukan pasien tampak lemah, namun tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, suhu 36,60C dan terpasang infuse RL 28 tts/mnt. Hal ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara teori dan kasus.

Analisis :

Terjadinya kesenjangan yang harusnya pengaturan hemodinamik atau tanda – tanda vital pasien abnormal di dalam teori, namun pengangaturan hemodinamik atau tanda – tanda vital pasien dalam batas normal itu terjadi karena pasien memiliki proses reparasi yang baik dan pasien paham ketika terjadi hal yang tidak bisa di tangani, pasien langsung melakukan pemeriksaan di rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.

Jadi fase proses dimana waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan Epidural bervariasi, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu itu sendiri (Greenberg MS, 2016) jadi ketika proses repasi pada pasien atau individu tidak bagus, dapat mempengaruhi pengaturan hemodinamik atau tanda tanda vital dalam batas normal.

Gangguan neurologis (peneurunan kesadaran) progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan

gangguan pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah / tanda – tanda vital. (Ropper Samuel, 2010)

3) Brain Teori :

Menurut Meagher, R. Dkk, (2011) menerangkan bahwa terjadi gangguan kesadaran yang merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala.

Kasus :

Dari hasil pengkajian / pemeriksaan pada kasus Tn.P didapatkan kesadaran pasien Somnolen GCS 12 (E3M5V4), pasien mengatakan nyeri kepala disisi kanan, nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri dirasakan berdenyut-denyut dengan skala nyeri 4 VAS. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan pada teori dengan data yang di dapat pada pasien.

Analisis :

Tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus dimana didalam teori menerangkan bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran, didalam kasus juga ditemukan pasien mengalami penurunan kesadaran, kesadaran pasien somnolen, GCS 12 (E3M5V4), itu terjadi karena pasein mengalami perdaran Epidural hematom tingkat sedang yang hanya memberikan gejala sakit kepala, vertigo dan lain – lain

namun ketika tidak di tangani dengan baik, benar dan cepat dapat berakibat fatal, berbeda dengan pasien yang mengalami perdarahan epidural hematom tingkat berat yang dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan penurunan kesadaran (koma).

Secara umum, gejala yang nampak pada epidural hematom seperti pada tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan kesadaran. Pada kasus hematom epidural yang mengalami cedera neuronal primer dapat mempengaruhi terjadi nya penurunan kesadaran. Pada subdural hematom ringan Gejala yang timbul dari peningkatan tekanan intrakranial seperti: sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, dan lainnya (Janich, Nguyen S., Patel, Shabani, Montoure, & Doan', 2016).

4) Bladder Teori :

Menurut Meagher, R. dkk (2011) menerangkan bahwa pasien dengan cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia urin dan ketidak mampuan menahan miksi ketika sudah di anastesi.

Dari hasi pengkaqjian / pemeriksaan pada kasus Tn.P ditemukan terpasang kateter tertampung ± 500 cc, warna urin kekuningan. Hal ini menunjukkan tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.

Analisis :

Tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus karena di dalam teori dan kasus pada pasien trauma kepala tidak terdapat gangguan pada sistem perkemihan. Pada pasien Trauma Brain Injury (TBI) terdapat gangguan system perkemihan karena terjadi pengeluaran urin yang menurun pada pasien yang diakibatkan penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah keginjal menurun dan akhirnya menyebabkan asidosis metabolic, aliran darah gastrointestinal menurun akibat resiko ileus, begitu pula aliran darah tidak lancar yang jika tidak segera diatasi menyebabkan nekrosis.

5) Bowel Teori :

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (Subhan, 2017).

Dari hasil pengkajian pada kasus ditemukan pasien Tn.P mengalami mual muntah pasca kejadian trauma dan sudah di puasakan untuk proses pembedahan, pasien tidak mengeluh mual dan didaptkan data tidak BAB sudah 3 hari.

Analisis :

Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara kasus dan teori, dimana pada pasien yang mengalami cedera kepala cenderung mengalami mual dan muntah hal tersebut dikarenakan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (Medika, 2017) namun pada kasus ditemukan pasien sudah tidak mengalami mual muntah.

6) Bone Teori :

Menurut Meagher, R. Dkk, (2011) menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidak seimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot atau lemah.

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Pada kasus Tn.P tidak ditemukan adanya gangguan intergritas kulit pasien karena

pasien tidak lama di ruangan operasi maupun ruangan recovery room. Pasien hanya nampak lemah sebagai akibat dari proses penyakit yang di alami pasien.

Analisi :

Hal ini menunjukan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Di karenakan Ketidak seimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot atau lemah. Menurut Meagher, R. Dkk, (2011)

b. Intra Operatif

Pada kasus tahap intra operatif data temuan yang ditemukan pada pasien yaitu :

a) Breathing : Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) EDH Pasien tidak sadar karena pasien dalam pengaruh anastesi dan dilakukan evaluasi seperti pola napas, tanda-tanda obstruksi, pernapasan cuping hidung, frekuensi napas, pergerakan rongga dada: apakah simetris atau tidak, suara napas tambahan: apakah tidak ada

obstruksi total, udara napas yang keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi: adannya wheezing atau ronchi (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Pasien bernafas dengan bantuan ventilator untuk mempertahankan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat untuk menjaga potensi jalan napas. Frekuensi pernapasan 18 x/menit, saturasi 98%. Hal ini menunjukan bahwa sistem pernapasan pasien saat dilakukan anastesi dan proses pembedahan dalam batas normal dan tidak mengalami gangguan hanya perlu pemantauan khusus terhadap breathing pola nafas.

Analisis :

Hal ini menunjukan tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus, pengaturan hemodinamik atau tanda – tanda vital pasien dalam batas normal, Pasien bernafas dengan bantuan ventilator, frekuensi pernapasan 18 x/menit, saturasi 98%. Pasien dalam keadaan pengaruh anastesi yang perlu dilakukan oleh tim operasi yaitu, evaluasi adanya gangguan - gangguan di pola nafas pasien.

evaluasi adanya gangguan napas, tanda-tanda obstruksi, pernapasan cuping hidung, frekuensi napas, pergerakan rongga dada: apakah simetris atau tidak, suara

napas tambahan: apakah tidak ada obstruksi total, udara napas yang keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi: adannya wheezing atau ronchi (Ulya, Ratika dkk 2017).

b) Blood Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) EDH selama pembedahan berlangsung sehingga ahli anastesi dapat mengkaji tekanan darah pasien. Selama operasi berlangsung akan ada perubahan tekanan darah, frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia) HR, suhu (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Pengaturan TD : 120/80 mmHg, N : 98 x/menit, S : 36,6oC, terpasang cairan RL, syringe pump yang berisi Pentanil di kaki kiri dan kaki kanan terpasang Monitol dan Nacl 0,9 %.

Analisis :

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Pengaturan hemodinamik atau sirkulasi pasien saat dilakukannya proses pembedahan tidak mengalami gangguan tanda tanda vital masih dalam batas normal, meskipun terdapat perubahan tanda tanda vital yang tidak

begitu signifikan dan masih dalam batas normal. Pasien juga di pasangkan manset untuk pemantauan lebih lanjut..

c) Brain Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) biasanya menampakkan kesadaran pasien tersedasi. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pasien di pengaruhi oleh efek dari obat anestesi umum yang dimasukkan melalui pembuluh darah sehingga pasien tidak sadar dan tidak merasakan nyeri. (Ulya, Ratika dkk 2017). Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Kesadaran tersedasi, pasien tampak tenang dan pasien tidak merasakan nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pasien di pengaruhi oleh efek dari obat anastesi.

Analisis :

Hal ini menunjukan tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Pasien dalam keadaan tersedasi atau anastesi dimana jenis anastesi yaitu general anastesi (GA), sehingga ketika tersedasi pasien tidak merasakan nyeri dan lain - lainnya, hanya perlu pemantauan dosis yang di perlukan oleh pasien itu sendiri.

Biasanya pasien yang melakukan tindakan operasi menampakkan kesadaran tersedasi. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pasien di pengaruhi oleh efek dari obat anestesi umum yang dimasukkan melalui pembuluh darah sehingga pasien tidak sadar dan tidak merasakan nyeri. (Ulya, Ratika dkk 2017).

d) Bladder Teori :

Dalam teori mengatakan kandung kemih harus selalu di kosongkan (pemasangan kateter) mengingat bahwa kandung kemih yang penuh merupakan suatu rangsangan untuk mengedan sehingga tekanan intracranial cenderung akan meningkat (Mika, 2018)

Kasus

Dari hasil pengkajian pada Tn.P yang didapatkan pada pasien nampak terpasang kateter urin untuk memantau jumlah produksi urin pasien selama dilakukannya tindakan operatif. Analisis

Hal ini menunjukkan tidak terdapatnya kesenjangan antara teori dan kasus. Pada penderita trauma kepala apabila akan menjalani operasi craniotomy dan tidak dilakukan pengosongan kandung kemih sebelum pembedahan maka kandung kemih akan terisi penuh dan akan menekan sampai di

kepala dan menyebabkan terjadinya peningkatan TIK, bila terjadi perubahan pada tekanan intrakranial akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral dimana ini akan berakakibat terjadinya iskemia otak (Medika, 2017).

e) Bowel Teori :

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) (Subhan, 2017)

Kasus :

Hasl pengkajian / pemeriksaan pasien tidak mengalami mual / muntah selama operasi berlangsung karena penurunan fungsi pencernaan pasien pengaruh anastesi.

Analisis :

Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada kesenjangan antara kasus dan teori, dimana pada pasien yang sedang dalam keadaan proses pembedahan tidak mengalami mual dan muntah karena dalam keadaan tidak sadarkan diri, hal tersebut terjadi karena pemberian obat anastesi untuk proses pembedahan (Medika, 2017)

f) Bone Teori :

Pada pengkajian bone, kaji apakah ada fraktur pada tulang tengkorak, integritas kulit, sianosis, kuku, kelembaban dan warna (Mika, 2017).

Kasus :

Dari hasil pengkajian Tn.P didapatkan pada pasien tampak dilakukan pembedahan pada kepala (kraniotomi), luka tampak merah dan mengeluarkan darah.

Analisis :

Hal ini menunjukkan terjadi kesenjangan pada teori dan kasus, pada penderita cedera kepala pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot (Subhan, 2017).

c. Post operatif

Pada kasus tahap post operatif data temuan yang ditemukan pada pasien yaitu :

1) Breathing Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) EDH perlu di waspadai terhadap pernafasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang lemah. Frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi nafas, dan membrane mukosa harus dipantau selama pasien berada diruang pemulihan. Kasus :

Dari hasil pengkajian yang didapatkan dalam kasus pada Pasien bernapas dibantu dengan menggunakan O2 Non Rebreathing Mask 8 L/I, terdapat secret dijalan napas, frekuensi napas : 18 x/I teratur, saturasi O2 : 99 %.

Analisis

Hal ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara teori dan kasus, dimana di dalam teori frekuensi, irama dan ventilasi simetris. Di dalam kasus ditemukan pernafasan dalam batas normal 18x/menit namun pada kasus ditemukan pasien bernafas di bantu dengan pemasangan ETT pasien yang dilakukan tindakan pembedahan craniotomy pada post operatif terjadi peningkatan sputum akibat kelemahan refleks batuk sehingga mempengaruhi pola nafas hal tersebut terjadi karena pasien belum sadar penuh akibat pengaruh anastesi yang diberikan pada saat akan dilakukan proses pembedahan (Wibowo, 2016)

2) Blood Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) EDH pasien mengalami kompilikasi kardiovaskuler akibat kehilangan darah secara actual dan potensial dari tempat pembedahan, balance cairan, efek samping anastesi, ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal. Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah secara eksternal melalui drain. Perdarahan dapat menyebabkan turunnya tekanan darah, meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Apabila perdahan terjadi eksternal, memperhatikan adanya peningkatan drainase yang mengandung darah pada balutan atau melalui drain (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Dari hasil pengkajian yang didapatkan dalam kasus pada Pasien Tn.P TD: 120/85 mmHg, HR : 88 x/menit, Suhu: 36.6 0C terpasang infus RL 24 tetes/menit dan satu buah drain. Analisis :

Hal ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara teori dan kasus, di dalam teori ditemukan tekanan dalrah mengalami penurunan, sementara di kasus Tn.P ditemukan tanda – tanda vital pasien dalam batas normal dan terpasang cairan RL untuk mengatasi terjadinya perdarahan pada pasien setelah dilakukannya tindakan pembedahan.

3) Brain : Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) EDH Setelah dilakukan pembedahan, pasien melakukan tingkat kesadaran yang berbeda. Oleh karena itu, perawat harus memonitor tingkat respon pasien dengan berbagai cara. Misalnya dengan memonitor fungsi pendengaran dan penglihatan. Apakah pasien dapat merespon dengan baik ketika diberikan stimulus atau tidak sama sekali. Ataupun juga dapat memonotor tingkat kesadaran dengan menentukan Alderette Score. (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan pasien belum sadar penuh dan masih di bawah pengaruh anastesi. Dengan Alderrette skor 6, ketika alderette skor pasien lebih dari > 8 maka pasien bisa kembali di ruangan perawatan.

Analisis :

Hal ini menunjukan tidak adanya kesenjngan antara teori dan kasus Tn.P, setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room) sampai pasien stabil, tidak mengalami kompliksi operasi dan

memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan. Pada kasus Tn.P saat dipindahkan ke ruang recovery room, Tn.P belum sadar.

4) Bladder Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) EDH Kandung kemih perlu dipantau selama pasien berada diruang pemulihan. Bila produksi urine tertampung di vesika urinaria maka dapat meningkatkan tekanan intracranial. Oleh karena itu pasien dengan post op harus tetap menggunakan kateter. (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Dari hasil pengkajian yang didapatkan dalam kasus pasien terpasang kateter dengan pengeluaran urin sebanyak ± 200 cc.

Analisis

Tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, di teori dijelaskan bahwa pasien dengan post operatif harus tetap menggunakan kateter urin, dan di kasus Tn.P ditemukan pasien post operatif masih terpasang kateter karena pasien masih dalam keadaan pengaruh anastesi dimana terjadi penurunan kesadaran

sehingga saraf simpatik dan saraf parasimpatik mengalami penurunan fungsi. Bila terjadi perubahan pada tekanan intrakranial akan mempengaruhi tekanan perfusi cerebral dimana ini akan berakakibat terjadinya iskemia otak.

5) Bowel Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) EDH Pada pasien post operasi biasanya mengalami penurunan fungsi pencernaan seperti mual dan muntah (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus:

Pada kasus Tn.P, fungsi pencernaan belum dikaji karena pasien belum sadar. Masih dalam pengaruh anastesi.

Analisa :

Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, dimana dalam teori mengatakan pasien akan mengalami penurunan fungsi perncernaan namun di kasus Tn. P belum bisa di kaji karena pasien belum sadar penuh karena masih dalam pengaruh anestesi.

6) Bone Teori :

Di dalam teori menerangkan bahwa pasien dengan Trauma Brain Injury (TBI) SDH Pasien pada post operasi pergerakannya akan terbatas karena masih mengalami penurunan kesadaran karena pengaruh anastesi. (Ulya, Ratika dkk 2017).

Kasus :

Hasil pengkajian / pemeriksaan Tampak luka pembedahan bekas operasi pada kepala, tampak tertutup kasa / verban dan terpasang drain dari kepala pasien yang telah dilakukan operasi, pasien masih dalam pengaruh anastesi atau tersedasi.

Analisa :

Hal ini menunjukan tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus. Di dalam teori mengatakan pergerakannya akan terbatas karena masih mengalami penurunan kesadaran karena pengaruh anastesi hal tersebut ditemukan juga di kasus Tn.P tampak luka yang ditutupi oleh kasa.

Dokumen terkait