BAB III. LAPORAN KASUS
3.4. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Lengkap (12/12/2018)
Parameter Hasil Satuan Rentang Normal
WBC 9,65 10µ/µL 4,1-11
2. Kimia Darah (14/11/2018, 12/12/2018)
Parameter Hasil Satuan Rentang Normal
BUN* 15 mg/dL 8-23
Kreatinin* 0,67 mg/dL 0,5-0,9
Kolesterol Total 257 mg/dL 140-199 Kolesterol LDL 181 mg/dL <130 Kolesterol HDL 47 mg/dL 40-65 Asam Urat 6,5 mg/dL 2-5,7
*Berdasarkan pemeriksaan tanggal 14 November 2018
3. Urine Lengkap (14/11/2018, 12/12/2018)
Parameter Hasil Satuan Rentang Normal
(14/11) (12/12)
Berat jenis 1,019 1,014 1,003-1,035
Kekeruhan Jernih Jernih
pH 6 6 4,5-8
Leukosit (2+) 250 (2+) 75 Leuko/uL Negatif
Nitrit Negatif Negatif mg/dL Negatif
Protein (+1) 50 Negatif mg/dL Negatif
Glukosa Negatif Negatif mg/dL Negatif
Keton Negatif Negatif mg/dL Negatif
Darah (1+) (1+) ery/ uL Negatif
Urobilinogen (1+) 2 Normal mg/dL Normal
Bilirubin Negatif Negatif mg/dL Negatif
Warna Yellow Light yellow p.yellow-yellow
Sedimen urine :
Leukosit sedimen 12 1 /LPB ≤7
Eritrosit sedimen 11 5 /LPB ≤5
Sel epitel sedimen :
Gepeng 8 2 /LPB
Silinder sedimen Granula + Negatif /LPB Lain-lain Bakteri + Bakteri + /LPB
Kristal Negatif Negatif /LPB
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Thoraks PA (30/11/2018)
Cor: kesan membesar. CTR: 62%. Kalsifikasi aortic knob (+) Pulmo : tak tampak infiltrat/nodul. Corakan bronkovaskuler normal Sinus pleura kanan kiri tajam
Diaphragma kanan kiri normal
Tulang-tulang : tampak deformitas pada os clavicula 1/3 tengah dextra Kesan:
Cardiomegaly dengan aortosklerosis (ASHD) Pulmo tak tampak kelainan
Old fracture os clavicula 1/3 tengah dextra 2. Foto Pelvis AP (13/11/2018)
Tampak kolaps dan flattening pada caput femoris sinistra disertai dengan sklerosis pada caput femoris dan acetabulum sinistra
Tampak sklerosis pada caput femoris dextra, cresent sign (+) Trabekulasi tulang normal
Sacroiliac dan hip joint kanan kiri baik Shenton's line kanan kiri simetris Tak tampak jelas soft tissue swelling Kesan:
Menyokong gambaran AVN bilateral
3.5. Diagnosis
Lupus eritematosus sistemik on treatment - Avaskular nekrosis panggul bilateral - Lupus nefritis
- Dislipidemia
- Atherosclerotic heart disease Old fracture clavicula dextra
3.6. Penatalaksanaan Terapi
- Konsultasi TS ortopedi: rencana hip artroplasti menunggu jadwal - Konsultasi TS fisioterapi
- Metilprednisolon 4 mg tiap 24 jam - Valsartan 160 mg tiap 24 jam - Simvastatin 20 mg tiap 24 jam - Kalsium laktat 500 mg tiap 24 jam
- Kemoterapi cyclophosphamide setiap 3 bulan Monitoring
- Gejala flare, komplikasi, efek samping terapi
- Pemeriksaan darah tepi lengkap, urine lengkap, dan kolesterol setiap bulan - Sitologi urine dan pap smear tiap tahun
KIE
- Hasil pemeriksaan penunjang
- Kondisi penyakit, diagnosis, tatalaksanaflare dan kronis - Efek samping terapi
- Pencegahan dan tata laksana komplikasi
3.7. Prognosis
Ad vitam : dubius ad bonam Ad functionam : dubius ad malam Ad sanationam : dubius ad malam
22 4.1. Alur Kunjungan Lapangan
Informed consentuntuk pelaksanaan kunjungan lapangan didapatkan saat pemeriksaan rutin bulanan pasien ke poliklinik Rematologi RSUP Sanglah.
Kunjungan lapangan dilakukan pada tanggal 16 Desember 2018 pukul 10.00 WITA pada kediaman pasien di Jalan Ahmad Yani Gang Anugrah1b No 4.
Kunjungan disambut baik oleh pasien dan keluarga, dimana tujuan utama dari diadakannya kunjungan ini adalah untuk mengenal lebih dekat kehidupan pasien serta mengidentifikasi masalah dan faktor-faktor risiko terkait penyakit pasien.
Selama kunjungan dilakukan diskusi dua arah dengan pasien untuk meningkatkan pemahaman mengenai penyakit yang dideritanya.
4.2. Identifikasi Masalah
Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal meghadapi penyakitnya adalah:
1. Pasien kurang paham mengenai perjalanan penyakit daninterpretasi hasil pemeriksaan diagnostik
2. Pasien ingin mengetahui mengenai modifikasi gaya hidup yang dapat diupayakan untuk penanganan yang lebih baik
3. Pasien tidak dapat bepergian jauh serta beraktivitas di luar ruangan
4.3. Analisis Kebutuhan Pasien 1. Kebutuhan Fisik-Biomedis
Kecukupan Gizi
- Sebelum diketahui menderita LES pasien makan tiga kali sehari dengan komposisi berupa nasi sebanyak 1,5 sendok nasi beserta 1 porsi lauk berupa ayam, ikan, tahu, atau tempe. Pasien mengonsumsi sayur atau buah setidaknya 1 porsi sehari. Dalam sehari pasien dapat menghabiskan ±1 liter air dengan sumber air isi ulang komersil.
- Setelah didiagnosis dengan LES selama 2 tahun ini pasien disarankan oleh dokter untuk mengurangi porsi makanan akibat kelebihan berat badan. Diet saat ini dikatakan berupa 3 sendok makan nasi pada pagi dan sore hari, serta 6 sendok makan nasi di siang hari. Porsi lauk dikatakan sama seperti sebelumnya dan selalu disertai 1 porsi sayur. Setiap hari pasien makan buah sebagai selingan di antara makan.
- Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien15
Berat badan ideal = 90% (Tinggi badan - 100) x 1 kg
BBI = 90% x 57
= 51,3 kg
Status gizi = Berat badan aktual / Berat badan ideal = 64 / 51,3
= 124,7% (Obesitas) Jumlah kebutuhan kalori per hari
Kebutuhan kalori basal (A) = BBI x 25 kalori (perempuan)
= 51,3 x 25
= 1.282,5 kkal Kebutuhan aktivitas (ringan) (B) = 20% x A
= 20% x 1.282,5
= 256,5 kkal
Berat badan (C) = 20% x A
= 20% x 1.282,5
= 256,5 kkal Total kebutuhan kalori per hari
A + B – C = 1.282,5 + 256,5– 256,5 = 1.282,5 (1.280 kkal) - Distribusi makanan16-18
Protein (0,6 g/kgBB/hari) = 0,6 x 51,3 = 30,78 g≈120 kkal Karbohidrat = 60% x 1.280 ≈780 kkal
Lemak = 30% x 1.280 ≈380 kkal
Contoh pengaturan diet untuk pasien
Waktu Jumlah Jenis
Makan pagi 20% x total asupan harian = 256 kkal
Nasi putih 3 sdm (90 kkal) Telur goreng 1 butir (106kkal) Sayur sawi hijau (60 kkal) Selingan
pagi
10% x total asupan harian = 128 kkal
Minyak ikan 2 kapsul (22 kkal) Mangga 1 buah besar (106 kkal) Makan siang 30% x total asupan
harian = 384 kkal
Nasi putih7 sdm (210 kkal) Ikantim (152 kkal)
Minyak ikan 2 kapsul (22 kkal) Selingan
sore
15% x total asupan harian = 192 kkal
Pisang 2 buah kecil (62 kkal) Susu sapi 1 gelas (130 kkal) Makan
Minyak ikan 2 kapsul (22 kkal) Sdm = sendok makan
Kegiatan Fisik
Sebelum sakit aktivitas fisik pasien tergolong ringan dengan pekerjaan sebagai pedagang di pasar dan sebagian besar waktu di rumah pasien manfaatkan untuk memasak dan mempersiapkan dagangan. Pasien sudah tidak dapat bekerja sejak 2 tahun yang lalu. Pekerjaan rumah yang dapat dilakukan pasien juga sangat terbatas sejak mengalami nyeri panggul.
Keseharian pasien dihabiskan hampir seluruhnya dengan duduk, selain daripada waktu tidur setiap hari selama ±8 jam.
Akses ke Tempat Pelayanan Kesehatan
Pasien rutin kontrol ke RSUP Sanglah setidaknya sebulan sekali. Jarak rumah pasien ke RSUP Sanglah (7,4 km) dapat ditempuh dengan kendaraan mobil selama 15-20 menit perjalanan. Kondisi yang dialami pasien mengharuskan pasien untuk terhindar dari sinar matahari, sehingga hanya dapat menggunakan mobil dengan diantar suami.
Lingkungan
Pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya di kediaman dengan luas total sekitar 1 are. Batas kediaman pasien dengan tetangga berupa tembok.
Setengah dari luas tanah terdiri atas bangunan rumah memanjang, sementara sisanya berupa lapangan terbuka dengan parkir kendaraan, tumpukan barang, jemuran baju, kebun kecil, serta tempat sembahyang.
Rumah pasien terdiri atas 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, dan 1 ruangan yang dijadikan tempat penyimpanan keluarga.
Bangunan terdiri atas atap yang terbuat dari seng yang disanggah kayu tanpa langit-langit plafon, tembok non-finishing, dan lantai keramik.
Kebersihan rumah pasien relatif baik. Tidak banyak sinar matahari yang dapat masuk ke dalam rumah selain dari pintu utama dan beberapa jendela kecil.
2. Kebutuhan Bio-Psikososial Lingkungan Biologis
Pasien tinggal bersama 3 anggota keluarga lainnya dan 1 ekor anjing peliharaan yang dibiarkan bebas berkeliling. Halaman pasien hampir seluruhnya sudah disemen kecuali pada sekitar tempat sembahyang di belakang rumah pasien terdapat kebun kecil dengan pohon bunga, rerumputan, dan semak-semak.
Lingkungan Psikologis
Keluarga pasien dan pasien sendiri sudah dapat menerima keadaan pasien dengan baik. Dukungan dari keluarga baik secara materiil, moril, dan finansial sangat dirasakan oleh pasien sejak lama opname di rumah sakit.
Suami maupun anak sulung pasien banyak membantu pasien dalam hal transportasi dan biaya pengobatan hingga saat ini. Kedua anak pasien banyak membantu pekerjaan rumah pasien sehari-hari. Seluruh anggota keluarga terus mendukung pasien supaya pasien tetap semangat dalam menjalani pengobatan. Dukungan dari 3 perkumpulan lupus yang pasien ikuti juga dirasakan sangat berarti. Pasien sering sharing dan melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama dengan pasien lupus lainnya.
Faktor Sosial dan Kultural
Pasien dapat dikatakan kekurangan interaksi sosial dalam kesehariannya karena tidak dapat beraktivitas di luar rumah. Selama suami bekerja dan anak sekolah pasien seringkali harus menunggu sendiri di rumah. Pasien juga sulit untuk bertemu keluarga besar karena untuk pulang kampung pasien menempuh perjalanan panjang ke Negara dan sangat berisiko untuk kambuh. Namun hal itu tidak terlalu masalah bagi pasien karena masih
dapat menghubungi teman-teman yang aktif dalam perkumpulan lupus melalui grup media sosial. Pasien juga sering menghabiskan waktu membaca informasi mengenai lupus yang dibagi melalui grup tersebut oleh dokter-dokter yang bergabung di dalamnya. Pasien secara rutin menelepon keluarga besar di kampung bila tidak dapat berkunjung.
Faktor Spiritual
Pasien kesulitan untuk mengikuti kegiatan persembahyangan di luar rumah dikarenakan paparan sinar matahari. Kini pasien sangat membatasi persembahyangan di kampung yang dulunya dapat diikuti setiap akhir minggu. Pasien tetap berusaha sembahyang dengan segala keterbatasan tersebut dan berpartisipasi dengan membantu pekerjaan yang dapat dikerjakan di dalam rumah.
4.4. Penyelesaian Masalah
1. Penjelasan mengenai perjalanan penyakit pada LES terutama menitikberatkan pada faktor risiko, diagnosis, dan komplikasi. Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit multifaktorial dengan kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan hormonal. Pasien dapat memahami bahwa faktor risiko yang dimilikinya meningkatkan kemungkinan, namun tidak dapat memastikan, seseorang dapat menderita LES. Kriteria diagnosis dari LES terdiri atas beragam manifestasi klinis yang dapat muncul bersamaan ataupun terpisah oleh periode waktu yang tidak menentu.Meskipun secara retrospektif nampak diagnosis dapat ditegakkan lebih dini, namun pada suatu saat tertentu bila kriteria belum terpenuhi maka penegakan diagnosis dapat tertunda. Beberapa dari komplikasi LES maupun terapi yangdialami pasien dapat dimengerti dengan baik.Penjelasan singkat diberikan mengenai tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan penunjang.
2. Modifikasi gaya hidup terutama terkait paparan asap rokok, aktivitas fisik, dan diet. Pasien sebaiknya tidak terpapar asap rokok dimanapun pasien berada karena perokok pasif berhubungan dengan peningkatan kerusakan akibat LES.19 Selama aktivitas dan mobilisasi penting untuk diperhatikan
bahwa beban pada sendi yang mengalami kerusakan harus diminimalisir, salah satunya adalah dengan menggunakan alat bantu jalan seperti yang sudah dilakukan pasien. Saat ini tidak memungkinkan bagi pasien untuk melakukan aktivitas fisik tambahan karena keterbatasan mobilisasi, namunpasien memerlukan penanganan terapi fisik sebagai tambahan dari tindakan operatif. Terapi fisik yang dimaksud bertujuan untuk mempertahankan mobilitas, kekuatan otot, ketahanan, dan koordinasi pasien. Berdasarkan keterangan pasien diperkirakan bahwa diet pasien sudah mencakup restriksi kalori, sehingga advis ditekankan pada pentingnya pemilihan sumber makanan yang tepat serta suplementasi makanan.
3. Kekhawatiran akan paparan sinar matahari selama perjalanan jauh maupun beraktivitas di luar ruangan dapat ditanggulangi dengan modifikasi faktor lingkungan maupun pribadi. Beberapa solusi yang dapat diterapkan adalah: pemilihan waktu pada malam hari; mencari tempat berlindung dari sinar matahari; penggunaan payung, topi, baju yang menutupi area kulit yang luas, serta penggunaan tabir surya yang adekuat.
4.5. Denah Rumah
1. Halaman Rumah 2. Sanggah Keluarga 3. Ruang Tamu 4. Kamar 1 5. Kamar 2 6. Dapur
7. Kamar mandi 8. Ruang penyimpanan
4.6. Foto Kunjungan
gambar 4.1 Ruang Tamu gambar 4.2 Ruang Tamu
Gambar 4.3 Jalan menuju Gambar 4.4 Foto Bersama kamar mandi
29
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun kronis dengan gejala heterogen yang melibatkan multiorgan dan pada umumnya ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap antigen nuklear. Terdapat predisposisi genetik pada pasien LES yang dapat dipicu oleh faktor lingkungan berupa sinar ultraviolet (UV), rokok, silika, pelarut, dan infeksi. Manifestasi penyakit LES sangatlah luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat dan sistem imun.Manifestasi yang beragam tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pada pasien dalam tingkat keparahan yang berbeda.
Pasien yang dibahas pada kasus ini telah didiagnosis menderita lupus sejak Agustus 2016. Adapula beberapa hal yang menjadi permasalahan yang dikeluhkan pasien adalah rasa kurang paham mengenai perjalanan penyakit dan interpretasi hasil pemeriksaan diagnostik yang telah dialami, pasien kesulitan modifikasi gaya hidup yang dapat diupayakan untuk penanganan yang lebih bai dan pasien tidak dapat bepergian jauh serta beraktivitas di luar ruangan. Selain keluhan tersebut penulis juga menemukan bahwa saat ini pasien mendapatkan asuhan gizi yang cukup dan cenderung berlebih, aktivitas fisik pasien mengalami penurunan, kesulitan dalam kehidupan sosial serta keterbatasan pasien dalam beribadah di luar rumah. Untuk menangani permasalahan tersebut penulis mengedukasi pasien mengenai perjalanan penyakit pada LES terutama menitikberatkan pada faktor risiko, diagnosis, dan komplikasi; modifikasi gaya hidup terutama terkait paparan asap rokok, aktivitas fisik, dan diet serta modifikasi faktor lingkungan maupun pribadi untuk mengurangi keluhan dan kekhawatiran pasien mengenai beraktivitas di luar ruangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi Lupus di Indonesia. Diakses pada http://www.depkes.go.id/
2. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauseer SL, Jameson JL.
Harrison’s principles of internal medicine. 17 th ed. USA: McGraw-Hill;
2005.
3. Arnaud L, Vollenhoven RV. Advanced Handbook of Systemic Lupus Erythematosus. Cham: Springer; 2018.
4. Maidhof W, Hilas O. Lupus: an overview of the disease and management options. P T. 2012;37(4):240-9.
5. Manson JJ, Rahman A. Systemic lupus erythematosus. Orphanet J Rare Dis. 2006;1:6.
6. Rees F, Doherty M, Grainge MJ, Lanyon P, Zhang W.The worldwide incidence and prevalence of systemic lupus erythematosus: a systematic review of epidemiological studies.Rheumatology (Oxford). 2017 Nov 1;56(11):1945-1961.
7. Kasjmir YI, Handono K, Wijaya LK, Hamijoyo L, Albar Z, Kalim H, dkk.
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2011.
8. Gordon C, Isenberg D. Oxford Rheumatology Library. Oxford: Oxford University Press; 2016.
9. Barbhaiya M, Costenbader KH. Ultraviolet radiation and systemic lupus erythematosus. Lupus. 2014 23: 588.
10. Barragán-Martínez C, Speck-Hernández CA, Montoya-Ortiz G, Mantilla RD, Anaya JM, Rojas-Villarraga A. Organic solvents as risk factor for autoimmune diseases: a systematic review and meta-analysis. PLoS One.
2012;7(12):e51506.
11. Jara LJ, Medina G, Saavedra MA, Vera-Lastra O, Torres-Aguilar H, Navarro C, et al. Prolactin has a pathogenic role in systemic lupus erythematosus.Immunol Res. 2017 Apr;65(2):512-523.
12. Thong, Bernard., Olsen, Nancy J. The SLE review series: working for a better standard care. 2016. Oxford University Press. British Society for Rheumatology; 56 (i1-i13)
13. Kuhn, Anegret., Bonsman, Gisela., Anders, Hans-Joachim, dkk. The Diagnosis and treatment of Systemic Lupus Erythematosus. 2015.
Deutsches Azteblatt International; 112 (423-432)
14. Systemic Lupus Erythematosus: Pathogenesis and Clinical Features.
diakses pada: https://www.eular.org/
15. Rudijanto A, Yuwono A, Shahab A, Manaf A, Pramono B, Lindarto D.
Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. PB Perkeni; 2015.
16. Dalle Grave R, Calugi S, Centis E, Marzocchi R, El Ghoch M, Marchesini G. Lifestyle modification in the management of the metabolic syndrome:
achievements and challenges. Diabetes Metab Syndr Obes. 2010;3:373-85.
17. Aparicio-Soto M, Sánchez-Hidalgo M, Alarcón-de-la-Lastra C. An update on diet and nutritional factors in systemic lupuserythematosus management. Nutr Res Rev. 2017 Jun;30(1):118-137.
18. Klack K, Bonfa E, Borba Neto EF.Diet and nutritional aspects in systemic lupus erythematosus.Rev Bras Reumatol. 2012 May-Jun;52(3):384-408.
19. Minkin SJ, Slan SN, Gilkeson GS, Kamen DL. Smoking and secondhand smoke among patients with systemic lupus erythematosus and controls:
associations with disease and disease damage. Arthritis Res Ther.
2014;16(Suppl 1):A40.
20. Shizuma T. Liver Complications Associated with Systemic Lupus Erythematosus. Rheumatology (Sunnyvale) 5: 146
21. Schwarz, Marvin. A Deadly Complication of Systemic Lupus Erythematosus. The Journal of Rheumatology. 2019; 41(8):1571