i Pengalaman Belajar Lapangan
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
Disusun oleh:
Made Ayu Sintya Damayanti (1702612069)
Pembimbing:
Prof.Dr.dr.Tjokorda Raka Putra,SpPD-KR
DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYADEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT DALAM
FK UNUD/RSUP SANGLAH TAHUN 2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pengalaman belajar lapangan yang berjudul “Lupus Eritematosus Sistemik” ini tepat pada waktunya. Laporan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penulisan laporan PBL ini penulis banyak mendapatkan bimbingan maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD-KHOM selaku Kepala Departemen/KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUPSanglah.
2. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Penanggung Jawab Pendidikan Profesi Dokter Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
3. Prof.Dr.dr.Tjokorda Raka Putra,SpPD-KR selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, saran-saran dan bantuan dalam penyusunan pengalaman belajar lapanganini.
4. Pasien yang sudah menjadi guru tempat kami belajar dan mengizinkan kami untuk berkunjung ke rumah
Penulis menyadari bahwa pengalaman belajar lapangan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya.Akhirnya, penulis mengharapkan semoga laporan PBL ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran.
Denpasar, Februari 2019
Tim Penulis
iii DAFTAR ISI
SAMPULDALAM ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi ... 3
2.2.Epidemiologi ... 3
2.3.Etiopatogenesis ... 4
2.4.Manifestasi Klinis ... 6
2.5.Pemeriksaan Laboratorium ... 8
2.6. Diagnosis... 10
2.7.Penatalaksanaan ... 13
2.8 Komplikasi ... 14
2.8.Prognosis ... 14
BAB III. LAPORAN KASUS 3.1. Identitas pasien... 15
3.2. Anamnesis ... 15
3.3. Pemeriksaan Fisik ... 17
3.4. Pemeriksaan Penunjang ... 19
3.5. Diagnosis... 21
3.6. Penatalaksanaan ... 21
3.7. Prognosis ... 21
BAB IV. KUNJUNGAN LAPANGAN 4.1. Alur Kunjungan Lapangan ... 22
4.2. Identifikasi Masalah ... 22
4.3. Analisis Kebutuhan Pasien ... 22
4.4. Penyelesaian Masalah ... 26
4.5. Denah Rumah Pasien ... 27
4.6. Foto Kunjungan ... 28
BAB V. SIMPULAN ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
1
Lupus eritematus sistemik (LES) merupakan suatu penyakit yang membutuhkan perhatian khusus dikarenakan sulitnya dalam mendiagnosis dan seringnya terjadi keterlambatan diagnosis penyakit LES.Hal tersebut dapat terjadi karena LES merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya, dan memiliki sebaran gambaran klinis yang luas dan tampilan perjalanan penyakit yang beragam.Gambaran klinis yang luas tersebut sehingga penyakit LES juga dikenal dengan sebutan "penyakit seribu wajah".1
Penyakit autoimun merupakan istilah yang digunakan saat sistem imunitas pada tubuh seseorang menyerang tubuh orang itu sendiri. Pada kasus LES, sistem kekebalan tubuh akan menyerang sel, jaringan, dan organ yang sehat. Sistem kekebalan tubuh pada pasien penyakit LES akan mengalami kehilangan kemampuan untuk melihat perbedaan antara substansi asing (non-self) dan jaringan tubuh sendiri (self). Inflamasi akibat lupus dapat menyerang berbagai bagian tubuh, misalnya kulit, sendi, sel darah, paru-paru dan jantung.1
Penyakit LES sampai saat ini dikatakan belum jelas penyebabnya namun ada beberapa faktor resiko yang dikatakan berperan penting pada pasien LES.Beberapa faktor resiko tersebut antara laina adalah faktor genetik, faktor lingkungan seperti infeksi, stres, makanan dan antibiotik serta faktor hormonal.1,2 Para penderita lupus memiliki sebutan tersendiri yaitu odapus (orang dengan lupus)
dan dikatakan dapat menimpa siapapun. Sampai saat ini diketahui bahwa lupus paling banyak menyerang wanita usia produktif. Meskipun demikian, kaum pria, kelompok anak dan remaja juga dapat terkena lupus. Pada penelitian oleh Yayasan Lupus Indonesia dikatakan bahwa penderita LES di Indonesia diestimasikan sejumlah 200-300 ribu orang dengan perbandingan 1,6:10,0 untuk laki-laki:perempuan.
Baik manifestasi klinis maupun komplikasi penyakit LESmemiliki potensi dalam menurunkan derajat kesehatan odapus, dan dapat berakibat fatal hingga menyebabkan kematian. Gejala lupus yang muncul sewaktu-waktu sangat berpotensi untuk mengganggu aktivitas sehari-hari dan menimbulkan banyak
masalah lain. Agar dapat mencapai status kesehatan yang optimal dan kualitas hidup yang tinggi maka odapus harus bersikap proaktif dalam pengelolaan penyakitnya.Salah satu caranya adalah dengan berperilaku sehat dan mengelola penyakit lupus secara mandiri melalui tindakan pencegahan paparan faktor pencetus.Untuk itu diperlukan pengetahuan yang memadai dan sikap yang positif Hubungan antara faktor pencetus gejala dan perilaku pencegahan paparannya pada penderita lupus perlu diteliti lebih lanjut.Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara faktor pencetus gejala lupus dan perilaku pencegahan paparannya.2
Penting untuk melakukan diagnosis dini, modifikasi pola hidup, dan pengobatan penyakit yang mendasari.Penanganan LES memerlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan. Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan.2
Dimana dalam konteks ini pasien dilihat secara keseluruhan, baik fisik, mental, lingkungan sosial, ekonomi, serta keseharian pasien yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko kejadian LES, melakukan pencegahan terhadap perburukan kondisi dan mengedukasi pasien dan keluarga mengenai hal-hal yang berkaitan dengan LES.
3 2.1. Definisi
Lupus eritematosus sistemik (LES) atau “penyakit dengan seribu wajah” adalah penyakit autoimun kronis dengan gejala heterogen yang melibatkan multiorgan.
Penyakit ini ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap antigen nuklear.
Hilangnya self-tolerance menyebabkan fungsi sistem imun abnormal sehingga terbentuk autoantibodi yang memicu pembentukan kompleks imun dan merusak jaringan sehat.3-5Terdapat 4 tipe lupus yang dikenal hingga saat ini, yaitu lupus eritematosus neonatal dan pediatri, lupus eritematosus diskoid, lupus imbas obat, dan lupus eritematosus sistemik. Jika dibandingkan dengan tipe lupus yang lainnya, LES merupakan tipe yang tersering sehingga pembahasan akan difokuskan pada LES.4
2.2. Epidemiologi
Prevalensi LES secara global diperkirakan sebesar 15-150 per 100.000 penduduk, sementara insidens LES adalah 1-15 per 100.000 penduduk per tahun.3 Angka tersebut bervariasi berdasarkan ras dan etnis, namun prevalensi tertinggi ditemukan pada Amerika Utara dan terendah pada Australia Utara.6 Insiden (0,9- 3,1) dan prevalensi (4,3-45,3) di Asia-Pasifik relatif sedang bila dibandingkan dengan data global.3 Data di Indonesia sendiri belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan 1,4% kasus LES dari total kunjungan, sementara pada tahun 2010 di RS Hasan Sadikin Bandung LES berkontribusi pada 10,5% total pasien yang berkunjung ke poliklinik reumatologi.7
Terdapat predileksi terhadap jenis kelamin perempuan usia subur, dengan rasio perempuan terhadap laki-laki mencapai 9:1. Perbedaan berdasarkan jenis kelamin tersebut jauh lebih kecil pada usia <10 dan >60 tahun.8 Puncak insiden pada 15-40 tahun, khususnya 30-39 tahun pada wanita dan 50-59 tahun pada pria.
Agregasi familial ditemukan pada 10% kasus dan LES seringkali berhubungan dengan penyakit autoimun lain.3
2.3. Etiopatogenesis
Patogenesis LES dapat dibagi menjadi 3 tahap: (1) predisposisi genetik dan paparan lingkungan, (2) hilangnya toleransi, (3) aktivasi sistem imun.8Predisposisi genetik memegang peranan yang penting dalam patogenesis LES, dibuktikan secara tidak langsung melalui tingginya persentase concordance pada anak kembar monozigot (14-57%) dan adanya agregasi familial (10%). Penelitian mengenai dasar genetika LES menemukan bahwa mayoritas LES merupakan poligenik, melibatkan hingga 120 gen dalam menentukan kerentanan individu.
Sebagian kecil LES yang bersifat monogenik mengikuti pola pewarisan Mendel.
Faktor risiko genetik yang berperan meliputi human leukocyte antigens(HLA), defisiensi jaras komplemen klasik (C1, C4, dan C2), overproduksi interferon tipe 1, dan defek apoptosis.3
Faktor lingkungan berupa sinar ultraviolet (UV), rokok, silika, pelarut, dan infeksi berperan sebagai pemicu pada individu yang rentan secara genetik.3Sinar UV B memicu terjadinya LES melalui apoptosis keratinosit, redistribusi antigen nuklear ke permukaan sel, serta produksi bentuk autoantigen baru.8,9Sinar UV, rokok, debu silika, dan infeksi dapat menginduksi stres oksidatif. Paparan debu silika dapat berasal dari bahan bangunan seperti semen, batu bata, dan tembok.
Paparan kronis oleh pelarut organik dapat menyebabkan penumpukan pada organ, modifikasi dari self-protein sehingga menjadi imunogenik dan memicu respon inflamasi.10Pelarut sering digunakan pada pembersih, cat, vernis, pewarna, dan parfum. Infeksi virus Epstein-Barr, cytomegalovirus, parvovirus, dan human herpes virus dapat memicu dan menyebabkan eksaserbasi LES melalui mekanisme mimikri molekuler atau respon imun inat dengan jaras yang sama dengan yang dipicu oleh autoantigen nuklear.3
Tingginya risiko LES pada perempuan usia subur diduga berhubungan dengan kadar hormon seks, khususnya estradiol, terutama endogen namun dalam proporsi yang kecil dapat disebabkan terapi sulih hormon atau kontrasepsi oral.8Efek utama estradiol terhadap sistem imun adalahinhibisi apoptosis sehingga memungkinkan sel B autoreaktif lolos dari delesi dan merusak toleransi imun.4Jika dibandingkan dengan kontrol sehat, penderita LES memiliki kadar prolaktin yang lebih tinggi.3Hiperprolaktinemia memiliki peran dalam patogenesis
LES melalui aktivasi Janus kinase-signal transducer (JAK-STAT)dan berhubungan dengan peningkatan konsentrasi IgG, antibodi anti-DNA, kompleks imun, dan glomerulonefritis.11
Kegagalan toleransi sistem imun akibat faktor genetik, lingkungan, maupun hormonal menyebabkan produksi autoantibodi. Sel T memiliki peran penting dalam produksi autoantibodi melalui membantu diferensiasi, proliferasi, dan maturasi sel B serta perubahan produksi autoantibodi sel B dari IgM menjadi IgG. Pada pasien LES juga terdapat defek multipel pada cekpoin toleransi perkembangan sel B yang menghindarkan sel B autoreaktif dari apoptosis dan anergi. Sel B ini kemudian akan mengalami maturasi menjadi sel B plasmasitoid yang mensekresi autoantibodi.8
Gambar 1. Patogenesis lupus eritematosus sistemik.3
Self-antigen nuklear dilepaskan melalui proses apoptosis beserta kematian spesifik neutrofil yang menghasilkan neutrophil extracellular traps (Gambar 1).
Material tersebut mengalami akumulasi karena gangguan pada klirens debris nekrosis. Self-antigen tersebut kemudian dipresentasikan melalui HLA oleh sel dendritik folikuler terhadap sel B autoreaktif. Hal ini menyebabkan aktivasi dan diferensiasi dari sel T CD4+ autoreaktif, sehingga melepaskan interferon (IFN)-γ.
Rilis interleukin (IL)-1 dan tumor necrosis factor (TNF) oleh sel dendritik matur mengaktivasi sel B sehingga berdiferensiasi menjadi sel plasma yang
memproduksi autoantibodi. Autoantibodi akan bereaksi membentuk kompleks imun yang mengandung self-antigen nuklear. Kompleks tersebut mengalami uptake termediasi reseptor Fc dan mengaktivasi sel dendritik plasmasitoid.
Peningkatan ekspresi IFN tipe 1 oleh sel dendritik plasmasitoid merupakan booster utama aktivasi sistem imun.3
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi penyakit LES sangatlah luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat dan sistem imun.Oleh karena itu, manifestasi klinis penyakit LES sangat beragam dengan perjalanan penyakit yang bervariasi. Gejala awal dari LES kerap mirip dengan penyakit lain sehingga mempersulit proses diagnosis. Gejala lupus yang paling sering muncul dari semua pasien tanpa memandang jenis kelamin adalah; 1
keletihan
sakit kepala
nyeri atau bengkak sendi
demam
anemia
nyeri dada ketika menarik nafas panjang
ruam kemerahan pada pipi hingga hidung dengan pola seperti kupu-kupu
sensitif terhadap cahaya matahari
rambut rontok sampai kebotakan (alopecia)
pendarahan yang tidak biasa
jari-jari berubah pucat atau kebiruan ketika dingin
sariawan di mulut atau perlukaan di hidung
Keparahan dapat bervariasi dari ringan ke sedang hingga parah atau bahkan membahayakan hidup. Berikut adalah gambaran manifestasi LES dari yang lebih ringan sampai dengan yang mengancam nyawa; 1,2
Manifestasi Sistemik
Manifestasi sistemik yang dapat muncul pada pasien antara lain adalah rasa letih dan myalgia/arthralgia yang biasanya muncul secara terus-menerus.
Gejala sistemik lainnya yang dapat muncul dalam kondisi lebih berat ialah demam, penurunan berat badan dan anemia.2
Manifestasi Kutaneus
Ruam dapat menjadi manifestasi mayor dari penyakit LES dalam bentuk dermatitis lupus yang dapat diklasifikasikan sebagai akut, subakut, dan kronik.Selain itu juga ada beberapa tipe lesi pada LES.Lupus erythematosus discoid merupakan tipe dermatitis kronis yang paling umum ditemukan pada lupus dan ditandai oleh lesi yang cenderung membentuk lingkaran kasar dengan pinggiran eryhtematous yang meninggi, bersisik dan mengalami depigmentasi. Sementara itu, manifestasi akut yang paling banyak ditemui pada pasien LES adalah peningkatan sensitivitas pada cahaya (photosensitivity), eritema dengan sedikit peningkatan yang terkadang muncul pada wajah (khsusnya pipi dan hidung sehingga memberikan gambaran ruam kupu-kupu), telinga, dagu, daerah V pada leher dan dada, punggung bagian belakang dan permukaan ekstensor pada lengan. Jika diurutkan dari yang paling sering maka manifestasi kutaneus dari LES adalah photosensitivitas, malar rash, oral ulcers, alopecia, ruam discoid, ruam vaskulitis dan urtikaria.
2,13
Manifestasi Renal
Nefritis merupakan manifestasi yang paling serius dari LES, hal tersebut dikarenakan nefritis dan infeksi adalah penyebab tersering dari mortalitas pada pasie LES.Meskipun demikian, nefritis pada pasien lupus cenderung asymptomatic sehingga pasien LES perlu menjalani tes analisa urin.
Manifestasi renal tersering pada pasien LES antara lain adalah proteinuria ≥
500mg/24jam diikuti dengan sindrom nefrotik dan end-stage renal disease.2 Manifestasi Sistem Syaraf
Terdapat beragam manifestasi klinis Sistem Saraf Pusat maupun siste syaraf perifer pada pasien LES. Jika muncul manifestasi sistem saraf pada LES maka perlu ditentukan apakah hal tersebut disebabkan oleh proses difusi atau penyakit oklusif vaskular. Manifestasi difus yang paling umum adalah gangguan kognitif seperti gangguan mengingat dan proses berpikir. Selain itu
manifestasi yang umum ditemukan adalah sakit kepala, kejang dan psikosis.2,13
Manifestasi Vaskular
Angka kejadian penyakit vaskular oklusif dikatakan meningkat pada pasien LES khususnya serangan iskemia transient, stroke dan infark miokard. Selain itu penyakit SLE kronis juga dihubungkan dengan peningkatan proses atherosclerosis sehingga menyebabkan peningkatan angka kejadian miokardial infark.2
Manifestasi Kardiologi
Perikarditis merupakan manifestasi kardiologi tersering pada pasien LES dan pada kasus tertentu dapat menjadi cardiac tamponade.Manifestasi klinis yang lebih serius dari LES adalah myokarditis dan endocarditis fibrinosa Libman- Sacks.Selain itu, keterlibatan endocardial dapat menyebabkan insufisiensi katup jantung, dengan prevalensi paling sering yaitu mitral dan aortic.2
Manifestasi Hematologi
Manifestasi hematologi yang paling umum disebabkan oleh LES adalah anemia dengan gambaran normositer normochromic yang merupakan gambaran suatu anemia akibat penyakit kronis.Selain itu dapat ditemukan juga penigngkatan hemolisis, gambaran leukopenia dan trombositopenia.2 Manifestasi Gastrointestinal
Manifestasi berupa mual, muntah, dan diare dapat ditemukan pada episode flare pasien LES.Selain gejala tersebut juga dapat ditemukan gejala-gejala yang lebih mengancam nyawa seperti vaskulitis intestinal; perforasi, sepsis dan perdarahan merupakan komplikasi yang sering ditemukan.
Manifestasi Okular
Sindrom sicca dan konjungtivitis non-spesifik merupakan hal yang umum ditemukan pada LES dan pada umumnya tidak mengancam ketajaman pengelihatan pasien.Namun manifestasi klinis seperti retinal vasculitis dan optic neuritis merupakan manifestasi yanglebih serius.2
2.5. Pemeriksaan Laboratorium
Ketika seorang klinisi sudah mencurigai suatu keadaan LES pada seorang pasiennya maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium menyeluruh. Pada
umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien LES dapat dibagi menjadi tiga yaitu tes skrining, tes lanjutan bila ditemukan positif pada skrining dan pemeriksaan laboratorium untuk peninjauan kembali.14
Tabel 2.1 Pemeriksaan Laboratorium pada pasien LES4 Tes Laboratorium untuk Skrining
- rasio sendimentasi eritosit
- blood count, differential blood count - kreatinin
- status dan sendimen urin - antibodi antinuclear (ANA)
Tes lanjutan bila ditemukan positif pada skrining (Khususnya bila ANA positif)
- difrensiasi lebih lanjut ANA (khususnya anti-sm, -Ro) - komplemen C3 dan C4
- antibodi antiphospolipid, antikoagulan lupus - laju filtrasi glomerulus; urine 24 jam
alternatif lainnya: rasio protein/kreatinin pada sampel urin tunggal - enzym hati: lactate dehydrogenase; creatine kinase
- pemeriksaan laboratorium lanjutan berdasarkan klinis - skrining komorbiditas
- penilaian status vaksinasi
Peninjauan kembali (LES: setiap 3 - 6 bulan berdasarkan perjalanan penyakit) - rasio sendimentasi eritrosit
- protein reaktif c
- blood count, differential blood count - kreatinin
- enzym hati
- status urin (rasio protein/kreatinin, urin 24 jam dan pemeriksaan mikroskopik bila dibutuhkan
- komplemen C3, C4 - antibodi anti-dsDNA
Dari segi diagnosis, autoantibodi yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA karena tes tersebut ditemukan positif pada >95% pasien LES biasanya pada onset dari gejala.Pasien lupus dengan ANA negatif dikatakan jarang ditemukan pada pasien dewasa dan pada umumnya diasosiasikan dengan autoantibodi lainnya seperti anti -Ro dan anti-DNA. Selain itu, titer tinggi
antibodi igG terhadap DNA untai ganda atau double stranded DNA (dsDNA) juga dikatakan spesifik pada pasien LES. Titrasi anti-dsDNA bervariasi dari waktu ke waktu. Pada beberapa pasien, peningkatan anti-dsDNA menggambarkan adanya flare, khuususnya nefritis dan vasculitis, terutama jika disertai dengan penurunan komplemen C3 dan C4.2
Pemeriksaan laboratorium antiphospolipid antibodi dikatakan tidak spesifik untuk SLE namun dapat digunakan untuk penegakan diagnosis (sesuai kriteria SICC pada tabel 2.2).Selain itu pemeriksaan antiphospolipid antibodi dapat menunjukan peningkatan resiko pembentukan klot arteri, thrombocytopeni dan fetal loss pada pasien LES. 2
Tes skrining dilakukan untuk mendeteksi abnormalitas yang dapat berkontribusi terhadap diagnosis dan pemilihan pengobatan.Peningkatan rasio sendimentasi eritrosit yang tinggi merupakan karakteristik dari SLE aktif sementara protein reaktif C biasanya normal atau mengalami peningkatan.Pemeriksaan darah lengkap berupa blood count dan differential blood count dapat menunjukan gambaran cytopenia seperti trombositopenia dan/atau leukopenia dan lymphopenia maupun perubahan lebih lanjut seperti anemia hemolisis.2,14
Selain beberapa tes yang sudah disebutkan diatas, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk melihat perjalanan penyakit. Pemeriksaan tersebut antara lain adalah urinalysis untuk hematuria dan proteinuria, level hemogblobin, jumlah platelet dan level seru kreatinin maupun albumin. Sampai saat ini belum ada tes laboratorium yang disepakati dalam keperluan ini, klinisi perlu menentukan pemeriksaan laboratorium apa yang dirasa paling bermanfaat untuk masing-masing pasien. 2
2.6. Diagnosis
Diagnosis LES dilakukan berdasarkan kombinasi dari manifestasi klinis, temuan laboratory, serologi dan histologi pada organ yang terkena oleh dampal LES (biasanya pada kulit dan ginjal).2,3
Gambar 2.1 alur diagnosis dan penanganan LES
Terdapat beberapa petunjuk dasar dalam menegakkan diagnosis LES, salah satunya ialah dari Systemic Lupus International Collaborating Clinic Criteria (SLICC) 2012.berikut adalah kriteria dari SLICC;
Berdasarkan kriteria dari SLICC, seorang pasien dapat dikatakan memenuhi kriteria sebagai penderita LES bila terdapat paling sedikit 4 tanda dari kriteria tersebut (dengan minimal 1 kriteria dari masing-masing kategori.2,3
Tabel 2.1 Kriteria SLICC untuk Klasifikasi LES2,3
Manifestasi Klinis Manifestasi Immunologi
Kulit ANA > nilai rujukan negatif
LES kutaneus akut, subakut anti-dsDNA
LES kutaneus kronik Anti-Sm
Oral Ulcers Antiphospolipid
Alopecia serum komplemen rendah
Synovitis direct coombs test positif
Renal
Prot/Cr ≥ 0,5 RBC cast biopsi Neurologi
kejang, psikosis, mononeuritis, myelitis, neuropati perifer maupun kranial, acute confusional state
Anemia Hemolisis Leukopenia (<4000) atau
Lymphopenia (<1000) Trombositopenia (<100.000)
2.7. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik yang dapat menyembuhkan LES dan remisi yang bertahan dikatakan jarang.Meskipun demikian, klinisi dapat memberikan penanganan untuk mengurangi remisi atau flare akut dan membantu meringankan gejala LES pada pasien serta mencegah terjadinya kerusakan organ.
Pada pasien dengan keluhan rasa letih, nyeri dan autoantibodi yang disebabkan oleh LES namun tanpa keterlibatan organ mayor, manajemen dapat difokuskan untuk mengurangi keluhan pasien.Analgesik dan antimalaria merupakan pengobatan yang umum diberikan kepada pasien.NSAID dikatakan bermanfaat sebagai analgesik/anti-inflamasi khususnya pada arthriris/arthralgia.
Meskipun demikian, penggunaan NSAID berkaitan dengan dua permasalahan utama yaitu; (1) pasien SLE memiliki resiko meningitis aseptik akibat NSAID yang lebih tinggi dibandingkan populasi umum dan (2) semua NSAID, khususnya yang menghambat cyclooxigenase-2, dapat meningkatkan resiko infark miokard.
Pengobatan anti malaria (hydroxychloroquine, chloroquine, dan quinacrine) pada umumnya dapat mengurangi dermatitis, arthritis dan rasa letih.2
Selain penatalaksanaan dengan obat-obatan pasien perlu diedukasi agar melakukan beberapa perubahan gaya hidup untuk meminimalisir kekambuhan dan memperbaiki kualitas hidup. Beberapa poin penting yang perlu disampaikan adalah;
- Hindari aktifitas fisik yang berlebihan - Hindari merokok
- Hindari perubahan cuaca karena memengaruhi proses inflamasi - Hindari stres dan trauma fisik
- Hindari paparan matahari secara langsung khususnya pada pukul 10.00 - 15.00
- Gunakan pakaian yang tertutup dan tabir surya SPV30PA+++ minimal 30 menit sebelum keluar rumah
- Hindari pajanan lampu UV
- Hindari pemakaian obat kontrasepsi atau obat lainnya yang mengandung hormon estrogen
- Kontrol dan minum obat secara teratur1
2.8. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh pasien LES.Komplikasi dapat disebabkan oleh penyakit LES itu sendiri maupun dari terapinya.Salah satu organ yang seringkali mengalami koplikasi dari LES adalah organ hati.
Komplikasi organ hati pada pasien LES antara lain adalah Hepatitis Lupus, Penyakit hati autoimmune, Sirosis Bilier Primer, dan Cholangitis Sclerosing Primer, Hepatitis akibat virus, steatohepatitis, fatty liver dan kerusakan hati akibat obat.20 Selain penyakit pada hati, terdapat pula gangguan sistemik yang merupakan komplikasi dari LES. Komplikasi sistemik tersebut antara lain adalah Systemic Vasculitides, Penyakit Antibody Antibasement Membrane, obat-obatan yang menyebabkan vasculitis, Sindrom Antifosfolipid, Koagulopati, Trombositopenia dan dalam kasus yang lebih jarang menyebabkan infeksi virus yang berat. 21
2.9. Prognosis
Prognosis penyakit ini sangat tergantung pada organ mana yang terlibat.Apabila mengenai organ vital, mortalitasnya sangat tinggi.Mortalitas pada pasiendengan LES telah menurun selama 20 tahun terakhir.Sebelum 1955, tingkatkelangsungan hidup penderita pada 5 tahun pada LES kurang dari 50%. Saat ini,tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir rata-rata melebihi 90% dan tingkat kelangsungan hidup penderita pada 15 tahun terakhir adalahsekitar 80%.
Terdapat beberapa indeks untuk menilai akitifitas penyakit LES antara lain menggunakan ECLAM (European Consensus Lupus Activity Measurement); LAI (Lupus Activity Index); SLAM (Systemic Lupus Activity Measure); BILAG (British Isles Lupus Assessment Group); dan SLEDAI (Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index).Ketiga indeks penilaian terakhir terbukti valid dan memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap aktifitas penyakit.Indeks tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran tingkat keparahan aktifitas penyakit pada LES.15
15 3.1. Identitas Pasien
Nama : NKS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 36 tahun
Alamat : Jalan Ahmad Yani Gang Anugrah1b No 4 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia No. Rekam Medis : 16023632
Tanggal Kunjungan : 16Desember 2018
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri panggul kiri Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari pemeriksaan pasien mengeluh mengalami nyeri pada panggul kiri yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu dan memberat sejak awal tahun ini.
Nyeri dirasakan seperti ngilu terutama setiap akan menumpu pada tungkai kiri, sehingga pasien sulit bangun dari duduk dan berjalan seperti pincang.Rasa nyeri dikatakan awalnya tidak mengganggu aktivitas pasien, namun seiring berjalannya waktu nyeri semakin berat hingga pasien tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah sama sekali. Nyeri dirasakan memberat setiap pasien bangun dari dudukserta berdiri lama dan membaik bila pasien beristirahat. Pasien merasa seperti tungkai kirinya lebih pendek.Nyeri dikatakan tidak menjalar dan tidak disertai keluhan kelemahan, kesemutan, maupun penurunan rasa raba. Keluhan nyeri pada bagian tubuh lain disangkal oleh pasien. Riwayat cidera dan jatuh disangkal. Saat ini pasien dapat berjalan dengan bantuan memegang benda atau tembok di sekitarnya. Jika mengikuti kegiatan di luar rumah pasien menggunakan
alat bantu jalan berupa tongkat.Keluhan lain yang menyertai berupa lemas, demam, nyeri kepala, ruam kulit, bengkak sendi, dan gangguan berpikir disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien saat ini rawat jalan dengan pengobatan metilprednisolon 4 mg 1x1, valsartan 160 mg 1x1, simvastatin 20 mg 1x1, kalsium laktat 500 mg 1x1, serta kemoterapi cyclophosphamide setiap 3 bulan. Riwayat terapi cyclophosphamideterakhir 2 hari sebelum pemeriksaan (14/12/2018).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien didiagnosis menderita lupus sejak Agustus 2016. Sebelumnya pada tahun yang sama pasien memiliki riwayat mengalami episode ruam kemerahan pada wajah dan seluruh tubuh, demam, dan lemas setiap kali terpapar sinar matahari terik. Keluhan lain yang dirasakan selama sebelum terdiagnosis adalah rambut banyak rontok, nyeri seluruh sendi, rasa tertusuk-tusuk setiap menginjakkan telapak kaki, nyeri dada, kencing berdarah seperti teh, ngamuk- ngamuk tanpa sebab, hidung dan bibir kehitaman, dan diare berat. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 25 kg (37,9%) dari 66 menjadi 39 kg.
Riwayat mengonsumsi obat maupun jamu disangkal oleh pasien.
Keluhan tersebut menyebabkan pasien opname di RSUD W dan RS BR dan dikatakan mendapat penanganan simtomatik, transfusi, serta disarankan menghindari sinar matahari. Riwayat opname di RSUP Sanglah pada bulan Agustus-September 2016 awalnya karena diare berat dengan keluhan lain masih menetap, kemudian didapatkan tes ANA positif dan dimulai terapi LES. Saat itu juga dikatakan terdapat cairan pada jantung dan perut pasien. Seluruh keluhan pasien membaik setelah dirawat di Sanglah.
Pasien memiliki riwayat patah tulang di dekat leher akibat kecelakaan lalu lintas 3 tahun yang lalu. Riwayat operasi mata di RS BR bulan Oktober- November 2018 karena penglihatan kabur. Kini pasien dapat melihat dan membaca dengan baik.Pasien memiliki riwayat menggunakan KB spiral, suntik, dan pil selama beberapa tahun. Riwayat alergi terhadap ikan dan kepiting diketahui sejak tahun 2018. Pasien dikatakan diare setelah makan ikan dan bengkak pada bibir disertai gatal-gatal setelah makan kepiting.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita lupus. Riwayat tekanan darah tinggi, lemak atau kolesterol tinggi, kencing manis, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan kanker pada keluarga disangkal.
Riwayat Pribadi, Sosial, dan Lingkungan
Sebelum sakit pasien bekerja sebagai pedagang di pasar. Selama bekerja pasien terpapar polusi udara dan asap rokok setiap hari. Pasien memiliki riwayat terpapar sinar matahari >20 jam tiap minggu selama >20 tahun setiap kali pulang kampung di akhir pekan. Riwayat merokok dan minum minuman beralkohol disangkal. Suami dikatakan dulunya merupakan perokok berat selama >20 tahun dan sering merokok di sekitar pasien, namun sejak pasien sakit suami mengurangi merokok hingga 3 batang per hari dan menghindarkan pasien dari paparan asapnya. Pasien dulunya memiliki hobi membangun dan merenovasi rumah sendiri sehingga sering terpapar bahan bangunan dan cat.
3.3. Pemeriksaan Fisik (16 Desember 2018) Status Present
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6) Tekanan darah : 120/70 mmHg
Laju nadi : 78 kali/menit, reguler, isi cukup Laju napas : 17 kali/menit, tipe torako-abdominal Suhu aksila : 36°C
Skala nyeri VAS : 3/10 Berat badan : 64 kg Tinggi badan : 157 cm
Indeks massa tubuh : 25,9 kg/m2 (obesitas) Status gizi : Gizi lebih
Status General
Kepala : normosefali, alopecia(-), malar rash (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra-/-, refleks pupil +/+ isokor3 mm/3 mm, relative afferent pupillary defect (-/-)
THT
Telinga : hiperemis (-), sekret (-), nyeri tekan (-) Hidung : hiperemis (-), sekret (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1, hiperemis (-); mukosa faring merah muda Mulut : bibir lembab, sianosis (-),atrofi papil lidah (-), ulkus (-) Leher : JVP 5+0 cmH2O, kelenjar tiroid normal, pembesaran
kelenjar getah bening (-) Thoraks
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : batas atas sela iga II, batas kanan parasternal dekstra, batas bawah sela iga V, batas kiri garis midklavikula sinistra sela iga V
Auskultasi : S1S2 normal, reguler, murmur (-) Pulmo
Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan dinding dada simetris statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : gerakan dinding dada teraba simetris, nyeri tekan (-), fremitus vokal normal simetris
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : vesikuler , ronki , wheezing Abdomen
Inspeksi : distensi (-), ascites (-) Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri ketok CVA -/-
Perkusi : timpani (+), shifting dullness (-), liver span 9 cm
Extremitas : akral hangat ,edema , deformitas (-),arteri dorsalis pedis teraba kuat simetris, CRT < 2 detik
Kulit : sianosis (-), ikterus (-), lesi kutaneus (-), livedo retikularis (-)
Status Lokalis Panggul
- Look :bengkak (-), eritema (-), parut (-), deformitas (-), panggul kiri tampak lebih tinggi dari kanan
- Feel : nyeri tekan (+)8/10 skala VAS padainguinal kiri
- Move : lingkup gerak sendi (LGS) aktif dan pasif panggul kanan dalam batas normal; sedangkan LGS aktif panggul kiri pada menurun pada seluruh gerakan. Lingkup gerak sendi pasif panggul kiri sangat terbatas pada gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan rotasi.Keterbatasan LGS pasif disertai nyeri terutama dirasakan saat rotasi interna (<10o).
3.4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah Lengkap (12/12/2018)
Parameter Hasil Satuan Rentang Normal
WBC 9,65 10µ/µL 4,1-11
Ne 5,49 (56,88%) 10µ/µL (%) 2,5-7,5 (47-80%) Ly 3,31(34,35%) 10µ/µL (%) 1-4 (13-40%) Mo 0,53 (5,46%) 10µ/µL (%) 0,1- 1,2 (2-11%) Eo 0,25 (2,56%) 10µ/µL (%) 0-0,5 (0,0-5,0%) Ba 0,07 (0,76%) 10µ/µL (%) 0- 0,1 (0-2%)
RBC 4,41 106/μL 4- 5,2
HGB 11,89 g/dL 12-16
HCT 40,15 % 36-46
MCV 91,08 fL 80-100
MCH 26,98 pg 26-34
MCHC 29,62 g/dL 31- 36
RDW 12,59 % 11.6-14.8
PLT 422,7 103/μL 140-440
2. Kimia Darah (14/11/2018, 12/12/2018)
Parameter Hasil Satuan Rentang Normal
BUN* 15 mg/dL 8-23
Kreatinin* 0,67 mg/dL 0,5-0,9
Kolesterol Total 257 mg/dL 140-199 Kolesterol LDL 181 mg/dL <130 Kolesterol HDL 47 mg/dL 40-65 Asam Urat 6,5 mg/dL 2-5,7
*Berdasarkan pemeriksaan tanggal 14 November 2018
3. Urine Lengkap (14/11/2018, 12/12/2018)
Parameter Hasil Satuan Rentang Normal
(14/11) (12/12)
Berat jenis 1,019 1,014 1,003-1,035
Kekeruhan Jernih Jernih
pH 6 6 4,5-8
Leukosit (2+) 250 (2+) 75 Leuko/uL Negatif
Nitrit Negatif Negatif mg/dL Negatif
Protein (+1) 50 Negatif mg/dL Negatif
Glukosa Negatif Negatif mg/dL Negatif
Keton Negatif Negatif mg/dL Negatif
Darah (1+) (1+) ery/ uL Negatif
Urobilinogen (1+) 2 Normal mg/dL Normal
Bilirubin Negatif Negatif mg/dL Negatif
Warna Yellow Light yellow p.yellow-yellow
Sedimen urine :
Leukosit sedimen 12 1 /LPB ≤7
Eritrosit sedimen 11 5 /LPB ≤5
Sel epitel sedimen :
Gepeng 8 2 /LPB
Silinder sedimen Granula + Negatif /LPB Lain-lain Bakteri + Bakteri + /LPB
Kristal Negatif Negatif /LPB
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Thoraks PA (30/11/2018)
Cor: kesan membesar. CTR: 62%. Kalsifikasi aortic knob (+) Pulmo : tak tampak infiltrat/nodul. Corakan bronkovaskuler normal Sinus pleura kanan kiri tajam
Diaphragma kanan kiri normal
Tulang-tulang : tampak deformitas pada os clavicula 1/3 tengah dextra Kesan:
Cardiomegaly dengan aortosklerosis (ASHD) Pulmo tak tampak kelainan
Old fracture os clavicula 1/3 tengah dextra 2. Foto Pelvis AP (13/11/2018)
Tampak kolaps dan flattening pada caput femoris sinistra disertai dengan sklerosis pada caput femoris dan acetabulum sinistra
Tampak sklerosis pada caput femoris dextra, cresent sign (+) Trabekulasi tulang normal
Sacroiliac dan hip joint kanan kiri baik Shenton's line kanan kiri simetris Tak tampak jelas soft tissue swelling Kesan:
Menyokong gambaran AVN bilateral
3.5. Diagnosis
Lupus eritematosus sistemik on treatment - Avaskular nekrosis panggul bilateral - Lupus nefritis
- Dislipidemia
- Atherosclerotic heart disease Old fracture clavicula dextra
3.6. Penatalaksanaan Terapi
- Konsultasi TS ortopedi: rencana hip artroplasti menunggu jadwal - Konsultasi TS fisioterapi
- Metilprednisolon 4 mg tiap 24 jam - Valsartan 160 mg tiap 24 jam - Simvastatin 20 mg tiap 24 jam - Kalsium laktat 500 mg tiap 24 jam
- Kemoterapi cyclophosphamide setiap 3 bulan Monitoring
- Gejala flare, komplikasi, efek samping terapi
- Pemeriksaan darah tepi lengkap, urine lengkap, dan kolesterol setiap bulan - Sitologi urine dan pap smear tiap tahun
KIE
- Hasil pemeriksaan penunjang
- Kondisi penyakit, diagnosis, tatalaksanaflare dan kronis - Efek samping terapi
- Pencegahan dan tata laksana komplikasi
3.7. Prognosis
Ad vitam : dubius ad bonam Ad functionam : dubius ad malam Ad sanationam : dubius ad malam
22 4.1. Alur Kunjungan Lapangan
Informed consentuntuk pelaksanaan kunjungan lapangan didapatkan saat pemeriksaan rutin bulanan pasien ke poliklinik Rematologi RSUP Sanglah.
Kunjungan lapangan dilakukan pada tanggal 16 Desember 2018 pukul 10.00 WITA pada kediaman pasien di Jalan Ahmad Yani Gang Anugrah1b No 4.
Kunjungan disambut baik oleh pasien dan keluarga, dimana tujuan utama dari diadakannya kunjungan ini adalah untuk mengenal lebih dekat kehidupan pasien serta mengidentifikasi masalah dan faktor-faktor risiko terkait penyakit pasien.
Selama kunjungan dilakukan diskusi dua arah dengan pasien untuk meningkatkan pemahaman mengenai penyakit yang dideritanya.
4.2. Identifikasi Masalah
Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal meghadapi penyakitnya adalah:
1. Pasien kurang paham mengenai perjalanan penyakit daninterpretasi hasil pemeriksaan diagnostik
2. Pasien ingin mengetahui mengenai modifikasi gaya hidup yang dapat diupayakan untuk penanganan yang lebih baik
3. Pasien tidak dapat bepergian jauh serta beraktivitas di luar ruangan
4.3. Analisis Kebutuhan Pasien 1. Kebutuhan Fisik-Biomedis
Kecukupan Gizi
- Sebelum diketahui menderita LES pasien makan tiga kali sehari dengan komposisi berupa nasi sebanyak 1,5 sendok nasi beserta 1 porsi lauk berupa ayam, ikan, tahu, atau tempe. Pasien mengonsumsi sayur atau buah setidaknya 1 porsi sehari. Dalam sehari pasien dapat menghabiskan ±1 liter air dengan sumber air isi ulang komersil.
- Setelah didiagnosis dengan LES selama 2 tahun ini pasien disarankan oleh dokter untuk mengurangi porsi makanan akibat kelebihan berat badan. Diet saat ini dikatakan berupa 3 sendok makan nasi pada pagi dan sore hari, serta 6 sendok makan nasi di siang hari. Porsi lauk dikatakan sama seperti sebelumnya dan selalu disertai 1 porsi sayur. Setiap hari pasien makan buah sebagai selingan di antara makan.
- Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien15
Berat badan ideal = 90% (Tinggi badan - 100) x 1 kg
BBI = 90% x 57
= 51,3 kg
Status gizi = Berat badan aktual / Berat badan ideal = 64 / 51,3
= 124,7% (Obesitas) Jumlah kebutuhan kalori per hari
Kebutuhan kalori basal (A) = BBI x 25 kalori (perempuan)
= 51,3 x 25
= 1.282,5 kkal Kebutuhan aktivitas (ringan) (B) = 20% x A
= 20% x 1.282,5
= 256,5 kkal
Berat badan (C) = 20% x A
= 20% x 1.282,5
= 256,5 kkal Total kebutuhan kalori per hari
A + B – C = 1.282,5 + 256,5– 256,5 = 1.282,5 (1.280 kkal) - Distribusi makanan16-18
Protein (0,6 g/kgBB/hari) = 0,6 x 51,3 = 30,78 g≈120 kkal Karbohidrat = 60% x 1.280 ≈780 kkal
Lemak = 30% x 1.280 ≈380 kkal
Contoh pengaturan diet untuk pasien
Waktu Jumlah Jenis
Makan pagi 20% x total asupan harian = 256 kkal
Nasi putih 3 sdm (90 kkal) Telur goreng 1 butir (106kkal) Sayur sawi hijau (60 kkal) Selingan
pagi
10% x total asupan harian = 128 kkal
Minyak ikan 2 kapsul (22 kkal) Mangga 1 buah besar (106 kkal) Makan siang 30% x total asupan
harian = 384 kkal
Nasi putih7 sdm (210 kkal) Ikantim (152 kkal)
Minyak ikan 2 kapsul (22 kkal) Selingan
sore
15% x total asupan harian = 192 kkal
Pisang 2 buah kecil (62 kkal) Susu sapi 1 gelas (130 kkal) Makan
malam
25% x total asupan harian = 320 kkal
Nasi putih 6 sdm (180 kkal) Sop ayam (118 kkal)
Minyak ikan 2 kapsul (22 kkal) Sdm = sendok makan
Kegiatan Fisik
Sebelum sakit aktivitas fisik pasien tergolong ringan dengan pekerjaan sebagai pedagang di pasar dan sebagian besar waktu di rumah pasien manfaatkan untuk memasak dan mempersiapkan dagangan. Pasien sudah tidak dapat bekerja sejak 2 tahun yang lalu. Pekerjaan rumah yang dapat dilakukan pasien juga sangat terbatas sejak mengalami nyeri panggul.
Keseharian pasien dihabiskan hampir seluruhnya dengan duduk, selain daripada waktu tidur setiap hari selama ±8 jam.
Akses ke Tempat Pelayanan Kesehatan
Pasien rutin kontrol ke RSUP Sanglah setidaknya sebulan sekali. Jarak rumah pasien ke RSUP Sanglah (7,4 km) dapat ditempuh dengan kendaraan mobil selama 15-20 menit perjalanan. Kondisi yang dialami pasien mengharuskan pasien untuk terhindar dari sinar matahari, sehingga hanya dapat menggunakan mobil dengan diantar suami.
Lingkungan
Pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya di kediaman dengan luas total sekitar 1 are. Batas kediaman pasien dengan tetangga berupa tembok.
Setengah dari luas tanah terdiri atas bangunan rumah memanjang, sementara sisanya berupa lapangan terbuka dengan parkir kendaraan, tumpukan barang, jemuran baju, kebun kecil, serta tempat sembahyang.
Rumah pasien terdiri atas 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, dan 1 ruangan yang dijadikan tempat penyimpanan keluarga.
Bangunan terdiri atas atap yang terbuat dari seng yang disanggah kayu tanpa langit-langit plafon, tembok non-finishing, dan lantai keramik.
Kebersihan rumah pasien relatif baik. Tidak banyak sinar matahari yang dapat masuk ke dalam rumah selain dari pintu utama dan beberapa jendela kecil.
2. Kebutuhan Bio-Psikososial Lingkungan Biologis
Pasien tinggal bersama 3 anggota keluarga lainnya dan 1 ekor anjing peliharaan yang dibiarkan bebas berkeliling. Halaman pasien hampir seluruhnya sudah disemen kecuali pada sekitar tempat sembahyang di belakang rumah pasien terdapat kebun kecil dengan pohon bunga, rerumputan, dan semak-semak.
Lingkungan Psikologis
Keluarga pasien dan pasien sendiri sudah dapat menerima keadaan pasien dengan baik. Dukungan dari keluarga baik secara materiil, moril, dan finansial sangat dirasakan oleh pasien sejak lama opname di rumah sakit.
Suami maupun anak sulung pasien banyak membantu pasien dalam hal transportasi dan biaya pengobatan hingga saat ini. Kedua anak pasien banyak membantu pekerjaan rumah pasien sehari-hari. Seluruh anggota keluarga terus mendukung pasien supaya pasien tetap semangat dalam menjalani pengobatan. Dukungan dari 3 perkumpulan lupus yang pasien ikuti juga dirasakan sangat berarti. Pasien sering sharing dan melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama dengan pasien lupus lainnya.
Faktor Sosial dan Kultural
Pasien dapat dikatakan kekurangan interaksi sosial dalam kesehariannya karena tidak dapat beraktivitas di luar rumah. Selama suami bekerja dan anak sekolah pasien seringkali harus menunggu sendiri di rumah. Pasien juga sulit untuk bertemu keluarga besar karena untuk pulang kampung pasien menempuh perjalanan panjang ke Negara dan sangat berisiko untuk kambuh. Namun hal itu tidak terlalu masalah bagi pasien karena masih
dapat menghubungi teman-teman yang aktif dalam perkumpulan lupus melalui grup media sosial. Pasien juga sering menghabiskan waktu membaca informasi mengenai lupus yang dibagi melalui grup tersebut oleh dokter-dokter yang bergabung di dalamnya. Pasien secara rutin menelepon keluarga besar di kampung bila tidak dapat berkunjung.
Faktor Spiritual
Pasien kesulitan untuk mengikuti kegiatan persembahyangan di luar rumah dikarenakan paparan sinar matahari. Kini pasien sangat membatasi persembahyangan di kampung yang dulunya dapat diikuti setiap akhir minggu. Pasien tetap berusaha sembahyang dengan segala keterbatasan tersebut dan berpartisipasi dengan membantu pekerjaan yang dapat dikerjakan di dalam rumah.
4.4. Penyelesaian Masalah
1. Penjelasan mengenai perjalanan penyakit pada LES terutama menitikberatkan pada faktor risiko, diagnosis, dan komplikasi. Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit multifaktorial dengan kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan hormonal. Pasien dapat memahami bahwa faktor risiko yang dimilikinya meningkatkan kemungkinan, namun tidak dapat memastikan, seseorang dapat menderita LES. Kriteria diagnosis dari LES terdiri atas beragam manifestasi klinis yang dapat muncul bersamaan ataupun terpisah oleh periode waktu yang tidak menentu.Meskipun secara retrospektif nampak diagnosis dapat ditegakkan lebih dini, namun pada suatu saat tertentu bila kriteria belum terpenuhi maka penegakan diagnosis dapat tertunda. Beberapa dari komplikasi LES maupun terapi yangdialami pasien dapat dimengerti dengan baik.Penjelasan singkat diberikan mengenai tujuan dan interpretasi hasil pemeriksaan penunjang.
2. Modifikasi gaya hidup terutama terkait paparan asap rokok, aktivitas fisik, dan diet. Pasien sebaiknya tidak terpapar asap rokok dimanapun pasien berada karena perokok pasif berhubungan dengan peningkatan kerusakan akibat LES.19 Selama aktivitas dan mobilisasi penting untuk diperhatikan
bahwa beban pada sendi yang mengalami kerusakan harus diminimalisir, salah satunya adalah dengan menggunakan alat bantu jalan seperti yang sudah dilakukan pasien. Saat ini tidak memungkinkan bagi pasien untuk melakukan aktivitas fisik tambahan karena keterbatasan mobilisasi, namunpasien memerlukan penanganan terapi fisik sebagai tambahan dari tindakan operatif. Terapi fisik yang dimaksud bertujuan untuk mempertahankan mobilitas, kekuatan otot, ketahanan, dan koordinasi pasien. Berdasarkan keterangan pasien diperkirakan bahwa diet pasien sudah mencakup restriksi kalori, sehingga advis ditekankan pada pentingnya pemilihan sumber makanan yang tepat serta suplementasi makanan.
3. Kekhawatiran akan paparan sinar matahari selama perjalanan jauh maupun beraktivitas di luar ruangan dapat ditanggulangi dengan modifikasi faktor lingkungan maupun pribadi. Beberapa solusi yang dapat diterapkan adalah: pemilihan waktu pada malam hari; mencari tempat berlindung dari sinar matahari; penggunaan payung, topi, baju yang menutupi area kulit yang luas, serta penggunaan tabir surya yang adekuat.
4.5. Denah Rumah
1. Halaman Rumah 2. Sanggah Keluarga 3. Ruang Tamu 4. Kamar 1 5. Kamar 2 6. Dapur
7. Kamar mandi 8. Ruang penyimpanan
4.6. Foto Kunjungan
gambar 4.1 Ruang Tamu gambar 4.2 Ruang Tamu
Gambar 4.3 Jalan menuju Gambar 4.4 Foto Bersama kamar mandi
29
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun kronis dengan gejala heterogen yang melibatkan multiorgan dan pada umumnya ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap antigen nuklear. Terdapat predisposisi genetik pada pasien LES yang dapat dipicu oleh faktor lingkungan berupa sinar ultraviolet (UV), rokok, silika, pelarut, dan infeksi. Manifestasi penyakit LES sangatlah luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat dan sistem imun.Manifestasi yang beragam tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pada pasien dalam tingkat keparahan yang berbeda.
Pasien yang dibahas pada kasus ini telah didiagnosis menderita lupus sejak Agustus 2016. Adapula beberapa hal yang menjadi permasalahan yang dikeluhkan pasien adalah rasa kurang paham mengenai perjalanan penyakit dan interpretasi hasil pemeriksaan diagnostik yang telah dialami, pasien kesulitan modifikasi gaya hidup yang dapat diupayakan untuk penanganan yang lebih bai dan pasien tidak dapat bepergian jauh serta beraktivitas di luar ruangan. Selain keluhan tersebut penulis juga menemukan bahwa saat ini pasien mendapatkan asuhan gizi yang cukup dan cenderung berlebih, aktivitas fisik pasien mengalami penurunan, kesulitan dalam kehidupan sosial serta keterbatasan pasien dalam beribadah di luar rumah. Untuk menangani permasalahan tersebut penulis mengedukasi pasien mengenai perjalanan penyakit pada LES terutama menitikberatkan pada faktor risiko, diagnosis, dan komplikasi; modifikasi gaya hidup terutama terkait paparan asap rokok, aktivitas fisik, dan diet serta modifikasi faktor lingkungan maupun pribadi untuk mengurangi keluhan dan kekhawatiran pasien mengenai beraktivitas di luar ruangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi Lupus di Indonesia. Diakses pada http://www.depkes.go.id/
2. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauseer SL, Jameson JL.
Harrison’s principles of internal medicine. 17 th ed. USA: McGraw-Hill;
2005.
3. Arnaud L, Vollenhoven RV. Advanced Handbook of Systemic Lupus Erythematosus. Cham: Springer; 2018.
4. Maidhof W, Hilas O. Lupus: an overview of the disease and management options. P T. 2012;37(4):240-9.
5. Manson JJ, Rahman A. Systemic lupus erythematosus. Orphanet J Rare Dis. 2006;1:6.
6. Rees F, Doherty M, Grainge MJ, Lanyon P, Zhang W.The worldwide incidence and prevalence of systemic lupus erythematosus: a systematic review of epidemiological studies.Rheumatology (Oxford). 2017 Nov 1;56(11):1945-1961.
7. Kasjmir YI, Handono K, Wijaya LK, Hamijoyo L, Albar Z, Kalim H, dkk.
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2011.
8. Gordon C, Isenberg D. Oxford Rheumatology Library. Oxford: Oxford University Press; 2016.
9. Barbhaiya M, Costenbader KH. Ultraviolet radiation and systemic lupus erythematosus. Lupus. 2014 23: 588.
10. Barragán-Martínez C, Speck-Hernández CA, Montoya-Ortiz G, Mantilla RD, Anaya JM, Rojas-Villarraga A. Organic solvents as risk factor for autoimmune diseases: a systematic review and meta-analysis. PLoS One.
2012;7(12):e51506.
11. Jara LJ, Medina G, Saavedra MA, Vera-Lastra O, Torres-Aguilar H, Navarro C, et al. Prolactin has a pathogenic role in systemic lupus erythematosus.Immunol Res. 2017 Apr;65(2):512-523.
12. Thong, Bernard., Olsen, Nancy J. The SLE review series: working for a better standard care. 2016. Oxford University Press. British Society for Rheumatology; 56 (i1-i13)
13. Kuhn, Anegret., Bonsman, Gisela., Anders, Hans-Joachim, dkk. The Diagnosis and treatment of Systemic Lupus Erythematosus. 2015.
Deutsches Azteblatt International; 112 (423-432)
14. Systemic Lupus Erythematosus: Pathogenesis and Clinical Features.
diakses pada: https://www.eular.org/
15. Rudijanto A, Yuwono A, Shahab A, Manaf A, Pramono B, Lindarto D.
Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. PB Perkeni; 2015.
16. Dalle Grave R, Calugi S, Centis E, Marzocchi R, El Ghoch M, Marchesini G. Lifestyle modification in the management of the metabolic syndrome:
achievements and challenges. Diabetes Metab Syndr Obes. 2010;3:373-85.
17. Aparicio-Soto M, Sánchez-Hidalgo M, Alarcón-de-la-Lastra C. An update on diet and nutritional factors in systemic lupuserythematosus management. Nutr Res Rev. 2017 Jun;30(1):118-137.
18. Klack K, Bonfa E, Borba Neto EF.Diet and nutritional aspects in systemic lupus erythematosus.Rev Bras Reumatol. 2012 May-Jun;52(3):384-408.
19. Minkin SJ, Slan SN, Gilkeson GS, Kamen DL. Smoking and secondhand smoke among patients with systemic lupus erythematosus and controls:
associations with disease and disease damage. Arthritis Res Ther.
2014;16(Suppl 1):A40.
20. Shizuma T. Liver Complications Associated with Systemic Lupus Erythematosus. Rheumatology (Sunnyvale) 5: 146
21. Schwarz, Marvin. A Deadly Complication of Systemic Lupus Erythematosus. The Journal of Rheumatology. 2019; 41(8):1571