BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1. Latar Belakang
Lup
Lupus us eriteritematematosuosus s SistSistemik emik adaadalah lah suasuatu tu sinsindrom drom yanyang g melimelibatkbatkan an banybanyakak organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini dapat ringan organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan kerusakan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang
jaringan akibat proses radang yang ditimbulkaditimbulkannya. Gejala nnya. Gejala utama Lupus Eritmatosusutama Lupus Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan berat badan. Sekitar 80% kelainan melibatkan jaringan persendian
berat badan. Sekitar 80% kelainan melibatkan jaringan persendian, kulit, , kulit, dan darah 30-dan darah 30- 50
50% % memenynyebebababkakan n kekelalaininan an ggininjajal, l, jajantntunung g dadan n sisiststem em sasararaf, f, sesertrta a 1010-3-30%0%
me
menynyebebababkakan n trtromombobosisis s ararteteri ri dadan n vevena na yayang ng beberhrhububunungagan n dedengngan an anantitibobodidi antikardiolipin.
antikardiolipin.
Manifestasi klinis LES pada sistem saraf dapat berupa neuropsikiartik psikiosis, Manifestasi klinis LES pada sistem saraf dapat berupa neuropsikiartik psikiosis, kejang, stroke, kelumpuhan saraf kranial, maupun mielopati. Angka kejadian mielopati kejang, stroke, kelumpuhan saraf kranial, maupun mielopati. Angka kejadian mielopati transversa pada LES sekitar 1-2%, sedangkan insiden kejadian mielopati transversa transversa pada LES sekitar 1-2%, sedangkan insiden kejadian mielopati transversa pada populasi umum 1,34/satu juta. Prevalensi LES diantara etnik adalah wanita kulit pada populasi umum 1,34/satu juta. Prevalensi LES diantara etnik adalah wanita kulit hitam 1:250, wanita
hitam 1:250, wanita kulit kulit putih 1:4300, dan putih 1:4300, dan wanita cina wanita cina 1:1000.1:1000.
2. Tujuan 2. Tujuan
•
• Untuk mengetahui pengertian Lupus eritematosus SistemikUntuk mengetahui pengertian Lupus eritematosus Sistemik
•
• Untuk mengetahui etiologi Lupus eritematosus SistemikUntuk mengetahui etiologi Lupus eritematosus Sistemik
•
• Untuk mengetahui patofisiologi Lupus eritematosus SistemikUntuk mengetahui patofisiologi Lupus eritematosus Sistemik
•
• Untuk mengetahui manifestasi klinis Lupus eritematosus SistemikUntuk mengetahui manifestasi klinis Lupus eritematosus Sistemik
•
• Untuk mengetahui penatalaksanaan Lupus eritematosus SistemikUntuk mengetahui penatalaksanaan Lupus eritematosus Sistemik
•
• Untuk mengetahui komplikasi Lupus eritematosus SistemikUntuk mengetahui komplikasi Lupus eritematosus Sistemik
•
• Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik Lupus eritematosus SistemikUntuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik Lupus eritematosus Sistemik
•
• Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Lupus eritematosus SistemikUntuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Lupus eritematosus Sistemik
BAB II BAB II
KONSEP TEORITIS PENYAKIT KONSEP TEORITIS PENYAKIT
2.1. Definisi 2.1. Definisi
Lupus Eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun menahun yang Lupus Eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun menahun yang menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ tubuh, termasuk kulit, menimbulkan peradangan dan bisa menyerang berbagai organ tubuh, termasuk kulit, persendian dan organ dalam.
persendian dan organ dalam.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi karena Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi karena pro
produksduksi i antantibodibodi i terhterhadaadap p kompkomponeonen n inti inti sel sel tubutubuh h sensendiri diri yanyang g berkberkaitaaitan n dendengangan manifesta
manifestasi klinik si klinik yang sangat luas pada satu yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandaiatau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.
episode remisi.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.
bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.
Lup
Lupus us eriteritmatomatosus sus sistsistemik emik (LE(LES) S) adaadalah lah penpenyakiyakit t radradang ang multimultisistsistem em yanyangg se
sebababnbnya ya bebelum lum dikdiketetahahui, ui, dedengangan n peperjarjalanlanan an pepenyanyakit kit yayang ng munmungkgkin in akakut ut dadann fulminan atau kronik remisi
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasdan eksaserbasi, disertai i, disertai oleh terdapatnyoleh terdapatnya berbagai macama berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
autoantibodi dalam tubuh.
2.2 Etiologi 2.2 Etiologi Samp
Sampai ai saasaat t penpenyebyebab ab LES LES (Lup(Lupus us eriteritematematsus sus sistsistemikemik) ) belbelum um dikdiketahetahui,ui, Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti paktor genetic,inpeksi dan lingkungan Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti paktor genetic,inpeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES (Lupus eritmatosus sistemik).
ikut berperan pada patofisiologi LES (Lupus eritmatosus sistemik).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel da
dan n jajariringngan an tutububuh h sesendndiriri. i. PePenynyimimpapangngan an dadari ri rereaaksksi i imimununololoogi gi inini i dadapapatt men
menghghasasilkilkananananti ti bobodi di sesecacara ra teterus rus memenenerusrus. . AnAnti ti bobodi di ini ini jujuga ga beberperperaran n dadalamlam ko
komplmplek ek imuimun n sesehinhingga gga menmencecetutuskaskan n pepenynyakakit it impimplalamasmasi i imuimun n sissistetemik mik dedengnganan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan
kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan
Mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas selbe.hal ini dapat terjadi sekunder
Terhadap beberapa factor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B 2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
Infeksi
Antibiotik
Sinar ultraviolet
Stres yang berlebihan
Obat-obatan yang tertentu
Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria.
Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan
3. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pda SLE, peningkatan produksi autoantibody diperkirakan terjadi akibat funsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibody tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
4. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapt remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam, kadang- kadang disertai menggigil.
Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal, berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
Gejala Mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lasi kulit akut, subakut, diskoid, dan livido retikularis.
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut.Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi.
Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan berbentuk silikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.
Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik.
Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik dan kejang-kejang.
Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas
organik otak seperti sukar menghitung dan tidak snggup mengingat kembali gambar- gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya.
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival dan adanya badan sitoid di retina
Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut.
Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pluera (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan diare.
Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus.
Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.
Hemik-Limfatik
Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal, dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien berupa infark atau trombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun.
5. WOC
faktor genetik
Obat-obatan tidak cocok Gen membawa
SLE pada keturunan selanjutnya Keterlibatan gen
infeksi
Merangsang system imun Gangguan kulit Hormon proklatin
Factor lingkungan (sinar ultraviolet)
faktor hormonal
Faktor pemicu (mengikat komplemen)
Stres berlebihan
Pembentukan kompleks imun
Aktivasi komplemen
Lupus Eritematosus Sistemik
Kulit akut
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu
Eritema dan purpura
artritis
Sendi interfalngeal
proksimal
Efusi sendi
Efusi pleura
Pneumonitis lupus
Kompleks imun pada alveolus
kelelahann
Meningkatnya beban ker a
Merangsang system imun
Obat-obatan (Hidration)
Obat terakumulasi
dalam tubuh
Obat berikatan dengan kompleks
anti bodi
Imun kompleks
Perubahan reaksi imun (reaksi Hipersensitivitas dan
Autoimun)
6. Penatalaksanaan
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.
a. Pendidikan terhadap Pasien
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif terhadap penanggulangan penyakit.
b. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE 1. Monitoring yang teratur
2. Penghematan enersi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang cukup.
Gangguan mobilitas
MK : gg.
Integritas kulit
pembekakan
nyeri
Mk : gg rasa nyaman (nyeri kronik)
sesak
nyeri
Pembentukan komples antibodi
MK : intoleransi aktivitas Anemia Reaksi inflamasi
nyeri
3. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari langsung.
4. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya, pasien harus memeriksanya.
5. Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.
c. pengobatannya
Lupus diskoid
Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.
Serositis lupus (plueritis, perikarditis)
Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal), anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.
Arthritis lupus
Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin)
Miositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg) metrotreksat atau azathioprine.
Fenomena Raynaud
Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.
Lupus nefritis
Lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karna menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis III memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN. Pada lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah leukositnya (normalnya 3.000- 4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen terapi yang di berikan adalah (1) monoterapi dengan kortikosteroid. (2) terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A. (3) sikofosfamid, azathioprine atau klorambusil. Pada lupus nefritis V tahap lanjut, pilihan terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.
Gangguan hematologis
Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan spelenektomi.
Pneumonitis intersititialis lupus
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.
Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena
7. Komplikasi
Komplikasi LES meliputi :
Hipertensi (41%)
Gangguan pertumbuhan (38%)
Gangguan paru-paru kronik (31%)
Abnormalitas mata (31%)
Kerusakan ginjal permanen (25%)
Gejala neuropsikiatri (22%)
Kerusakan muskuloskeleta (9%)
Gangguan fungsi gonad (3%)
8. Pemeriksaaan Diagnostik a. Pemeriksaan Laboratorim
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan : 1. Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia 2. Kelainan Imunologis
Ditemuka sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA, faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.
b. Histopatologi
• Umum :
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi onion- skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks.
• Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus membranosa
• Kulit
Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena (70%). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan terpanjan.
BAB III
KONSEP ASKEP
1. Pengkajian 1. Identitas Klien
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawianan, pekerjaan, pendidikan terakhir, alamat
2. Riwayat kesehatan
• Riwayat kesehatan sekarang seperti demam, kelemahan, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun.
• Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah mengalami Hipertensi, gangguan pada mata, nyeri sendi.
• Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada di antara keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami pasien.
3.Kebiasaan sehari-hari
• Pola makan : frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan, makanan yang disukai dan tidak disukai
• Pola minum : frekuensi
• Pola tidur : jumlah jam tidur, kesulitan dalam tidur
• Pola eliminasi (BAK dan BAB) ; frekuensi
• Aktivitas sehari-hari : kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur sampai mau tidur kembali
• Rekreasi : rekreasi yang pernah dilakukan, bersama siapa, frekuensinya.
4.Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum : klien tampak lemah, gelisah, cemas dan kesakitan
• TTV :
- TD : 140/90 mmHg - ND : 100 x/i
- RR : 18 x /i - S : 40 C
• BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg)
• Kulit : adanya ruam kupu-kupu pada wajah
• Mulut : Terdapat luka
• Paru ; adanya cairan di sekitar paru-paru
• Sendi : adanya artritis
• Darah : - Anemia
- Leukosit < 4000 sel/mm - Limfosit < 1500 sel/mm
- Trombosit < 100.000 sel/mm 5. Pemeriksaan Penunjang
• Rontgen dada : menunjukkan pleuritis
• Pemeriksaan dada dengan bantuan stestokop menunjukkan adanya gesekan pleura
• Pada kulit terdapat ruam kulit atau lesi yang khas
• Hitung jenis darah : menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
• Pada sendi adanya pembekakan dan rasa nyeri bila digerakkan
2. Dasar Data Pengkajian Pasien 1. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan Tanda : Penurunan semangat bekerja
Toleransi terhadap aktivitas rendah Penurunan rentang gerak sendi Gangguan gaya berjalan
2.Sirkuasi
Gejala : Nyeri dada
Tanda : TD : tekanan nadi melebar
Desiran (menunjukkan mekanisme anemia) Warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa Kulit terdapat ruam
3.Integritas Ego
Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain Harga diri buruk
Kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang mendekat Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri 4. Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar Tanda : Nyeri tekan pada abdomen
Urine encer : terdapat darah atau protein 5. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah, anoreksia Haus
Kesulitan menelan Adanya penurunan BB
Tanda : turgor kulit buruk berbentuk ruam Lidah tampak merah daging
Bibir : disudut bibir terdapat luka 6. Higiene
Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat) Berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi Tanda : cerobaoh, tak rapih
Kurang bertenaga 7. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing
Penurunan penglihatan, bayangan pada mata Kelemahan, keseimbangan buruk
Kesemutan pada ekstremitas Tanda : kelemahan otot
Penurunan kekuatan otot Kejang
Pembekakan sendi simetris 8. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi Sakit kepala berulang, tajam, sementara
Nyeri tekan abdomen Nyeri dada
Tanda : menahan sendi pada posisi nyaman
Sensitivitas terhadap palpitasi pada area yang sakit 9. Penapasan
Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru Napas pendek pada istirahat dan aktivitas Tanda : takipnea
Distres pernapasan akut Bunyi napas menurun 10. Keamanan
Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa Demam ringan menetap
Lesi kulit
Gangguan penglihatan Penyembuhan luka buruk Tanda : berkeringat
Mengigil berulang, gemetar Luka pada wajah
12. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi
Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka/perdarahan Pertimbangan rencana pemulangan :
DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari
Memerlukan bantuan dalam perawatan diri, pemeliharaan rumah
13. pemeriksaan diagnostik
• Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebab penyebab AR
• Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembekuan pada jaringan lunak, erosi sendi, memperkecil jarak sendi
• Kerapuhan erirosit : menurun
• Jumlah trombosit : menurun
• JDL : memungkinkan berkembangannya pneumonia bakterial
3. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan 1 DO :
• Klien tampak lemah
• Klien tampak gelisah dan cemas
• TTV :
- TD : 140/90 mmHg - ND : 100 x/i
- RR : 18 x/i - S : 40 C
• Terdapat ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung
• Ruam pada kulit memburuk karena terkena sinar matahari
• Ruam tersebar di bagian tubuh yang terkena/terpapar
Gangguan mobilitas Gangguan
integritas pada kulit
sinar matahari 2 DO :
• Klien tampak merasa kesakitan
• Kilen tampak kesulitan bernapas
• Klien tampak gelisah
• Adanya Artritis dan efusi sendi
• TTV :
- TD : 140/90 mmHg - ND : 100 x /i
- RR : 18 x /i
• Pernapasan dangkal
• Hasil rontgen menunjukkan pleuritis
• Pemeriksaan dada dengan bantuan stestokop
menunjukkan adanya gesekan pleura
Adanya efusi sendi dan sesak
Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik)
3 DO :
• Klien tampak lemah dan demam
• Nafsu makan klien berkurang
• TTV :
- TD : 140/90 mmHg - ND : 100 x/i
- S : 40 C
• Klien sering mual dan muntah
• BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg)
• Ada luka di bibir
• Hb : 10,5 gr/dl
• Leukosit < 4000 sel/mm
• Limfosit < 1500 sel/mm
• Trombosit < 100.000 sel/mm
Tidak seimbangnya suplai dan
kebutuhan O2
Intoleransi aktivitas
4. kemungkinan Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan sesak 3. intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan O2 (anemia)
5. Rencana Asuhan keperawatan (NCP)
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
Intervensi Kolaborasi
1 Gangguan integritas kulit berhubungan
setelah dilakukan intervensi
• Memper tahankan integritas
Mandiri : 1. Kaji
integritas
1. Kondisi kulit
dipengaruhi
dengan gangguan mobilitas
keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan gangguan integritas kulit berkurang
kulit
• Mengid entifikasi faktor
resiko/perila ku klien untuk mncegah cedera dermal
• Melakuk an aktivitas sehari-hari
• Observ asi
perbaikan luka/penye mbuhan lesi bila ada
kulit, catat perubahan pada turgor, gg. Warna, eritema 2. Bantu untuk
latihan rentang gerak pasif atau aktif 3. Inspeksi
kulit/titik tekanan secara teratur untuk
kemerahan, berikan pijatan lembut 4. Awasi
tungkai terhadap kemerahan, perhatikan dengan ketat terhadap pembentuk an ulkus Kolaborasi :
oleh sirkulasi dan mobilitas jaringan
dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi berat
2. Mening katkan sirkulasii jaringan,
mencegah statis
3. Potensi al jalan masuk untuk organisme patogen, pada
adanya gg.
Sistem imun, ini meningkatk an resiko infeksi/pela
5. Gunakan pelindung, mis : lotion sesuai dengan indikasi
mbatan penyembuh an
4. Menung katkan
aliran balik vena
menurunka n statis vena/pemb entukan edema 5. Menghi ndari
kerusakan kulit
dengan mencegah/
menurunka n tekanan terhadap permukaan kulit
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan sesak
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan rasa nyeri
• Menyat akan nyeri hilang/terko ntrol
• Menunj ukkan
rileks,
istirahat/tidu
Mandiri :
1. Tentuka n
karakteristik nyeri, mis : tajam, ditusuk.
Selidiki
1. Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada
pneumonia,
berkurang dan
berangsur- angsur menghilang
r,
peningkatan aktivitas dengan cepat
• Mengga bungkan keterampila n relaksasi dan
aktivitas hiburan ke dalam program kontrol/nyeri
perubahan lokasi/inten sitas nyeri 2. Pantau tanda vital 3. Berikan tindakan nyaman, mis :
relaksasi/lat ihan napas 4. Dorong untuk sering mengubah posisi.
Bantu pasien untuk
bergerak di atas tempat tidur,
songkong sendi yang sakit di atas dan
dibawah, hindari gerakan yang
menyentak 5. Anjurka
juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan
endokarditi s
2. Peruba han
frekuensi jantung
menunjukk an pasien merasa nyeri.
3. Tindaka n non-
analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilang kan
ketidaknya manan dan memperbes ar efek
n pasien untuk mandi air hangat.
Sediakan waslap hangat untuk
mengompre s sendi- sendi yang sakit
beberapa kali sehari.
6. Berikan masae yang lembut
Kolaborasi : 7. Bantu dengan terapi fisik mis : bak mandi dengan kolam
bergelomba ng
terapianalg esik
4. Mence gah
terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.
Menstabilka n sendi, mengurangi gerakan/ras a sakit
pada sendi 5. Panas meningkatk an relaksasi otot dan mobilitas, menurunka n rasa sakit dan
melepaska n kekakuan di pagi hari.
Sensitivitas terhadap panas dapat
dihilangkan
dan luka dermal dapat
disembuhk an
6. Menigk atkan
relaksasi/m engurangi tegangan otot
7. Member ikan
dukungan panas
untuk sendi yang sakit.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan O2 (anemia)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24 jam, diharapkan menunjukkan penurunan tanda fisiologis intorelansi
• Adanya peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
• Berparti sipasi
dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat
Mandiri : 1. Kaji kemampua n pasien untuk
melakukan tugas. Catat laporan kelelahan dan
keletihan 2. Awasi TD, nadi pernapasan
1. Mempe ngaruhi pilihan intervensi/b antuan 2. Manifes tasi
kardiopulm onal dari upaya
jantung dan paru untuk membawa jumlah
kemampua n
, selama dan sesudah aktivitas.
3. Rencan akan
kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien pandang perlu
4. Gunaka n teknik penghemat an energi 5. Anjurka n pasien berhenti bila terjadi nyeri dada,
kelemahan atu pusing terjadi Kolaborasi :
6. Berikan oksigen tambahan
oksigen adekuat ke jaringan
3. Mening katkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbail ai tonus otot tanpa kelemahan.
4. Mendor ong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpan gan energi dan
mencegah kelemahan 5. Sters berlebihan dapat
menimbulk an
kegagalan.
6. Memak simalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan seluler
PENUTUP
1.Kesimpulan
Lupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan banyak organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus Eritmatosus
Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan berat badan. Penyebab dari penyakit lupus meliputi pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respons imun.
penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis.
2.Saran
• Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari Lupus Erimatosus Sistemik.
• Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit Lupus Erimatosus Sistemik dengan cepat, teliti dan terampil.
• Perawat dapat bekerjasama dengan baik dengan tim kesehatan lain maupun pasien dalam tahap pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : FKUI
Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2004. Patofisiologi . Edisi 4. Volume 2. Jakarta:
EGC
Price, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Volume 2 Jakarta : EGC
Albar, Zuljasri. 2004. Ilmu Penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta : FKUI
Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.