MAKALAH SGD
MAKALAH SGD
SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI 2
SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI 2
(SLE)
(SLE)
DISUSUN OLEH : DISUSUN OLEH : TUTOR 8 TUTOR 8 VathnawatyVathnawaty Carmila Carmila 220110110007 220110110007 ( ( Chair Chair )) Yunita
Yunita Persiyawati Persiyawati 220110110052 220110110052 (Sciber (Sciber 1 1 )) Lia
Lia Aryanti Aryanti 220110110112 220110110112 ( ( Sciber Sciber 2 2 )) Maya
Maya Hertiningtyas Hertiningtyas 220110110026220110110026 Mita
Mita Andriyani Andriyani 220110110098220110110098
Anggun 220110110046
Anggun 220110110046
Tio
Tio AlamsyaAlamsyah h 220110110054220110110054 Taufik
Taufik yusdian yusdian 220110110016220110110016 Sani
Sani Oktoriani Oktoriani 220110110030220110110030 Hertika
Hertika Apriliani Apriliani 220110110070220110110070 Christable
Christable Vannia Vannia 220110110121220110110121 Mirza
Mirza Shofwa Shofwa 220110110058220110110058 Dwi
Dwi Andini Andini 220110110034220110110034
FAKULTAS ILMU
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya karena penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah SGD
rahmat dan karunia-Nya karena penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah SGD
ini. Mak
ini. Mak
alah SGD ini mengenai kasus “SLE
alah SGD ini mengenai kasus “SLE
((
Sistemik Lupus Erithemathosus
Sistemik Lupus Erithemathosus
))
”. Makalah
”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi standar proses
ini disusun untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi standar proses
pembelajaran pada mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi 2.
pembelajaran pada mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi 2.
Penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari
Penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari
kemudian. Akhir
kemudian. Akhir kata, penulis
kata, penulis berharap semoga
berharap semoga makalah ini
makalah ini dapat bermanfaat
dapat bermanfaat serta
serta
menambah pengetahuan bagi pembaca. Terima kasih.
menambah pengetahuan bagi pembaca. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jatinangor
Jatinangor, , Oktober Oktober 20122012
Penulis Penulis
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
1.1 Latar BelakangLatar Belakang
Systemic Lupus Erytematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit Systemic Lupus Erytematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya karena adanya perubahan sistem imun. SLE radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya karena adanya perubahan sistem imun. SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente, 2002). diketahui tetapi sistem imun terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente, 2002). Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan sistem Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah masuk ke dalam tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak p
bengkak pada kaki ada kaki dan perut, adan perut, anemia nemia berat, daberat, dan jumlah n jumlah trombosit yang trombosit yang sangat rensangat rendah.dah.
Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut hasil penelitian Lembaga Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut hasil penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di RS Hasan Sadikin Bandung sudah terdapat 350 orang Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di RS Hasan Sadikin Bandung sudah terdapat 350 orang yang terkena SLE (sistemic lupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang yang terkena SLE (sistemic lupus erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan kualitas pelayanan
pelayanan, dan peningkatan ma, dan peningkatan masalah yang dihadapi olesalah yang dihadapi oleh penderita SLE. Masah penderita SLE. Masalah lain yang timbul adalahlah lain yang timbul adalah belum
belum terpenuhinyterpenuhinya a kebutuhan kebutuhan penderita penderita SLE SLE dan dan keluarganykeluarganya a tentang tentang informasi, informasi, pendidikanpendidikan, , dandan dukungan yang terkait dengan SLE. Manifestasi klinis dari SLE bermacam-macam meliputi sistemik, dukungan yang terkait dengan SLE. Manifestasi klinis dari SLE bermacam-macam meliputi sistemik, muskuloskeletal, kulit, hematologik, neurologik, kardiopulmonal, ginjal, saluran cerna, mata, trombosis, muskuloskeletal, kulit, hematologik, neurologik, kardiopulmonal, ginjal, saluran cerna, mata, trombosis, dan kematian janin (Hahn, 2005).
dan kematian janin (Hahn, 2005).
Prevalensi SLE sangat bervariasi, semua suku bangsa dapat terkena tetapi lebih sering pada ras Prevalensi SLE sangat bervariasi, semua suku bangsa dapat terkena tetapi lebih sering pada ras kulit hitam. Insidensi tidak diketahui, dapat ditemukan pada semua usia. Dua puluh persen kasus SLE kulit hitam. Insidensi tidak diketahui, dapat ditemukan pada semua usia. Dua puluh persen kasus SLE mulai pada masa anak-anak, biasanya anak yang telah berusia lebih dari 8 tahun. Samanta dkk pada mulai pada masa anak-anak, biasanya anak yang telah berusia lebih dari 8 tahun. Samanta dkk pada penelitian populasi Asia dan
penelitian populasi Asia dan kulit putih kulit putih di Inggris di Inggris melaporkamelaporkan kelainan ginjal n kelainan ginjal lebih sering ditemukan dilebih sering ditemukan di populasi Asia.
populasi Asia. Wanita leWanita lebih sering tebih sering terkena dibandrkena dibanding laki-laki, ding laki-laki, dengan perbandengan perbandingan peremingan perempuan dan laki-puan dan laki-laki 8:1, dan umumnya pada kelompok usia produktif
2.2 Tujuan Penulisan
Menjelaskan konsep dasar penyakit SLE (Systemic Lupus Erytematosus) Memahami pengertian SLE
Mamahami tanda dan gejala Memahami klasifikasi SLE
Memahami penatalaksanaan penyakit SLE Memahami pengobatan SLE
BAB II
ANALISA KASUS
2.1 Uraian kasus
Ny M berumur 39 tahun mengeluhkan mata dan muka terasa panas dan gatal disertai dengan nyeri pada bibir dan mult, timbul bintik-bintik pada muka dan bada. Keluhan gatal tersebut semakin jelas apabia terkena sinar matahari. Terdapat kotoran pada mata terutama pada pagi hari. Nyeri sendi sudah lama dirasakan. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data: Tekanan darah: 100/60mmHg, Nadi 96x/menit, Suhu 36,3 c Pernapasan =24x/menit, Rambut rontok, mudah dicabut: Wajah Buterfly rush, Mata: nyeri sekret(+), infeksi konjungtiva(+), konjungtiva anemis, Mulut : Ulser mulut, bibir terasa terbakar, dada dan perut ditemukan makula eritema. Hasil pemeriksaan lab, darah rutin ditemukan nilai Hb: 7,6g/dl, LED=
62 mm/jam, leukosit 2400/ul Step 1
1. Makula Eritema(anggun) 2. Ulser ( Taufik )
3. Buterfly rush( Tika ) 4. LED ( Dini )
Jawaban
3. Buterfly rush: ruam merah yang bentuknya seperti kupu- kupu ( Lia) dan biasanya terdapat diwajah dari hidung sampai pipi (mita)
Step 2
1. Kenapa muka dan mata terasa panas? (Taufik)
2. Kenapa keluhan semakin jelas pada saat terkena matahari? (Vania) 3. Mengapa ada kotoran pada mata di pagi hari? ( Maya )
4. Apakah ada hubungan penyakit ini terkait dengan Hb dan TD ? ( Dini ) 5. Apa yang menyebabkan rambut rontok dan mudah dicabut ? (Sani) 6. Apak diagnose medisnya? (Tika )
7. Hubungan adanya secret dengan penyakit ini? (Lia ) 8. Apa penyebab nyeri sendi?( Mita )
9. Kenapa diperut ditemukan Makula Eritema? ( Fathnawati )
Step 3
1. -Karena leukosit maka terjadi infeksi dan menyebabkan respon inflamasi seperti panas dan merah merah.( Tika)
-Karena sensitive terhadap cahaya matahari ada beberapa penyakit yang disebabkan karena terkena cahaya matahari .(Mirza)
2. Karena terkena cahaya matahari/langsung terpapar matahari.( Mirza )
3. Karena Sakit terjadi respon inflamasi Sekret bangun tidur kotoran menumpuk di mata (Fathnawati)
4. Penyakit lupus antibody menyerang tubuh sendiri termasuk menyerang eritrosit Hb menjadi turun (Anggun)
5. Sel sel rambut butuh suplay oksigen dan nutrisi pada penyakit ini Hb rendah suplai oksigen kurang,rambut jadi mudah dicabut karena kurang protein juga. ( Maya )
6. Diagnosa medis: SLE ( Vania )
7. Sekret merupakan mekanisme pertahanan tubuh ( + )
8. Hb rendah O2 rendah metabolism terganggu anaaerob penimbunan asam laktat
Step 4
Mindmap
SLE
Definisi
Etiologi Tanda dan gejala
Klasifikasi Patofisiologi Penatalaksanan Askep Pengkajian Analisa data diagnosa Intervensi Anamnesa Pemeriksaan fisik Pemeriksaan diagnostik
2.2 Tinjauan Pustaka Kasus
a. Anatomi dan Fisiologi
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja
dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh
Fungsi sistem imun:
1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh
2. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel) untuk perbaikan jaringan.
Tipe sistem imun
Secara umum sistem imun manusia terbagi dalam dua, yaitu :
Sistem imun alamiah terentang luas, mulai dari air mata, air liur, keringat (dengan pHnya yang rendah/asam), bulu hidung, kulit, selaput lendir, laktoferin dan asam neuraminik (pada air susu ibu), sampai asam lambung termasuk di dalamnya. Secara lebih mendetail di dalam cairan tubuh seperti air mata atau darah terdapat komponen sistem imun alamiah yang antara lain terdiri dari fasa cair seperti IgA (Imunoglobulin A), Interferon, Komplemen, Lisozim, ataupun c-reactive protein (CRP). Sementara fasa seluler terdiri dari sel-sel pemangsa (fagosit) seperti sel darah putih (polymorpho nuclear/PMN), sel-sel mono nuklear (monosit atau makrofag), sel pembunuh alamiah (Natural Killer), dan sel-sel dendritik. Sistem imun adaptif terdapat sistem dan struktur fungsi yang lebih kompleks dan beragam. Sistem imun adaptif terdiri dari sub sistem seluler yaitu keluarga sel limfosit T (T penolong dan T sitotoksik) dan keluarga sel mono nuklear (berinti tunggal). Sub sistem kedua adalah sub sistem humoral, yang terdiri dari kelompok protein globulin terlarut yaitu: Imunoglobulin G,A,M,D, dan E. Imunoglobulin dihasilkan oleh sel limfosit B melalui suatu proses aktivasi khusus, bergantung kepada karakteristik antigen yang dihadapi. Secara berkesinambunangan dalam jalinan koordinasi yang harmonis, sistem imun baik yang alamiah maupun adapatif senantiasa bahu-membahu menjaga keselarasan interaksi antara sistem tubuh manusia dengan media hidupnya (ekosistem).
Mekanisme kerja sistem imun
Keberadaan mikroba patogen dapat menimbulkan dampak-dampak yang tidak diharapkan akan memicu sistem imun untuk melakukan tindakan dengan urutan mekanisme sebagai berikut : introduksi, persuasi, dan represi.
Meskipun komplemen dapat diasosiasikan sesuai artinya, yaitu pelengkap, namun sesungguhnya fungsinya amatlah vital. Faktor komplemen bertugas untuk menganalisa masalah untuk selanjutnya mengenalkannya kepada imunoglobulin, untuk selanjutnya akan diolah dandipecah-pecah menjadi bagian-bagian molekul yang tidak berbahaya bagi tubuh. Setelah itu limfosit T bekerja dengan memakan mikroba patogen. Sel limfosit terdiri dari dua spesies besar, yaitu limfosit T dan B. Bila limfosit B kelak akan bermetamorfosa menjadi sel plasma dan selanjutnya akan menghasilkan imunoglobulin (G,A,M,D,E), maka sel T akan menjadi divisi T helper, T sitotoksik, dan T supresor.
Dalam kondisi yang berat akan terjadi beberapa proses berikut : sel limfosit T akan meminimalisasi efek patogenik dari mikroba patogen dengan cara bekerjasama dengan antibodi untuk mengenali dan merubah antigen dari mikroba patogen menjadi serpihan asam amino melalui sebuah mekanisme yang disebut Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Selain itu sel limfosit T bersama dengan sel NK (Natural Killer) dan sel-sel dendritik dapat bertindak langsung secara represif untuk menghentikan kegiatan mikroba patogen yang destruktif melalui aktivitas kimiawi zat yang disebut perforin. Dalam beberapa kondisi khusus, sel limfosit T dapat memperoleh bantuan dari sel makrofag yang berperan
sebagai Antigen Presenting Cell (APC) alias sel penyaji antigen.
Sedangkan Sel limfosit B bertugas untuk membangun sistem manajemen komunikasi terpadu di wilayah cairan tubuh (imunitas humoral). Bila ada antigen dari unsur asing yang masuk, maka sel limfosit B akan merespon dengan cara membentuk sel plasma yang spesifik untuk menghasilkan molekul imunoglobulin yang sesuai dengan karakteristik antigen dari unsur asing tersebut.
Antibodi
Jika dirangsang oleh suatu antigen, limfosit B akan mengalami pematangan menjadi sel-sel yang menghasilkan antibodi. Antibodi merupakan protein yang bereaksi dengan antigen yang
sebelumnya merangsang limfosit B. Antibodi juga disebut immunoglobulin. Setiap molekul antibodi memiliki suatu bagian yang unik, yang terikat kepada suatu antigen khusus dan suatu bagian yang strukturnya menerangkan kelompok antibodi.
Terdapat 5 kelompok antibodi:
a. IgM adalah antibodi yang dihasilkan pada pemaparan awal oleh suatu antigen. Contohnya, jika seorang anak menerima vaksinasi tetanus I, maka 10-14 hari kemudian akan terbentuk antibodi antitetanus IgM (respon antibodi primer). IgM banyak terdapat di dalam darah tetapi dalam keadaan normal tidak ditemukan di dalam organ maupun jaringan.
b. IgG merupakan jenis antibodi yang paling umum, yang dihasilkan pada pemaparan antigen berikutnya. Contohnya, setelah mendapatkan suntikan tetanus II (booster), maka 5-7 hari kemudian seorang anak akan membentuk antibodi IgG. Respon antibodi sekunder ini lebih cepat dan lebih berlimpah dibandingkan dengan respon antibodi primer. IgG ditemukan di dalam darah dan jaringan. IgG merupakan satu-satunya
antibodi yang dipindahkan melalui plasenta dari ibu ke janin di dalam kandungannya. IgG ibu melindungi janin dan bayi baru lahir sampai sistem kekebalan bayi bisa menghasilkan antibodi sendiri.
c. IgA adalah antibodi yang memegang peranan penting pada pertahanan tubuh terhadp masuknya mikroorganisme melalui permukaan yang dilapisi selaput lendir, yaitu hidung, mata, paru-paru dan usus. IgA ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh (pada saluran pencernaan, hidung, mata, paru-paru, ASI).
d. IgE adalah antibodi yang menyebabkan reaksi alergi akut (reaksi alergi segera). IgE penting dalam melawan infeksi parasit (misalnya river blindness dan skistosomiasis),
yang banyak ditemukan di negara berkembang.
e. IgD adalah antibodi yang terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam darah. Fungsinya belum sepenuhnya dimengerti.
Pertahanan Sistem Imun
Saat tubuh terserang atau diinfasi oleh bakteri atau virus atau mikro organmisme pathogen lainya maka ada tiga macam cara yang dilakukan tubuh untuk mempertahankan dirinya sendiri, yaitu :
a. Respon imun fagositik
Meliputi sel darah putih (granulosit dan makrofag) yang dapt memakan partikel-partikel asing. Sel ini kan bergerak ketempat serangan dan kemudian menelan serta menghancurkan mikroorganism penyerang. b. Respon humoral (respon anti body)
Respon ini mulai bekerja dengan terbentuknya limfosit yang dapat mengubah dirinya menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibody. Antibodi ini merupakan protein yang sangat spesifik diangkut dalam
aliran darah dan memiliki kemampuan untuk melumpuhkan penyerangnya. c. Respon imun seluler
Respon ini melibatkan limfosit yang mengubah dirinya menjadi sel plasma juga dapat berubah menjadi sel-sel T sitotoksik khusus yang dapat menyerang mikroorganisme patogen itu sendiri.
Stadium Respon Imun
Ada empat stadium yang batasnya jelas dalam sutu respon imun,yaitu: a. Stadium pengenalan
Dasar setiap seaksi imun adalah pengenalan dimana kemampuan dari system imunitas untuk mengenali anti gen sebagai unsure yang asing atau bukan dagian dari dirinya sendiri. Tubuh akan melaksanakan pengenalan ( recognition) dengan m,engunakan nodus limfatikus dan limfosit sebagai pengawas (surveilans). Nodus limfatikus atau kelenjar limfe tersebar luas diseluruh tubuh dan akan melepaskan limfosit berukuran kecil kedalam alira darah. Limfosit ini akan mengawasi jaringan dan pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe dari daerah yang dilayani oleh nodus
limfatikus tersebut untuk membentuk system kekebalan. Ketika bahan asing masuk kedalam tubuh, limfosit yang beredar akan mendekati dan melakukan kontak fisik dengan permukaan antigen. Begitu terjadi kontak, limfosit dengan bantuan makrofa dapat menghilangkan anti gen dalam permukaan dengan cara mengambil cetakan stukturnya.
b. Stadium poliferasi
Limfosit yang beredar dan mengandung pesan antigenic akan kembali pada nodus limfatikus terdekat. Ketika dalam nodus limfatikus, limfosit yang sudah disensitisasi akan menstimulasi limfosit yang aktif untuk membesar, membelahdiri, mengadakan poliferasi, dan berdeferensiasi menjadi limfosit T atau B.
c. Stadium respon
Dalam stadium respon, limfosit yang sudah berubah akan berfungsi dengan cara humoral atau seluler. Respon humoral inisial memproduksi antibodi oleh limfosit B sebagai reaksi terhadap antigen spesifik. Antibody dilepaskan kedalam aliran darah dan berdiam didalam plasma atau fraksi darah berupa cairan. Dalam respon seluler inisial limfosit yang sudah disensitisasi dan kembali kenodus limfatikus akan bermigrasi ke daerah lain untuk mejadi sel-sel Yang akan menyerang langsung mikroba bukan lewat kerja antibody. Limfosit ini dikenal sebagai sel T sitotoksit. Respon seluler tampak dengan manivestasi melaui peningkatan jumlah limfosit.
d. Stadium efektor
Dalam stadium efektor, antibody dri respon humoral atau seltis sitotoksit dari respon seluler akan menjangkau antigen dan terangkai pada permukaan objek yang asing.
2.2.1 Definisi
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) penyakit autoimun sistemik yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun yang menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat episodik (berulang) yang diselingi periode sembuh. Sistem imun normal akan
melindungi kita dari serangan penyakit yang diakibatkan kuman, virus, dan lain-lain dari luar tubuh kita. Tetapi pada penderita lupus, sistem imun menjadi berlebihan, sehingga justru menyerang tubuh sendiri, oleh karena itu disebut penyakit autoimun. Penyakit ini akan menyebabkan keradangan di berbagai organ tubuh kita, misalnya: kulit yang akan berwarna kemerahan atau erythema, lalu juga sendi, paru, ginjal, otak, darah, dan lain-lain. Oleh karena itu penyakit ini dinamakan sistemik karena mengenai hampir seluruh bagian tubuh kita. Jika Lupus hanya mengenai kulit saja, sedangkan organ lain tidak terkena, maka disebut LUPUS KULIT (lupus kutaneus) yang tidak terlalu berbahaya dibandingka Lupus yang sistemik (Sistemik Lupus /SLE).
Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda adalah penyakit radang atau infamasi. SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi
klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi terjadi akibat fungsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. Penyakit SLE menyerang penderita usia produktif yaitu 15 – 64 tahun.
2.2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya LES belum diketahui. Berbagai faktor dianggap berperan dalam disregulasi sistem imun. Faktor Resiko terjadinya SLE:
1. Faktor Genetik
· Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering dari pada pria dewasa · Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun
2. Faktor Resiko Hormon
Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini. 3. Sinar UV
Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah
4. Imunitas
Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T
5. Obat
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenisobat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :
· Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid
· Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin 6. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang- kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi
7. Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan penyakit ini.
Manifestasi Klinis
Rambut yang sering rontok
Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip
kupu-kupu(butterfly rash)
Makula eritoma : Kelainan pada kulit berupa kemerahan yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel.
a.
Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri
ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari
b.
System integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi
atau palatum durum.
c.
System kardio
Perikarditis merupakan manifestasi kardio.
d.
System pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura
e.
System vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan d an berlanjut nekrosis.
f.
System perkemihan
Glomerulus renal.
g.
System syaraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan men cakup seluruh bentuk
penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
2.2.3 Klasifikasi
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi, skuama,
sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan,
punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan
atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap.
2. Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak
faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan
sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan
3. Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak
terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein
tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks
antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut.
2.2.4 Penatalaksanaan
Pemeriksaan diagnostik dan lab
Pemeriksaan Autoantibodi
Anti ds-DNA
Batas normal : 70
–
200 IU/mL
Negatif
: < 70 IU/mL
Positif
: > 200 IU/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65%
–
80% penderita dengan SLE aktif dan jarang pada
penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE
reumatik yang lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah
antibodi ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada
penyebaran penyakit terutama lupus glomerulonefritis. Jumlahnya mendekati negatif
pada penyakit SLE yang tenang (dorman).
Antibodi anti-DNA merupakan subtipe dari Antibodi antinukleus (ANA). Ada dua tipe
dari antibodi anti-DNA yaitu yang menyerang double-stranded DNA (anti ds-DNA) dan
yang menyerang single-stranded DNA (anti ss-DNA). Anti ss-DNA kurang sensitif dan
spesifik untuk SLE tapi positif untuk penyakit autoimun yang lain. Kompleks
antibodi-antigen pada penyakit autoimun tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi merupakan
konstributor yang besar dalam perjalanan penyakit tersebut. Kompleks tersebut akan
menginduksi sistem komplemen yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi baik lokal
maupun sistemik.
-Antinuclear antibodies (ANA)
Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang lain. ANA adalah
sekelompok antibodi protein yang bereaksi menyerang inti dari suatu sel. ANA cukup
sensitif untuk mendeteksi adanya SLE, hasil yang positif terjadi pada 95% penderita
SLE. Tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan
penyakit reumatik yang lain. Jumlah ANA yang tinggi berkaitan dengan kemunculan
penyakit dan keaktifan penyakit tersebut.Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak
lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun. Jika hasil tes negatif maka pasien
belum tentu negatif terhadap SLE karena harus dipertimbangkan juga data klinik dan tes
laboratorium yang lain, tetapi jika hasil tes positif maka sebaiknya dilakukan tes
serologi yang lain untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita SLE.
ANA dapat meliputi Smith (Sm), RNP (ribonukleoprotein), dan
anti-SSA (Ro) atau anti-SSB (La).
Pemeriksaan darah
-Laju Endap Darah: Untuk mengukur peradangan dan tidak berkaitan dengan tingkat
keparahan penyakit
Analisa urin menunjukkan adanya darah atau protein
Uji ini dilakukan untuk menentukan adanya komplikasi ginjal dan untuk memantau
perkembangan penyakit ini.
Biopsi ginjal
Pemeriksaan saraf.
Pemeriksaan Serum: Untuk mengetahui anemia yang sedang hingga berat,
trombositopenia, leukositosis dan leukopenia.
Pemeriksaan diagnostik:
a. Pada ginjal :
-
Pemeriksaan air seni
-
Urine yang dikumpulkan selama 24 jam
-
Pemeriksaan darah
-X-ray
-Biopsy ginjal
b. Pada jantung :
-Pemeriksaan darah
-EKG
c. Pada paru :
-Pemeriksaan darah
-Sputum ( ludah/dahak)
-Rontgen
-
Bronchoscopy /biopsy paru
d. Pada syaraf :
-
CT-Scan
-
MRI
-
Gelombang otak EEG
-
Pengambilan sumsum tulang belakang
Pengobatan
Terapi Non Farmakologi
1. Edukasi
Edukasi penderita memegang peranan penting mengingat SLE merupakan penyakit yang
kronis, dapat reda (remisi) dan kambuh (flare up).Penderita perlu dibekali informasi yang
cukup tentang berbagai manifestasi klinis yang mungkin dialami, tingkat keparahan yang
berbeda-beda sehingga penderita dapat memahami dan tidak merasa cemas yang
berlebihan. Pada wanita usia reproduktif sangat penting diberikan pemahaman bahwa bila
merencanakan punya anak, sebaiknya kehamilan terjadi saat remisi, sehingga dapat
mengurangi kemungkinan flare up dan risiko kelainan pada janin maupun penderita
selama hamil. Disamping itu penderita juga akan menggunakan berbagai obat dalam
jangka panjang, termasuk yang berpotensi efek samping bermakna terhadap kondisi
kesehatan seperti steroid dan imunosupresan.
2. Dukungan social dan psikologis
Bisa diberikan oleh perawat,keluarga, teman dan peran peer group.
3. Istirahat
Penderita SLE sering mengalami fatigue sehingga perlu istirahat yang cukup, sambil
dipikirkan kemungkinan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan depresi.
4. Tabir Surya Sinar matahari
Mengeluarkan radiasi dalam 3 gelombang, yaitu gelombang A, B dan C. Tetapi hanya
gelombang A (UVA/”tanning”) dan B (UVB/”burning”) yang berbahaya bagi pasien
SLE. Efek dari sinar matahari terhadap kulit dipengaruhi oleh kuantitas dan lamanya
terpapar matahari. UVA muncul sepanjang hari, sedangkan UVB (yang lebih berbahaya
bagi pasien SLE) terutama muncul sekitar jam 10 pagi sampai dengan jam 3 sore.
Disarankan untuk pasien SLE agar melakukan aktivitas diluar rumahnya pada pagi hari
(sebelum jam 10 pagi) atau sore hari (setelah jam 3 sore) untuk menghindari periode
puncak UVB. Beberapa obat yang meningkatkan sensitivitas terhadap matahari
diantaranya antibiotik yang mengandung sulfa dan beberapa tetrasiklin. Penggunaan
sunblock/tabirsurya penting bagi penderita SLE. Pada tabir surya terteratulisan SPF (sun
protection factor). Tabir surya dengan SPF 15 artinya ketika memakai tabir surya tersebut
maka kita akan dilindungi 15 kali lebih baik dibandingkan yang tidak memakai tabir
surya.
5. Olah Raga
Olah raga memegang peranan penting dalam penatalaksanaan SLE. Olah raga dapat
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan fleksibilitas, dan mencegah osteoporosis.
Aktivitas berjalan kaki, berenang, dan bersepeda bisa menjadi pilihan. Aktivitas olah raga
bisa dimulai dengan berjalan kaki selama 5 menit 2 kali seminggu, bertahap ditingkatkan
sampai berjalan kaki selama 1 jam setiap 3-5 kali/minggu.
6. Diet
Pasien SLE disarankan untuk mengkonsumsi makanan bernutrisi dan memiliki
kandungan gizi seimbang. Minyak ikan dapat menjadi makanan pengganti, tetapi minyak
ikan dapat menimbulkan efek samping iritasi lambung, dan dibutuhkan 8-10 kapsul/hari
untuk menggantikan 1 ekor ikan.
7. Monitor ketat
Penderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga pe rlu diwaspadai bila terdapat demam
yang tidak jelas penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat sejalan dengan pemberian
obat imunosupresan dan steroid. Risiko kejadian penyakit k ardiovaskuler, osteoporosis
dan keganasan juga meningkat pada penderita SLE, sehingga perlu pengendalian faktor
risiko seperti merokok, obesitas, dislipidemia dan hipertensi
TERAPI FARMAKOLOGIS
Terapi biologis
1. Aktivasi sel T, interaksi sel T dan sel B, deplesi sel B
Perkembangan terapi terakhir telah memusatkan perhatian terhadap fungsi sel B dalam
mengambil autoantigen dan mempresenasikannya melalui immunoglobulin spesifik
terhadap sel T di permukaan sel, selanjutnya mempengaruhi respon imun dependen sel T.
2. Anti CD 20 adalah suatu antibodi monoklonal yang melawan reseptor CD 20 yang
dipresentasikan limfosit B. Anti CD 20 Anti CD 20 (Rituximab) memiliki potensi terapi
untuk SLE refrakter.Beberapa penelitian memberikan keberhasilan terapi pada
manifestasi lupus refrakter seperti sistem saraf pusat, vaskulitis dan gangguan
hematologi.
3.
LJP 394 LJP 394 (Abetimus sodium) telah dirancang untuk mencegah rekurensi flare
renal pada pasien nefritis dengan cara mengurangi antibodi terhadap ds-DNA melalui
toleransi spesifik antigen secara selektif. Substansi ini merupakan suatu senyawa sintetik
yang terdiri dari rangkaan deoksiribonukleotida yang terikat pad a rantai trietilen glikol.
4.
Anti B lymphocyte stimulator Stimulator limfosit B (BLyS) merupakan bagian dari
sitokin TNF (Tumor Necrosis Factor), yang mempresentasikan sel B. LymphoStatB
merupakan antibodi monoklonal terhadap BLyS.
5.
Anti malaria Obat anti malaria yang digunakan pada SLE adalah hidroksiklorokuin,
klorokuin, dan quinakrin.Digunakan untuk manifestasi konstitusional, kulit,
muskuloskeletal dan serositis.Kombinasi obat antimalaria memiliki efek sinergis bila
penggunaan satu macam obat tidak efektif.Hidroksiklorokuin (200-400 mg/hari),
klorokuin (250mg) dan quinakrin (100mg/hari) sebagai steroid sparing agen t memiliki
efek samping yang ringan dan reversible, yaitu perubahan warna kulit menjadi
kekuningan.
T.Hormon seks
Bromokriptin yang secara selektif menghambat hipofise anterior untuk mensekresi
prolaktin terbukti bermanfaat mengurangi aktivitas penyakit
Lupus.Dehidroepiandrosteron (DHEA) bermanfaat untuk SLE dengan aktivitas ringan
sampai sedang.Danazole (steroid sintetik) dengan dosis 400-1200 mg/hari bermanfaat
untuk mengotrol sitopenia autoimun terutama trombositopenia dan anemia
hemolitik.Estrogen replacement therapy (ERT) dapat dipertimbangkan pada
pasien- pasien SLE yang mengalami menopause, namun masih terdapat perdebatan mengenai
kemungkinan ERT dalam menimbulkan flare SLE. ERT juga harus ditunda pada pasien
dengan riwayat trombosis.
T. Kortikosteroid
Efektif untuk menangani berbagai manifestasi klinis SLE.Sediaan topikal atau intralesi
digunakan untuk lesi kulit dan arthritis, sedangkan sediaan oral atau parenteral untuk
kelainan sistemik. Dosis per oral bervariasi dari 5-30 mg prednisone (metilprednisolon
dosis setara) per hari secara tunggal pagi hari atau dosis terbagi, efektif untuk mengatasi
manifestasi konstitusional, kulit, arthritis dan serositis. Steroid parenteral biasan ya hanya
digunakan pada keadaan yang sangat berat, mengancam jiwa, dengan dosis
metilprednisolon bolus 1000 mg selama 3 hari berturut-turut.
NSAIDs (Non Steroid Anti Inflammatory Drug)Digunakan untuk mengatasi nyeri musculoskeletal, pleuritis, perikarditis dan nyeri
kepala.Efek samping NSAIDs pada ginjal, hati, sistem syaraf pusat ha rus dibedakan
dengan aktifitas lupus yang menghebat.Adanya proteinuria yang baru timbul atau
perburukan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh aktivitas SLE atau efek
NSAIDs.Gangguangastrointestinal merupakan efek samping paling sering ditimbulkan
oleh inhibitor COX non-selektif.Inhibitor COX-2 selektif lebih sedikit efek sampingnya
pada gastrointestinal. Pada penderita SLE yang mengalami kehamilan golongan ini
sebaiknya dihindarkan karena dapat mengakibatkan kelainan congenital pada duktus
arteriosus dan sedikit diekskresikan dalam air susu.
T. Plasmaferesis
Peranan plasmafaresis pada lupus yang mengancam nyawa masih kontroversi.Indikasinya
adalah kasus lupus disertai krioglobulinemia, sindroma hiperviskositas dan TTP
(Thrombotyc Thrombocytopenic Purpura).
T. Immunoglobulin intravena
Immunoglobulin intravena (IV Ig) adalah imunomodulator dengan mekanisme kerja
luas, meliputi blokade reseptor Fc, regulasi komplemen dan sel T. tidak seperti
imunosupresan, IV Ig tidak mempunyai efek meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
Dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut memberikan perbaikan pada
trombositopenia, arthritis, nefritis, demam, manifestasi kulit dan parameter imunologis.
Efek samping yang terjadi adalah demam, mialgia, sakit kepala dan artralgia, serta
kadang meningitis aseptic.Kontraindikasi diberikan pada penderita SLE de ngan defisiensi
Ig A.
2.2.6 PATOFISIOLOGI
Faktor presdiposisi Sle(genetic,hormone,obatan dan ras) Auto antibody
T helper daripada T supresor Antigen dan antigen plasma Antibodi berikatan dengan antigen
Mengaktivasi komplemen antigen dan antibody
Kompleks antigen-antibodi Persendian inflamasi arthritis Nyeri
Pada antigen sel darah
Destruksi sel darah Leukopeni
Anemia(Hb<) Infeksi resti perluasan infeksi Intoleransi aktivitas
Lupus Vaskulitis Katabolisis Protein sel mukosa mudah rusak luka pada mukosa dan mulut Gg Integritas Kulit Perubahan fisik
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Biodata
Nama : Ny M
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Keluhan utama : Mata dan muka terasa panas dan gatal
Riwayat kesehatan :
1. Sekarang : P: apa yang bisa memperberat timbul mata dan muka panas dan
gatal ?
Q: konsistensi feses ?/ kuantitas gatal?
R: dimana terasa panas dan gatal?
S:
-T: kapan terjadi gatal dan panas teras ?
Pemeriksaan fisik
TTV : TD 100/60, suhu 36,3
ᵒ
C, respirasi 24x/mnt, nadi 96x/mnt,
Inpeksi :
- Rambut mudah rontok,mudah dicabut
-Wajah: Buterfly rush
-Mata: Nyeri,secret(+),Injeksi Konjuctiva,Konjuctiva anemis
-Mulut: Ulser,bibir terasa terbakar
-Dada dan perut: Makula eritema
Pemeriksaan diagnostik
B. Analisa Data
No Data yang menyimpang Etiologi masalah
1 Ds : mengeluh bintik
–
bintik pada muka dan badanDo : Buterfly rush
Lupus Vaskulitis
Katabolisis protein
Sel mukosa,kulit mudah rusak
Luka pada mukosa dan bibir + inflamasi
Ggn Integritas kulit
Gg Integritas kulit
2 Ds : Do :
-Antigen pd sel darah
Destruksi sel darah
Leukopeni
Infeksi
Resiko perluasan infeksi
3 Ds : Nyeri Do :
-Hb rendah
O2 ke jaringan kurang
Metabolisme anaerob
Timbunan asam laktat Nyeri
4 Ds : nyeri Do : Hb=7,6
Pada antigen sel darah
Destruksi sel darah
Anemia Intoleransi Aktivitas Intoleransi Aktivitas 5 Ds : Buterfly rush,Makula eritema Do :
-Manifestasi klinis Sle
Buterflu rush
Tidak efektifnya koping R gg citra tubuh
Resiko Gg Citra Tubuh
C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perluasan infeksi berhubungan dengan leukopeni yang ditandai dengan leukosit
=2400
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan jumlah energi ditandai dengan Hb
7,6(anemia)
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit yang
ditandai butterfly rush dan bintik bintik dimuka dan badan
4. Nyeri berhubungan dengan efusi sendi yang ditandai klien mengeluh nyeri sendi
5. R. gg citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik yang ditandai dengan butterfly
D. Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional 1
Gangguan
integritas kulit
berhubungan
dengan
penurunan
integritas jaringan
Setelah diberi
perawatan,
luka di mulut dan
butterfly rush
berkurang
-Kolaborasi pemberian
antibiotik dan antifungal
lokal
-Anjurkan klien
seminimal mungkin
mungkin menyentuh area
luka
-Lakukan perawatan
luka dengan teknik
aseptik
-Bantu klien melakukan
oral higiene
-Berikan suplemen vit C
-Berikan diet tinggi
protein, pilih yang mudah
dicerna di mulut
-mencegah
perluasan luka
akibat infeksi
-mencegah
perluasan luka
akibat infeksi dan
manipulasi tangan
-oral higiene
membantu
membersihkan
mulut dari
mikroorganisme
penyebab infeksi
- meningkatkan
antioksidan dan
memperkuat jar ikat
mukosa
2
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
penurunan jumlah
energi
Setelah dilakukan
perawatan klien
nyaman dengan
pola aktivitas saat
ini, aktivitas sesuai
dengan batas
toleransi klien
1. Monitor tanda
vital saat klien
beraktivitas
2. Anjurkan klien
untuk beraktivitas
sesuai
kemampuan dan
anjurkan klien
untuk
memberikan
periode istirahat
3. meminimalisir
penggunaan
energi
4. Anjurkan bed rest
setelah periode
excacerbasi
5. Dorong
penggunaan alat
bantu
6. Dekatkan benda2
yang dibutuhkan
klien dekat
dengan klien
7. Monitor tingkat
Hb klien
8. Jika sangat
dibutuhkan
kolaborasi
pemberian PRC
- Penurunan Hb
dapat terjadi
anemia yang
dapat
menunjukkan
klien intoleran
terhadap aktivitas
- meningkatkan
adaptasi klien
terhadap aktivitas
- menghemat energi
untuk aktivitas
yang lebih penting
- Hb dibutuhkan
untuk membawa
oksigen untuk
pembentukan
energi
-pemberian
PRC
dapat meningkatkan
Hb
3
Resiko Perluasan
infeksi
berhubungan
dengan leukopeni
Supaya tidak terjadi
infeksi
1. Bantu klien
memenuhi
kebutuhan
personal higiene
2. Atasi infeksi yang
telah ada dengan
kolaborasi
pemberian
antibiotik
3. Batasi jumlah
pengunjung untuk
klien
4. Jaga lingkungan
selalu bersih
5. Lakukan
perawatan luka
jika ada secara
aseptik
6. Kaji
kemungkinan
timbulnya
gangguan
integritas kulit
7. Pastikan kuku dan
tangan klien
bersih dan
anjurkan klien
untuk tidak
menggaruk yang
area gatal dengan
kuku
- oral higiene
membantu
membersihkan
mulut dari
mikroorganisme
penyebab infeksi
- Untuk
mengurangi rasa
nyeri
- Untuk
mengurangi
resiko infeksi dari
pengunjung yang
dating
- Lingkungan yang
bersih bisa
terhindar dari
bakteri yang dapat
menambah infeksi
- Kuku banyak
terdapat bakteri
dan kuman
8. Pisahkan klien
dengan klien lain
yang memiliki
penyakit infeksius
4Nyeri
berhubungan
dengan efusi
sendi
Setelah
dilakukan
perawatan
nyeri
dapat teratasi
- Kaji skala nyeri pasien
- Atur posisi imobilisasi
pada daerah nyeri.
-Bantu
klien
dalam
mengidentifikasi
factor
pencetus.
-Jelaskan dan bantu klien
dengan tindakan pereda
nyeri non farmakologi
dan non invasive.
-Ajarkan teknik distraksi
dan relaksasi.
- nyeri merupakan
respon subjektif
yang dapat dikaji
dengan skala nyeri.
-imobilisasi yang
adekuat dapat
mengurangi nyeri.
-nyeri dipengaruhi
oleh kecemasan dan
pergerakan sendi
.pendekatan dengan
menggunakan
relaksasi dan
tindakan non
farmakologi lain
menunjukkan
keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
-teknik ini dapat
membantu
5
R. gg citra tubuh
berhubungan
dengan perubahan
fisik
Klien tidak sedih
dan mampu
berkomunikasi
dengan orang
terdekatnya
-Sediakan
waktu
dengan orang terdekat
untuk mengekspresikan
perasaan
-
Observasi
makna
peerubahan
yang
dialami klien
- Membantu mengenali
mekanisme
koping
efektif
-Dorong
verbalisasi
persepsi dan rasa takut
- penguat yang ada
dapat
membangkitkan
semangat klien dan
menerima terapi.
- mengekspresikan
perasaan membantu
memudahkan
koping.
mengetahui
perasaan klien
tentang keadaannya
dan kontrol
emosinya.
-dugaan masalah
pada penilaian yang
dapat memerlukan
evaluasi lanjut dan
terapi lebih ketat.
-Jelaskan bahwa
keadaan klien masih
dapat berubah ke
arah yang lebih baik
asalkan klien
menaati
pengobatan.
BAB III
SIMPULAN
1.1 Simpulan
Systemic Lupus Erytematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya karena adanya perubahan sistem imun. SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks.
Etiologi
: Belum diketahui secara pasti tap ada beberpa fact or pencetus:-F. Genetik
-F. Sinar UV
-Hormon
-Imunitas
-Infeksi
-Obat
Tanda dan gejala umum :
-
Poliatralgia (nyeri sendi) dan artritis (peradangan sendi)
-Demam akibat peradangan kronik
-
Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung. Kata lupus
berarti serigala dan mengacu pada penampakan topeng seperti serigala
-
Lesi dan kebiruan di ujung jari akibat buruknya aliran darah dan hipoksia kronik
-Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan
-
Luka di selaput lendir atau faring (sariawan)
-Lesi berskuama di leher, dan punggung
-
Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlinbatan ginjal dan hipertensi
-Anemia, kelemahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering terjadi karena
Klasifikasi lupus ada 3 yaitu
1.Diskoid lupus(kulit)
2.SLE: Lupus sistemik mengenai semua organ di tubuh
3.Lupus karena obat- obatan
Pengobatan dibagi atas nonfarmakologi dan farmakologi:
Nonfarmakologi:
-Memakai tabir surya untuk menghindari terpapar sinar matahari
-Edukasi tentang penjelasan pnyakit dengan keluaga juga
-Olahraga
-Diet
Farmakologi
-Terapi Kortikosteroid
-Obat Anti malaria
-NSAIDs
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil dari kasus :
Intoleransi aktivitas
Gangguan integritas kulit
Resti perluasan infeksi