• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi metode analisis alopurinol dalam tablet secara spektrofotometri dan jamu secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik serta aplikasinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Validasi metode analisis alopurinol dalam tablet secara spektrofotometri dan jamu secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik serta aplikasinya"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

VALIDASI METODE ANALISIS ALOPURINOL DALAM TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI DAN JAMU SECARA

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK SERTA APLIKASINYA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh : Ria Kusuma Dewi NIM : 108114047

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

TINGGI FASE TERBALIK SERTA APLIKASINYA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh : Ria Kusuma Dewi NIM : 108114047

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas

berkat dan kasih-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul

Validasi Metode Analisis Alopurinol Dalam Tablet Secara Spektrofotometri Dan

Jamu Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik Serta Aplikasinya

dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini,

penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Aris Widayati, M.Si, Ph.D., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt selaku dosen pembimbing yang dengan

sabar memberikan pengarahan, masukan, kritik dan saran baik selama

penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

3. Jeffry Julianus, M.Si selaku dosen penguji atas saran, kritik dan masukan

yang telah diberikan.

4. Florentinus Dika Octa Riswanto M.Sc selaku dosen penguji atas saran,

kritik dan masukan yang telah diberikan.

5. Sanjayadi, M.Si yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi

(9)

viii

6. Dewi Setyaningsih, M.Sc. Apt yang telah membantu penulis dalam

melakukan penelitian di laboratorium.

7. Seluruh staf laboratorium kimia fakultas farmasi Universitas Sanata

Dharma : Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Agung, Pak Ketul, Pak

Darto yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium.

8. Meta Kartika Sari dan Sugiarto Adji Soenarso atas perjuangan bersama

selama penelitian ini. Semuanya sangat bermakna dan menambah banyak

pengalaman.

9. Farmasi kelas A dan FST A 2010 kebersamaan selama ini menjadikan

hidup menjadi berwarna.

10.Mama, papa, dan adik tercinta yang selalu mendukung baik dari segi moril

materiil sehingga dapat terselesaikannya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, sehingga segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan. Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca pada

khususnya ilmu pengetahuan.

(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

(11)

x

D. Spektrofotometri Ultraviolet ... 11

1. Instrumentasi Spektrofotometri Ultraviolet ... 11

2. Interaksi Elektron Dengan Radiasi Elektromangnet ... 12

3. Hukum Lambert Beer ... 13

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 13

1. Instrumentasi KCKT ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

I. Metode Spektrofotometri ... 31

(12)

xi

2. Pembakuan NaOH 0,1 N ... 32

3. Pengamatan panjang gelombang pengamatan ... 32

4. Pembuatan larutan baku alopurinol ... 32

5. Uji keseragaman bobot tablet alopurinol ... 33

6. Validasi analisis dalam tablet alopurinol ... 33

7. Penetapan kadar alopurinol dalam tablet ... 34

II. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik ... 35

1. Penentuan panjang gelombang pengamatan alopurinol ... 35

2. Pembuatan fase gerak ... 35

3. Kurva baku alopurinol ... 35

4. Kurva baku alopurinol dalam matriks jamu ... 36

5. Pengaruh matriks jamu pada penetapan kadar alopurinol ... 37

6. Validasi metode analisis dalam jamu ... 37

7. Penetapan kadar alopurinol dalam jamu ... 38

G. Analisis Hasil ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 44

A. Validasi metode analisis alopurinol secara spektrofotometri ... 45

1. Pembuatan dan pembakuan larutan NaOH 0,1 N ... 45

2. Penentuan panjang gelombang pengamatan ... 47

3. Pembuatan kurva baku alopurinol ... 48

4. Validasi metode analisis pada tablet ... 50

i. Akurasi pada tablet alopurinol ... 50

ii.Presisi pada tablet alopurinol ... 51

iii. LOQ pada tablet alopurinol ... 51

5. Penetapan kadar alopurinol pada tablet ... 52

B. Validasi metode analisis alopurinol secara KCKT ... 55

1. Penentuan panjang gelombang pengamatan ... 55

2. Pembuatan fase gerak ... 57

3. Kurva baku alopurinol ... 58

(13)

xii

5. Pengaruh matriks jamu dalam penetapan kadar alopurinol ... 62

6. Validasi metode analisis dalam jamu ... 64

i. Linearitas ... 64

ii. Akurasi ... 65

iii. Presisi ... 65

iv. LOQ ... 66

7. Penetapan kadar alopurinol dalam jamu ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 72

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Modifikasi silika pada kolom dan aplikasinya ... 21

Tabel II Nilai indeks polaritas pelarut ... 23

Tabel III Kriteria rentang recovery ... 25

Tabel IV Kriteria presisi yang dapat diterima... 27

Tabel V Panjang gelombang maksimum alopurinol dengan pelarut NaOH 0,1 N ... 47

Tabel VI Kurva baku alopurinol ... 49

Tabel VII Rata-rata penetapan % recovery pada tablet alopurinol . 50 Tabel VIII Persen koefisien variasi dari metode penambahan baku 51

Tabel IX Penyimpangan bobot rata-rata pada tablet ... 53

Tabel X Keseragaman bobot tablet alopurinol ... 53

Tabel XI Kadar alopurinol dalam tablet ... 54

Tabel XII Panjang gelombang maksimum alopurinol dengan pelarut amonium hidroksida 5% dalam metanol ... 56

Tabel XIII Kurva baku alopurinol periode I ... 59

Tabel XIV Hubungan r dengan n ... 60

Tabel XV Kurva baku alopurinol periode II ... 60

Tabel XVI Kurva adisi alopurinol dalam matriks jamu ... 62

(15)

xiv

dan kurva adisi alopurinol dalam matriks jamu ... 63

Tabel XVIII Hasil uji t slope kurva baku alopurinol dalam pelarut periode II

dan kurva adisi alopurinol dalam matriks jamu ... 63

Tabel XIX Persen koefisien variasi dari metode penambahan baku 65

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur alopurinol ... 6

Gambar 2. Mekanisme kerja alopurinol ... 7

Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik ... 13

Gambar 4. Pelebaran puncak selama pemisahan dalam KCKT ... 19

Gambar 5. Reaksi kalium biftalat dengan NaOH ... 44

Gambar 6. Reaksi fenolftalein dengan NaOH ... 46

Gambar 7. Bentuk spektra panjang gelombang maksimum alopurinol dengan pelarut NaOH 0,1 N ... 48

Gambar 8. Plot kurva baku alopurinol ... 49

Gambar 9. Bentuk spektra panjang gelombang maksimum alopurinol dengan pelarut amonium hidroksida 5% dalam metanol ... 57

Gambar 10. Interaksi amonium hidroksida dengan residu silanol dalam Kolom C18 ... 58

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Sertifikat analisis baku alopurinol ... 73

Lampiran 2. Sertifikat analisis SPE MCX ... 74

Lampiran 3. Perhitungan indeks polaritas NaOH 0,1 N dan

amonium hidroksida 5% dalam metanol ... 75

Lampiran 4. Perhitungan pembakuan NaOH 0,1 N ... 76

Lampiran 5. Spektogram pada penetapan panjang gelombang

maksimum dengan pelarut NaOH 0,1 N ... 77

Lampiran 6. Pembuatan kurva baku pada metode

spektrofotometri ... 79

Lampiran 7. Data kadar alopurinol dalam tablet dan contoh

perhitungan ... 80

Lampiran 8. Akurasi alopurinol pada tablet ... 83

Lampiran 9. Penimbangan bahan untuk akurasi sampel pada tablet... 85

Lampiran 10. Perhitungan LOQ untuk metode spektrofotometri ... 88

Lampiran 11. Spektogram scanning panjang gelombang maksimum

alopurinol dengan pelarut amonium hidroksida 5%

dalam metanol ... 90

Lampiran 12. Kromatogram kurva baku alopurinol periode II ... 92

(18)

xvii

baku pada metode KCKT ... 98

Lampiran 14. Contoh perhitungan uji t untuk slope kurva baku adisi dalam matriks dan kurva baku dalam pelarut ... 100

Lampiran 15. Kromatogram kurva baku adisi alopurinol dalam Matriks jamu ... 101

Lampiran 16. Data penimbangan sampel ... 111

Lampiran 17. Kromatogram sampel A ... 114

Lampiran 18. Kromatogram sampel B ... 116

Lampiran 19. Kromatogram sampel C ... 118

(19)

xviii INTISARI

Alopurinol merupakan zat aktif yang digunakan untuk mengatasi asam urat. Identifikasi alopurinol dilakukan pada sampel tablet dan jamu. Alopurinol memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga dapat dianalisis dengan metode spektrofotometri. Batas kuantitasi alopurinol dengan metode spektrofotometri adalah 15.58 g/mg. Pada sampel jamu batas kuantifikasinya 0,52g/mg sedangkan pada sampel tablet batas kuantifikasinya 300 g/mg oleh karena itu metode spektrofotometri lebih tepat digunakan dalam sampel tablet.

Metode spektrofotometri menggunakan pelarut NaOH 0,1 N, digunakan panjang gelombang maksimum 257 nm. Parameter validasi yang diteliti meliputi akurasi, presisi, LOQ. Hasil menunjukkan akurasi dinyatakan recovery sebesar 98,6-100,3%; presisi dinyatakan dengan nilai CV0.4-0.6%; sensitivitas dinyatakan nilai LOQ yang diperoleh 1,46 µg/ mg bobot sampel. Kadar alopurinol dalam tablet adalah 311,6 mg/g tablet.

Identifikasi alopurinol dalam jamu menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi yang disertai ekstraksi cair cair dan proses clean up dengan SPE MCX. Metode ini menggunakan KCKT fase terbalik dengan kolom shimadzu C18 (250 x 4,6 mm, 5 μm), fase gerak campuran metanol : amonium

hidroksida 0,1% dalam akuabides (10:90), kecepatan alir 0,5 mL/menit dan detektor UV 274 nm. Hasil menunjukkan bahwa metode memiliki linearitas dengan r = 0,967; akurasi tidak dapat ditentukan, presisi dinyatakan dengan nilai % CV sebesar 0,1-0,6%; LOQ tidak dapat ditentukan.

(20)

xix ABSTRACT

Allopurinol is an active substance that is used to treat gout. Identification of allopurinol was performed on tablets and herbal medicine. Allopurinol has chromophore and auxochrome group which can be analyzed by spectrophotometric method. Limit of quantitation allopurinol with spectrophotometric method is 15,58 µg/mg. Limit quantification in herbal medicine samples is 0,52 µg / mg while in the tablet sample is 300 μg/mg therefore spectrophotometric method is more precise used in tablet samples.

Spectrophotometric method using solvent NaOH0.1 N , use maximum wavelength257 nm. Validation parameters examined included accuracy, precision, LOQ. The results obtain a good validity with % recovery 98.6-100.3%; % CV 0.4-0.6%; LOQ of 1.46 mg / mg. Levels of allopurinol in tablets was 311,6 mg /gtablet.

Identification of allopurinol in herbal medicine using High Performance Liquid Chromatography with extraction and clean-up. This method uses a reversed-phase HPLC with a Shimadzu C18 column (250 x 4.6 mm, 5 µ m), mobile

phase methanol: ammonium hydroxide 0,1 % in aquabidest (10:90), flow rate of 0.5 mL/ min and 274 nm UV detector. The results show that the method has linearity r = 0.967; accuracy can not determined, CV 0.1 to 0.6%; LOQ can not determined.

(21)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penyakit asam urat merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering

dialami oleh masyarakat di Indonesia. Kebiasaan dan pola hidup yang kurang baik

serta mengkonsumsi makanan yang tinggi purin akan meningkatkan prevalensi

penyakit ini (Iskandar, 2006).

Salah satu obat yang yang banyak dipasarkan di Indonesia untuk

mengobati penyakit asam urat adalah alopurinol. Produk alopurinol yang banyak

beredar di pasaran dalam bentuk tablet dimana bentuk tablet lebih praktis dan

nyaman untuk penggunaannya (Iskandar, 2006).

Aktivitas farmakologis dan efektivitas terapi dapat tercapai ketika dosis

obat yang digunakan tepat. Oleh karena itu, dibutuhkan penjaminan mutu dan

kualitas zat aktif dalam suatu sediaan obat, yang salah satunya adalah penjaminan

kesesuaian dosis sediaan obat terhadap label klaim pada kemasan. Tujuan

penjaminan mutu ini adalah untuk melindungi konsumen agar tetap mendapatkan

obat dengan kualitas zat aktif yang tepat. Dalam penjaminan mutu suatu sediaan

obat dibutuhkan metode yang tervalidasi. Pada penelitian ini dilakukan proses

validasi metode spektrofotometri ultraviolet.

Untuk mengatasi penyakit asam urat tidak hanya digunakan produk obat

sintesis, masyarakat Indonesia juga menggunakan produk obat tradisional jamu

(22)

menyebabkan masyarakat mulai beralih dari penggunaan obat moderen ke

penggunaan obat tradisional. Pertimbangan berdasarkan pada aspek ekonomi dan

keamanan bagi kesehatan menjadi dua alasan mendasar dimana masyarakat mulai

beralih ke penggunaan obat tradisional. Penggunaan obat tradisional terus

berkembang secara luas dan digunakan di seluruh dunia selama beberapa dekade

terakhir ini. Menurut WHO, 65-80% populasi dunia menggunakan obat

tradisional sebagai pelindungan untuk kesehatan (Yee, 2003).

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM no.HK.00.05.41.1384 tahun

2005,obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat atau hasil sintesis

yang berkhasiat sebagai obat.

Untuk keamanan konsumen, harus dilakukan penelitian untuk

mengidentifikasi dan mengkuantifikasi adanya penambahan obat sintetis ke dalam

jamu asam urat. Jaminan kualitas terhadap produk tradisional jenis jamu penting

dilakukan. Tujuan dari penjaminan kualitas adalah terciptanya produk yang

berkhasiat dan aman pada obat tradisional khususnya jamu. Penjaminan kualitas

pada jamu memerlukan metode yang tervalidasi meliputi linearitas, akurasi,

presisi dan sensitivitas yang baik (Snyder, 2010). Pemilihan metode penetapan

kadar yang akan digunakan untuk analisis kuantitatif sangat penting, karena akan

mempengaruhi validitas data yang diperoleh.

Validitas metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian

laboratorium untuk membuktikan bahwa karakteristik kinerja metode itu

(23)

validasi metode adalah untuk membuktikan dan menjamin bahwa metode analisis

yang digunakan memiliki validitas yang baik sehingga hasilnya dapat dipercaya.

Pada penelitian ini dilakukan proses validasi terhadap sistem KCKT

(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) fase terbalik hasil optimasi dalam rangkaian

penelitian penetapan kadar alopurinol dalam jamu. Berdasarkan hasil optimasi

yang diperoleh kondisi optimal sistem KCKT fase terbalik menggunakan fase

diam C18 dan fase gerak metanol : amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides

(10:90) dengan flow rate 0,5 mL/menit yang selanjutnya digunakan sebagai

sistem acuan pada proses validasi ini.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut permasalahan yang mucul adalah

a. Apakah metode spektrofotometri UV memenuhi parameter

validitas akurasi, presisi dan LOQ (Limit of Quantitation) serta

berapakah kadar alopurinol yang terdapat dalam tablet?

b. Apakah metode KCKT fase terbalik standar adisi alopurinol

dalam matriks jamu memenuhi parameter validitas linearitas,

akurasi, presisi dan LOQ ( Limit of Quantitation) serta berapakah

kadar alopurinol yang terdapat dalam matriks jamu?

2. Keaslian Penelitian

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai evaluasi dan analisis baik

kualitatif maupun kuantitatif sediaan obat tradisional. Penelitian sejenis yaitu

(24)

oleh (Mayasari, 2009). Optimasi Metode Identifikasi Antalgin dan Klorfeniramin

secara KCKT Photodiode Array Setelah Pemisahan dengan Solid Phase

Extraction pada Sediaan Serbuk Obat Tradisional (Permata, 2012). Quantification

of Oxipurines and Allopurinol Metabolites in Biological Fluids by Cation

Exchange Chromatography (Sweetman, 1969). Namun validasi dan penetapan

kadar alopurinol dalam jamu asam urat dengan menggunakan metode

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik belum pernah dilakukan

sebelumnya.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai validasi

metode spektrofotometri dalam penetapan kadar alopurinol dalam sediaan tablet

dan validasi metode KCKT fase terbalik dalam penetapan kadar alopurinol dalam

sediaan jamu.

b. Manfaat Metodologis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa metode

spektrofotometri dapat digunakan dalam menetapkan kadar alopurinol dalam

sediaan tablet dan metode KCKT fase terbalik dapat menetapkan kadar alopurinol

(25)

c. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi bagi ilmu

pengetahuan khususnya bidang kefarmasian mengenai parameter-parameter

validasi dan penetapan kadar alopurinol dengan metode spektrofotometri dan

metode KCKT fase terbalik.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui validitas metode spektrofotometri dengan melihat parameter

akurasi,presisi, LOQ serta kadar alopurinol yang terdapat dalam sediaan

tablet.

2. Mengetahui validitas metode standar adisi alopurinol dalam matriks jamu

pada KCKT fase terbalik dengan melihat parameter linearitas, akurasi, presisi

(26)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Alopurinol

Alopurinol dengan nama kimia 1H-Pyrazolol[3,4-d]pirimidin-4ol dengan

rumus kimia : C5H4N4O. Alopurinol berupa serbuk halus putih hingga hampir

putih;berbau lemah yang sedikit larut dalam air dan etanol, larut dalam larutan

kalium dan natrium hidroksida, praktis tidak larut dalam eter dan klorofom.

(kelarutan dalam air = 0,35 g/L pada suhu 25°C). Alopurinol memiliki bobot

molekul 136,11 dan titik didih >300°C (Dirjen POM RI, 1995). Alopurinol

memiliki pka 9,4 dan log p 0,33 (Machatha, 2005).Menurut Moffat, alopurinol

memiliki serapan maksimum dalam larutan asam pada panjang gelombang 250

nm ( = 563 a) dan pada larutan alkalis memiliki serapan maksimum pada

panjang gelombang 257 nm ( = 523 a)

Struktur alopurinol sebagai berikut

(Dirjen POM RI, 1995).

(27)

1. Mekanisme Kerja Alopurinol

Alopurinol secara struktur kimia merupakan analog struktur dari

hipoxantin, maka alopurinol adalah analog subtrat untuk enzim xantin oksidase.

Jadi, fungsi alopurinol sebagai analog subtrat akan menempati sisi aktif enzim

xantin oksidase yang biasa ditempati oleh hipoxantin. Alopurinol menghambat

aktivitas enzim secara irreversible dengan mengurangi bentuk xantin oksidase

sehingga menghambat pembentukan asam urat (Khayoon et al, 2008).

Gambar 2. Mekanisme kerja Alopurinol (Khayoon et al, 2008).

Alopurinol dalam tubuh dimetabolisme oleh xanthin oksidase menjadi

oxipurinol yang keduanya bekerja menghambat kerja enzim xanthin oksidase.

Enzim ini bertanggung jawab terhadap oksidase hipoxantin dan xantin dalam

(28)

Adanya pengeblokan produksi asam urat dengan penghambatan xantin oksidase

Oleh karena itu alopurinol bekerja dengan menurunkan pembentukan asam urat

dan purin (Khayoon et al, 2008).

2. Dampak Alopurinol

Alopurinol dapat menimbulkan reaksi kulit, reaksi alergi berupa demam,

menggigil, leukopenia atau leukositosis, eosinofilia, artralgia dan pruritus,

gangguan saluran pencernaan, pruritus, urtikaria, eksfoliatif dan lesi purpura,

dermatitis, nefritis, faskulitis dan sindrome poliartritis, kegagalan hati dan ginjal,

mual, muntah, diare, rasa mengantuk, sakit kepala dan rasa logam (Wells, 2009).

Alopurinol tidak memberikan efek mutagenik maupun karsinogenetik

karena terbukti pada penelitian menunjukkan bahwa alopurinol tidak menginduksi

penyimpangan kromosom pada sel darah manusia secara invitro pada kadar

hingga 100 μg/mL dan secara invivo mencapai dosis 60 mg/hari pada periode 40

bulan serta tidak mengindikasikan adanya efek teratogen namun alopurinol dan

oksipurinol didistribusikan ke air susu ibu sehingga alopurinol rentan

menimbulkan efek samping terutama reaksi hipersensitivitas (Medsafe, 2011).

LD50 yang ditetapkan untuk tikus secara oral dengan pemakaian akut

sebesar > 7500 mg/kg sedangkan untuk pemakaian kronis menggunakan nilai

(29)

3. Penetapan kadar alopurinol

Alopurinol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri ultraviolet

dengan pelarut NaOH P 0,4% b/v dan asam klorida P 1% v/v (Dirjen POM RI,

1995).

B. Tablet

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau

tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai

tablet cetak dan tablet kempa. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan

tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet cetak dibuat

dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam

lubang cetakan (Dirjen POM RI, 1995).

C. Obat Tradisional

Obat tradisional bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang

secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman

(Permenkes RI No.007 Tahun 2012).

Sediaan obat tradisional yang beredar dibuat dari simplisia nabati, yaitu

bagian tanaman atau seluruh tanaman baik segar ataupun sudah dikeringkan atau

hasil penyariannya dengan berbagai bentuk sediaan seperti rajangan, serbuk, pil,

tablet, kapsul, cairan (sediaan luar dan sediaan dalam), salep, krim, parem, tapel

(30)

Sediaan obat tradisional ini perlu dilakukan berbagai jenis pengujian

untuk mengetahui mutu dari sediaan obat tradisional yang akan diproduksi. Jenis

pengujian ini meliputi pengujian mutu dan pengujian keamanan. Pengujian mutu

meliputi organoleptik, kemasan, makroskopis, kebenaran simplisia, kadar air dan

keseragaman bobot. Pengujian keamanan meliputi uji cemaran logam berat,

cemaran pestisida, cemaran mikroba, zat tambahan yang diizinkan seperti bahan

pengawet, cemaran afatoksin dan penetapan ada tidaknya bahan kima obat yang

ditambahkan dalam sediaan obat tradisional (Kepmenkes RI no

661/MENKES/SK/VII/1994).

Menurut Keputusan Badan POM RI No. 00.05.4.2411 tahun 2004,

berdasarkan cara pembuatan serta klaim penggunaan dan tingkat pembuktian

khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu :

1. Jamu (Obat tradisional warisan nenek moyang)

2. Obat Herbal Terstandar(telah dikembangkan berdasarkan bukti-bukti ilmiah,

uji praklinis dan standarisasi bahan baku)

3. Fitofarmaka(telah melewati uji klinis dan standariasasi bahan baku).

Menurut Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.41.1384 tahun

2005 di dalam jamu dilarang digunakan

1. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat.

2. Narkotika atau psikotropika.

3. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan

(31)

D. Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara

radiasi elektromagnet dan molekul atau atom dari suatu senyawa. Teknik yang

sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet,

cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang

untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm dan daerah cahaya tampak 380-780

nm (Dirjen POM RI, 1995).

Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik, molekul yang

mengandung elektron terkonjugasi dan atom yang mengandung elektron-n

menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron

dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi

tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga

dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004).

1. Instrumentasi Spektrofotometer Ultraviolet

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum

ultraviolet terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar

monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 190-380 nm. Komponen –

komponen meliputi sumber sinar, monokromator dan sistem optik.

a. Sumber lampu

Lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang

190-380 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan

(32)

b. Monokromator

Monokromator digunakan mendispersikan sinar ke dalam

komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya dipilih oleh celah (slit).

Monokromator berputar seingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada

sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum.

c. Optik

Optik dapat dirancang untuk memecah sumber sinar sebagai sumber sinar

yang melewati 2 kompartemen pada spektrofotometer berkas ganda (double

beam), suatu larutan blangko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk

mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Larutan yang paling sering

digunakan sebagai blangko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang

digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Gandjar dan Rohman, 2010).

2. Interaksi elektron dengan Radiasi Elektromagnet

Secara umum ada 3 macam distribusi elektron di dalam suatu senyawa

organik yang dikenal sebagai elektron pi ( ), sigma ( ) dan elektron tidak

berpasangan (n). Apabila molekul tersebut dikenakan radiasi elektromagnetik

maka akan terjadi eksitasi elektron yang lebih tinggi (Mulja dan Suharman, 1995).

Ada empat jenis transisi elektronik yang terjadi diantara tingkat energi

dalam suatu molekul yaitu :

i. Transisi sigma-sigma star ( - ∗)

ii. Transisi n-sigma star (n- ∗)

iii. Transisi n-phi star (n- ∗)

(33)

Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik

3. Hukum Lambert Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan

sel yang disinari. Menurut hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya

monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan

konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu

dalam hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus

terhadap konsentrasi dan ketebalan sel sesuai pada persamaan :

log Io/It = A = . b. c

Io : intensitas radiasi yang masuk

It : intensitas radiasi yang ditransmisikan

A : absorbansi

: konstanta koefisien molar ekstingsi

b : ketebalan kuvet yang dinyatakan dalam cm

c : konsentrasi analit (mol. L-1) (Watson, 2003).

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah teknik pemisahan

(34)

gerak, dimana fase gerak dialirkan dengan bantuan tekanan menuju kolom secara

cepat dan dideteksi dengan detektor yang sesuai (Hendayana, 2006).

1. Instrumentasi KCKT

Komponen pokok instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas

kolom, wadah fase gerak, tempat penyuntikan sampel, pompa, detektor dan

sisem pengolah data untuk menampilkan hasil pemisahan.

a. Kolom

Suatu bagian dimana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses

pemisahan analit. Oktadesil silika (C18) merupakan fase diam yang paling banyak

digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran

rendah, sedang maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek sesuai

untuk solut yang polar (Gandjar dan Rohman, 2010).

b. Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Fase gerak sebelum

digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase

gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di

pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. (Gandjar dan Rohman,

2010).

c. Tempat penyuntikan sampel (injektor)

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam

fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan syringe

(35)

d. Pompa

Pompa harus bersifat inert terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan

sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan

fase gerak dengan kecepatan alir 3mL/menit. Tujuan penggunaan pompa adalah

untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secar tepat,

reprodusibel, konstan dan bebas dari gangguan (Gandjar dan Rohman, 2010).

e. Detektor

Fungsi detektor dalam KCKT adalah untuk mendeteksi

komponen-komponen cuplikan hasil pemisahan kolom secara kualitatif dan kuantitatif

bergantung pada kebutuhan analisis. Detektor KCKT yang baik harus mempunyai

sensitivitas yang cukup tinggi atau mempunyai limit deteksi yang sangat kecil,

sehingga memberikan perubahan sinyal yang besar pada perubahan konsentrasi

komponen cuplikan yang kecil. Detektor yang sensitif akan membantu analisis

kualitatif maupun kuantitatif terutama untuk trace analysis (Gandjar dan Rohman,

2010).

f. Sistem Pengolah Data (Rekorder/Integrator/Komputer)

Sistem KCKT memerlukan sistem pengolah data sebagai sistem pencatat

yang berkualitas baik dan mampu menampilkan hasil kromatogram dengan jelas,

tepat dan peka. Alat pengumpul data seperti komputer, integrator atau rekorder

dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang

dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang

(36)

2. Parameter Pemisahan

Dalam metode kromatografi, suatu pemisahan dikatakan baik bila

memenuhi beberapa parameter utama yang dikenal dengan istilah faktor retensi

(k), faktor pemisahan (ɑ), jumlah total pelat (N) dan resolusi (R). Ketiga faktor ini

harus diperhitungkan untuk menggambarkan tingkat resolusinya.

Faktor retensi (k) adalah retensi relatif dari masing-masing puncak

kromatogram pada kolom. Faktor retensi tidak tergantung pada panjang kolom

dan aliran fase gerak, namun mewakili rasio molar dari senyawa di dalam fase

diam dan fase gerak. Faktor retensi biasanya bernilai antara 1 hingga 10. Jika nilai

k terlalu rendah, maka derajat pemisahan mungkin tidak cukup dikarenakan tidak

adanya interaksi antara analit dengan fase diam karena analit lewat fase diam

terlalu cepat. Sebaliknya, jika nilai k terlalu besar, maka waktu analisis juga akan

menjadi terlalu lama (Jeffrey, 1996).

Persamaan untuk menghitung nilai k sebagai berikut :

k=

keterangan : k=faktor retensi

tR=waktu retensi analit

t0=waktu retensi dari puncak pertama yang keluar dari kolom

Faktor pemisahan (selektivitas) merupakan besaran yang menunjukkan

(37)

dalam suatu campuran tidak dapat dipisahkan , kecuali memiliki perbedaan nilai k

dengan nilai k2>k1. Jika nilai ɑ=1 maka artinya tidak terjadi pemisahan atau

menunjukkan kedua komponen memiliki waktu retensi yang sama. Faktor

pemisahan atau selektivitas ( ) adalah suatu ukuran dari potensi sistem

kromatografi untuk mampu atau tidak memisahkan dua senyawa (Jeffrey, 1996).

Persaman selektivitas :

=

Keterangan : = faktor pemisahan

k1= faktor retensi analit 1

k2= faktor retensi analit 2

Resolusi (R) dari dua puncak tergantung pada faktor pemisahan

( ), faktor efisiensi (N) dan faktor retensi (k). Jika diasumsikan N1=N2 dibawah

kondisi pemisahan isokratik. Isokratik adalah cara pemrograman aliran fase gerak

yang hanya memerlukan satu macam komposisi pelarut tunggal maupun

campuran (Jeffrey, 1996).

Persamaan resolusi :

R= ( −1)√ = ( −1)√

Keterangan : R= resolusi

(38)

k1= faktor retensi analit 1

k2= faktor retensi analit 2

N= jumlah pelat teoritis (faktor efisiensi)

Jumlah pelat teoritis (N) atau faktor efisiensi adalah karaterisasi efisien

kolom. Faktor efisien (N) mengukur derajat ketajaman puncak kromatogram yang

didapatkan. Nilai faktor efisiensi yang meningkat menandakan proses

pengemasan (packing) yang lebih baik, panjang kolom yang lebih panjang,

kondisi aliran fase gerak yang optimum. Kolom dengan nilai efisiensi yang tinggi,

berarti dapat memisahkan campuran yang terdiri atas komponen yang memiliki

faktor pemisahan yang mirip (Jeffrey, 1996).

Persamaan jumlah pelat teoritis :

N=16

Keterangan : N= jumlah pelat teoritis

tR= waktu retensi analit

w= luas area analit

Pada saat pemisahan kromatografi, analit individual akan membentuk

profil konsentrasi yang simetri / profil Gaussian dalam arah aliran fase gerak.

Peak kromatogram secara perlahan akan melebar dan sering membentuk profil

asimetrik karena analit melanjutkan migrasinya ke fase diam (Gandjar dan

(39)

didasarkan pada difusi Eddy, difusi longitudinal, dan transfer massa (Snyder et

al., 2010).

Difusi longitudinal adalah saat analit melewati kolom. Proses difusi ini

menyebabkan pelebaran peak untuk meningkatkan retention time ( Snyder et al.,

2010). Spesies analit menyebar ke segala arah dengan difusi ketika berada di

dalam fase gerak. Difusi terjadi dengan arah yang sama dan berlawanan dengan

fase gerak sehingga berkontribusi terhadap pelebaran pita secara simetris (Gandjar

dan Rohman, 2010).

Gambar 4. Pelebaran puncak selama pemisahan dalam KCKT (Snyder et al., 2010)

Difusi Eddy menggambarkan faktor lain yang menyebabkan pelebaran

pita. Molekul analit masuk ke dalam kolom melewati partikel fase diam dengan

arah yang berbeda-beda menuju keluar kolom. Molekul yang bergerak lebih

(40)

lebih dahulu. Pelebaran pita tidak tergantung dari kecepatan alir yang digunakan

dan hanya bergantung dari penyusunan dan ukuran partikel dalam kolom.

Pelebaran pita yang diakibatkan karena difusi Eddy akan semakin besar seiring

dengan peningkatan ukuran partikel kolom (Snyder et al., 2010).

Transfer massa dapat menyebabkan pelebaran pita, terjadinya transfer

massa disebabkan oleh transfer massa fase gerak yang merupakan kecepatan alir

analit yang mempengaruhi pelebaran pita, diantara partikel fase diam terdapat

rongga bilamana analit melewatinya akan lebih cepat keluar terbaca detektor dan

bila analit cenderung lebih menyamping maka akan terjadi interaksi dahulu

terhadap partikel fase diam. Transfer massa fase diam menggambarkan analit

yang terpenetrasi ke dalam partikel fase diam dan tinggal lebih lama sebelum

meninggalkan partikel fase diam. Perbedaan lama waktu tinggal dan adanya analit

yang terlebih dahulu terelusi keluar akan menyebabkan pelebaran pita (Snyder et

al., 2010).

3. Fase Diam

Kolom pada KCKT tidak memerlukan temperatur tinggi karena sifat

ikatan kimia terhadap fase diam sangat sensitif terhadap temperatur tinggi.

pemilihan kolom berdasarkan jenis fase gerak dan sifat fisika kimia zat analit

(Snyder et al, 2010).

Sifat bahan pengisi atau fase diam dalam kolom bervariasi meskipun dari

satu produk yang sama. Variasi fase diam yang banyak digunakan dapat

(41)

kecil dan permukaan partikel kecil yang porous. Salah satu fase diam yang

digunakan dalam instrumen KCKT adalah silika.

Silika adalah suatu adsorben dengan sifat yang terkenal dan banyak

digunakan sebagai bahan isian kolom. Silika terdiri dari atom silikon yang

dijembatani secara tiga dimensi oleh atom oksigen. Silika mengandung gugus OH

(silanol) sehingga permukaannya memungkinkan untuk dimodifikasi untuk

memberikan sifat yang spesifik. Modifikasi dari kolom silika sebagai bahan isian

kolom telah sangat berkembang (Munson, 1991).

Tabel I. Modifikasi silika pada kolom dan aplikasinya (Munson, 1991)

Kolom Fase Aplikasi

C18 Octadecyl Non-polar umum

C8 Octyl Non-polar umum

Phenyl Styryl Asam lemak, ikatan rangkap

Cyano Cyanopropil Keton, aldehide

Diol Aminopropil Sugar,anion

Amino Dihydroxylhexyl Protein

SAX (Strong anion

exchanger) Aromatic quaternaryamine Anion

4. Fase Gerak

Pada pemilihan fase gerak yang perlu diperhatikan adalah fase gerak

harus berinteraksi dengan fase diam yang sesuai untuk memisahkan suatu

(42)

harus memenuhi kriteria viskositas, transparansi UV, titik didih, kemurnian, sifat

inert, toksisitas dan harga (Chan et al, 2004).

Viskositas yang rendah menghasilkan tekanan yang rendah dibanding

suatu pelarut dengan viskositas yang lebih tinggi pada suatu aliran tertentu. Untuk

transparansi UV, jika serapan UV yang digunakan maka fase gerak yang

digunakan haruslah transparan pada panjang gelombang yang digunakan (Jeffrey,

1996).

Pelarut yang digunakan dalam KCKT harus standar KCKT dan disaring

dengan ukuran pori 0,2 μm. Pelarut yang digunakan harus murni dan tidak

mengandung gas untuk menghindari pembentukan gelembung gas ketika

melewati katub atau memasuki bejana piston. Suatu sistem degassing dibutuhkan

untuk menghilangkan udara dalam larutan (Christian, 1994). Adanya gas dalam

fase gerak akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan

detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2012).

Syarat-syarat fase gerak untuk KCKT adalah : murni, tanpa cemaran,

tidak bereaksi dengan kemasan, sesuai dengan detektor, dapat melarutkan

cuplikan, mempunyai viskositas yang rendah, memungkinkan memperoleh

kembali cuplikan dengan mudah, harganya wajar (Gandjar dan Rohman, 2012).

Pemilihan fase gerak yang digunakan terutama berdasarkan indeks

polaritas (P’) campuran fase geark tersebut. Semakin besar nilai indeks polaritas

menyatakan semakin polar fase gerak yang digunakan. Fase gerak yang sering

(43)

bercampur secara keseluruhan. Campuran fase gerak tersebut akan menghasilkan

nilai polaritas tersendiri yang disebut indeks polaritas fase gerak (Harvey, 2000).

P’AB = A. P’A + B. P’B

Dengan A dan B merupakan fraksi volume pelarut yang digunakan

pada pelarut A dan B, sedangkan P’A dan P’B merupakan indeks polaritas pelarut

yang digunakan pada pelarut A dan B (Harvey, 2000).

Untuk mengetahui nilai indeks polaritas dari fase gerak yang digunakan

maka dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel II. Nilai indeks polaritas pelarut (Snyder et al., 1997).

Pelarut Indeks polaritas

Eluotropic values UV Cut

(44)

Deret elutropik yang disusun berdasarkan polaritas pelarut merupakan

suatu panduan yang berguna dalam memilih fase gerak yang akan digunakan

dalam sistem KCKT. Nilai UV cut off (pemenggalan UV) merupakan panjang

gelombang dimana kuvet 1 cm yang digunakan pelarut akan memberikan absorbsi

lebih dari satu satuan absorbansi. Pentingnya mengetahui panjang gelombang

pemenggalan UV sangat berguna saat menggunakan detektor UV, penggunaan

panjang gelombang deteksi dianjurkan tidak bertepatan atau di sekitar panjang

gelombang pemenggalan UV dari pelarut yang digunakan sebagai fase gerak

(Gandjar dan Rohman, 2010).

F. Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah proses dimana suatu metode ditetapkan

melalui serangkaian uji laboratorium bahawa karakter penampilan metode

tersebut memenuhi persyaratan untuk penerapan metode yang dimaksud. Tujuan

akhir validasi metode adalah untuk menjamin bahwa tiap pengukuran di masa

yang akan datang dalam suatu analisis rutin harus cukup dekat dengan nilai

kandungan analit sebenarnya yang terkandung dalam suatu sampel (Gandjar dan

Rohman, 2012).

Validasi metode menurut Association of Official Analytical Chemistry

(AOAC) adalah suatu proses yang menetapkan karakteristik suatu metode yang

ditemukan dapat memenuhi kebutuhan untuk aplikasi analisis yang diharapkan

dengan cara studi laboratorium. Validasi dibagi menjadi empat kelas yaitu kelas

A, B, C dan D. Kelas A digunakan untuk identifikasi senyawa. Kelas B digunakan

(45)

secara kuantitatif. Kelas D untuk mencari ciri suatu senyawa (Levin, 2002).

Parameter metode validasi dalam penelitian ini meliputi lineritas, spesifisitas,

keseksamaan (presisi), ketepatan (akurasi), batas deteksi (limit of detection) dan

batas kuantifikasi (limit of quantification).

Karakter penampilan metode dinyatakan sebagai parameter analisis.

Beberapa parameter yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis

adalah :

1. Akurasi (Ketepatan)

Ketepatan suatu prosedur analisis adalah kedekatan hasil yang diterima

(baik sebagai nilai teoritis maupun dengan nilai rujukan yang diterima) dengan

nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran (Chan et al., 2004). Ketepatan

menurut (Horwitz, 2005), adalah kedekatan nilai hasil percobaan yang diperoleh

dari suatu metode terhadap nilai sebenarnya. Ketepatan diukur dengan

menghitung recovery menggunakan metode penambahan standar. Nilai recovery

tergantung pada matriks sampel, prosedur proses sampel dan konsentrasi analit.

Batas penerimaan recovery menurut AOAC adalah 80-120%.

% recovery = x 100%

Keterangan : a = konsentrasi sampel + konsentrasi standar yang terukur

b = konsentrasi sampel

(46)

Acceptance criteria untuk nilai recovery diharapkan sesuai dengan matriks

sampel, prosedur pembuatan sampel dan konsentrasi analit. Rentang % recovery

yang diperbolehkan dapat dilihat pada tabel III berikut :

Tabel III. Kriteria rentang recovery (Gonzales and Herrador, 2007)

Analyte

Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai simpangan baku atau Relative Standard Deviation (RSD)

dari sejumlah sampel. Sesuai ICH presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang

berbeda yaitu keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediete precision)

dan. reprodusibilitas. penetapan pada keterulangan ada 2 cara yaitu (1) suatu

pengukuran sebanyak 9 kali yang mencakup kisaran yang digunakan dalam

(47)

dilakukan replikasi sebanyak 3 kali) atau (2) dilakukan 6 kali penetapan terhadap

larutan dengan konsentrasi yang sama (Chan et al., 2004).

Ada 2 ukuran presisi yaitu :

a. Presisi sistem (replikabilitas) : merupakan penilaian terhadap keberulangan

sistem untuk mengetahui kesalahan karena sistem , yang tidak bergantung pada

penyiapan sampel.

b. Presisi metode (repeatibilitas) : merupakan ukuran dari variabilitas intrinsik,

termasuk kesalahan yang disebabkan oleh penyiapan sampel.

Besarnya % RSD yang dapat diterima dapat dilihat pada tabel IV berikut :

Tabel IV. Kriteria presisi yang dapat diterima (Gonzales and Herrador, 2007)

(48)

3. Linearitas

Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh

hasil-hasil uji yang secara proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran

yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva

kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). (Snyder

et al., 1997).

4. Batas kuantitasi (LOQ)

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memberikan

resopon yang memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi dan kuantitasi

dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi

(Snyder et al., 1997).

G. Landasan Teori

Asam urat merupakan penyakit yang berkaitan dengan hiperurisemia

karena peningkatan sintesis asam urat yang ditandai dengan arthritis akut pada

persendian dan kartilago (Johnstone, 2005).

Penyakit asam urat dapat diatasi dengan obat sintesis maupun jamu

sebagai obat tradisional. Untuk menjaga keamanan konsumen perlu dilakukan

jaminan kualitas untuk obat sintesis maupun jamu.

Alopurinol merupakan salah satu zat aktif obat yang digunakan untuk

menurunkan kadar asam urat dalam darah. Alopurinol memiliki gugus kromofor

dan auksokrom yang dapat menyerap radiasi pada panjang gelombang di daerah

(49)

Pada tablet alopurinol mengandung tidak kurang dari 93% dan tidak

lebih dari 107% C5H4N4O dari label klaim sediaan (Dirjen POM RI, 1995).

Penggunaan metode spektrofotometri dalam penetapan kadar alopurinol dalam

tablet perlu dilakukan untuk memberikan hasil dengan reprodusibilitas dan

reabilitas yang baik. Validasi suatu metode analisis ditentukan oleh parameter :

linearitas, akurasi, presisi, LOQ.

Selain menggunakan obat sintesis untuk mengatasi asam urat, masyarakat

juga menggunakan jamu sebagai alternatif dalam mengatasi penyakit ini. Menurut

Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.41.1384 tahun 2005 di dalam jamu

dilarang digunakan bahan sintetik yang berkhasiat obat.

Menurut Sari(2014), analisis alopurinol dalam jamu tidak dapat

menggunakan metode spektrofotometri karena jamu memiliki matriks yang

kompleks dan metode spektrofotometri tidak mencapai batas kuantifikasi yang

ditentukan. Oleh karena itu dikembangkan metode analisis menggunakan KCKT.

Untuk metode KCKT ini juga dilakukan validasi metode analisis untuk menjamin

metode memiliki spesifikasi yang diterima meliputi : linearitas, akurasi, presisi

dan LLOQ.

H. Hipotesis

Dapat dilakukan validasi dan penetapan kadar alopurinol dalam tablet

(50)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan

rancangan deskriptif karena tidak dilakukan manipulasi terhadap subjek uji.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi optimal dari hasil optimasi

Sari (2014) dan Soenarso (2014).

2. Variable tergantung pada penelitian ini adalah parameter validitas yaitu

akurasi, presisi, linearitas, dan LOQ.

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini, yaitu :

Kualitas bahan baku, kemurnian pelarut, digunakan pelarut yang memiliki

grade pro analysis.

C. Definisi Operasional

1. Alopurinol merupakan senyawa yang sering digunakan untuk mengatasi

penyakit asam urat.

2. Validasi metode yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengukuran

terhadap parameter-parameter validitas yaitu akurasi, presisi, linearitas, dan

(51)

3. Sampel yang digunakan yaitu dan tablet alopurinol dan jamu asam urat.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah baku alopurinol (PT. Ifars), metanol

(E.Merck), asam klorida (E.Merck), natrium hidroksida (E.Merck), kloroform

(E.Merck), ammonium hidroksida solution 25% (E.Merck), akuades dan

akuabides, matriks sampel jamu asam urat, sampel tablet alopurinol

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : seperangkat

spektrofotometer UV-VIS merek Optima SP 300 Plus, seperangkat KCKT fase

terbalik merek Shimadzu dengan sistem gradient, kolom oktadesilsilan C18 150 x

4,6 mm dengan ukuran pori 5 m, ultrasonikator, neraca analitik Ohaus Carat

Series PAJ 1003, milipore filter ukuran 0,45 µm, mikropipet Socorex ukuran

100-1000 μL, indikator pH (E.Merck), organic and anorganic solvent membrane filter

(Whatman) ukuran pori (0,45 μm dengan diameter 47 mm), vakum dan

seperangkat alat gelas (Pyrex).

F. Tata Cara Penelitian I. Metode Spektrofotometri

1. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N

Sejumlah 1 gram pelet NaOH dilarutkan dengan akuades hingga semua

larut sempurna lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan diencerkan

(52)

2. Pembakuan NaOH 0,1 N

Ditimbang lebih kurang 400 mg kalium biftalat secara seksama yang

sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120ºC selama 2 jam dan

larutkan dalam 75 mL air bebas karbondioksda lalu tambahkan 2 tetes indikator

fenolftalein dan titrasi dengan larutan natrium hidroksida hingga terjadi warna

merah muda mantap. Normalitas NaOH dihitung dengan menggunakan rumus :

N NaOH =

(Mursyidi,2008).

3. Penentuan panjang gelombang pengamatan alopurinol

Dibuat seri larutan kurva baku dengan konsentrasi 4, 8, dan 12 μg/mL

dengan cara mengambil 2,4, dan 6 mL dari larutan intermediet 2 lalu dimasukkan

ke dalam labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan menggunakan NaOH 0,1 N

hingga tanda. Kemudian ukur serapan pada panjang gelombang 200-400 nm

4. Pembuatan larutan baku alopurinol

a. Pembuatan larutan induk baku alopurinol

Sejumlah lebih kurang 50 mg baku alopurinol ditimbang seksama,

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dilarutkan dengan NaOH 0,1 N hingga

tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 μg/mL.

b. Pembuatan larutan intermediet 1 alopurinol

Dari larutan induk diambil 1,0mL lalu dimasukkan ke dalam labu ukur

10 mL, encerkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda sehingga diperoleh larutan

(53)

c. Pembuatan larutan intermediet 2 alopurinol

Dari larutan induk intermediet 1 diambil 10 mL lalu dimasukkan ke

dalam labu ukur 50 mL, encerkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda sehingga

diperoleh larutan dengan konsentrasi 20 μg/mL.

d. Pembuatan kurva baku alopurinol

Larutan intermediet 2 diambil sebanyak 2,3,4,5,6, dan 7 mL dari

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Ditambahkan NaOH 0,1 N

hingga batas tanda sehingga diperoleh seri larutan kurva baku alopurinol dengan

konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 μg/mL. Larutan seri baku tersebut diukur

absorbansinya pada panjang gelombang pengamatan menggunakan

spektrofotometer UV. Dibuat kurva regresi linear antara kadar alopurinol dan

absorbansi yang diperoleh, kemudian ditentukan persamaan regresi linear dan

nilai koefisien korelasinya.

5. Uji keseragaman bobot tablet alopurinol

Disiapkan 20 tablet alopurinol kemudian ditimbang satu per satu untuk

mengetahui keseragaman bobot tablet. Bobot tablet yang diperoleh dihitung bobot

rata-ratanya. Setelah dilakukan uji keseragaman bobot, tablet alopurinol digerus

menggunakan mortir dan stamper dan disimpan dalam wadah yang kering.

6. Validasi metode analisis dalam tablet alopurinol

Dua puluh tablet alopurinol digerus kemudian ditimbang sampel

sebanyak 77 mg. Ke dalam masing-masing sampel ditambahkan baku alopurinol

(54)

diadisi dengan baku alopurinol kemudian larutkan dengan NaOH 0,1 N dan saring

dengan menggunakan kertas saring, masukkan ke dalam labu ukur 25 mL.

Diambil 1,0mL lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan add hingga

tanda. Diambil lagi 1,0mL dan diencerkan hingga 10 mL, ukur serapan

konsentrasi larutan sampel pada panjang gelombang pengamatan dengan replikasi

5 kali. Dilakukan penetapan blanko dengan replikasi 5 kali.

Dilakukan pengukuran absorbansi larutan adisi sampel dan blanko

menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum. Nilai

absorbansi yang didapat digunakan untuk menghitung kadar alopurinol dengan

memasukkan nilai absorbansi pada persamaan kurva baku yang telah dibuat.

Dihitung persen perolehan kembali (% recovery), nilai koefisien variasi (% CV)

dan LOQ (Limit of Quantitation) alopurinol yang telah diadisi ke dalam matriks

tablet alopurinol.

7. Penetapan kadar alopurinol dalam tablet

Dua puluh tablet alopurinol digerus kemudian ditimbang sebanyak 77

mg. Dilarutkan dengan NaOH 0,1 N dan saring dengan menggunakan kertas

saring, masukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Diambil 1,0 mL lalu dimasukkan ke

dalam labu ukur 10 mL dan add hingga tanda. Diambil lagi 1,0 mL dan

diencerkan hingga 10 mL, ukur serapan konsentrasi larutan sampel pada panjang

gelombang maksimum. Masukkan hasil absorbansi ke persamaan kurva baku

alopurinol sehingga diperoleh kadar alopurinol dalam sampel. Replikasi dilakukan

(55)

II. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik 1. Penentuan panjang gelombang pengamatan alopurinol

Penentuan panjang gelombang pengamatan dilakukan dengan cara

mengukur spektra larutan baku alopurinol dengan menggunakan konsentrasi 5,0;

7,5; 10,0; 12,5 dan 15,0 μg/mL. Pengukuran dilakukan pada rentang panjang

gelombang 200-400 nm terhadap blanko amonium hidroksida 5% dalam metanol.

Berdasarkan spektra yang diperoleh kemudian ditentukan panjang gelombang

maksimum. Panjang gelombang ini akan digunakan pada deteksi sistem KCKT

2. Pembuatan fase gerak

Fase gerak yang digunakan yaitu campuran metanol : amonium

hidroksida 0,1% dalam akuabides (10:90). Masing-masing larutan disaring

menggunakan kertas saring Whatman yang dibantu dengan pompa vakum dan

diawaudarakan selama 15 menit. Pencampuran fase gerak dilakukan di dalam

sistem KCKT.

3. Kurva baku alopurinol

a. Pembuatan larutan stok baku alopurinol. Ditimbang secara seksama

lebih kurang 25 mg baku alopurinol, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

25 mL dan dilarutkan dengan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol.

b. Pembuatan larutan intermediet alopurinol.Dibuat larutan intermediet

dengan konsentrasi 10 g/mL dengan cara mengambil sebanyak 100 L dari

larutan stok baku alopurinol, dimasukkan labu takar 10 mL dan diencerkan

(56)

c. Pembuatan seri larutan baku alopurinol. Diambil sejumlah100, 200,

300, dan 400 μL larutan intermediet alopurinol kemudian masing-masing

dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL. Masing-masing labu takar diencerkan

dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda. Masing-masing seri

baku alopurinol disaring menggunakan milipore kemudian di-degassing

menggunakan ultrasonikator selama 15 menit. Sejumlah 10 μL masing-masing

seri larutan baku disuntikkan ke sistem KCKT. Replikasi dilakukan 3 kali.

4. Kurva baku adisi alopurinol dalam matriks jamu

a. Pembuatan larutan stok baku alopurinol. Ditimbang secara seksama lebih

kurang 25 mg baku alopurinol, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL

dan dilarutkan dengan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol.

b. Pembuatan larutan intermediet alopurinol.Dibuat larutan intermediet

dengan konsentrasi 500 g/mL dengan cara mengambil sebanyak 5 mL dari

larutan stok baku alopurinol, dimasukkan labu takar 10 mL dan diencerkan

dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda.

c. Pembuatan seri larutan baku alopurinol. Diambil sejumlah 100, 300, dan

600 μL larutan intermediet alopurinol kemudian masing-masing dimasukkan ke

dalam labu takar 10 mL. Masing-masing labu takar diencerkan dengan amonium

hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 5, 15,

dan 30 μg/mL.

d. Pembuatan kurva adisi alopurinol dalam matriks jamu

Diambil 20 bungkus jamu merek asam urat yang telah dibeli, ditimbang

(57)

dihomogenkan dengan menimbang 20 bungkus jamu dan dihitung bobot

rata-ratanya, kemudian dilarutkan dengan 10 mL NaOH 0,1 N. Ditambahkan sebanyak

200 μL seri larutan baku 5, 15, 30 μg/mL dan 100, 200, 300 µL dari larutan

intermediet sehingga diperoleh massa alopurinol yang ditambahkan sebanyak 51,

103, 156 µg kemudian diekstraksi dengan kloroform 3 mL sebanyak tiga kali.

Didapatkan 2 fase pemisahan, diambil fase air (bagian atas), tampung dalam

flakon. Fase air ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH 2 dan diperoleh volume akhir

4 mL. Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam catridge MCX yang telah

dikondisikan dengan metanol dan air. Kolom SPE MCX dicuci dengan dialiri 2

mL asam asetat 2% dan 2 mL metanol. Selanjutnya elusi dengan 10 mL

amonium hidroksida 5% dalam metanol. Fraksi amonium hidroksida 5% dalam

metanol ditampung dalam flakon, lalu diuapkan seluruhnya. Kemudian dilarutkan

dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sebanyak 10 mLlalu disaring

dengan menggunakan milipore kemudian diultrasonifikasi selama 15 menit.

Masing-masing diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan replikasi lima kali.

5. Pengaruh Matriks Jamu pada Penetapan Kadar Alopurinol

Untuk mengetahui pengaruh matriks pada penetapan kadar alopurinol

dalam jamu, maka dilakukan perbandingan antara slope kurva baku alopurinol

dan slope kurva baku adisi alopurinol dalam matriks jamu.

6. Validasi metode analisis dalam jamu

Validasi metode analisis dilakukan padadata yang diperoleh di langkah 4

meliputi linearitas, akurasi dan sensitivitas.

a. Linearitas. Linearitas ditentukan dengan nilai koefisien korelasi. Luas area

(58)

untuk memperoleh regresi linier dengan persamaan y = bx + a. Nilai koefisien

korelasi (r) yang akan digunakan untuk parameter validasi linearitas.

b. Akurasi. Akurasi ditentukan dengan % perolehan kembali.

% perolehan kembali = x 100%

c. Presisi. Presisi ditentukan nilai % CV yang dapat dihitung dengan rumus

berikut.

% CV = x 100%

d. Sensitivitas. Sensitivitas ditentukan dengan nilai LOQ yang dapat dihitung

dengan rumus berikut.

LOQ = 3,3

Keterangan:

Sa: standar deviasi dari intersep kurva baku

b: slope

7. Penetapan Kadar Alopurinol dalam Jamu

Ditimbang secara seksama 0,5 gram jamu merek A,B dan C, kemudian

dilarutkan dengan 10 mL NaOH 0,1 N. Diekstraksi dengan kloroform 3

mLsebanyak tiga kali. Didapatkan 2 fase pemisahan, diambil fase air (bagian

atas), tampung dalam flakon. Fase air ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH 2 dan

diperoleh volume akhir 4 mL. Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam

catridge MCX yang telah dikondisikan dengan metanol dan air. Kolom SPE MCX

dicuci dengan dialiri 2 mL asam asetat 2% dan 2 mL metanol. Selanjutnya elusi

(59)

hidroksida 5% dalam metanol ditampung dalam flakon,lalu diuapkan seluruhnya.

Kemudian dilarutkan dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol sebanyak

10 mL lalu disaring dengan menggunakan milipore kemudian diultrasonifikasi

selama 15 menit. Sejumlah 20 μL masing-masing sampel diinjeksikan ke sistem

(60)

G. Analisis Hasil 1. Analisis Hasil Metode Spektrofotometri UV

a. Akurasi

Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery).

%recovery = x 100%

Menurut Gonzales dan Herrador (2007) % recovery yang baik yaitu

98-102%.

b. Presisi

Presisi dinyatan sebagai % CV

% CV=

Keterangan :

CV = koefisien variasi

SD = simpangan deviasi

X = rata-rata

c. LOQ (batas kuantitasi)

Batas kuantitasi diperoleh dengan menghitung simpangan baku dari

intersep kurva baku adisi alopurinol dalam matriks jamu dan diolah menggunakan

persamaan matematis secara statistik menggunakan program powerfit, untuk

menghitung nilai LOQ digunakan rumus :

LOQ = 3,3

Keterangan :

(61)

k = 3,3

Sa = standar deviasi dari intersep kurva baku

b = slope

d. Perhitungan kadar alopurinol dalam sediaan tablet

Untuk kadar alopurinol dalam sampel, analisis dilakukan dengan cara

memplotkan absorbansi alopurinol dalam sampel tablet ke dalam kurva baku

yang didapatkan. Kadar alopurinol dihitung menggunakan persamaan :

Y = Bx + A

Keterangan :

Y = AUC alopurinol dalam sampel

X = kadar alopurinol

Sehingga kadar alopurinol dalam sampel adalah x =

2. Analisis Hasil Metode KCKT fase terbalik

a. Linearitas

Linearitas dinyatakan dalam koefisien relasi (r) pada regresi linear. Linearitas

yang baik bila r hitung ≥ nilai r pada tabel.

b. Akurasi

Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery).

%recovery = x 100%

(62)

c. Presisi

Presisi dinyatan sebagai % CV

% CV=

Keterangan :

CV = koefisien variasi

SD = simpangan deviasi

X = rata-rata

d. LOQ (batas kuantitasi)

Batas kuantitasi diperoleh dengan menghitung simpangan baku dari

intersep kurva baku adisi alopurinol dalam matriks jamu dan diolah menggunakan

persamaan matematis secara statistik menggunakan program powerfit, untuk

menghitung nilai LOQ digunakan rumus :

LOQ = 3,3

Keterangan :

LOQ = batas kuantitasi

k = 3,3

Sa = standar deviasi dari intersep kurva baku

b = slope

e. Perhitungan kadar alopurinol dalam jamu

Untuk kadar alopurinol dalam sampel, analisis dilakukan dengan cara

memplotkan absorbansi alopurinol dalam sampel jamu ke dalam kurva baku yang

(63)

Y = Bx + A

Keterangan :

Y = AUC alopurinol dalam sampel

X = kadar alopurinol

(64)

44 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Alopurinol memiliki gugus kromofor dan auksokrom sehingga dapat

dianalisis menggunakan metode spektrofotometri. Menurut Sari (2014), batas

kuantitasi alopurinol dengan metode spektrofotometri adalah 15.58 g/mg. Pada

sampel jamu asam urat batas kuantifikasinya 0,52 g/mg sedangkan pada sampel

tablet batas kuantifikasinya 300 g/mg. Metode spektrofotometri UV lebih tepat

digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam sampel tablet obat karena nilai

LOQ yang diperoleh jauh lebih kecil dari batas yang ditentukan.

Di dalam matriks sediaan tablet mengandung eksipien berupa zat pengisi,

zat pengikat, zat penghancur (disintegran) yang beberapa tidak larut dalam pelarut

yang digunakan. Oleh karena itu dibutuhkan optimasi isolasi proses penyaringan

agar larutan yang dibuat bebas dari partikel ekspien. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Soenarso (2014), diperoleh bahwa penyaringan dengan

menggunakan pelarut 20 mL sebanyak satu kali merupakan ekstraksi yang

optimal.

Metode spektrofotometri untuk penetapan kadar alopurinol dalam tablet

perlu dilakukan validasi untuk menjamin bahwa metode analisis memenuhi

(65)

A. Validasi Metode Analisis Alopurinol Dalam Tablet

Prinsip metode analisis alopurinol dalam tablet (Dirjen POM RI, 1974),

dilakukan pengembangan metode analisis dengan cara melarutkan sampel tablet

ke dalam larutan NaOH 0,1 N kemudian diukur serapan pada maks dengan

spektrofotometri UV. Validasi dilakukan menurut tata cara berikut:

1. Pembuatan dan Pembakuan Larutan NaOH 0,1 N

Pelarut yang digunakan pada metode spektrofotometri ini adalah NaOH

0,1 N karena alopurinol larut baik dalam pelarut ini (Moffat, 2011). Namun

NaOH yang akan digunakan sebagai pelarut harus dilakukan standarisasi. Tujuan

dilakukan standarisasi ini adalah karena larutan NaOH bersifat hidroskopis yang

dapat menyerap air dari lingkungannya sehingga terjadi pengenceran atau dengan

kata lain dapat mengalami perubahan konsentrasi sehingga harus distandarisasi.

Selain itu NaOH juga dapat bereaksi dengan gas CO2 dari udara.

NaOH + CO2→ Na2CO3 + H2O

NaOH distandarisasi dengan menggunakan kalium hidrogen biftalat

sebagai standar primer. Pada pembakuan NaOH dengan kalium biftalat reaksi

yang terjadi adalah

Gambar

Tabel XIX Persen koefisien variasi dari metode penambahan baku
Gambar 1. Struktur alopurinol
Gambar 2. Mekanisme kerja Alopurinol (Khayoon et al, 2008).
Gambar 3. Diagram tingkat energi elektronik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kandou Manado untuk melaksanakan penelitian serta mengurus surat ethical clearance , setelah mendapatkan izin dari direktur, kepala instalasi dan kepala ruangan triase,

Berdasarkan data dari Puskesmas Pagaden Barat pemberian ASI Eksklusif yang paling rendah yaitu Di Desa Cidadap sebanyak 51% dari 110 bayi.Tujuan dari penelitian

Persamaanya adalah ketiga peneliti tersebut dengan penelitian yang ada di Sungaiselan adalah sama-sama membahas mengenai perilaku remaja yang menyimpang dan faktor

Jika dibandingkan peningkatan nilai rata-rata tes akhir kedua kelompok sampel, terlihat bahwa peserta didik kelas eksperimen dengan model pembelajaran inkuiri

mula-mula yang dilakukan dalam penelitian terhadap data sekunder, yang. kemudian dilanjutkan dengan penelitian lapangan untuk memperoleh

Sesudah diamandemen: “ Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atau atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila

Tetapi mulai tahun 1960, diketahui bahwa asumsi hubungan linear antara P r dan E r tidak sesuai untuk sinar laser yang berinteraksi dengan sebuah medium optik.

Johnson; the second problem is to find out the practices of racial discrimination experienced by the major character, and the last problem is to find out the