Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika
Oleh:
Agatha Manggar Sari NIM : 033214005
PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
SKRIPSI
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to obtain the Sarjana Sains Degree In Physics
By:
Agatha Manggar Sari NIM : 033214005
PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTEMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Hidup itu se pe rti se b ua h se pe da .
Ka u tida k a ka n te rja tuh ke c ua li b ila b e rhe nti m e ng a yuh.
(Claude Pepper)
Se m a kin b a nya k pe ng e ta hua n ya ng kita pe ro le h,
b uka nnya se m a kin nya ta , te ta pi m e nja di se m a kin
m iste rius.
(Albert Schweitzer)
PERSEMBAHAN :
“Skripsi ini kupe rse m b ahkan untuk Bapak dan Ib u se rta
Mb Me rry , Uri dan Ria y ang se nantiasa m e m b e rikan do a,
se m ang at, dukung an, kasih say ang dan pe ng aruh y ang
b e sar dalam se tiap ke b e rhasilanku.”
PERSAMAAN MAXWELL DAN EFEK NONLINEAR
ABSTRAK
Telah dilakukan penjabaran persamaan-persamaan Maxwell dan persamaan gerak elektron dalam medium yang dikenai potensial bergantung waktu dan posisi. Persamaan Maxwell dalam ruang hampa menghasilkan penyelesaian medan elektromagnetik yang bersifat linear. Jika ada medium, persamaan Maxwell akan menghasilkan penyelesaian medan elektromagnetik yang bersifat nonlinear.
MAXWELL EQUATIONS AND NONLINEAR EFFECTS
ABSTRACT
Derivation of the Maxwell equations and the electron equation of motion in the medium subject to potential energy which depend on both time and position have been performed. The Maxwell equations in vacuum give the solution to the electromagnetic fields which are linear in properties. When there is a medium, the Maxwell equations will give a solution to the electromagnetic fields which are nonlinear in properties.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena atas segala
limpahan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudul “PERSAMAAN MAXWELL DAN EFEK NONLINEAR’’
yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis baik dalam bentuk doa, waktu, tenaga, dukungan, bimbingan,
kritik serta saran yang sangat penulis butuhkan untuk dapat menyelesaikan skripsi
ini. Dengan segala penghormatan dan kerendahan hati, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Drs. Vet. Asan Damanik, M.Si. selaku dosen pembimbing
yang telah banyak meluangkan waktu dengan tulus untuk
membimbing, mendampingi, memberikan dorongan dan semangat
kepada penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini.
2. Ibu Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si. selaku Kaprodi Jurusan Fisika
yang telah banyak membantu dalam segala keperluan perkuliahan
selama menjadi mahasiswa.
3. Bapak Dr. Edi Santosa, M.S. selaku dosen pendamping akademik yang
sudah banyak memberikan pendampingan selama menjadi mahasiswa.
4. Bapak A. Prasetyadi, S.Si. M.Si. dan Ibu Dwi Nugraheni R., S.Si.
M.Si. sebagai dosen pengajar yang selalu berikan teladan.
5. Pak Gito, Mas Ngadiyono, Pak Tukijo, Bu Linda yang selalu sabar
dalam memberi pelayanan kepada mahasiswa.
6. Bapak dan Ibuku tercinta yang tanpa henti memberikan biaya,
dukungan, dorongan, doa, dan kasihnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Mbak Merry, Uri, dan Ria saudara-saudaraku terkasih yang selalu
berdoa untuk keberhasilanku. Terima kasih atas segala canda tawa
yang membuatku tidak pernah merasa bosan selama menyelesaikan
skripsi.
8. Simbah putri, Bulek Jumi, Yessy yang selalu bersedia mendoakan
keberhasilanku.
9. Mbak Ayuk, Mbak Ratna , Mbak frida sebagai sahabat sekaligus
teman berjuang yang tak henti-hentinya selalu memberi semangat.
10.Mbak Yuni, Bambang, Mas Minto, Mas Milli, Mbak Kia, Mas
Danang, teman-teman seperjuangan dalam berjuang mengantri
bimbingan. Terimakasih atas teladan semangat kalian.
11.Mas Rafael, Enzo, Hari, Mamat, Adit, Basil, Yudha, Ridwan, Iman,
Tri, Mbak Inke, Adet, Githa, Imma, Lori, Ade, Sujad, Siska, Wati, dan
Zee. Terimakasih telah menjadi teman-teman fisika yang baik dan
setia.
12.Semua anak-anak fisika yang telah berjuang bersama-sama.
13.Essy, Yossy, Mumut yang telah lama menjadi sahabat penyemangat,
serta Sisil dan Mekar yang selalu beri semangat dan doa.
14.Iin dan Toto (ikom’03) serta Mas Sinar yang selalu membantuku
menjadi sumber informasi dalam mengatasi segala masalah
komputerku.
15.Dhani, Yenny, Emma, Arien, Stella, Adit, Bambang’far, dan Ius,
teman-teman KKN angk’33 yang selalu bersedia mendengarkan
keluhanku.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak.
Harapan penulis adalah semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap
pembaca.
Yogyakarta, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………..………
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….…
HALAMAN PENGESAHAN ………..……..
HALAMAN MOTO PERSEMBAHAN ………..……….……….
ABSTRAK ……….
ABSTRACT ……….…………..
KATA PENGANTAR ……….…………...
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….
DAFTAR ISI ……….……….
BAB I. PENDAHULUAN.……….
1.1. Latar Belakang ……….……….
1.2. Perumusan Masalah ……….……….
1.3. Batasan Masalah ……….………..
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….………
1.4.1. Tujuan Penelitian ……….………...……
1.4.2. Manfaat Penelitian ……….………….
1.5. Sistematika Penulisan ………....…………
BAB II. DASAR TEORI ………....…………
2.1. Perumusan Persamaan Maxwell ………
2.1.1. Hukum Gauss ……….……….
2.1.1.1. Hukum Gauss untuk Medan Listrik …...………
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
x
xi
1
1
5
6
6
6
6
6
8
8
8
8
2.1.1.2. Hukum Gauss untuk Medan Magnet ………..…
2.1.2. Hukum Ampere ……….………...……...
2.1.3. Hukum Induksi Faraday ………
2.2. Persamaan Maxwell ………..……….
2.3. Teori Klasik Optik Nonlinear ………...….
2.3.1. Susceptibilitas Nonlinear ………...….……
2.3.2. Model Atom Klasik Nonlinear ……….……...
2.3.2.1. Gas Elektron Bebas ………...
2.3.2.2. Osilator tak Harmonik ………...
2.4. Operator Del ∇r ………..
2.5. Persamaan Diferensial ………...
2.5.1. Persamaan Orde Satu dan Derajat Satu ………..
2.5.2. Persamaan Diferensial Orde Dua ……….…...
2.5.2.1. Persamaan Diferensial Linear Homogen dengan
Koefisien-Koefisien Konstan ……...…
2.5.2.2. Persamaan Diferensial Linear dengan
Koefisien-Koefisien Konstan ………
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………..
3.1. Jenis Penelitian ……….…….
3.2. Sarana Penelitian ………...
3.3. Langkah-Langkah Penelitian ……….
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………..
4.1. Hasil Penurunan Persamaan Maxwell ………...…………
11
13
17
20
20
21
22
22
24
28
30
30
30
31
32
33
33
33
33
35
35
4.1.1. Persamaan Gelombang ………...………
4.1.1.1. Gelombang Elektromagnet dalam Ruang
Hampa ...…..
4.1.1.2. Gelombang Elektomagnet dalam Medium ……
4.1.2. Persamaan Gerak ………
4.2. Pembahasan ………...
BAB V. PENUTUP ……….…………...
5.1. Kesimpulan ……….……...
5.2. Saran ……….……….
DAFTAR PUSTAKA ……….………
35
35
40
46
55
57
57
57
58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini telah banyak ilmuwan menyadari bahwa fisika nonlinear juga
merupakan sesuatu yang fundamental jika ingin memahami alam semesta secara
utuh. Sebelumnya tidak ada yang menduga bahwa sifat-sifat nonlinear akan
menghasilkan beragam fenomena yang menarik dalam fisika. Ilmuwan terdahulu
lebih senang melakukan linearisasi permasalahan dengan cara mengabaikan efek
nonlinear ketika menganalisis suatu masalah.
Perkembangan ilmu fisika belakangan ini menunjukkan bahwa fisika
nonlinear memberikan banyak sumbangan terhadap kemajuan ilmu fisika dan
teknologi. Para fisikawan telah melakukan berbagai penelitian untuk
menunjukkan bahwa efek nonlinear ternyata dapat dikembangkan lebih jauh lagi
sebagai ilmu penunjang dalam menganalisis suatu sistem. Teori nonlinear telah
banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang, misalnya di bidang optik. Perpaduan
teori nonlinear dan optik menghasilkan cabang ilmu fisika yang dikenal sebagai
optika nonlinear. Secara definitif, optik nonlinear adalah sebuah cabang optik
yang mendeskripsikan tingkah laku cahaya dalam medium nonlinear. Medium
nonlinear merupakan medium dimana vektor polarisasi Pr memberikan respon nonlinear terhadap medan listrik gelombang elektromagnetik Er. Polarisasi adalah pergeseran elektron oleh medan listrik. Teori optik nonlinear dapat
dipelajari dengan dua metode, yaitu secara klasik dan kuantum.
Dalam fisika optik, untuk menjelaskan peristiwa refraksi, refleksi, dispersi,
dll dari perambatan sinar dalam sebuah medium, diperlukan ilmu dasar tentang
induksi polarisasi listrik. Sebelum tahun 1960, persamaan dasar polarisasi
diformulasikan dalam bentuk persamaan linear. Dalam hal ini vektor polarisasi
listrik diasumsikan mempunyai hubungan yang linear terhadap kuat medan
listrik gelombang elektromagnetik Pr
Er ( He and Liu, 1999 ) E
Pr =ε0χr (1.1) dengan ε0 permitivitas ruang hampa, dan χ susceptibilitas medium. Hubungan
linear antara Pr dan Er pada persamaan (1.1) dianggap benar sampai tahun 1960, ini telah disetujui secara luas dan telah dibuktikan dengan observasi eksperimen.
Tetapi mulai tahun 1960, diketahui bahwa asumsi hubungan linear antara Pr dan Er tidak sesuai untuk sinar laser yang berinteraksi dengan sebuah medium optik. Ketika pulsa berkas laser dilewatkan pada piezoelektrik (kristal), teramati adanya
generasi harmonik kedua pada sebuah frekuensi optik, sehingga dari hasil tersebut
hubungan antara Pr dan Er menjadi
...] [ (1) (2) (3)
0 + + +
= E EE EEE
Pr ε χ r χ rr χ rrr (1.2) dengan , , , ... susceptibilitas orde-1 (linear), orde-2 (nonlinear),
orde-3 (nonlinear) dan seterusnya.
) 1 (
χ χ(2) χ(3)
Contoh yang lain dapat dilihat dari penurunan intensitas sinar selama
perambatan dalam medium yang berbanding linear terhadap intensitas lokal.
Dalam optik, pelemahan intensitas berkas sinar dalam sebuah medium penyerap
I dz dI α
−
= (1.3)
dengan I intensitas berkas, z variabel sepanjang arah perambatan dan α konstanta medium. Tetapi, hasil pengamatan menunjukan bahwa sifat–sifat
penurunan intensitas perambatan berkas laser dalam sebuah medium optik tidak
selalu mengikuti deskripsi yang dinyatakan oleh persamaan (1.3). Misalnya
sebuah medium penyerap foton, nilai koefisien α dapat merupakan sebuah
konstanta atau variabel yang bergantung pada intensitas yang terjadi. Jika terdapat
proses penyerapan 2 foton dalam medium, maka persamaan intensitas berkas
dapat dituliskan menjadi ( He and Liu, 1999 )
2
I I dz
dI α β
− −
= (1.4)
dengan β koefisien serapan 2 foton. Pada kasus umum, untuk proses penyerapan
multi-foton (3 foton atau lebih), persamaan intensitas berkas mengikuti
...
3
2 − −
− −
= I I I dz
dI α β γ
. (1.5)
Pada dasarnya gejala nonlinear optik dapat diperoleh dari persamaan
Maxwell atau polarisasi medan listrik. Polarisasi listrik suatu bahan digambarkan
sebagai pergeseran elektron oleh medan listrik. Jika diambil arah perambatan pada
sumbu x, dengan komponen medan E dan B pada arah sumbu z dan , arah pergeseran elektron ke arah sumbu
y z yang dideskripsikan sebagai fungsi . Persamaan Maxwell (di dalam ruang hampa) menjadi ( Whitham, 1974 )
) , (x t r
0
= −
dx dE dt dB
dx dB c dt dr qN dt
dE 2
0 0
= +
ε , (1.7)
dimana q muatan listrik, N jumlah elektron per satuan volume, kecepatan cahaya dalam ruang hampa, dan
0
c
0
ε permitivitas ruang hampa. Elektron yang
dikendalikan oleh medan E dan terjebak di dalam sebuah sumur potensial akan menghasilkan gaya pulih nonlinear. Sehingga relasi antara r dengan E dideskripsikan ke dalam persamaan ( Whitham, 1974 )
qE r U dt
r d
m + ′( )=
2 2
(1.8)
dengan m massa elektron,
2 2
dt r d
turunan ke dua fungsi pergeseran elektron
terhadap waktu (percepatan), dan U′(r) turunan sumur potensial. Jika persamaan (1.8) ditambah dengan redaman fungsi waktu U′(t) menjadi
qE t U r U dt
r d
m + ′( )+ ′( )=
2 2
(1.9)
dan diberikan nilai 2 2 2
1 )
(r m r
U = ω , , dan , sehingga persamaan
(1.9) menjadi
β
ω2r = ω2 =α
m qE r dt dr dt
r d
= + +β α
2 2
, (1.10)
dengan α dan β merupakan konstanta. Persamaan (1.10) adalah persamaan
diferensial orde-2 tak homogen, jika digunakan paket program Maple 9 untuk
) (t r
Gambar 1.1 Grafik hubungan antara dan t persamaan (1.10). Untuk nilai
) (t r
1
=
α , 1β = , 1q= , E=1, dan m=1.
Gambar menunjukkan bahwa nilai pergeseran mencapai nilai maksimum
pada saat t= 0.5 s kemudian mencapai nilai minimum pada saat t= 4 s. Pada saat = 7 s, nilai pergeseran meningkat dan mulai saat t= 10 s nilai menjadi konstan. Hal ini dapat terjadi karena sistem mengalami kejenuhan.
) (t r )
(t r
t r(t) r(t)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, yang menjadi permasalahan
adalah
1. Bagaimana memperoleh persamaan (1.6) dan (1.7) dari persamaan Maxwell
2. Bagaimana menjabarkan efek nonlinear menggunakan pendekatan fisika
1.3 Batasan Masalah
Permasalahan yang diteliti dibatasi pada masalah penjabaran efek
nonlinear secara klasik.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Merumuskan efek nonlinear dari persamaan Maxwell.
2. Merumuskan keterkaitan antara efek nonlinear dengan persamaan diferensial
serta syarat yang diperlukan.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya optik nonlinear dari sudut pandang teoritis.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
Pada Bab II dijabarkan persamaan Maxwell, teori klasik optika nonlinear,
persamaan diferensial linear orde-2 homogen dan tak homogen.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Pada Bab III dijelaskan tentang jenis penelitian, sarana penelitian dan
langkah-langkah penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasannya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini memaparkan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
dan pembahasan.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Perumusan Persamaan Maxwell
Persamaan-persamaan Maxwell merupakan persamaan yang dapat
diturunkan dari persamaan-persamaan dasar keelektromagnetan yaitu hukum
Gauss untuk listrik, hukum Gauss untuk magnet, hukum Ampere dan hukum
induksi Faraday. Berikut penjelasan singkat penurunan keempat persamaan dasar
keelektromagnetan sehingga memperoleh empat persamaan Maxwell.
2.1.1 Hukum Gauss
2.1.1.1 Hukum Gauss untuk Medan Listrik
Berdasar Gauss, di dalam permukaan tertutup seluas Sr, fluks listrik yang dipancarkan mempunyai hubungan sebanding dengan muatan listrik yang
tercakup dalam permukaan tertutup tersebut, dituliskan sebagai (Halliday dan
Resnick, 1984)
E
Φ
q
∫
==
ΦE EdS q
r r
.
0
0 ε
ε . (2.1)
Untuk mengubah persamaan (2.1) ke dalam bentuk diferensial, perlu ditinjau
sebuah elemen volume diferensial berbentuk balok yang mengandung sebuah titik
P dan memuat medan listrik Er, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1(a). Titik P terletak pada x,y,z dalam kerangka referensi Gambar 2.1(b) dan sisi-sisi balok mempunyai panjang dx,dy,dz.
dx dz
dy P
x
y z
• P(x, y,z)
Gambar 2.1 (a) elemen volume diferensial berbentuk balok. (b) kerangka referensi.
(a) (b)
Vektor luas permukaan untuk muka belakang balok menuju ke arah sumbu
x negatif sehingga dSr =−iˆ.dy.dz. Untuk muka depan nilai dSr =+iˆ.dy.dz. Jika vektor medan listrik di muka belakang adalah Er, maka medan listrik di muka
depan yang berjarak dx dari muka belakang adalah ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
∂ ∂
+ dx
x E E
r r
. Nilai dx x Ex
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛
∂ ∂r
menyatakan perubahan Er yang diasosiasikan dengan perubahan x dalam . Besar nilai yang melalui permukaan depan dan belakang balok adalah
dx S
d Er. r
( )
. .
. . . . ˆ
) . . ˆ ).( (
) . . ˆ . ( .
x E dz dy dx
x E dz dy dx i
dz dy i dx x E E dz dy i E S
d E
x x
∂ ∂ =
∂ ∂ +
=
+ ∂
∂ + + −
=
r
r r r
r r
(2.2)
Vektor luas permukaan untuk muka samping kiri balok menuju ke arah
sumbu y negatif sehingga dSr =−ˆj.dx.dz. Untuk muka samping kanan nilai dz
dy j S
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + dy y E E r r
. Nilai dy y E ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂r
menyatakan perubahan Er yang diasosiasikan
dengan perubahan y dalam dy. Sehingga Er.dSr untuk permukaan samping kiri dan samping kanan balok adalah
( )
. . . . . . ˆ ) . . ˆ ).( ( ) . . ˆ . ( . y E dz dy dx y E dz dy dx j dz dx j dy y E E dz dx j E S d E y y ∂ ∂ = ∂ ∂ + = + ∂ ∂ + + − = r r r r r r (2.3)Vektor luas permukaan untuk muka bawah balok menuju ke arah sumbu
z negatif sehingga dSr=−kˆ.dx.dy. Untuk muka atas nilai dSr=+kˆ.dx.dy. Jika medan listrik di muka bawah adalah Er, maka medan listrik di muka atas yang
berjarak dz dari muka bawah adalah ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + dz z E E r r
. Nilai dz z E ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂r menyatakan
perubahan Er yang diasosiasikan dengan perubahan dalam dz. Sehingga untuk permukaan atas dan bawah balok adalah
z S
d Er. r
( )
. . . . . . ˆ ) . . ˆ ).( ( ) . . ˆ . ( . z E dz dy dx z E dz dy dx k dy dx k dz z E E dy dx k E S d E z z ∂ ∂ = ∂ ∂ + = + ∂ ∂ + + − = r r r r r r (2.4)Sehingga besar nilai fluks listrik untuk seluruh permukaan balok merupakan
( ) ( ) ( )
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ =
∂ ∂ +
∂ ∂ +
∂ ∂ =
+ +
=
z E y E x E dz dy dx
z E dz dy dx y
E dz dy dx x
E dz dy dx
S d E S
d E S
d E dS
E
z y x
z y
x
z y
x
. .
. . .
. .
.
. .
.
. r r r r r r
r
=
∫
dx.dy.dz divEr. (2.5) Besar muatan untuk elemen volume diferensial di P yang tercakup dalampermukaan tersebut adalah q
q=
∫
ρ.dx.dy.dz (2.6) dimana ρ merupakan muatan per satuan volume di P. Dengan mensubstitusikanpersamaan (2.5) dan (2.6) ke persamaan (2.1), maka diperoleh
ε0 divEr=ρ atau
ε0 ∇r .Er =ρ. (2.7)
2.1.1.2 Hukum Gauss untuk Medan Magnet
Fluks magnetik merupakan garis-garis induksi yang melalui permukaan
tegak lurus seluas S. Garis-garis fluks magnetik tidak berakhir di muatan
magnetik tetapi garis-garis ini membentuk loop tertutup. Hukum Gauss untuk
medan magnetik adalah (Halliday dan Resnick, 1984)
Φm =
∫
B.dS =0 r rdengan Φm fluks magnetik (Weber), Br vektor rapat fluks magnetik (Tesla atau Wb/m²) dan elemen luas (m²). Untuk mengubah persamaan (2.8) ke dalam
bentuk diferensial, perlu ditinjau kembali sebuah elemen volume diferensial
seperti ditunjukkan pada gambar 2.1. Dengan langkah yang sama seperti pada
langkah untuk mendapatkan persamaan (2.7), vektor luas permukaan untuk muka
belakang balok S dr dz dy i S
dr=−ˆ. . . Untuk muka depan nilai . Sedangkan untuk medan magnet di muka belakang adalah
dz dy k S
dr=+ˆ. .
Brdan medan magnet
di muka depan yang berjarak dx dari muka belakang adalah ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + dx x B B r r .
Sehingga nilai Br.dSr untuk bagian permukaan depan dan belakang balok adalah
( )
. . . . . . ˆ ) . . ˆ ).( ( ) . . ˆ . ( . x B dz dy dx x B dz dy dx i dz dy i dx x B B dz dy i B S d B x x ∂ ∂ = ∂ ∂ + = + ∂ ∂ + + − = r r r r r r (2.9)Seperti langkah sebelumnya maka besar fluks magnetik untuk permukaan bagian
samping kiri dan kanan adalah
( )
. . . . . . ˆ ) . . ˆ ).( ( ) . . ˆ . ( . y B dz dy dx y B dz dy dx j dz dx j dy y B B dz dx j B S d B y y ∂ ∂ = ∂ ∂ + = + ∂ ∂ + + − = r r r r r r (2.10)
( )
. . . . . . ˆ ) . . ˆ ).( ( ) . . ˆ . ( . z B dz dy dx z B dz dy dx k dy dx k dz z B B dy dx k B S d B z z ∂ ∂ = ∂ ∂ + = + ∂ ∂ + + − = r r r r r r (2.11)Sehingga besar fluks magnetik untuk seluruh permukaan balok merupakan jumlah
integral dari persamaan (2.9), (2.10) dan (2.11),
( ) ( ) ( )
∫
∫
∫
∫
∫
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = + + = z B y B x B dz dy dx S d B S d B S d B S d B z y x z y x . . . . .. r r r r r r r
r
=
∫
dx.dy.dzdivBr. (2.12) Dengan mensubstitusikan persamaan (2.12) ke persamaan (2.8), diperolehdivBr= 0 atau
∇v.Br= 0 . (2.13)
2.1.2 Hukum Ampere
Ada dua cara untuk menghasilkan sebuah medan magnet, yaitu yang
pertama dengan sebuah medan listrik yang berubah-ubah, dituliskan sebagai
(Halliday dan Resnick, 1984)
∫
= Φ dt d l d B E 0 0. r μ ε
r
Cara ke dua dengan sebuah arus. Sebuah medan magnet dapat dihasilkan oleh
arus di dalam sebuah kawat, yang dikenal sebagai hukum Ampere, dituliskan
sebagai
∫
Br.dlr=μ0i. (2.15)Pada umumnya kedua cara untuk mendapatkan medan magnet tersebut harus
diperhitungkan, sehingga dapat dituliskan sebagai
∫
⎟⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ Φ +
= i
dt d l
d
B E
0 0
. r μ ε r
. (2.16)
Dari persamaan (2.16) dapat ditransformasikan ke dalam bentuk
diferensial persamaan Maxwell. Diawali dengan menggunakan persamaan (2.16)
untuk sebuah elemen permukaan diferensial yang berbentuk siku-siku di sebuah
titik P dalam suatu daerah medan magnet, ditunjukkan pada Gambar 2.2(a). Titik
P diletakkan di x,y,z dalam kerangka referensi Gambar 2.2(b). Sisi segi empat siku-siku tersebut, sejajar dengan bidang x, , sehingga mempunyai panjang y dan dy.
dx
P
dx
x
y
z
.
P(a) (b) dy
Seperti ditunjukkan pada gambar 2.2 (a), dengan bergerak mengelilingi sisi yang
mempunyai arah sesuai anak panah diperoleh
untuk sisi belakang
( )
Br.dlr1 =Br.(−jˆdy)sisi kiri
( )
B.dl 2 =B.(+iˆdx)r r r
sisi depan
( )
. 3 dx .( ˆjdy)x B B l
d
B ⎟⎟ +
⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = r r r r
sisi kanan
( )
. 4 dy .( iˆdx)y B B l
d
B ⎟⎟ −
⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = r r r r
sehingga untuk seluruh sisi,
( ) ( ) ( ) ( )
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
− ∂ ∂ + + + ∂ ∂ + + + + − = + + + = ) ˆ ).( ( ) ˆ ).( ( ) ˆ .( ) ˆ .( . . . .. 1 2 3 4
dx i dy y B B dy j dx x B B dx i B dy j B l d B l d B l d B l d B l d B r r r r r r r r r r r r r r r r
∫
∂ ∂ − ∂ ∂= idydx
y B dy dx j x B . . ˆ . . ˆ r r
∫
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ = i y B j x B dydx. .ˆ .ˆ
r r
∫
∫
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ = y B x B dy dx l dB y x
. . r
r
. (2.17)
Dari persamaan (2.16), i adalah arus yang dicakup semua sisi dan dt dΦE
adalah perubahan fluks listrik yang melalui permukaan tersebut. Jika diambil
untuk menyatakan rapat arus dan
Jr dy
dx k S
dr= ˆ. . yang merupakan vektor luas permukaan yang mengarah ke sumbu , maka dapat dituliskan z
dan
∫
∫
∂ ∂ = ∂ ∂ = Φ ) . . ˆ (. kdxdy t E dS t E dt
d E r r
atau
∫
∂ ∂ = Φ dy dx t E dtd E z
. . (2.19)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.17), (2.18) dan (2.19) ke persamaan
(2.16), didapatkan ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ t E J y B x B z z x y 0 0 ε
μ (2.20)
Sama seperti langkah di atas, untuk segi empat siku-siku yang sejajar
dengan bidang y, memberikan nilai z
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ t E J z B y B x x y z 0 0 ε
μ . (2.21)
Untuk segi empat siku-siku yang sejajar dengan bidang z, memberikan nilai x
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ t E J x B z B y y z x 0 0 ε
μ . (2.22)
Jika persamaan (2.20) dikalikan dengan vektor komponen , (2.21) dengan ,
dan (2.22) dengan , kemudian dijumlahkan, maka didapatkan
kˆ iˆ
j ˆ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ t E J k t E J j t E J i y B x B k x B z B j z B y B i x x x x x x x y z x y z 0 0 0 0 0 0 . ˆ . ˆ . ˆ ˆ ˆ ˆ ε μ ε μ ε μ
curl Br= ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + + + ˆ ˆ ) (ˆ ˆ ˆ ) ˆ ( 0 0 t E k t E j t E i J k J j J
i x x x ε x x x
curl Br= ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
∂ ∂ +
t E J
r r
0
0 ε
μ
atau
⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
∂ ∂ + =
∇
t E J
B x
r r
r r
0
0 ε
μ . (2.23)
2.1.3 Hukum Induksi Faraday
Hukum induksi faraday menyatakan bahwa tegangan gerak elektrik imbas
ggl
ε di dalam sebuah rangkaian adalah sama dengan negatif kecepatan perubahan
fluks yang melalui rangkaian tersebut dan fluks adalah garis-garis gaya. Dapat
dituliskan sebagai (Halliday dan Resnick, 1984)
dt d B ggl
Φ − =
ε . (2.24)
Jika ditinjau muatan uji yang bergerak mengitari rangkaian, maka kerja yang
dilakukan pada muatan uji tiap putaran
0
q
l E q l
Fr.r= 0.r.r. Dimana adalah gaya yang bekerja pada muatan tersebut dan
E q0r
lr adalah jarak sepanjang gaya bekerja. Besar kerja Fr.lr nilainya sama dengan q0εggl, sehingga dapat dituliskan sebagai
∫
= Edl
ggl .
r
ε (2.25)
Kemudian persamaan (2.25) disubstitusikan ke persamaan (2.24), sehingga
hukum induksi Faraday dapat dituliskan sebagai
dt d l d
E =− ΦB
Dengan langkah sama seperti langkah untuk mendapatkan persamaan (2.23), dan
berdasarkan Gambar 2.2 yang merupakan segi empat yang sejajar dengan bidang
y
x, , didapatkan
Untuk sisi belakang
( )
Er.dlr 1 = Er.(−ˆjdy)sisi kiri
( )
Er.dlr 2 = Er.(+iˆdx)sisi depan
( )
. 3 dx .( ˆjdy)x E E l
d
E ⎟⎟ +
⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = r r r r
sisi kanan
( )
. 4 dy .( iˆdx)y E E l
d
E ⎟⎟ −
⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + = r r r r
sehingga untuk seluruh sisi,
( ) ( ) ( ) ( )
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
− ∂ ∂ + + + ∂ ∂ + + + + − = + + + = ) ˆ ).( ( ) ˆ ).( ( ) ˆ .( ) ˆ .( . . . .. 1 2 3 4
dx i dy y E E dy j dx x E E dx i E dy j E l d E l d E l d E l d E l d E r r r r r r r r r r r r r r r r
∫
∫
Edl = dxdy⎝⎛⎜⎜∂∂Exy −∂∂Eyx ⎟⎟⎞⎠. . r
r
. (2.27)
Dari persamaan (2.26), dt dΦB
adalah perubahan fluks magnet yang melalui
permukaan tersebut dan dSr =kˆ.dx.dydigunakan untuk menyatakan vektor luas permukaan yang sejajar dengan bidang x, dan mempunyai arah ke sumbu y z, maka dapat dituliskan
∫
∫
∂ ∂ = ∂ ∂ = Φ ) . . ˆ .( . kdxdyt B S d t B dt
d B r r r
∫
∂ ∂ = Φ dy dx t B dtd B z
Persamaan (2.27) dan (2.28) disubstitusikan ke persamaan (2.26), didapatkan t B y E x
Ey x z
∂ ∂ − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂
. (2.29)
Dengan melihat persamaan (2.29) yang berlaku untuk segi empat siku-siku yang
sejajar bidang x, , maka dapat diperoleh juga persamaan yang berlaku untuk segi y empat siku-siku yang sejajar dengan bidang y, , z
t B z E y
Ez y x
∂ ∂ − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ (2.30)
dan untuk segi empat siku-siku yang sejajar dengan bidang z, , x
t B x E z
Ex z y
∂ ∂ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂
. (2.31)
Persamaan (2.29) bersesuaian dengan komponen z, sehingga dikalikan dengan komponen vektor k. Persamaan (2.30) dikalikan dengan komponen vektor dan (2.31) dikalikan dengan komponen vektor . Kemudian ketiga persamaan ini
ditambahkan sehingga didapatkan,
ˆ iˆ
j ˆ t B k t B j t B i y E x E k x E z E j z E y E
i z y x z y x x y z
∂ ∂ − ∂ ∂ − ∂ ∂ − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ
curl Er= t B ∂ ∂ − r atau t B E x ∂ ∂ − = ∇ r r r
2.2 Persamaan Maxwell
Persamaan Maxwell dalam medium dapat dirumuskan berdasarkan
persamaan (2.7), (2.13), (2.23) dan (2.32) yang bila dirangkum kembali menjadi
(Efendi, R, 2007)
(1) ε0 ∇r .Er =ρ (2.33)
(2) ∇v.Br= 0 (2.34)
(3) ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
∂ ∂ + =
∇
t E J
B x
r r
r r
0
0 ε
μ (2.35)
(4)
t B E
x
∂ ∂ − = ∇
r r
r
. (2.36)
Dalam ruang hampa, rapat muatan ρ dan rapat arus bernilai nol,
sehingga persamaan Maxwell yang berlaku dalam ruang hampa adalah Jr
(1) ∇r .Er = 0 (2.37)
(2) ∇v.Br= 0 (2.38)
(3)
t E B
x
∂ ∂ =
∇
r r
r
0 0ε
μ (2.39)
(4)
t B E
x
∂ ∂ − = ∇
r r
r
. (2.40)
2.3 Teori Klasik Optik Nonlinear
Optik nonlinear adalah sebuah cabang optik yang mendeskripsikan tingkah
laku cahaya dalam medium nonlinear. Medium nonlinear merupakan medium
2.3.1 Susceptibilitas Nonlinear
Sebelum tahun 1960, persamaan dasar polarisasi diformulasikan dalam
bentuk persamaan linear. Dalam hal ini vektor polarisasi listrik Pr diasumsikan mempunyai hubungan yang linear terhadap kuat medan listrik gelombang
elektromagnetik Er, ditulisakan seperti persamaan (1.1) (He and Liu, 1999) E
Pr =ε0χr
Dengan ε0 permitivitas ruang hampa, dan χ susceptibilitas medium. Hubungan
linear antara Pr dan Er pada persamaan (1.1) dianggap benar sampai tahun 1960, ini telah disetujui secara luas dan telah dibuktikan dengan observasi eksperimen.
Tetapi mulai tahun 1960, diketahui bahwa asumsi hubungan linear antara Pr dan Er tidak sesuai untuk sinar laser yang berinteraksi dengan sebuah medium optik. Ketika pulsa berkas laser dilewatkan pada piezoelektrik (kristal), teramati adanya
generasi harmonik kedua pada sebuah frekuensi optik, sehingga dari hasil tersebut
hubungan antara Pr dan Er dituliskan seperti pada persamaan (1.2)
...] [ (1) (2) (3)
0 + + +
= E EE EEE
Pr ε χ r χ rr χ rrr
dengan , , , ... susceptibilitas orde-1 (linear), orde-2 (nonlinear),
orde-3 (nonlinear) dan seterusnya.
) 1 (
χ χ(2) χ(3)
Pada abad terakhir, teori gelombang ganda dapat dikembangkan dengan
teori klasik murni dan optik dijelaskan sama seperti optik linear. Hukum klasik
2.3.2 Model Atom Klasik Nonlinear 2.3.2.1 Gas Elektron Bebas
Gerak elektron tunggal pada sebuah plasma dibawah pengaruh
gelombang cahaya terpolarisasi, (Bloembergen,1996)
) exp(ikz i t c
E c E
By = x = − ω , (2.41)
dimana k =ωc−1.
Persamaan gerak untuk elektron tunggal pada plasma,
τ /
1
x m B z ec eE x
m&&= x − − & y − & (2.42) y
m&& = −my&/ τ (2.43) z
m&& = ec−1 x& By −mz&/τ . (2.44)
Waktu tumbukan τ mendeskripsikan redaman gerak statis. Bila
) exp(
0 ikz i t
x
x= − ω , maka,
x i t i ikz x
i dt dx
x&= =(−ω) 0exp( − ω )=−ω (2.45)
x t
i ikz x
i i dt
x d
x 0 2
2 2
) exp(
) )(
(−ω −ω − ω =−ω
= =
&
& (2.46)
Sehingga substitusi persamaan (2.45) dan (2.46) ke dalam persamaan (2.42)
menghasilkan pendekatan linear pertama,
x mω2
− = 2eEexp(ikz−iωt)−ec−1 z& By −m(−iωx)/ τ (2.47)
) (ω x = ) ( ) exp( 1
2 + −
− − ωτ ω ω i m t i ikz eE
. (2.48)
Berdasarkan persamaan (2.48), nilai dari x&(ω),
) (ω x& =
) ( ) exp( ) ( )) exp( )( ( ) ( 1 2 1
2 − + −
− = + − − − = ωτ ω ω ω ωτ ω ω ω ω i m t i ikz eE i i m t i ikz eE i dt dx (2.49)
Jika nilai z =z0exp(ikz−i2ωt), maka
z i t i ikz z i dt dz
z&= =(−2ω) 0exp( − ω )=−2ω (2.50)
z t i ikz z i i dt z d
z 2 0 2
2 4 ) exp( ) 2 )( 2 (− ω − ω − ω =− ω = = &
& (2.51)
Jika persamaan (2.49), (2.50) dan (2.51) disubstitusikan ke persamaan (2.44),
maka pendekatan nonlinear orde terendahnya,
) 2 ( ω z =
) )( 2 4 ( ) 2 2 exp( 1 2 1 2 2 2 − − + + − − ωτ ω τ ω ω i i c m t i ikz E ie
. (2.52)
Momen dipol linear p=q.d(q muatan, d jarak). Karena q=e dan d = x(ω), momen dipol dapat dituliskan menjadi ex(ω)
Dalam permasalahan ini lebih difokuskan pada polarisasi rata-rata dalam
volume kecil dan indeks bias plasma. Jika densitas rata-rata elektron pada plasma
adalah N0 percm2, maka besar polarisasi,
Px(ω)= χ(ω)Ex(ω)= N0ex(ω). (2.53) Persamaan (2.48) dan (2.53) mempunyai penyelesaian susceptibilitas χ(ω),
) ( ) ( 1 2 2 0 − + − = ωτ ω ω χ i m e N
Jika frekuensi optik ωτ <<1, maka 2 2 0 ) ( ω ω χ m e N −
= , sehingga nilai susceptibilitas
plasma, 2 2 0 / 4 ) ( 4 ) 1
(ε − ω = πχ ω =− πN e mω . (2.55) Polarisasi nonlinear untuk frekuensi harmonik kedua diberikan oleh persamaan,
) 2 ( ) ( ) 2 ( ) 2
( ω χ ω E ω N0ez ω
Pz = x = (2.56)
Seperti langkah sebelumnya, persamaan (2.52) dan (2.56) mempunyai
penyelesaian susceptibilitas, ) )( 2 4 ( ) exp( ) 2 ( 1 2 1 2 3 0 − − + + − − = ωτ ω τ ω ω ω χ i i c m t i ikz E ie N
. (2.57)
Jika frekuensi optik ωτ <<1, maka
c m t i ikz E ie N 3 2 3 0 4 ) exp( ) 2 ( ω ω ω
χ = − − (2.58)
sehingga nilai susceptibilitas plasma,
c m t i ikz E ie N 3 2 3 0 2 ) exp( ) 2 ( 4 ) 1 ( ω ω π ω πχ
ε − ω = = − − . (2.59)
2.3.2.2. Osilator tak Harmonik
Untuk menghitung polarisasi linear dari sebuah medium, Drude dan
Lorentz mendeskripsikan elektron sebagai partikel harmonik. Jika ditinjau gerak
satu dimensi osilator harmonik dalam medan listrik dengan frekuensi ±ω1
dan±ω2, maka persamaan geraknya adalah
)) exp(
) exp(
(
/ 1 1 1 2 2 2
2 2
0x vx e m E ik z i t E ik z i t
x
x&+Γ&+ω + = − ω + − ω
Jika digunakan pendekatan linear, maka persamaan (2.60) dapat diperoleh
menjadi
) exp(
/ 1 1 1
2
0x e mE ik z i t
x
x&+Γ&+ω = − ω
& , (2.61)
Jika )x=x0exp(ikz−iωt , maka
x i t i z ik x
i dt dx
x&= =(−ω1) 0exp( 1 − ω1 )=−ω1 (2.62)
x t
i z ik x
i i dt
x d
x 2 1 1 0 1 1 12
2
) exp(
) )(
(−ω −ω − ω =−ω
= =
&
& , (2.63)
Sehingga persamaan (2.61) dengan substitusi persamaan (2.62) dan (2.63)
menghasilkan
) (
) exp(
)
( 2
0 1 2
1
1 1 1
1 ω ω ω
ω ω
+ Γ − −
− =
i m
t i z ik eE
x (2.64)
Dalam pendekatan linear orde terendah, terdapat bentuk frekuensi harmonik
kedua 2ω1, 2ω2, bentuk pada frekuensi nol menjelaskan penyebaran sinar oleh
nonlinear kuadrat vx2,dan jumlah antara 2 gelombang sinar adalah ω1+ω2, sedang bedanya ω1 −ω2. Untuk memperoleh nilai χ(2ω1) digunakan
) 2
exp( 1 1
0 ik z i t
x
x= − ω , sehingga
x i t i z ik x
i
x&=−ω1 0exp(2 1 − ω1 )=−2ω1 (2.65)
x t
i z ik x
i i
x&=(−2ω1)(−2ω1) 0exp(2 1 − ω1 )=−4ω12
& (2.66)
Jika persamaan (2.65) dan (2.66) disubstitusikan ke persamaan (2.60), maka ruas
kiri mengandung faktor 2ω, sedangkan ruas kanan mengandung faktor ω,
sebagai konsekuensinya, ruas kanan dianggap nol. Sehingga persamaan (2.61)
0
2 2
0 + =
+ Γ
+ x x vx x& & ω
& ) 2 4 ( ) ( ) 2 2 exp( ) 2 ( 2 0 1 2 1 2 2 0 1 2 1 1 1 2 1 2
1 ω ω ω ω ω ω
ω ω + Γ − − + Γ − − − − = i i m t i z ik E ve
x (2.67)
Jika dituliskan , maka persamaan (2.67)
menjadi 2 0 2 ) ( )
(ω = D∗ −ω =−ω −iΓω+ω D ) 2 ( ) ( ) 2 2 exp( ) / ( ) 2 ( 1 1 2 1 1 2 1 2 2
1 ω ω
ω ω D D t i z ik vE m e
x = − − . (2.68)
Sedangkan untuk nilaix(ω1 −ω2), digunakan x=x0exp(i(k1 −k2)z−i(ω1 −ω2)t) sehingga x i t i z k k i x i
x&=−(ω1−ω2) 0exp( ( 1 − 2) − (ω1−ω2) )=− (ω1 −ω2) (2.69)
x t i z k k i x i i x 2 2 1 2 1 2 1 0 2 1 2 1 ) ( ) ) ( ) ( exp( ) ( ). ( ω ω ω ω ω ω ω ω − − = − − − − − − − = & & (2.70)
Jika persamaan (2.69) dan (2.70) disubstitusikan ke persamaan (2.60), maka ruas
kanan tidak sama dengan ruas kiri sebab pada ruas kanan tidak ada komponen
yang mengandung faktor frekuensi (ω1 −ω2). Sebagai konsekuensinya, ruas
kanan dapat dianggap bernilai nol, sehingga persamaan menghasilkan
) ) ( ) ( )( )( ( ) ) ( ) ( exp( ) ( 2 0 2 1 2 2 1 2 0 2 2 2 2 0 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2
1 ω ω ω ω ω ω ω ω ω ω ω
ω ω ω ω + − Γ − − − + Γ + − + Γ − − − − − − = − ∗ i i i m t i z k k i E E e v x (2.71)
Jika dituliskan , maka persamaan (2.71) dapat
dituliskan menjadi 2 0 2 ) ( )
(ω =D∗ −ω =−ω −iΓω+ω D ) ( ) ( ) ( ] ) ( ) ( exp[ ) / ( ) ( 2 1 2 * 1 2 1 2 1 * 2 1 2 2 2
1 ω ω ω ω
ω ω ω ω − − − − − = − D D D t i z k k i E vE m e
x . (2.72)
) 2 ( ) ( ) , , 2 ( ) 2
( ω χ ω ω ω E2 ω N0ex ω
PxNL = xxx x = . (2.73) Dari persamaan (2.68) dengan mengubah nilai ω1 menjadi ω kemudian
disubstitusikan ke persamaan (2.73) diperoleh nilai susceptibilitas nonlinear,
) 2 ( ) ( ) 2 2 exp( ) / ( ) , , 2 ( 2 2 3 0 ω ω ω ω ω ω χ D D t i ikz v m e N xxx − −
= (2.74)
dengan xxx tensor susceptibilitas. Pernyataan yang sama dapat diturunkan untuk susceptibilitas )χxxx(ω1 −ω2,ω1,−ω2 . Dispersi dari susceptibilitas nonlinear orde
terendah dideskripsikan dengan frekuensi tiga. Dispersi ditambah mendekati
resonansi dominator satu. Jika sebagai contoh beda frekuensi sama dengan
frekuensi resonansi , D(ω1−ω2)=iω0Γ untuk ω1−ω2 =ω0, maka susceptibilitas beda frekuensi jauh lebih besar dibandingkan lainnya.
Ketika ω1 −ω2 sama atau mendekati frekuensi resonansi ω0, digunakan
komponen fourier (2.72) dalam penghitungan nonlinear orde tertinggi selanjutnya.
bentuk linear menghasilkan komponen
2
vx 2ω1 −ω2,ω1−2ω2, dalam
penambahan ke bentuk frekuensi pertama ω1 dan −ω2. Sebagai contoh, untuk
mendapatkan nilai ( menunjukkan sistem nonlinear), diselesaikan
dengan langkah sebagai berikut,
* 2) (ω NL x NL ) ( ) ( )
(ω2 * = NL −ω2 = NL ω1−ω2 −ω1
NL
x x
x (2.75)
dari persamaan (2.64) diubah ke dalam bentuk
) ( ) exp( ) ( ) exp( ) ( 1 1 1 1 2 0 1 2 1 1 1 1 1 ω ω ω ω ω ω ω ∗ = ∗ −∗ + + Γ + − + − = − mD t i z ik eE i m t i z ik eE
x (2.76)
0 ) ( ) ( 1 2 1
2
0 + − − =
+ Γ
+ x ω x vxω ω x ω
x& &
& , (2.77)
jika x= x0exp(−ik2z+iω2t), maka x i
x&= ω2 dan &x&=−ω22x (2.78) sehingga substitusi persamaan (2.72), (2.76) dan (2.78) ke persamaan (2.77)
menghasilkan 2 1 * 2 2 1 2 1 2 2 * 2 3 3 2 * 2 ) ( ) ( )) ( ( ) / ( ) ( )
( E E
D D D v m e x
xNL NL
ω ω ω ω ω ω − = − = atau ) ( ) ( ) ( ) / ( ) ( 2 1 * 2 1 2 2 2 3 4 0 1 1 2 2 ω ω ω ω ω ω ω ω χ − = − + = D D D v m e N
xxxx . (2.79)
2.4 Operator Del ∇r
Operator del ∇ didefinisikan sebagai vektor operator diferensial parsial. Dalam koordinat kartesian, operator ∇
r
r
dianggap sebagai sebuah vektor :
∇r =
z k y j x i ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ ˆ ˆ
ˆ (2.80)
dimana iˆ,ˆj dan menyatakan vektor satuan sepanjang sumbu kˆ x, dan y z.
Jika diberikan sembarang medan skalar φ pada operator , maka
dapat dibentuk sebuah medan vektor yang dinamakan gradien dari del ∇r
φ (grad φ),
ditulis sebagai (Halliday dan Resnick, 1984)
grad φ ≡ ∇r φ =
z k y j x i ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂φ ˆ φ ˆ φ
Jika diberikan sebuah medan vektor Ar = Axiˆ+Ayˆj+Azkˆ, maka perkalian titik dari ∇r dan Ar menghasilkan medan skalar yang dinamakan divergensi dari Ar (div Ar), dituliskan sebagai
div Ar ≡ ∇r.Ar =
z A y A x
Ax y z
∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂
. (2.82)
Perkalian silang dari ∇r dan Ar menghasilkan medan vektor yang dinamakan curl dari Ar (curl Ar), dituliskan sebagai
curl Ar ≡ ∇rxAr = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ − ∂ ∂ y A x A k x A z A j z A y A
iˆ z y ˆ x z ˆ y x
. (2.83)
Operator lain yang sering didapati adalah ∇r2, ditulis sebagai
2 2 2 2 2 2 2 . z y x ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∇ ∇ =
∇r r r . (2.84)
Jika persamaan ini digunakan pada sebuah medan skalar φ, maka diperoleh
2 2 2 2 2 2 2 z y x ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ =
∇r φ φ φ φ . (2.85)
Untuk sebuah medan vektor Ar, operasi ∇r2Ar adalah
. ˆ ˆ ˆ 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 z y x A z y x k A z y x j A z y x i A ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∇r r
(2.86)
Untuk perkalian silang ∇rx∇rxAr atau curl curlAr nilainya akan sama dengan −∇r2Ar+ grad div Ar, dapat dituliskan sebagai
2.5 Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat satu atau lebih
turunan-turunan dari fungsi yang tidak diketahui. Orde dari persamaan diferensial
adalah derajat atau pangkat tertinggi dari turunan yang muncul dalam persamaan.
(Waluya, 2006)
2.5.1 Persamaan Orde Satu dan Derajat Satu
Bentuk persamaan linear orde satu, (Ayres, 1986)
Q Py dt
dy + =
(2.88)
dimana P dan Q adalah fungsi t atau konstanta.
Karena Py e Q
dt dy e yPe e
dt dy ye
dt
d Pt = pt + pt = Pt + = Pt
) (
)
(
maka yePt =
∫
QePtdt∫
−=e Qe dt
y Pt Pt (2.89)
2.5.2 Persamaan Diferensial Orde Dua
Bentuk umum persamaan diferensial linear orde dua,
Q y P dt dy P dt
y d
P 2 + 1 + 2 =
2
0 (2.90)
2.5.2.1 Persamaan Diferensial Linear Homogen dengan Koefisien-Koefisien Konstan
Dari persamaan (2.90), jika Q=0 maka disebut dengan persamaan linear homogen yaitu persamaan linear yang suku-sukunya berderajat sama dalam y dan demikian juga turunan-turunannya. Bentuk persamaan linear homogen
dengan koefisien-koefisien konstan, (Ayres, 1986)
0
2 1
2 2
0 + +P y=
dt dy P dt
y d
P (2.91)
dimana P0 ≠0,P1,P2 adalah konstanta.
Untuk memudahkan penyelesaian, notasi dt
d
diganti dengan operator .
Sehingga persamaan (2.91) menjadi
D
0
0
2 1
2
0D y+PDy+P y=
P atau
. (2.92) )
(P0D2 +P1D+P2 y=
Sehingga nilai akan sama dengan nol. Dengan mencari nilai
faktorisasinya diperoleh
) (P0D2 +P1D+P2
0 ) )(
(D−m1 D−m2 y= (2.93)
2 1,m
m adalah akar-akar karakteristik. Jika m1 ≠m2 maka,
(2.94)
t m t
m
e C e C
y i 2
2
1 +
=
2.5.2.2 Persamaan Linear dengan Koefisien-koefisien Konstan
Berdasar persamaan (2.90), dengan mengubah dt
d
menjadi D, maka
Q y P D P D
P + + ) =
( 0 2 1 2
Dengan memfaktorkan nilai ( 2 1 2), diperoleh
0D PD P
P + +
Q m D m D y
) (
1 ) (
1
2
1 −
−
= (2.95)
u m D y
) (
1
1
−
= . (2.96)
Dengan Q
m D u
) (
1
2
−
= , dapat diubah menjadi m u Q dt
du − =
2 dan berdasar
persamaan (2.89), maka persamaan dapat diselesaikan menjadi
∫
−=e Qe dt
u m2t m2t . (2.97)
Dari persamaan (2.96), u m D y
) (
1
1
−
= sehingga m y u dt
dy− =
1 , dengan
penyelesaian persamaan diferensial orde satu seperti persamaan (2.89), diperoleh
∫
−=e ue dt
y m1t m1t . (2.98)
Dengan substitusi persamaan (2.97) ke pesamaan (2.98), diperoleh
∫
−∫
−=e e Qe dtdt
y m1t (m2 m1)t m2t . (2.99)
Jika diselesaikan, persamaan (2.99) menjadi
] [
2 1 2
1
2 1
m m
Q e
C e C
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian studi
pustaka.
3.2 Sarana Penelitian
Sarana yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini adalah buku-buku
yang berhubungan dengan persamaan Maxwell yang terdapat di UPT
Perpustakaan Sanata Dharma Yogyakarta.
3.3 Langkah-Langkah Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Menelusuri bahan-bahan mengenai persamaan Maxwell yang dapat
diturunkan dari hukum Gauss untuk listrik, hukum Gauss untuk magnet,
hukum Ampere dan hukum induksi faraday.
2. Menelusuri bahan-bahan mengenai teori optik nonlinear yang ditinjau
secara klasik.
3. Mempelajari persamaan diferensial orde dua.
4. Menguraikan persamaan Maxwell sehingga mendapatkan persamaan
gelombang baik dalam ruang hampa maupun dalam medium.
5. Membuat grafik dari persamaan gelombang yang diperoleh baik dalam
ruang hampa maupun dalam medium menggunakan program Maple 9.
6. Menyelesaikan persamaan gerak dengan menggunakan persamaan
diferensial orde dua sehingga didapatkan persamaan yang nonlinear.
7. Membuat grafik dari persamaan nonlinear yang didapat dengan
menggunakan program Maple 9.
8. Mengamati dan membandingkan grafik-grafik yang diperoleh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penurunan Persamaan Maxwell 4.1.1 Persamaan Gelombang
Dari keempat persamaan Maxwell baik dalam ruang hampa maupun dalam
medium yang diperoleh pada bab II, akan digunakan untuk memperoleh persamaan
gelombang elektromagnetik dalam hampa dan dalam medium.
4.1.1.2 Gelombang Elektromagnet dalam Ruang Hampa
Keempat persamaan Maxwell yang berlaku dalam ruang hampa,
(1) ∇r .Er = 0 (4.1)
(2) ∇r .Br= 0 (4.2)
(3)
t E B
x
∂ ∂ =
∇
r r
r
0 0ε
μ (4.3)
(4)
t B E
x
∂ ∂ − = ∇
r r
r
(4.4)
Untuk mendapatkan persamaan gelombang elektromagnet dalam ruang hampa
diambil curl dari curlEr, dimana sesuai dengan persamaan (2.87) adalah curl curlEr = −∇r2Er + grad div Er
) ( xE x r r r
∇
∇ = −∇r2Er+ ∇r(∇r.Er)
berdasarkan persamaan (4.1) nilai ∇r.Er adalah nol, sehingga persamaan menjadi
Sesuai dengan persamaan (2.84), bahwa 2 2 2 2 z y x ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ =
∇r , penyelesaian persamaan
menjadi
E x xr r r ∇ ∇ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ −
= 22 22 22
z E y
E x
Er r r
(4.5)
Hasil perkalian ∇rx(∇rxEr) ini sendiri mengikuti
( ) ( ) t B x E x x ∂ ∂ − ∇ = ∇ ∇ r r r r r
( ) ( xB) t E x x ∇ ∂ ∂ − = ∇ ∇r r r
t E E x x 2 2 0 0 ) ( ∂ ∂ − = ∇ ∇ r r r r ε
μ (4.6)
dengan mensubstitusikan persamaan (4.5) ke persamaan (4.6) diperoleh
2 2 0 0 2 2 2 2 2 2 t E z E y E x E ∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂
∂ r r r μ ε r
(4.7)
Nilai vektor medan listrik E =Exiˆ+Eyˆj+Ezkˆ. Jika dua komponen r
Er bernilai nol yaitu , sedangkan , maka persamaan (4.7) menjadi
0
= = z
x E
E Ey ≠0
2 2 0 0 2 2 2 2 2 2 t E z E y E x
Ey y y y
∂ ∂ = ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ ε
μ (4.8)
dengan menganggap bahwa Ey adalah fungsi-fungsi dari x dan t saja, persamaan (4.8) menjadi 2 2 0 0 2 2 t E x
Ey y
∂ ∂ = ∂ ∂ ε
. Karena , maka untuk
0
0ε ( /ω)
μ = k μ0ε0 =1/c v=c dihasilkan relasi ω =kc sehingga bentuk
) sin(kx t E
Ey = m −ω
(4.10)
dapat digunakan sebagai penyelesaian dari persamaan (4.9).
Jika digunakan paket program Maple 9 untuk menggambar persamaan (4.10), maka
diperoleh gambar seperti pada Gambar 4.1.
y
E
Gambar 4.1 Grafik hubungan Ey dengan t dari persamaan (4.10) dengan Em =1, k =1, ω=30.
) ( xB x ∇
∇ = −∇ B+ ∇(∇.B)
∇rx(∇rxBr) = 2 .
Br r ∇
−
Nilai 2
2 2 2 2 2 2 z y x ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ =
∇r , sehingga penyelesaian persamaan menjadi
) ( xB x r r r
∇
∇ 2 .
2 2 2 2 2 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ − = z B y B x
Br r r
(4.11)
Nilai perkalian untuk ∇rx(∇rxBr) ini sendiri mengikuti
( ) ( 0 0 )
t E x B x x ∂ ∂ ∇ = ∇ ∇ r r r r r ε μ
0 0 ( xE) t r ∇ ∂ ∂ =μ ε 2 2 0 0 t <