• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah ASKEP SLE.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah ASKEP SLE.docx"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi

Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) merupakan penyakit rematik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Sudoyo Aru, dkk 2009).

Sistemik lupus eritematosus adalah penyakit multisystem yang disebabkan oleh produksi antibodi dan pelengkap deposit kompleks imun yang menghasilkan kerusakan jaringan. Potensial terjadinya banyak antibodi yang diproduksi pasien SLE, perbedaan target organ spesifik pada antibodi dapat disebabkan oleh lebar spectrum klinis yang dikarakterisktikan dengan remisi dan eksaserbasi (Tutuncu, et al., 2007)

Penyakit lupus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan system imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organism asing (misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam jaringan (Syamsi Dhuha Foundation, 2003, dalam syafi’I, 2012).

Dari 3 definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penyakit Sistemik Lupus Eritematosus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan system imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Kelainan ini disebabkan oleh produksi antibodi dalam jumlah besar sehingga menyebabkan sistem imun tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing.

(2)

B. Etiologi

Penyebab dari SLE belum diketahui dengan pasti. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks dan multifaktorial antara bervariasi genetic dan faktor lingkungan: (Morton, 2012)

1. Faktor genetik

Kejadian SLE yang lebih tinggi pada kembar monozigotik (25%) dibandingkan dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi SLE pada keluarga penderita SLE dibandingkan dengan kontrol sehat dan peningkatan prevalensi SLE pada kelompok etnik tertentu, menguatkan dugaan bahwa faktor genetik berperan dalam pathogenesis SLE.

2. Faktor hormonal

SLE merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan. Serangan pertama kali jarang terjadi pada usia prepubertas dan setelah menopause. 3. Autoantibodi

Autoantibodi ini ditunjukkan kepada self molekul yang terdapat pada nucleus, sitoplasma, permukaan sel, dan juga terdapat molekul terlarut seperti IgG dan faktor koagulasi.

4. Faktor lingkungan a) Faktor fisik/kimia

1) Amin aromatic 2) Hydrazine

3) Obat-obatan (prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid, fenitoin, penisilamin)

b) Faktor makanan

1) Konsumsi lemak jenuh yang berlebihan 2) L- canavanine (kuncup dari elfalfa) c) Agen infeksi

1) Retrovirus

2) DNA bakteri/endotoksin

d) Hormone dan estrogen lingkungan (environmental oestrogen) 1) Terapi sulih (HRT), pil kontrasepsi oral

2) Paparan estrogen prenatal Sumber: (Sudoyo Aru, hal: 2568) C. Klasifikasi

(3)

Menurut Hasdianah, dkk (2014), Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, sistemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat :

1. Discoid Lupus

Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap. 2. Sistemic Lupus Erythematosus

SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan. Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanisme pengaktivan komplemen.

3. Lupus yang diinduksi oleh obat

Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut.

D. Patofisiologi

Penyakit SLE yang terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imuno regulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia produktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klopromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat

(4)

dalam penyakit SLE akibat senyawa kima atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan komples imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya akan merangsang pembentukan antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

Pathway Autoimun menyerang organ-organ Peningkatan auautoimun berlebihan Genetik, kuman/virus, sinar ultraviolet,

obat-obatan tertentu Pembentukan lupus Kerusakan perfusi jaringan Produksi antibodi secara terus menerus Pencetus penyakit inflamasi multi organ

kulit otak hati

Suplai O2

keotak menurun Terjadi kerusakansintesa zat-zat dibutuhkan tubuh Ruam kupu-kupu, SLE membran, alopepsia, urtikaria dan vaskulitis, ulserasi hipoksia Resiko penurunan perfusi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh Gangguan

citra tubuh Kerusakan integritas

kulit Darah Ginjal

(5)

E. Tanda dan Gejala

1. Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE : a) Rasa lelah

b) Malaise c) Demam

d) Penurunan nafsu makan e) Penurunan berat badan

2. Manifestasi klinik pada Muskuloskeletal :

Proteinurinari, sindrom nefrotik HB menurun Efusi pleura Penurunan suplai O2 / Nutrien Ketidakefekti fan pola nafas Retensi urine Anemia, trombositopenia leucopenia sendi

Terjadi artritis Resiko infeksi keletihan

ansietas Nyeri inflamasi Pembengkakan, efusi Kerusakan mobilitas fisik nyeri Aktivitas menurun

(6)

a) Artritis b) Atralgia c) Myalgia

3. Manifestasi klinik pada kulit :

a) Timbulnya ruam pada kulit yang khas (berbentuk kupu-kupu) b) Vaskulitis eritema periungual

c) Livido retikularis d) Alopesia

e) Ulserasi

f) Fenomena Raynaud

4. Manifestasi klinik pada jantung : a) Pericarditis

b) Miokarditis

c) Gangguan katup jantung

d) Gejala endokarditis libman sachs 5. Manifestasi klinik pada paru-paru :

a) Pleuritic b) Efusi pleura c) Pneumonitis

6. Manifestasi klinik pada gastrointestinal : a) Mual b) Diare c) Dyspepsia d) Vasculitis e) Perforasi usus f) Pankreatitis g) Hepatosplenomegali

7. Manifestasi klinik pada susunan saraf : a) Neuropati perifer b) Disfungsi kognitif c) Psikosis d) Depresi e) Kejang f) Stroke

8. Manifestasi klinik pada hematologik : a) Anemia

b) Leukopenia

c) Trombositopenia ringan

d) Trombositopenia berat disertai perdarahan dan purpura F. Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Fredy M. Komalig yang berjudul Faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko SLE.

(7)

1. Responden penyakit SLE pada wanita (94,6%) lebih banyak dari pada pria (5,4%)

2. Responden wanita usia produktif: 15-44 tahun (88,4%) lebih banyak jumlahnya dari semua golongan umur wanita (11,6%)

3. Penyakit yang sering dialami responden sebelum sakit adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur dana tau virus seperti: infeksi saluran pernafasan atau lebih tinggi (58,9%), diikuti dengan penyakit tifus/paratifus (33,1%), penyakit kulit/jamur (18,8%), herpes (2,9%) dan penyakit-penyakit selain infeksi adalah: sukar tidur (21,2%), nyeri kepala (4,4%), darah tinggi (3,9%), penyakit tuberkulosa (4,4%), asma (1,9%), gastritis (1,4) dan rematik (0,9%)

4. Faktor kimia seperti obat-obat yangs sering digunakan responden sebelum sakit SLE adalah: golongan ampisilin/amoksilin (63,1%), golongan antipiretik/analgetik (36,6%), golongan siprifloksasin (23,7%), golongan diaseparn (21,2%).

G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan darah

Leukopeni/limfopeni, anemia, trombositopenia, LED meningkat. 2. Imunologi

 ANA (antibody anti nuclear)

 Antibody DNA untai ganda (ds DNA) meningkat.  Kadar komplemen C3 dan C4 meningkat.

 Tes CRP (C-reactive protein) positif 3. Fungsi ginjal

 Kreatinin serum meningkat  Penurunan GFR

 Proteinuria (>0,5 gram per 24 jam)

 Ditemukan sel darah merah dana atau sedimen granular 4. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan lupus

APTT memanjang yang tidak membaik pada pemberian plasma normal. 5. Serologi VDRL

Memberikan hasil positif palsu 6. Tes vital lupus

Adanya pita Fg 6 yang khas dana tau deposit ig M pada persambungan dermo-epidermis pada kulit yang terlibat dan yang tidak.

(8)

H. Penatalaksanaan

Tujuan dari pengobatan SLE adalah untuk mengurangi gejala penyakit, mencegah terjadinya inflamasi, dan kerusakan jaringan, memperbaiki kualitas hidup pasien, memperpanjang ketahanan pasien, memonitor manifestasi penyakit, menghindari penyebaran penyakit, serta memberikan edukasi kepada pasien tentang manifestasi dan efek samping dari terapi obat yang diberikan. Karena banyaknya variasi dalam manifestasi klinik setiap individu maka pengobatan yang dilakukan juga sangat individual tergantung dari manifestasi klinik yang muncul. Pengobatan SLE meliputi terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi.

1. Terapi nonfarmakologi

Gejala yang sering muncul pada penderita SLE adalah lemah sehingga diperlukan keseimbangan antara istirahat dan kerja, dan hindari kerja yang terlalu berlebihan. Penderita SLE sebaiknya menghindari merokok karena hidrasin dalam tembakau diduga juga merupakan faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya SLE. Tidak ada diet yang spesifik untuk penderita SLE (Delafuente, 2002). Tetapi penggunaan minyak ikan pada pasien SLE mengandung vitamin E 75 IU and 500 IU/kg diet dapat menurunkan produksi sitokin proinflamasi seperti IL-4, IL-6, TNF-a, IL-10, dan menurunkan kadar antibodi anti- DNA (Venkatraman et al., 1999). Penggunaan sunblock (SPF 15) dan menggunakan pakaian tertutup untuk penderita SLE sangat disarankan untuk mengurangi paparan sinar UV yang terdapat pada sinar matahari ketika akan beraktivitas di luar rumah.

2. Terapi farmakologi

Terapi farmakologi umtuk SLE ditujukan untuk menekan sistem imun dan mengatasi inflamasi. Umumnya pengobatan SLE tergantung dari tingkat keparahan dan lamanya pasien menderita SLE serta manifestasi yang timbul pada setiap pasien.

(9)

Merupakan terapi utama untuk manifestasi SLE yang ringan termasuk salisilat dan NSAID yang lain (Delafuente, 2002). NSAID memiliki efek antipiretik, antiinflamasi, dan analgesik (Neal, 2002).

Obat-obat lain yang digunakan pada terapi pada penyakit SLE antara lain adalah azatioprin, intravena gamma globulin, monoklonal antibodi, terapi hormon, mikofenolat mofetil, dan pemberian antiinfeksi :

a) Azatioprin b) Metotreksat

c) Intravena gamma globulin d) Terapi hormone

e) Antiinfeksi/antijamur/antivirus f) Mikofenolat mofetil

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian

1. Anamnesis

Identitas, riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang difokuskan pada gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam, panas, anoreksia, dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.

(10)

2. Kulit

Ruam eritematous, plak eritomaous pada kulit kepala, muka atau leher. 3. Kardiovaskuler.

Friction rub pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritemous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki, dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan.

4. Sistem muskuloskeletal.

Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari

5. Sistem integumen

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pada pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.

6. Sistem pernafasan

Pleuritis dan efusi pleura.. 7. Sistem vaskuler

Inflamasi pada arteriol terminalis yang menyebabkan lesi eritemous papuler dan purpura yang menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki, dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

8. Sistem renal

Edema dan hematuria 9. Sistem saraf

Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefekifan pola nafas b.d ekspansi paru menurun, hiperventiasi, ansietas.

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d Friction rub pericardium, lesi eritemous papuler

3. Kerusakan integritas kulit b.d lesi pada kulit 4. Kerusakan mobilitas fisik b.d deformitas skeletal 5. Nyeri akut b.d inflamasi dan kerusakan jaringan 6. Retensi urin b.d inhibisi arkus refleks

C. Intervensi Keperawatan

(11)

Keperawatan Hasil 1. Ketidakefekifan pola nafas b.d ekspansi paru menurun, hiperventiasi, ansietas.  Respiratory status : ventilation  Respiratory status : airway patency  Vital sign status KH :

 Tidak ada sianosis dan dyspnea  Menunjukkan

jalan nafas yang paten.

 Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

Label NIC: Airway Management:

Observasi/Monitoring 1. Monitor Tanda-tanda vital 2. Monitor VS saat pasien

berbaring, duduk, atau berdiri

3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 4. Monitor adanya

kecemasan pasien terhadap oksigenasi Edukasi/Penyuluhan 5. Ajarkan pasien untuk

memposisikan tubuh pasien untuk

memaksimalkan ventilasi Tindakan Mandiri

Keperawatan 6. Buka jalan nafas,

gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 7. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi 8. Pertahankan posisi pasien 9. Auskultasi TD pada

kedua lengan dan bandingkan Kolaborasi

10. Kolaborasikan bersama Dokter untuk pemberian bronkodilator bila perlu 2. Ketidakefektifa Circulation status Label NIC: Peripheral

(12)

n perfusi jaringan b.d Friction rub pericardium, lesi eritemous papuler  Tissue perfusion Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan:

 Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.  Tidak ada

tanda-tanda peningkatan tekanan

intracranial. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:

 Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan  Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi Mendemonstrasikan fungsi motori cranial yang utuh yaitu dengan tingkat kesadaran yang baik dan tidak ada gerakan involunter

sensation management: Obsrevasi/Monitoring 1. Monitor adanya daerah

tertentu yang hanya peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpu l

2. Monitor adanya paretese 3. Monitor kemampuan BAB 4. Monitor adanya tromboplebitis Edukasi/penyuluhan 5. Instruksikan keluarga

untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi 6. Diskusikan mengenai

penyebab perubahan sensasi

Tindakan mandiri keperawatan

7. Gunakan sarung tangan untuk proteksi

8. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

Kolaborasi

9. Kolaborasikan kepada tim farmakologi untuk

(13)

3. Kerusakan integritas kulit b.d lesi pada kulit  Tissue integrity : skin and  Hemodyalis access KH :  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan  Perfusi jaringan baik  Mempu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.

Label NIC: Pressure management:

Observasi/monitoring 1. Monitor kulit akan

adanya kemerahan Edukasi/penyuluhan 2. Anjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian yang longgar

Tindakan mandiri keperawatan

3. Jaga kebersihan kuliat pasien agar tetap bersih dan kering

4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah sekitar lesi 5. Memandikan pasien

dengan sabun dan air hangat 4. Kerusakan mobilitas fisik b.d deformitas skeletal  Joint movements: active  Mobility level  Self care : ADLs KH :

 Klien meningkat dalam aktivitas fisik

 Mengerti tujuan dari mobilitas fisik  Memverbalisasika

Label NIC: Exercise therapy:

Observasi/monitoring 1. Monitor vital sign

sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

Edukasi/penyuluhan 3. Ajarkan pasien atau

(14)

n perasaan dalam meningkatkan dan kemampuan berpindah  Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi

tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi 4. Ajarkan pasien

bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan Tindakan mandiri keperawatan

5. Bantu klien untuk menggunakan alat bantu saat berjalan dan cegah terhadap cedera

6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Kolaborasi

7. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan 5. Nyeri akut b.d inflamasi dan kerusakan jaringan  Pain level  Pain control  Comfort level KH :  Mampu menontrol nyeri  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan

Label NIC: Pain management:

Observasi/monitoring 1. Lakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif (PQRST)

2. Kaji tipe dan sumber nyeri

3. Observasi reaksi nonverbal dari

(15)

menggunakan manajemen nyeri  Mampu mengenali nyeri  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang ketidaknyamanan 4. Kaji kultur yang

mempengaruhi respon nyeri 5. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Edukasi/penyuluhan 6. Ajarkan pasien tentang

teknik relaksasi nafas dalam Tindakan mandiri keperawatan 7. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 8. Kontrol lingkungan yang

dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan

9. Kurangi faktor presipitasi nyeri

10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri Kolaborasi

11. Kolaborasikan dengan tim farmakologi untuk pemberian analgetik

(16)

untuk mengurangi nyeri 12. Kolaborasikan dengan

dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 6. Retensi urin b.d inhibisi arkus refleks  Urinary elimination  Urinary continence KH :  Kandung kemih kosong secara penuh

 Tidak ada residu urin > 100-200cc  Tidak ada spasme

bladder

 Balance cairan seimbang.

Label NIC: Urinary Retention Care

Observasi/penyuluhan 1. Monitor intake dan

output

2. Monitor tanda dan gejala retensi urin

3. Monitor derajat distensi bladder

4. monitor tanda dan gejala ISK

edukasi/penyuluhan 5. Instruksikan pada pasien

dan keluarga untuk mencatat output urin 6. ajarkan kepada pasien

mengenai tanda dan gejala infeksi saluran kemih

tindakan mandiri keperawatan

7. Kateterisasi bila perlu 8. batasi cairan

9. sediakan privacy untuk eliminasi

(17)

BAB IV STUDI KASUS

Seorang perempuan usia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah 1 minggu bertambah besar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh persendian. Pada pemeriksaan fisik diperoleh ruam pada pipi dengan terbatas tegas, peradangan pada siku, lesi berskuama pada daerah leher, malaise. Tekanan darah 110/80 mmHg, pernapasan 20x/menit, nadi 90x/menit, suhu 38,50 C, HB 11 gr/dl, WBC 15.000/mm3.

Pengkajian Klien dengan SLE (Sistemisc Lupus Erythematosus)

1. Identitas

Nama : Nn. A Umur : 35 Tahun

(18)

Jenis Kelamin : Perempuan 2. Keluhan Utama

Pipi dan Leher merah. Demam.

Nyeri pada kulit yang memerah Persendian terasa kaku

3. Riwayat kesehatan sekarang.

Klien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya kecil setelah 1 minggu

bertambah besar, demam nyeri dan terasa kaku seluruh persendian utamanya pada pagi hari dan berkurang nafsu makan.

4. Pemeriksaan umum Tekanan darah : 110/80 mmHg Respirasi : 20X/menit Nadi : 90X/menit Suhu : 38,50 C Hb : 11 gr/dl WBC : 15.000/mm3 5. Pemeriksaan Fisik

Ruam pada pipi yang terbatas tegas Peradangan pada siku

Lesi berskuama pada daerah leher Malaise

6. Analisa Data

(19)

1. DS :

Klien merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, demam dan nyeri. DO : - Suhu 38,50 C - WBC 15.000/mm3 - Hb11 gr/dl Produksi autoimun yg berlebihan

Jumlah anti body meningkat

Antibody merusak jaringan

Terjadi peradangan / inflamasi

Resiko Infeksi

2. DS :

Klien mengatakan, nyeri dan persendian terasa kaku, utamanya dipagi hari. DO :

- Peradangan pada siku.

Peradangan / inflamasi

Sendi

Artitis

Intoleran Aktivitas

3. DS :

Klien mengaku kurang nafsu makan.

DO : Malaise

Kerusakan jaringan

Saluran cerna akan mengiritasi lambung

Mual/Muntah

Intake tidak adekuat

Resiko Nutrisi kurang kebutuhan

4. DS :

Klien merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher.

Produksi anti body

Penyakit inflamasi multi

Gangguan Integrasi Kulit

(20)

DO :

- Ruam pada pipi dengan terbatas tegas.

- Lesi berskuama pada daerah leher

organ

Merusak kulit yang normal

Degenerasi lapisan basal

Fibrosis, inviltrasi perivaskuler sel mononukleus

Lesi, Eritema dan Bula

7. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi. No. Diagnose

Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

1. Intoleran Aktivitas Energy conservation  Activity tolerance  Self care: ADLs KH:  Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri  Tanda-tanda vital normal  Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan alat

Label NIC: Activity therapy

Observasi/monitoring 1. Monitor respon

fisik, emosi, social, dan spiritual

Tindakan mandiri keperawatan

2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 3. Bantu klien untuk

membuat jadwal latihan di waktu

(21)

luang 4. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

5. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan Kolaborasi 6. Kolaborasikan dengan tenaga rahabilitasi 2. Kerusakan integritas

kulit b.d lesi pada kulit  Tissue integrity : skin and  Hemodyalis access KH :  Integritas kulit yang baik bias dipertahankan  Perfusi jaringan baik  Mempu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan

Label NIC: Pressure management:

Observasi/monitoring 6. Monitor kulit akan

adanya kemerahan Edukasi/penyuluhan 7. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar Tindakan mandiri keperawatan 8. Jaga kebersihan

kuliat pasien agar tetap bersih dan

(22)

alami. kering

9. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah sekitar lesi

10. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

3. Ansietas  Anxiety level  Social anxiety level

KH:  Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas  Vital sign dalam

batas normal  Postur tubuh,

ekspresi wajah, Bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

Label NIC: Anxiety reduction Observasi/monitoring 1. Kaji tanda-tanda vital 2. Identifikasi tingkat kecemasan Tindakan mandiri keperawatan 3. Gunakan pendekatan yang menenangkan 4. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien 5. Bantu pasien mengenai situasi yang menimbulkan kecemasan 6. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan

(23)

mengurangi takut 4. Nyeri akut  Pain level

 Pain control  Comfort level KH :  Mampu menontrol nyeri  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri  Mampu mengenali nyeri  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Label NIC: Pain management: Observasi/monitoring 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (PQRST)

2. Kaji tipe dan sumber nyeri

3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 4. Kaji kultur yang

mempengaruhi respon nyeri 5. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Edukasi/penyuluhan 6. Ajarkan pasien tentang teknik relaksasi nafas dalam Tindakan mandiri keperawatan 7. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

(24)

pasien 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri 10. Pilih dan lakukan

penanganan nyeri Kolaborasi 11. Kolaborasikan dengan tim farmakologi untuk pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri 12. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

BAB V PENUTUP

(25)

A. Kesimpulan

Dari paparan diatas dapat kami simpulkan bahwa Penyakit Sistemik Lupus Eritematosus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan system imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh. Kelainan ini disebabkan oleh produksi antibodi dalam jumlah besar sehingga menyebabkan sistem imun tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri dan organisme asing.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini kami harapkan pembaca dapat mengetahui cara pemberian asuhan pada klien dengan SLE, juga pembaca dapat menjaga pola hidup yang sehat agar terhindar dari penyakit SLE.

Referensi

Dokumen terkait

Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta

Berbagai penelitian juga telah mengaitkan antara kejadian berbagai penyakit autoimun yang lainnya, termasuk lupus eritematosus sistemik, dengan penurunan jumlah

Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, artinya tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri,

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun dengan manifestasi klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis yang beragam, dan sulit

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun dengan manifestasi klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis yang beragam, dan sulit

Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas penyakit LES dan tingkat depresi pada penderita Lupus Eritematosus Sistemik

i. Penyakit +aringan ikat lupus eritematosus sistemik#  +. Celapan puluh persen penderita  pankreatitis akut mengalami penyakit pada duktus billiaris: meskipun

Suntoko, Bantar, 2014, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI Bab: Gambaran Klinik dan Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik, Interna Publishing, Jakarta.. Filaretova, “Dual