Bahan Bacaan 2.2.
2. Pemetaan Jenis Standar
Penting bagi daerah untuk memahami secara utuh (komprehensif) perbedaan jenis standar, kelebihan masing-masing jenis standar, dan hubungan antar jenis standar. Dengan pemahaman yang baik ini, aktor-aktor dapat memutuskan dengan pikiran jernih bagaimana serangkaian standar dapat diterapkan di suatu daerah agar tercapai hasil yang maksimal -sesuai dengan kebutuhan, kapasitas dan faktor lain di suatu daerah. Untuk membantu para pihak yang berkepentingan (stakeholder) mencapai pengertian yang memadai/utuh, KINERJA (dengan sumbangan pikiran dari “tim nasional” yang telah disebutkan) mempersiapkan suatu perbandingan antar jenis standar (Tabel 1). Perbandingan ini dimaksudkan untuk membandingkan/menkonstatasikan
perbedaan dan juga kesamaan antar jenis standar dari aspek sifat, hukum, akar dan kelembagaannya.
2
. Pe
nin
gka
ta
n Ku
alit
as
Pe
la
ya
na
n Pu
blik
Me
la
lu
i T
ata
Ke
lo
la
Se
kt
or
di
In
do
ne
si
a
w w w .ki nerj a.o r.id dul T ata K el o la P el aya na n Publ ik Berba sis Sta nd ar NSPK SPM SPP SOP ISOSifat inti Berkaitan berbagai aspek pelayanan publik yang
menjadi kepentigan nasional; eisiensi, keselamatan, pemerataan,
mutu dll.
Berkaitan berbagai aspek pelayanan yang menjadi
kepentingan nasional/ internasional; jangkauan
yang merata dan mutu pelayanan dasar
Berkaitan berbagai aspek pelayanan publik yang merupakan praktek yang
baik: transparansi dan informasi, kepastian, harga yang terjangkau, mekanisme pengaduan dll.
Berkaitan berbagai aspek pelayanan publik, dengan
fokus pada konsistensi prosedur dan hasil
Berkaitan komitmen suatu unit pelaksana pelayanan
publik terhadap mutu pengelolaan dan hasil yang memuaskan klien –
pendekatan manajemen
Unit pemerintah/
badan pendukung
Koordinasi oleh MoHA; Menteri2 menyusun
peraturan
Koordinasi oleh MoHA/Tim Konsultasi/ DPOD; Menteri2 menyusun
peraturan
KemPAN mendorong daerah dan pihak lain
langsung
Instansi penyedia pelayanan/ badan akreditasi/Menteri2
Promosi dari KemPAN; Instansi penyedia pelayanan/badan
akreditasi Dasar hukum PP 38/2007 (pembagian
urusan)
PP sektoral lain (misalnya PP 19/2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan)
UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
PP 65/2005 tentang SPM
UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik
Contoh: SOP yang berada dalam SNP (lihat NSPK).
Juga badan akreditasi
Badan internasional
Kewajiban menerapkan
standar
Wajib (jika urusan dilaksanakan)
Wajib untuk pelayanan dasar
Wajib untuk pelayanan publik
Tergantung instansi (kecuali SOP yang merupakan NSPK)
Wajib jika mendapat akreditasi
Asal historis standar
Juklak/Juknis sebelum era desentraliasi perlu disesuaikan; lahir NSPK
Lahir dalam PP 25/2000; Permen2 keluar 2001,
namun konsep perlu dikembangkan lagi; ronde
kedua di 2008
Mulai awal 2000s, namun belum punya dasar hukum
yang kuat, sampai keluar UU 25/2009
Telah lama diupayakan, namun popularitas meningkat tahun 2000s Mulai didorong pertengahan 2000s oleh KemPAN Penentu standar Menteri-menteri melalui Peraturannya masing- masing Menteri-menteri melalui Peraturannya masing- masing (13 sampai hari ini)
Kerangka dari KemPAN, dan spesiik oleh instansi/
UPTD yang relevan
Instansi daerah yang relevan; badan akreditasi
kalau relevan
International Organization for Standardization
w w w .ki nerj a.o r.id M o dul T ata K el o la P el aya na n Publ ik Berba sis Sta NSPK SPM SPP SOP ISO Instansi daerah yang relevan Instansi yang melaksanakan urusan yang dibarengi NSPK
Dinas, dan UPTD dlm. sektor yang mempunyai
SPM
Terutama UPTD UPTD UPTD
Pelayanan sasaran
Pelayanan apapun yang mempunyai aspek teknis
Pelayanan dasar (urusan wajib)
Pelayanan apapun yang menyentuh publik Berkaitan pelayanan apapun Khususnya RS, Puskesmas, OSS Kapasitas pelaksana yang diperlukan
Sedang; khusunya aspek teknis
Sedang-tinggi; aspek perhitungan biaya dan integrasi dalam perencanaan/ anggaran
paling rumit
Rendah-sedang; aspek mekanisme pengaduan dan survei kepuasan
paling rumit
Rendah-sedang; perlu pengertian “business
process”
Tinggi, oleh karena merupakan pendekatan yang menyeluruh Fokus ongkos penerapan Tuntutan NSPK dapat berimplikasi biaya (mis.,
pilihan teknologi)
Jangkauan/mutu sesuai target pencapaian yang diatur oleh menteri-menteri
Ongkos mengembangkan SPP; SPP cenderung prosedural, namun mutu
staf dapat berimplikasi dana
Ongkos awal untuk mengembangkan SOP
Ongkos akreditasi dan monitoring secara berkala
cukup tinggi
Dasar hukum di daerah
Kurang jelas kalau diperlukan
Kurang jelas kalau diperlukan; terdapat Perda
& peraturan KDH
Masing-masing UPTD mempunyai panduan, dan
service charter
Pedoman internal UPTD/ dokumen akreditasi
Dokumen akreditasi dari badan akreditasi Pelaporan/ pengend- alian Pelaporannya tergantung kategori dalam NSPK. Menteri-menteri seharusnya memonitor penerapan NSPK Pencapaian SPM dilaporkan kepada KDH dan kepada menteri yang
bersangkutan. Menteri memonitor pencapaian
SPM
Belum keluar PP yang akan menjelaskan. Sistem ombudsman?
Kalau SOP intern saja – tidak ada pelaporan. Untuk yang berasal dari badan akreditasi, sesuai
tuntutan badan
Sesuai tuntutan ke badan akreditasi nasional (di
bawah ISO)
Sanksi untuk pengabaian
Tergantung kategori NSPK Belum jelas Belum jelas Badan akreditasi dapat tarik statusnya
Badan akreditasi dapat tarik statusnya?
Tergantung jenis standar, aktor di daerah diberikan ruang gerak untuk penerapan yang berbeda. Sebagian standar merupakan kewajiban (NSPK/ SPM/sebagian dari SPP/sebagian dari SOP). Untuk sebagian SPP, SOP dan standar berkaitan akreditasi ISO, pengembangan atau penerapannya tergantung instansi/unit pelaksana – tidak ada keharusan yang berasal dari pemerintah.
Pencapaian atau penerapan standar sangat
tergantung pada kapasitas aktor di daerah, dan jenis standar yang dihadapi. Ada standar yang menuntut kapasitas yang tinggi (misalnya beberapa SPM), dan ada yang lebih mudah diterapkan (berbagai SOP yang sepenuhnya dikembangkan secara intern). Kapasitas yang dimaksudkan termasuk aspek keuangan. SPM sangat berimplikasi pada pendanaan karena terfokus pada jangkauan/akses, mutu pelayanan, dan tata kelola. Beberapa dari SOP/SPP lebih menekankan prosedur internal sebuah organisasi, dan tidak menuntut pendanaan yang besar untuk membenahi prosedur tersebut.
Penerapan berbagai standar juga dimudahkan oleh peraturan perundang-undangan yang jelas dan menyentuh hal yang penting. Sebaliknya,
masih banyak hal yang perlu diklariikasi untuk
berbagai jenis standar. Misalnya, dalam UU 25/2009 masyarakat diberikan hak untuk mengajukan pengaduan kepada Ombudsman. Masih belum jelas apakah Ombudsman daerah juga dapat menangani
pengaduan dari unit pelayanan pemerintah daerah/ UPTnya atau hanya Ombudsman yang dibentuk oleh Pemerintah.1 Lagipula, belum jelas apakah
masyarakat yang kurang puas dengan pencapaian SPM dapat mengunakan jalur Ombudsman (Pusat atau Daerah) untuk pengaduannya. Selain contoh ini, banyak pertanyaan lain yang masih menunggu
klariikasi, dan upaya klariikasi sebaiknya dilakukan
secara terkait oleh pihak nasional yang berperan mensponsori berbagai jenis standar.
Dilihat secara menyeluruh, dapat dimengerti kalau penerapan semua jenis standar secara simultan menjadi tantangan yang kurang layak diupayakan untuk kebanyakan daerah. Oleh karena itu, sebaiknya masing-masing daerah memutuskan secara bijaksana bagaimana memanfaatkan keragaman standar yang didorong oleh berbagai “sponsor.”