• Tidak ada hasil yang ditemukan

Standar ISO

Dalam dokumen f341c857 c906 476d 8cc7 6bfd2865a624 (Halaman 121-125)

ISO 9001:2008 adalah salah satu dari berbagai standar ISO (International Organization for

Standardization) yang mengarah pada manajemen organisasi yang bermutu. ISO adalah suatu organisasi internasional non-pemerintah, dan membentuk jaringan antar 159 organisasi nasional (yang dapat merupakan badan pemerintah atau berorientasi pada swasta). Sekretariat ISO berpusat di Jenewa- Swiss. ISO hanya menentukan standar, dengan kerjasama organisasi nasional dan keahlian tertentu.

Standar ini bersifat persyaratan proses manajemen yang dianggap akan menghasilkan suatu sistem manajemen yang bermutu. Sistem ini relevan untuk organisasi apapun, publik atau swasta, besar atau kecil. Organisasi yang mampu menerapkannya

mendapat “sertiikasi ISO 9001:2008,” namun

organisasi dapat mengikuti standar tanpa mendapat

sertiikasi.

Organisasi yang pantas mengejar sertiikasi ISO

adalah yang mengutamakan kepuasan kliennya.

Sistem ISO telah teruji menjadi suatu pendekatan yang menyeluruh untuk memperbaiki proses internal agar kepuasan klien tercapai. Standar yang dituntut cukup ketat, namun cara untuk memenuhinya

masih leksibel untuk mencerminkan kekhususan

organisasi.

ISO 9001-2008 mengandalkan pada organisasi sendiri untuk menerapkan audit manajemen guna mendapat gambaran atas status organisasi. Aspek yang tercakup termasuk aspek hukum, perencanaan, desain proses keluaran organisasi, komunikasi, kompetensi staf, otoritas dan pertanggung jawaban internal, hubungan dengan klien, pengukuran prestasi, dan lain-lain.

Pelibatan klien dalam tahap ini sangat disarankan agar nampak apakah organisasi mampu memenuhi kebutuhan klien. Apabila diinginkan, organisasi dapat membuktikan statusnya/perbaikan dengan

memanfaatkan suatu “badan independen sertiikasi

sistem mutu” (independent quality system

certiication body) yang akan menjamin

tingginya kredibilitas bahwa organisasi betul mencapai standar ISO. Di Indonesia, sistem akreditasi ISO dikelola oleh Komite Akreditasi Nasional9 dan didukung oleh pihak ketiga, yaitu

7 Jurnas.com (2010). 2014, RS Ditargetkan Terakreditasi Internasional Jakarta Friday, 9 July, 7 http://www.jurnas.com/

news/3248/2014,_RS_Ditargetkan_Terakreditasi_Internasional/103/Sosial_Budaya

8 Informasi untuk bagian laporan ini disesuaikan sebagian besar dari situs ISO, di bawah judul “ISO 9000 essentials” http://www. iso.org/iso/iso_catalogue/management_and_leadership_standards/quality_management/iso_9000_essentials.htm

9 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2001 Tentang Komite Akreditasi Nasional

badan sertiikasi; 14 badan sertiikasi ISO (seri 9000)

terakreditasi (data 2003).10 Selain memberikan

sertiikasi, badan ini juga diberikan hak melakukan

kunjungan pemeriksaan (surveillance visits) minimal sekali setiap tahun, untuk menjamin bahwa sistem ISO betul berjalan.

Keputusan untuk mendapatkan sertiikasi,

untuk SKPD atau UPTnya, sangat tergantung pada persepsi manfaat dan biaya (yang cukup

berat pada tahap sertiikasi, dan kunjungan

pemeriksaan secara terus-menurus dari badan

sertiikasi). Perlu juga dipertimbangkan apakah badan sertiikasi (yang berada di Indonesia dan menawarkan harga sertiikasi yang berbeda-

beda) benar-benar memahami organisasi yang

disertiikasi dan mempunyai reputasi yang baik.

4. Hubungan antar Berbagai

Jenis Standar

Ada banyak keterkaitan antar jenis standar yang perlu diperhatikan. Misalnya, apabila NSPK dipahami dalam arti yang luas, seperti dijelaskan di atas, maka kebanyakan standar lain dapat dipayungi oleh NSPK. Contoh, jelas bahwa Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan bagian integral dari NSPK. Namun, sebagaimana dilihat dalam Bagan 1, SPM berkaitan dengan urusan wajib

yang bersifat “pelayanan dasar;” sedangkan NSPK meliputi semua urusan.

Bagan 1 berupaya memberikan gambaran sederhana tumpang tindihnya berbagai standar secara konseptual, yaitu yang berkaitan dengan urusan daerah. Dalam bidang pendidikan misalnya, NSPK (yang dinamakan SNP – Standar Nasional Pendidikan), sebagian merupakan SOP. Keduanya berkaitan dengan urusan non-pelayanan dasar, namun juga dapat bermain dalam domain urusan wajib yang bersifat pelayanan dasar.

Wajar jika pihak pemerintah memberi kesan

bahwa NSPK merupakan payung untuk semua standar, namun perlu disadari bahwa tidak semua standar dapat dipayungi oleh NSPK karena NSPK merupakan suatu kewajiban yang berasal dari Pemerintah (mutlak untuk urusan wajib, atau diaktifkan pada saat daerah memilih untuk melaksanakan urusan pilihan). Ini artinya standar yang berasal dari badan akreditasi non-pemerintah (sebagian SOP atau standar yang didorong dalam konteks ISO) tidak masuk dalam Bagan 1, namun perlu juga mendapatkan perhatian.

10 Achmad, Kukuh, S. (2011). The Acceptance of Accredited Conformity Assessment Bodies by Regulatory Authorities – Indonesian Experience, National Accreditation Body of Indonesia (KAN). Obtained April 16, 2011 from http://www.aseansec.org/14899.

htm

Bagan 1: Keterkaitan Berbagai Jenis Standar

Kembali ke Bagan 1, tumpang tindih juga terlihat antara SPM dan SPP. Meskipun SPM ditetapkan oleh Pemerintah, beberapa SPP yang berkaitan dengan mutu staf akan mirip atau sama, karena jika dilihat dari segi profesionalitas maka menjadi kewajiban daerah untuk mempekerjakan staf

yang mempunyai kualiikasi yang pas akan sama

dengan keinginan suatu organisasi untuk menjamin keterampilan staf setara dengan tuntutan pelayanan yang ingin diberikan kepada pengguna layanan.

Keterkaitan standar dapat juga dilihat dalam masing- masing sektor. Bagan 2 menunjukan serangkaian standar dalam sektor pendidikan.

Bagan 2: Standar-standar Dilihat dalam Suatu Sektor (Pendidikan)

Kompleksitas akan bertambah jika pihak non- pemerintah juga mendapat perhatian. Dalam pelayanan publik terdapat juga penyelenggara pelayanan di luar pemerintah daerah/UPTnya. SOP dan SPP juga digunakan oleh pihak swasta dan LSM/organisasi masyarakat sipil. Penerapan standar dalam organisasi ini juga penting, namun derajat/prosedur kewajiban dan pengendalian agak berbeda dari organisasi pemerintah daerah dan UPTnya. Jelas bahwa beberapa standar tetap sama – SPM terkait mutu guru berlaku juga untuk sekolah yang dikelola swasta/LSM/agama. SPP yang digunakan oleh organisasi non-pemerintah perlu juga mencerminkan keharusan yang diamanatkan UU 25/2009, misalnya tidak boleh ada diskriminasi dalam pelayanan publik.

Perlu disadari bahwa SOP, SNP, SPP dan standar lain dapat mengatur juga peranan pihak Pemerintah, selain dari aktor-aktor di daerah. Misalnya, SNP dapat mengatur peranan Pemerintah dalam mengadakan ujian nasional, selain pihak daerah (ujian nasional menyumbangkan 60%, sedangkan ujian daerah 40%).

Melihat jenis standar dan hubungannya, wajar jika muncul pertanyaan mengapa muncul banyak jenis standar seperti yang diwajibkan atau ditawarkan saat ini? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh Pemerintah, namun dapat diduga bahwa masing-masing instansi sponsor melihat sesuatu yang berguna dalam paket yang disponsori. Apabila Menteri Pendidikan Nasional mengemas sebagian NSPK menjadi “Standar Nasional Pendidikan,” stakeholder dalam sektor ini akan manangkap maksud dan isinya dengan lebih mudah. Selain itu, KemPAN akan beranggapan bahwa apabila sebagian aspek penyelenggaraan pelayanan dibungkus menjadi SPP maka akan lebih mudahuntuk menjelaskan kepada masyarakat tentang haknya atas pelayanan.

Dapat dimengerti jika Kementerian Dalam Negeri ingin menekankan bagian dari NSPK yang lebih mangarah pada cakupan, mutu, dan tata kelola pelayanan dasar. Standar ini berbeda dari banyak standar lain yang dipayungi NSPKkarena diakui bahwa perlu waktu untuk mencapai SPM secara sepenuhnya. Untuk sebagian besar NSPK, aspek waktu kurang relevan; apabila obat “cold chain” tidak

dipertahankan dalam kegiatan imunisasi, sebaiknya imunisasi itu tidak dijalankan sama sekali. Hal ini berbeda dari SPM di mana diharapkan bahwa dalam waktu beberapa tahun, misalnya, 95% dari suatu populasi terjangkau dengan pelayanan imunisasi.

Sayangnya, masing-masing kementerian/lembaga nasional mengalami kesulitan melihat keseluruhan standar secara utuh, dan ini berdampak bada aktor- aktor di daerah. Masing-masing punya alasan yang kuat mengapa jenis standar tertentu perlu diberikan perhatian. Namun kapasitas aktor-aktor di daerah untuk menerapkan semua jenis standar kurang diperhatikan.

Oleh karena beragam jenis standar sebenarnya sangat mirip atau merupakan sub-kategori dari kategori standar yang lebih umum, penting sekali sosialisasi standar dilakukan secara koheren. Aktor di daerah perlu mengetahui sifat dan asal standar dan secara persis prestasi apa yang diharapkan dari aktor di daerah, serta ruang geraknya dalam penerapan standar.

5. Peranan Aktor Pemerintah dan

Masyarakat

Perbandingan umum jenis standar (Tabel 1) jelas memperlihatkan sifat masing-masing jenis cukup berbeda, walaupun ada juga hubungan yang erat antar berbagai jenis. Mengingat perbedaan yang dimaksudkan, jelas bahwa peranan aktor-aktor di

Tabel 1: Perbandingan Peranan Stakeholder dalam Penerapan Jenis Standar

Dalam dokumen f341c857 c906 476d 8cc7 6bfd2865a624 (Halaman 121-125)

Dokumen terkait