Minimal, Kabupaten Bener
Meriah, Provinsi Aceh
Ringkasan
Kabupaten Bener Meriah berdiri sejak tahun 2004, merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah.Sesuai data RISKESDAS Tahun 2011, Bener Meriah menjadi salah satu daerah bermasalah kesehatan. Daerah bermasalah kesehatan sesungguhnya daerah tersebut dapat disebut daerah bermasalah dalam pencapaian
Standar Pelayanan Minimal (SPM). Letak geograis
wilayah yang berada di dataran tinggi serta luas wilayah dengan rasio 6 jiwa/KM menjadi tantangan dalam pencapaian SPM di Bener Meriah terutama dalam optimalisasi akses penduduk terhadap pelayanan kesehatan dasar di Bener Meriah.
Situasi sebelum Inisiatif
Penyusunan perencanaan dan penganggaran sektor kesehatan disusun oleh dinas kesehatan
berdasarkan kebutuhan perkiraan dengan merujuk perencanaan dan penganggaran tahun sebelumnya, perencanaan dan penganggaran yang disusun belum berorientasi pada pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dan kesenjangan (gap) dari indikator kesehatan lainnya, tetapi perencanaan pembangunan masih
berorientasi pada infrastruktur isik dan biaya
aparatur. Hal ini disebabkan karena sebagian besar staf di Dinas Kesehatan dan Puskesmas belum memahami keterkaitan perencanaan dan penganggaran dengan SPM sesuai PERMENKES Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota dan berbagai regulasi terkait lainnya.
Beberapa indikator pencapaian SPM di Bener Meriah pada tahun 2012 adalah Cakupan Kunjungan ibu hamil (K4) 89%, Cakupan Komplikasi Kebidanan yang di tangani 58%, Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang ditangani 9%, Cakupan Kunjungan Bayi 87%, Cakupan Pelayanan Anak Balita 66%. Kondisi pencapaian ini belum tergambarkan dalam perencanaan dan penganggaran Dinkes baik untuk mempertahankan SPM yang sudah tercapai maupun penyebab kesenjangan tidak tercapainya indikator SPM tersebut. Pada sisi lain, anggaran Dinas Kesehatan pada tahun 2012 lebih dominan dialokasikan untuk kegiatan aparatur yaitu 73% dari 43 milyar untuk alokasi anggaran kesehatan.
Kondisi di atas menjadi dasar utama KINERJA mendorong perencanaan dan penganggaran Dinas Kesehatan dan Puskesmas Bener Meriah untuk lebih berorentasi SPM. Untuk mencapai itu, KINERJA telah melakukan serangkaian kegiatan
yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di Bener Meriah diantaranya Dinas Kesehatan; Puskesmas; Rumah Sakit Umum Daerah; Kantor Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Sejahtera; Bappeda; Bagian ORTALA; Komisi D DPRK; Akademisi; Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli terhadap kesehatan serta perwakilan masyarakat lainnya.
Strategi Implementasi
KINERJA memiliki beberapa strategi dalam mendorong Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam perencanaan dan penganggaran berbasis
SPM. Waktu yang dibutuhkan sejak awal sampai
terintegrasi dalam DPA adalah tujuh bulan.
• Lokakarya Standar Pelayanan bidang
Kesehatan.
Tujuan utama dari lokakarya ini adalah peningkatan pemahaman para pemangku
kepentingan di Bener Meriah terhadap ilosois
SPM kesehatan dalam pelayanan publik, SPM sebagai indikator kinerja pemerintah daerah, tinjauan regulasi dan kebijakan terkait dengan kesehatan, diantaranya undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait dengan pemerintah daerah, dan analisis gap
sederhana dari kondisi SPM. Satu persatu topik tersebut dijelaskan oleh narasumber KINERJA sehingga diharapkan muncul pemahaman awal bagi para stakeholder pemerintah terhadap standar pelayanan minimal. Sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan lokakarya peserta,
terutama dari Dinas Kesehatan diminta untuk menyiapkan data-data terkait dengan indikator SPM Kesehatan, dimana data ini menjadi bahan pembahasan untuk pertemuan selanjutnya.
• Lokakarya Reviu Capaian SPM dan
Analisis Gap.
Berdasarkan data yang ada, Dinas Kesehatan
bersama Puskesmas diminta mengidentiikasi
capaian masing-masing indikator SPM, selanjutnya melakukan analisis gap terhadap capaian SPM. Workshop ini diikuti oleh Dinas Kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah, Kantor Pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga sejahtera, Bappeda, Bagian ORTALA, Komisi D DPRK, akademisi, lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap Kesehatan serta perwakilan masyarakat. Sebagai tindaklanjut dari lokakarya ini berdasarkan kesepakatan dan komitmen bersama BAPPEDA diminta untuk membentuk Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Bappeda dan perwakilan Puskesmas.
• Integrasi Standar Pelayanan Minimal.
Integrasi SPM dalam perencanaan daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah- RPJM) dan rencana strategis (Renstra) Dinas Kesehatan. Pengintegrasian ini dilakukan agar dalam dokumen RPJM dan Renstra Dinas Kesehatan memuat penjabaran tentang strategi pencapaian pemenuhan SPM Kesehatan sehingga dapat menjadi acuan bagi dinas
Kesehatan dalam penyusunan rencana kerja anggarannya berbasis SPM.
• Pelatihan costing/perhitungan kebutuhan
pembiayaan SPM.
Pelatihan ini diikuti oleh Bidang Sosial Budaya Bappeda, Bidang Yankes, Bidang Kesga, Bidang P2PL Dinas Kesehatan. Pelatihan costing/ perhitungan pembiayaan SPM ini merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 317/MenKes/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebagai tindaklanjut dari pelatihan ini masing- masing peserta menghitung kebutuhan pembiayaan SPM sesuai dengan bidangnya (Yankes, Kesga dan P2PL) selanjutnya dilakukan reviu dan evaluasi bersama dibawah koordinasi Bappeda terhadap proses costing/ perhitungan perencanaan pembiayaan SPM.
• Lokakarya Seminasi Hasil.
Lokakarya costing/perhitungan perencanaan pembiayaan SPM Kesehatan dimaksudkan sebagai bagian dari strategi advokasi kepada pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) Bappeda, Bagian Organisasi, Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, Komisi D dan Badan Anggaran DPRK serta dinas teknis terkait lainnya, sehingga menghasilkan komitmen bersama untuk dukungan kebijakan perencanaan dan anggaran pelaksanaan SPM oleh pengambil kebijakan.
• Asistensi penyusunan RKA Dinas
Kesehatan berbasis perencanaan pembiayaan SPM.
Kinerja memberikan asistensi untuk memastikan penyusunan RKA berbasis SPM merujuk pada dokumen costing/perhitungan pembiayaan SPM untuk tahun I (2014).
• FGD (focus group discussion).
Diskusi ini dilakukan sebagai bagian dari advokasi yang melibatkan stakeholder
kabupaten Bappeda, Komisi D DPRK,
Multistakeholder Forum Kesehatan serta para pihak terkait lainnya. Tujuannya adalah
untuk mengidentiikasi sumber pembiayaan
perencanaan pencapaian SPM apakah dari alokasi dana Otsus/DAK atau sumber lainnya
dan dikuatkan dengan Surat Edaran Gubernur
tentang Kriteria Umum dan Khusus Penyusunan Program dan Kegiatan Dana Otsus dan TDBH Migas Tahun 2014 sebagai salah satu basis argumen advokasi.