• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran dalam Filsafat

BAB IV PEMIKIRAN HARUN NASUTION

B. Pemikiran dalam Filsafat

Filsafat merupakan aspek yang cukup penting sesudah aspek teologi dari pemikiran Harun Nasution. Sebagaimana diketahui, orang yang pertama kali mensistemasikan filsafat adalah Aristoteles. Menurut sejarah, persoalan-persoalan filsafat telah dibahas dalam katagori-katagori seperti logika, metafisika, epistemologi, dan etika. Kategori-kategori tersebut disebut dengan cabang-cabang tradisional dalam filsafat. Filsafat juga membicarakan sekelompok objek yang teratur dari prinsip-prinsip dan asumsi-asumsi mengenai persoalan tertentu, seperti filsafat sains, filsafat

pendidikan, filsafat sejarah, filsafat hukum, dan filsafat agama. Tiap-tiap ilmu yang dikaji secara mendalam akan memperlihatkan bahwa didalamnya terdapat problem filsafat.19

Menurut Harun Nasution filsafat itu ada tiga kategori, yakni berpikir secara mendalam, berpikir menurut logika, dan berpikir secara bebas.20 Ini berarti berfilsafat adalah berfikir tertib dan sistematis tanpa terikat pada tradisi, dogma dan agama untuk melakukan kajian terhadap sesuatu secara menyeluruh, sehingga inti masalah dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam pandangan Harun Nasution, pemikiran filosofis masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai oleh para ahli pikir Islam di Suria, Mesopotamia, Persia, dan Mesir.21 Pengaruh kebudayaan Yunani terhadap Islam belum kelihatan, baru nyata kelihatanya di masa Bani ‘Abbās, karena pada masa Bani ‘Abbās yang berpengaruh di pusat pemerintahan bukan lagi orang Arab, akan tetapi bangsa Persia seperti keluarga Baramikah, yang telah lama berkecimpung dalam kebudayaan Yunani. Para khalifah Bani ‘Abbās mulanya tertarik pada ilmu kedokteran Yunani dengan segala pengobatannya yang baik dan mujarab, tetapi kemudian mereka tertarik pula kepada ilmu-ilmu pengetahuan lain dan filsafat. Perhatian pada filsafat meningkat pada zaman khalifah al-Ma‘mūn (813-833) putra

19

Haroald H. Titus, Persoalan-Persoalan Filsafat, terj, H.M. Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang:1984), hal. 8.

20

Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1995), hal. 354

21

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspekya, Jilid II (Jakarta: UI Press, 2013) hal. 46.

Harūn al-Rasyīd.22 Ketika itu, al-Ma‘Mūn mengirim utusan-utusan ke kerajaan Bizantium untuk mencari manuskrip yang kemudian dibawa ke Bagdad untuk diterjemah kedalam bahasa Arab.23 Sejak itulah menurut Harun Nasution, bermunculan filosof-filosof Islam yang dapat menerima pemikiran Plato, Aristoteles, Platinus dan sebagainya yang datang dari berbagai wilayah. Para filsuf Islam yang terkenal antara lain adalah al-Kindī, di ikuti oleh, Al-Farābī, Ibn Sīnā, Ibn Maskawayh, Ibn Bajjah, Ibn Ṭufayl, Ibn Rusyd, dan al-Rāzī.24 Sedangkan dalam lapangan ilmu pengetahuan dikuasai oleh Muhammad, Ahmad, dan Hasan yang mana ketiganya bersaudara dan ahli matematika dan al-Asma yang mengarang buku tentang pengetahuan alam, Jabīr dalam bidang kimia, Al-Birūnī dalam bidang astronomi, giografi, sejarah, dan matematika, Ibn al-Haytām dalam bidang optika.25

Menurut Ibn Rusyd filsafat tidak bertentangan dengan Islam, bahkan orang Islam dianjurkan mempelajari filsafat. Tugas filsafat antara lain berpikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta semua yang ada.26 Sedangkan al-Qur’ān adalah pedoman pertama umat Islam. Argumen-argumen yang dibawa al-Qur’ān lebih meyakinkan dari filsafat. Tetapi, filsafat dan al-Qurān tak bertentangan. Mempelajari

22

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,2010), hal. 4. 23

Kebudayaan dan filsafat Yunani yang datang ke daerah-daerah itu dengan ekspansi Alexander yang agung ketimur di abad ke empat sebelum Kristus. Politik Alexander untuk menyentuh kebudayaan Yunani dan kebudayaan Persia meningalkan bekas besar di daerah-daerah yang pernah dikuasainya dan kemudian timbulah pusat-pusat kebudayaan Yunani timur, seperti Alexander di Mesir, Antioch di Suria, Jundisyapur di Mesopotamia, Bactra di Persia. Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspekya, Jilid II (Jakarta: UI Press, 2013) hal. 46.

24

Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1995), hal. 56-57.

25

Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam (Jakarta:Bulan Bintang,2010), hal. 5 26

filsafat dan berfilsafat tidak dilarang dalam Islam. Mempelajari filsafat tidak bertentangan dengan apa yang ada dalam al-Qurān. Umat Islam dianjurkan karena apa yang di pelajari dari berfilsafat juga sama memikirkan sang pencipta dari yang ada. Filsafat ialah pengetahuan yang benar. Tujuan dari agama menjelaskan apa yang benar. Filsafat seperti itu juga menjelaskan apa yang benar. Agama di samping wahyu, ia mempergunakan akal, filsafat juga mengunakan akal. Sebagaimana diungkapkan al-Kindī, dalam Islam persoalan Tuhan adalah yang pertama. Filsafat dengan demikian membahas tentang Tuhan, begitupun dengan agama pada dasarnya juga membahas tentang Tuhan.27

Sebagian karangan filsuf Yunani banyak dibaca oleh ulama Islam sehingga mereka sangat dipengaruhi oleh pengunaan daya akal yang terdapat dalam filsafat Yunani. Oleh karena itu, ajaran yang diberikan filosof Islam sangat dipengaruhi oleh filsafat Yunani.28 Sedangkan yang telah diketahui bahwa pengunaan akal diawali sejak zaman Yunani, akal sendiri mempunyai pengertian dalam Islam bukanlah otak melainkan daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang telah digambarkan dalam al-Qur’ān, memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal dalam pengertian ini dikontraskan dalam Islam dengan wahyu, yakni pengetahuan dari luar dari manusia, yaitu dari Tuhan.29 Al-Qur’ān tidak menjelaskan bagaimana Tuhan menciptakan alam. Kalau dalam al-Qurān

27

Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, hal. 7 28

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme Dalam Islam (Jakarta:Bulan Bintang,2010), hal. 5-6.

29

menjelaskan tentang penciptaan alam, para filosof tidak akan memikirkannya lagi. 30 Sehingga dengan begitu, dalam filsafat Islam tidak ada pertentangan antara pendapat akal dan isi wahyu. Kalau ada yang bertentangan, maka akan di takwilkan atau diberi arti metaforis.31

Muḥammad ‘Abduh berpendapat bahwa akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam al-Qur’ān dan Hadist. Di samping itu, ia juga dengan tegas mengatakan bahwa pintu ijtihad tidak akan pernah tertutup untuk memajukan umat Islam menuju kezaman moderen.32

Indonesia sangat berbeda dengan negara-negara lain. Indonesia tak pernah menjadi negara besar dan tak pernah menjadi pusat kebudayaan Islam. Perkembangan di Indonesia mulai masuk pada abad ketiga belas. Islam yang datang ke Indonesia bukanlah Islam zaman keemasan dengan pemikiran yang rasional dan berkebudayaan yang tinggi, melainkan Islam yang telah mengalami kemunduran dengan pemikiran tradisional dan corak tarekat dan fiqihnya. Dengan begitu, perkembangan modern lebih dahulu di Timur Tengah ketimbang di Indonesia.33

Harun Nasution mempunyai kedudukan tersendiri dalam peta pemikiran Islam Indonesia. Harun Nasution adalah sarjana Muslim yang terdidik secara akademis di

30

Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 357

31

Metaforis adalah bersifat atau berhibungan dengan metafora. Metafora adalah memakai kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan, misalnya pemuda adalah tulang punggung negara. Anton M. Moeliyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 580.

32

Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 150-151.

33

Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 152.

Timur dan di Barat. Harun Nasution salah satu orang yang menganggap pentingnya filsafat dan persoalan-persoalan keagamaan. Pendekatan yang digunakan Harun Nasution dalam memahami Islam adalah dengan membagi ajaran Islam menjadi dua bagian, yaitu ajaran yang besifat mutlak dan absolut serta Islam yang bersifat relatif. Ajaran mutlak dan absolut adalah ajaran yang termaktub dalam al-Qur’ān dan Hadis sebagai sumber yang utama, tidak boleh dirubah dan tidak boleh merubah. Merubah al-Qurān dan Hadis yaitu merusak Islam itu sendiri. Sedangkan ajaran yang bersifat relatif adalah ajaran Islam yang termaktub dalam kitab-kitab fikih, tafsir, tauhid, filsafat, tasawuf dan lainnya.34 Pemimpin-pemimpin dalam Islam mulai menonjolkan fungsi akal yang tinggi dalam al-Quā‘n, Hadist, dan dalam sejarah pemikiran Islam. Harun Nasution dalam menerapkan ide dan gagasan pembaharunnya ia berhasil memasukkan beberapa mata kuliah yang sifatnya dapat merubah corak dan pola pikir seseorang ke arah yang lebih luas dan terbuka. Mata kulaih tersebut di antaranya. Ilmu kalam, mantik, dan filsafat Islam ke dalam kurikulum IAIN di Indonesia.35

Setelah kurikulum yang diajarkan Harun Nasution berjalan, muncul masalah baru yang dihadapi Harun Nasution. Banyak orang beranggapan bahwa pelajaran filsafat yang diajarkan di IAIN telah merusak akhlak.36 Harun Nasution mengatakan bahwa akhlak itu bermula dari ibadah. Apabila ibadahnya berjalan, maka akhlak juga

34

Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hal. 9-11. 35

Suyuti, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 tahun Harun Nasution, menyeru Pemikiran Rasional Mu’tazilah, hal. 40-41.

36

Nurhidayat Muh. Said, Pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Mapan, 2006), hal. 34

benar. Akhlak itu tidak dapat diajarkan tetapi harus ditanamkan. Penanaman akhlak mestinya diajarkan di rumah. 37

Harun Nasution menegaskan bahwa banyak pandangan dalam filsafat. Ada yang melihatnya tentang filsafat hidup. Ada yang mencampurkannya tentang kebatinan. Ada juga yang melihat ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup di dunia ini. Maka tidak heran apabila terdapat sebuah anggapan umum bahwa para filosof dapat berbicara tentang apa saja, dan setiap orang yang dapat berbicara tentang hal-hal yang berbau spiritual adalah filosof. Oleh karena itu, manurut Harun Nasution filsafat merupakan sebuah ilmu pengetahuan dengan metode-metodenya yang khusus, dengan sebuah medan permasalahan yang perlu dipelajari dan dipikirkan di mana keahliannya hanya dapat diperoleh melalui studi dan bisa memakan waktu bertahun-tahun lamanya.38

Memang tidak ada yang baru dari apa yang disampaikan Harun Nasution tentang filsafat. Akan tetapi, dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa melalui penjelasannya tentang filsafat Harun Nasution ingin menunjukkan betapa penting peran akal dalam Islam. Di samping itu, Harun Nasution juga ingin menunjukkan bahwa pemikiran filsafat tidak bersebrangan dengan ajaran Islam, bahkan juga tidak bertentangan dengan wahyu.

37

Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 150-151

38

Dokumen terkait