• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam memahami pemikiran Bourdieu tentang social capital, perlu melihat pokok perhatiannya dahulu dan sekarang adalah pemahaman atas hierarki sosial dalam banyak hal. Bourdieu membahas gagasan-gagasan yang banyak dipengaruhi oleh Marxis dan di awal tulisan-tulisan Bourdieu (Field, 2003) tentang social capital menjadi

bagian analisis yang lebih luas tentang beragam landasan tatanan sosial. Bourdieu melihat posisi agen dalam arena sosial ditentukan oleh jumlah dan bobot modal relatif mereka, dan strategi tertentu yang mereka jalankan untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Konsep social capital menurut Bourdieu (1977) pada awalnya mendefinisikan sebagai berikut: Modal hubungan sosial yang jika diperlukan akan memberikan “dukungan-dukungan” bermanfaat: modal harga diri dan kehormatan yang seringkali diperlukan jika orang ingin menarik para klien ke dalam posis-posisi yang penting secara sosial, dan yang bisa menjadi alat tukar, misalnya dalam karier politik.

Kemudian Bourdieu bersama Wacquant (1992) memperbaiki pandangannya, dengan menyampaikan kesimpulan dalam pernyataan sebagai berikut: “Social capital adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan banyak terinstitu- sionalisasikan”.

Menurut Bourdieu agar social capital tersebut dapat bertahan nilainya, individu harus mengupayakannya. Maka untuk memahami pemikran Bourdieu tentang social capital, diperlukan pula pokok perhatian dahulu dan sekarang yaitu pemahaman atas hierarki sosial. Ketimpangan harus dijelaskan oleh produksi dan reproduksi modal. Bourdieu menyatakan “modal” adalah akumulasi kerja yang memerlukan waktu dan akumulasi (Field, 2010). Sehingga melihat modal dari aspek ekonomi saja tidaklah cukup, karena pertukaran ekonomi digerakkan untuk mencari laba, sehingga hanya untuk mengejar kepentingan sendiri. Bourdieu (1986) menyatakan bahwa, mustahil memahami dunia sosial tanpa mengetahui peran modal dalam segala bentuknya, dan tidak sekedar dalam satu bentuk yang diakui oleh teori ekonomi.

Kemudian, Bourdieu (1980) memasukkan beberapa pendekatan umum yang sama pada pemaparannya tentang social capital. Bourdieu menyatakan bahwa istilah social capital adalah “satu-satunya cara” untuk menjabarkan “prinsip-prinsip aset sosial” yang menjadi lebih

jelas manakala “individu yang berlainan memperoleh hasil yang sangat tidak setara dari modal yang kurang lebih ekuivalen (ekonomi atau budaya) menurut sejauh mana mereka mampu memobilisasi sekuat tenaga modal dari suatu kelompok (keluarga, mantan siswa sekolah elite, klub pilihan, kebangsawanan dan lain sebagainya).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan cara yang khas social capital berfungsi memproduksi ketimpangan, namun hal ini dilakukan secara independen dari modal ekonomi dan modal budaya, yang menjadi bagian yang tidak terlepaskan darinya. Sejauh bentuk-bentuk modal yang berlainan tidak dapat diubah, atau lebih tepatnya, tidak dapat direduksi menjadi modal ekonomi, itu semua karena perbedaan jangkauan mereka dalam”„mengungkapkan aspek ekonomi”. Semakin transparan nilai ekonomi, semakin besar konvertibilitasnya, namun semakin rendah kesahihannya yang menjadi sumber diferensiasi sosial (Bourdieu, 1986). Daripada konvertibilitas, Bourdieu lebih tertarik pada bagaimana jenis-jenis modal yang berlainan secara bersama-sama membedakan “kelas-kelas utama berdasarkan atas kondisi eksistensi; dan dalam masing-masing kelas tersebut, meningkatkan ‟perbedaan sekunder‟ pada basis dari ‟perbedaan distribusi modal secara keseluruhan mereka diantara jenis modal berlainan” (Bourdieu, 1986). Berbeda dari dua modal lainnya yang lebih dulu populer dalam bidang ilmu sosial, yakni modal ekonomi (economic financial capital) dan modal manusia (human capital), social capital baru dapat aksis bila

social capital berinteraksi dengan struktur sosial.37 Sifat ini jelas berbeda antara modal ekonomi dan modal manusia. Dengan modal ekonomi yang dimiliki seseorang/perusahaan dapat melakukan kegiatan (ekonomi) tanpa harus terpengaruh dengan struktur sosial, demikian pula dengan modal manusia.

Bourdieu (1986) menyatakan bahwa, volume social capital yang dimiliki oleh seseorang tergantung pada ukuran jejaring koneksi yang dapat dimobilisasikannya serta pada volume modal (ekonomi, budaya, atau simbolis) yang dimilikinya. Ini artinya bahwa, meski relatif tidak dapat direduksi ke modal ekonomi dan budaya yang dimiliki oleh agen tertentu, atau bahkan oleh seluruh agen yang terhubung, social capital

tidak pernah independen seluruhnya dari agen karena pertukaran- pertukaran membentuk pengenalan satu sama lain.

Keuntungan yang timbul dari keanggotaan di suatu kelompok adalah dasar dari solidaritas yang memungkinkan keuntungan tersebut terjadi. Ini bukan berarti bahwa keuntungan tersebut dikejar secara sengaja, meski pada kasus kelompok-kelompok seperti klub-klub terpilih, yang sengaja dibuat untuk mengkonsentrasikan social capital

dan untuk menghasilkan manfaat sepenuhnya akan berimplikasi di dalam konsentrasi tersebut dan untuk mengamankan keuntungan dari keanggotaan – yaitu keuntungan materi, misalnya seluruh jenis jasa yang timbul dari hubungan yang bermanfaat, dan keuntungan simbolis, misalnya keuntungan yang dihasilkan dari asosiasi dengan kelompok yang prestisius.

Menurut Bourdieu (1980; 1986), hubungan yang erat dan tahan lamanya adalah ikatan yang sama vitalnya: social capital

merepresentasikan agregate sumber daya aktual atau potensi yang dikaitkan dengan kepemilikan jaringan yang tahan lama, nilai ikatan yang dijalin seorang individu (atau volume social capital yang dimiliki agen tertentu tergantung pada jumlah koneksi yang dapat mereka mobilisasi dan volume modal (budaya, sosial dan ekonomi) yang dimiliki masing-masing koneksi. Dalam mempertahankan pandangan tentang modal sebagai produk akumulasi kerja. Bourdieu menegaskan bahwa koneksi memerlukan kerja. Solidaritas dalam jaringan hanya mungkin terjadi karena keanggotaan di dalamnya meningkatkan laba, baik laba material maupun laba simbolik.

Dengan demikian, mempertahankan hal tersebut diperlukan “strategi investasi secara individu maupun kolektif” yang bertujuan mentrasformasikan hubungan-hubungan yang terus berlangsung, seperti hubungan di kampung atau tempat kerja, atau hubungan keke- rabatan, menjadi “hubungan sosial yang secara langsung dapat diguna- kan dalam jangka pendek atau jangka panjang”; karena hal itu hanya efektif dalam jangka panjang yang dirasakan secara subjektif (Bourdieu,1980;1986), misalnya pertukaran hadiah: “upaya untuk

mempersonalisasikan hadiah” mengubah nilai yang sepenuhnya bersifat moneter dan juga titik temu pada skala yang lebih luas, sehingga menjadi “investasi solid, yang labanya akan muncul dalam jangka panjang dalam bentuk uang dan bentuk lainnya”, dengan investasi yang berbentuk “upaya sosiabilitas tiada henti” (Bourdieu, 1986).

Dokumen terkait