BAB V RELEVANSI HASIL ANALISIS NOVEL
A. Pemilihan Bahan Pembelajaran
Novel Pertempuran 2 Pemanah: Arjuna-Karna sangat cocok digunakan sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA karena bahasa yang digunakan sederhana dan dapat dipahami siswa. Berikut ini beberapa contoh kutipannya:
(1) “Apakah karena saya sudah duduk menjadi adipati di sini sehingga Bapa
Prabu Salya mau menerima saya sebagai menantu?” kata Karna dengan
nada ketus kepada Turanggapati. (Pitoyo, 2010: 240)
(2) Saya ingin menjajal kesaktian semua prajurit itu, kalau perlu para senapatinya, mungkin para kesatrianya. Tidak hanya kesatria negeri hastinapura ini, kalau perlu kesatria negeri wayang. Saya ingin tahu
seberapa kesaktian mereka!” lanjut Karna masih dengan nada tinggi.
(Pitoyo, 2010: 93)
(3) Menjelang siang, kedua kereta perang itu pun bertemu! Ketika jarak semakin dekat, di tengah kerumunan dua kubu prajurit berhadapan, tiba-tiba Kresna mengarahkan kuda kereta perang Madukara itu, memacu kencang menuju ke timur. (Pitoyo, 2010: 418)
Pitoyo Amrih juga menggunakan kosa kata dunia wayang yang berlatar belakang bahasa Jawa. Kosa kata tersebut, yaitu panjenengan, penggede, ngger, dan ndak. Berikut ini kutipannya:
(1) “Sungguh suatu kehormatan hamba dan negeri Mandura bila Prabu raja
berkenan menerima kerelaan saya menjadi permaisuri panjenengan.”
(Pitoyo, 2010: 57)
(2) “Sulit bagi saya untuk menerima Raden lebih lama lagi untuk tinggal di
sini bila panjenengan menepis harapan putri saya satu-satunya,” lanjut
Manikara. (Pitoyo, 2010: 221)
(3) “Salah! Saya tak pernah merasa memusuhi panjenengan dan sedulur
Kurawa!” “Setelah tiga belas warsa terusir?” tanya Karna. “Kami tetap
saudara-saudara semua yang belum mengerti arti menjadi seorang kesatria utama.”
(Pitoyo, 2010: 358)
(4) “Lha, anaknya penggede kok ya ditelantarkan,” potong si perempuan itu,
yang tak lain adalah istri Radeya, yang banyak dipanggil oleh tetangga-tetangganya dengan sebutan Nyi Radha. (Pitoyo, 2010: 34)
(5) “Biarkan baju perak dan anting-anting itu selalu dipakai Ngger Karna.”
(Pitoyo, 2010: 34)
(6) “Kapan kamu pulang, Ngger?” Terdengar Adirata mencoba berteriak
kepada Karna yang saat itu sudah menghela kudanya melangkah ke utara. (Pitoyo, 2010: 94)
(7) “Ayo! Mulailah hai Pemuda! Sudah puluhan kesatria kukalahkan hari ini, tambah satu lagi tidaklah mengapa, paling juga ndak lama!” (Pitoyo,
2010: 40)
(8) “Ya! Sebab, aku ndak pernah bawa apa-apa ke mana-mana, hehehe. Yang
selalu ku bawa adalah hati dan pikiranku, hehehe…,” jawab Petruk.
(Pitoyo, 2010: 50)
(9) “Ndak mungkin aku punya anak jelek seperti kamu. Orang bodoh saja langsung tahu. Ndak mungkin kamu anakku!!” teriak Basudewa. (Pitoyo,
2010: 79)
Kata Panjenengan digunakan untuk memanggil orang yang lebih tua dan dihormati. Kata penggede digunakan oleh rakyat kecil untuk sebutan bagi para kerabat kerajaan ataupun petinggi-petinggi istana. Panggilan ngger mengesankan bahwa si anak memiliki derajat lebih tinggi atau memiliki kedudukan yang istimewa bagi yang memanggil. Kata ndak dalam bahasa
Jawa mempunyai arti “tidak”.
Meskipun dalam novel ini terdapat istilah-istilah dalam bahasa Jawa, istilah-istilah tersebut pada umumnya sering didengar oleh siswa-siswa yang berlatar belakang budaya Jawa. Istilah-istilah tersebut juga tidak akan
menyulitkan siswa yang berlatar budaya bukan Jawa karena kata-kata Jawa yang digunakan secara umum hanya terdapat dalam kata-kata sapaan.
2. Aspek Psikologis
Novel Pertempuran 2 Pemanah: Arjuna-Karna ini sesuai dengan tahap perkembangan psikologis siswa SMA. Pada usia siswa SMA (usia 16 tahun) ini, mereka sudah mulai tertarik dengan karya sastra, khususnya novel. Pada tahap usia ini, mereka juga akan mulai mencari jati diri. Salah satu cara untuk itu adalah dengan mencari tokoh yang dapat mereka jadikan teladan. Tokoh-tokoh ini dapat mereka temukan dalam novel yang mereka baca.
Dalam novel Pertempuran 2 Pemanah: Arjuna-Karna ini, terdapat nilai-nilai moral yang tercermin dalam tokoh-tokohnya. Nilai-nilai moral tersebut, yaitu kejujuran, nilai-nilai otentik, kesediaan untuk bertanggungjawab, kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati, dan realistis dan kritis.
3. Aspek Latar Belakang Budaya
Siswa akan lebih mudah tertarik terhadap karya sastra yang mempunyai hubungan erat dengan latar belakang hidupnya, terutama bila menghadirkan tokoh-tokoh yang berasal dari lingkungannya dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau orang-orang di sekitar mereka. Novel Pertempuran 2 Pemanah: Arjuna-Karna ini berlatar dunia wayang yang pada dasarnya adalah budaya jawa. Novel ini sesuai bagi siswa yang berlatar
belakang budaya Jawa. Ketika siswa melihat bahwa novel ini berlatar budaya yang sama dengan mereka, siswa akan merasa tertarik untuk membaca bahkan semakin memahami budaya yang ada dalam lingkungannya.
Sastra juga merupakan salah satu bidang yang menawarkan kemungkinan-kemungkinan cara terbaik bagi orang yang ada di satu bagian dunia untuk mengenal bagian dunia lain. Dengan demikian, siswa yang bukan berlatar belakang budaya Jawa akan dapat mengenal budaya yang ada di luar kebudayaan mereka. Hal ini juga dapat menambah pengetahuan dan wawasan mereka.
Budaya Jawa yang ada dalam novel ini, selain tercermin dari kosa kata bahasa yang telah dibahas sebelumnya, juga dapat dilihat dari nilai-nilai luhur budaya Jawa. Nilai-nilai luhur yang secara umum tercermin dalam diri tokoh Arjuna ini, yaitu suka menolong, jujur, dan rendah hati. Berikut ini kutipannya:
1) Suka menolong
“Saya harus nambah jumantara, Kang. Dengan berkuda, mungkin akan
terlambat. Mereka sudah terbantai ketika sampai di sana,” teriak Arjuna di
antara suara deru kaki kuda menuruni lereng. Dia berkata kepada Petruk
dan Gareng yang mengikutinya dari belakang. “Hati-hati, raden, jangan
sampai kita menjadi pembicaraan orang di sini…” kata Petruk
mengingatkan. (Pitoyo, 2010: 237)
2) Jujur
“Apa yang kamu telah lakukan telah menyelamatkan kewibawaan bangsa dewa, Ngger..,” kata Indra. Tiba-tiba Arjuna seperti tersadar. Dia menoleh
ke belakang seperti mencari-cari seseorang di antara kerumunan orang di sana. Terutama pada kerumunan orang-orang yang mendekati mayat
Niwatakawaca di tengah taman itu. “Maafkan saya, Eyang Pukulun,” kata
Arjuna, “Sebenarnya yang banyak berperan dalam melumpuhkan prajurit
Imaimantaka adalah Gatotkaca, putra Kangmas Bima.” (Pitoyo, 2010:
263)
3) Rendah hati
“Gatotkaca juga berhak atas hadiah itu, Pukulun..,” kata Arjuna kemudian. “Tidak perlu, Ngger. Gatotkaca sudah cukup beruntung dengan apa yang
telah dimilikinya sekarang, kesaktian dari bangsa dewa,” jawab Indra
dengan sorot mata tetap datar.
Sebentar, Arjuna tampak bimbang. Menatap Batara Indra dengan pandangan berpikir. Kemudian, dia memberi hormat kepada Batara Indra
sambil berkata, “Sungguh sebuah kehormatan bagi hamba yang bisa memiliki kesempatan untuk hidup dan belajar tentang sesuatu di
kahyangan ini…” (Pitoyo, 2010: 264)
B. Relevansi Novel Pertempuran 2 Pemanah: Arjuna-Karna dalam