• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Dalam dokumen PELAKSANAAN OTONOMI LUAS DENGAN PEMILIHA (Halaman 34-40)

A. Mengembalikan Kedaulatan ke Tangan Rakyat

Salah satu tujuan reformasi adalah untuk mewujudkan suatu Indonesia baru, yaitu Indonesia yang lebih demokratis. Hal ini bisa dicapai dengan mengembalik kedaulatan ke tangan rakyat. Selama ini, baik di masa orde baru maupun di era reformasi, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan lembaga-lembaga eksekutif, dan di tangan lembaga legislative. Bahkan di era reformasi ini, kedaulatan seolah-olah berada di tangan partai politik. Partai politik, melalui fraksi-fraksinya di MPR dan DPR, dapat melakukan apa pun, yang berkaitan dengan kepentingan bangsa dan Negara, bahkan dapat memberhentikan presiden sebelum berakhir masa jabatannya, seperti layaknya pada Negara dengan system presidentil. Di daerah daerah, DPRD melalui pemungutan suara, dapat menjatuhkan kepala daerah sebelum berakhir masa jabatannya.

Daerah, sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam melakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, seharusnya sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu pemilihan secara langsung. Di samping alas an tersebut di atas, ada beberapa alas an lain, yang mengharuskan kita melakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung.

C. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Secara Langsung

1. Penyelenggara

Dengan diundangkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 22 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, perubahan yang paling siginifikan yang terdapat dalam undang-undang baru, adalah mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung.

2. Panitia Pengawas (Panwas)

Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, pengawasan dilakukan panitia pengawas (panwas) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada DPRD.

3. Pemantau

Pemantauan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dapat dilakukan oleh pemantau pemilihan yang berasal dari LSM dan badan hokum dalam negeri. Pemantau untuk dapat melakukan pemantauan, harus memenuhi syarat antara lain:

a) Bersifat independen;

b) Mempunyai sumber dana yang jelas.

Berdasarkan hasil penelitian, KPUD menetapkan pasangan calon minimal dua pasangan calon yang dituangkan dalam berita acara penetapan pasangan calon. Sayangnya, dalam undang undang ini tidak diatur bagaimana jalan keluarnya apabila pasangan calon yang memenuhi syarat berdasarkan hasil penelitian KPUD hanya satu pasangan. Kita berharap jalan keluar untuk mengatasi masalah ini akan kita temukan dalam peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari UU No. 32 Tahun 2004.

Dalam kegiatan kampanye, pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi dan program secara lisan, maupun tertulis kepada masyarakat. Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif. Untuk penyusunan bahan kampanye, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berhak mendapatkan informasi atau data dari pemerintah daerah, seusatu ketentuan perundang undangan.

Penyelenggaraan kampanye dilakukan di seluruh wilayah provinsi; untuk pemilihan dan gubernur wakil gubernur di seluruh wilayah kabupaten/kota, untuk pemilihan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota.

Dalam rangka mewujudkan rasa keadila dan pemberian perlakuan yang sama kepada pasangan calon, media cetak dan media elektronik

memberi kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye, memasang iklan, dalam rangka kampanye. Di samping itu pemerintah daerah harus memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon, untuk menggunakan fasilitas umum.

Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, TNI dan Polri, sebagai peserta kampanye dan juru bicara kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Selama masa kampanye semua pejabat Negara, dan kepala desa, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Kampanye yang mempersoalkan dasar Negara Pancasila, dan pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, menghina seseorang, agama, ras, golongan, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, menghasut atau mengadu domca partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat, menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau menganjurkan menggunakan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang sah, merupakan tidak pidana, dan akan dikenakan sanksi jika dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Berbeda dengan pemilu legislative dan pemilu presiden dan wakil presiden, kewenangan memutus dan memeriksa sengketa hasil perhitungan suara, ada pada mahkamah konstitusi. Sebaiknya, untuk memeriksa dan memutus sengketa hasil perhitungan suara pada pemilihan kepala daerah

dan wakil kepala daerah, juga diserahkan pada Mahkamah Konstitusi. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 24c ayat (1) UUD 1945, yang antara lain menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang memnutus perselisihan tentang hasil pemilhan umum. Sementara itu, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, pada dasarnya merupakan pemilihan umum, hanya saja pemilihan umum yang bersifat local. Di samping itu, ada beberapa alas an praktis yaitu:

1) Mahkamah Konstitusi sudah cukup berpengalaman, memeriksa dan memutus sengketa hasil penghitungan suara pada Pemilu 2004.

2) Beban tugas dan pekerjaan Mahkamah Konstitusi tidak seberat Mahkamah Agung. Seperti kita ketauji Mahkamah Agung, sebagai puncak berbagai macam peradilan yang ada dalam system peradilan kita, sudah dibebani oleh tumpukan berbagai perkara.

Apabila calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih tetap dilantik sebagai kepala daerah terpilih tetap dilantik sebagai kepala daerah. Selanjutnya kepala daerah yang baru dilantik mengusulkan dua orang calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih. Sebaliknya, apabila calon kepala daerah terpilih yang berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpolih, dilantik menjadi kepala daerah. Selanjutnya kepala daerah yang baru dilantik mengusulkan dua orang calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.

Jika pasangan calon terpilih yang berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dibawah pasangan calon terpilih,

mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari. Demikian juga halnya dalam pemilihan wakil kepala daerah sebagai pengganti wakil kepala daerah yang berhalangan tetap harus dilakukan selambat lambatnya dalam waktu enam puluh hari.

Dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, sebagaimana diatur dalam UU No.32 Tahun 2004, anggota tentara nasional Indonesia (TNI) dan anggota kepolisian Negara republic Indonesia tidak menggunakan hak memilihnya sepanjang belum diatur dalam undang undang.

Bab 6

Dalam dokumen PELAKSANAAN OTONOMI LUAS DENGAN PEMILIHA (Halaman 34-40)

Dokumen terkait