• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN OTONOMI LUAS DENGAN PEMILIHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELAKSANAAN OTONOMI LUAS DENGAN PEMILIHA"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

B

AB

1

Pendahuluan

A. Latar Belakang Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan pada 7 Mei 1999 dan berlaku efektif sejak tahun 2000. Undang-undang ini di buat untuk memenuhi tuntutan reformasi yaitu mewujudkan suatu Indonesia Baru, Indonesia yang lebih demokratis lebih adil, dan lebih sejajtera.

Semenjak dilaksanakannya undang-undang ini secara efektif, telah banyak perubahan perubahan yang timbul pada penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Perubahan ini tidak hanya terjadi di daerah, tetapi juga terjadi pada hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sangat bersifat sentralistis. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 ini, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih bersifat desentralistis, dalam arti sebagian daerah. Wewenang yang tetap dimiliki oleh pemerintah pusat adalah wewenang di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, serta agama.

(2)

syarat dan memiliki ptensi untuk dijadikan daerah otonom, melalui pemekaran daerah.

Di samping itu, guna meningkatkan peranan DPRD sebagai badan legislative daerah, DPRD yang selama ini ditempatkan sebagai bagian dari pemerintahan daerah sekarang di pisah dari pemerintah daerah dan dikembalikan pada fungsi yang seharusnya sehingga mempunyai kedudukan sederajat dengan pemerintah daerah sebagai badan eksekutif daerah.

Di bidang keuangan, diatur perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah melalui UU No. 25 Tahun 1999. Hanya saja formula yang digunakan undang-undang ini tidak memuaskan sebagian besar daerah karena dalam pelaksanaannya, ternyata daerah yang kaya menjadi semakin kaya dan daerah miskin tetap miskin. Hal ini jelas tidak akan dapat mewujudkan pemerataan dalam kesejahteraan sesuai dengan tujuan pemberian otonomi itu sendiri. Apabila hal ini tidak disikapi dengan cara yang lebih arif dan bijaksana dengan membuat suatu formula yang lebih adil, yang dapat mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat di kemudian hari, hal ini akan bias menimbulkan gejolak antardaerah, yang pada gilirannya akan bias merusak keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia.

(3)

Namun demikian di sisi lain, UU No. 22 Tahun 1999 dalam pelaksanaannya juga telah menimbulkan dampak negative, antara lain tampilnya kepala daerah sebagai raja-raja kecil di daerah karena luasnya wewenang yang dimiliki, serta tidak jelasnya hubungan hierarkis dengan pemerintahan di atasnya. Di samping itu, dengan dimilikinya wewenang yang luas dalam pengelolaan kekayaan dan keuangan daerah, terbuka peluang untuk tumbuhnya korupsi, klusi, nepotisme (KKN) di daerah-daerah. Akibatnya terjadilah korupsi secara besar-besaran di daerah, baik di kalangan eksekutif maupun di kalangan legislative, serta lahirnya perda-perda tentang retribusi dan pajak daerah, yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Banyak hal lain yang bersifat negative sebagai akibat pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999, seperti “money politic”, yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah/Laporan Pertanggjawaban (LPJ) dari kepala daerah, sengketa antardaerah, baik sengketa kewenangan maupun sengketa wilayah (perbatasan), dan lain sebagainya.

(4)

B. Hal-hal Diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004

Pada dasarnya ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004, sama dengan apa yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999. Hanya saja UU No. 32 Tahun 2004 lebih memperjelas dengan mempertegas hal-hal yang sudah diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999, guna menutupi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimaksud, terutama mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, antara provinsi dengan kabupaten/kota, serta antara sesame daerah kabupaten/kota. Hubungan ini berkaitan dengan masalah kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah.

(5)

Perubahan yang sangat signifikan terhadap perkembangan demokrasi di daerah, sesuai dengan tuntutan reformasi adalah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung.

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung merupakan konsekuensi perubahan tatanan kenergeraan kita akibat Amanademen UUD 1945. Undang-undang baru ini pada dasarnya mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan desentralisasi.

Penerapan otonomi daerah berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 ini tetap dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab. Otonomi luas, dimaksudkan bahwa kepala daerah diberikan tugas, wewenang hak dan kewajiban, untuk menangani urusan pemerintahan yang tidak ditangai oleh pemerintah pusat sehingga isi otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah memeiliki banyak raga dan jenisnya. Di samping itu, daerah diberikan keleluasan untuk menangani urusan pemerintahan yang diserahkan itu, dalam rangka mewujudkan tujuan dibentuknya suatu daerah, dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah.

(6)

bertanggung jawab, adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan pemberian otonomi yang ada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatan kesejahteraan rakyat.

Betapapun luasnya otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah, pelaksanaannya harus dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.

Disamping itu, penyelenggaraan otonomi daerah harus menjami adanya hubungan yang serasi antara masyarakat, pemerintah daerah dan DPRD. Kinerja penyelenggara otonomi daerah, yaitu pemerintah daerah dan DPRD, harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat dengan selalu memerhatukan kepentingan dan pelayanan kepada masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat luas.

UU No. 32 Tahun 2004 antara lain mengatur hal-hal:

1. Pembentukan daerah dan kawasan khusus; 2. Pembagian urusan pemerintahan;

3. Penyelenggaraan pemerintahan; 4. Kepegawaian daerah;

5. Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah; 6. Perencanaan pembangunan daerah;

7. Keuangan daerah;

8. Kerja sama dan penyelesaian perselisihan; 9. Kawasan perkotaan;

10.Desa;

11.Pembinaan dan pengawasan; dan

(7)

Bab 2

(8)

dan Kawasan Khusus

A. Pembentukan daerah

Sebagai konsekuensi kebijakan desentralisasi yang dianut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dibentuk daerah-daerah otonom dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 18 ayat (1),(2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan:

Ayat (1): Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.

Ayat(2): Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota, mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Sama halnya dengan undang-undang pemerintahan daerah sebelumnya, UU No.32 Tahun 2004, meletakkan titik berat otonomi pada daerah kabupaten dan kota. Hal ini bertujuan untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.

(9)

sebagai konsekuensi kebijakan penyelenggaraan system administrasi Negara. Sementara itu, hubungan kewilayahan adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuesi dibentuk dan disusunnya daerah otonom yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga wilayah daerah merupakan satu kesatuan wilayah Negara yang bulat. Hal ini berarti betapapun luasnya otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah, pelaksanaan otonomi tersebut tetaplah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 ini, Negara mengakui dan menghormati satuan satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa. Sehubungan dengan daerah yang bersifat khusus dan istimewa ini, kita mengenal adanya beberapa bentuk pemerintahan yang lain, seperti Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Daerah Istimewa Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam), Daerah Istimewa Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di Papua. Bagi Daerah daerah ini secara prinsip tetap diberlakukan sama dengan daerah daerah lain. Hanya saja dengan pertimbangan tertentu, kepada daerah daerah tersebut, dapat diberikan wewenang khusus yang diatur dengan undang undang. Jadi, bagi daerah yang bersifat khusus dan istimewa tersebut, secara umum berlaku UU No. 32 Tahun 2004 dan dapat juga diatur dengan undang udang tersendiri

(10)

pemerintahannya tetap berdasarkan UU No.32 Tahun 2004, sedangkan untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pemilihan kepala Daerah/wakil kepala daerah Dilakukan berdasarkan UU No.18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Naggroe Aceh Darussalam dengan penyempurnaan sebagai berikut.

a. Untuk pemilihan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan april 2005 diselenggarakan pemilihan secara langsung sebagaimana dimaksud UU No.18 Tahun 2001.

b. Untuk kepala daerah selain yang dimaksud pada huruf (a), pemilihan kepala daerahnya diselenggarakan sesuai dengan periode masa jabatannya.

c. Kepala Daerah dan wakill kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum UU No.32 Tahun 2004 ini disahkan sampai dengan bulan April 2005 sejak masa jabatannya berakhir diangkat seorang penjabat kepala daerah.

d. Penjabat Kepala Daerah tidak dapat menjadi calon kepala daerah yang dipilih atau calon wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung sebagaimana dimaksud UU No.18 Tahun 2001.

e. Anggota Komisi Independen pemilihan dari unsur anggota komisi pemilihan umum republic Indonesia diisi oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(11)

Pengertian pemerintahan daerah dalam UU No.32 Tahun 2004 adalah:

1. Pemerintah daerah provinsi, yang terdiri dari pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi.

2. Pemerintah daerah kabupaten/kota, terdiri atas pemerintah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.

Sementara itu, pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah.

(12)

Pembentukan suatu daerah harus memenuhi syarat administrative, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat administrative untuk provinsi meliputi adanya:

1. Persetujuan dari DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi;

2. Persetujuan DPRD dan gubernur provinsi induk; 3. Rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

Sementara itu, syarat administrasi untuk kabupaten/kota meliputi adanya:

1. Persetujuan dari DPRD dan bupati/walikota yang bersangkutan; 2. Persetujuan DPRD provinsi dan gubernur;

3. Rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

Persetujuan DPRD dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk Keputusan DPRD, yang diproses berdasarkan pernyataan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat sedangkan persetujuan gubernur didasarkan pada hasil kajian tim yang khusus dibentuk oleh pemerintah provinsi bersangkutan. Tim dimaksudkan mengikutsertakan tenaga ahli sesuai kebutuhan.

(13)

1. Paling sedikit lima kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi; 2. Paling sedikit lima kecamatan untuk pembentukan kabupaten; 3. Paling sendikit empat kecamatan untuk pembentukan kota; 4. Lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, tujuan pembentukan suatu daerah otonom pada dasarnya adalah untuk memberdayakan daerah, termasuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Bagi daerah yang tidak mampu meweujudkan kedua hal tersebut, berarti daerah yang bersangkuta tidak mampu menyelenggarakan hak otonominya. Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan hak otonominya dapat dihapus dan digabungkan dengan daerah lain. Penhapusan dan penggabungan ini dilakukan setelah melalui evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Evaluasi dalam hal ini adalah penelitian dengan menggunakan system pengukuran kinerja, serta indicator-indikatornya, yang meliputi masukan proses, keluaran, dampak. Pengukuran dan indicator kinerja digunakan untuk membandingkan daerah dengan daerah lainnya dengan angka rata-rata secara nasional untuk masing-masing tingkat pemerintahan atau dengan hasil tahun tahun sebelumnya untuk masing masing daerah. Disamping itu, dievaluasi juga aspek lain, yaitu keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, upaya upaya dan kebijakan yang diambil, ketaatan terhadap peraturan per-undang undangan dan kebijakan nasional dan dampak dari kebijakan daerah. Pedoman untuk melakukan evaluasi ini diatur dalam peraturan pemerintah.

B. Kawasan Khusus

(14)

secara nasional menyangkut hajat hidup orang banyak dari sudut politik, sosial budaya, lingkungan, dan pertahanan/keamanan. Dalam kawasan khusus diselenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sesuai kepentingan nasional. Kawasan khusus dapat berupa kawasan otorita, kawasan perdagangan bebas, kegiatan industry, dan sebagainya. Fungsi pemerintahan tertentu dalam hal ini antara lain pertahanan Negara, pendayagunaan wilayah, wilayah perbatasan, dan pulau-pulau tertentu/terluar, lembaga pemasyarakatan, pelestarian budaya dan cagar alam, pelestarian lingkungan hidup, riset dah teknologi.

Kawasan khusus yang berfungsi untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan dibidang pertahanan/keamanan Negara dapat berbentuk pengembangan tenaga nuklir, peluncuran peluru kendali, dan pangkalan militer. Kawasan khusus lain dapat berkendali dan pangkalan militer. Kawasan khusus lain dapat berbentuk pengembangan kawasan industry strategis, pengembangan prasarana komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan, daerah perdangan bebas, wilayah exploistasi dan pengembangan sumber daya nasional, laboratorium sosial, dan lembaga pemasyarakatan khusus.

(15)

Bab 3

Pembagian urusan pemerintahan

Dalam penyelenggaraan otonomi luas, utusan pemerintahan yang diserahkan pada daerah jauh lebih banyak kita dibandingkan dengan urusan pemerintahan yang tetap menjadi wewenang pemerintah pusat. Menurut UU No.32 Tahun 2004, urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah:

a. Politik luar negeri; b. Pertahanan; c. Keamanan; d. Yustisi;

e. Moneter dan fiscal nasional; dan f. Agama.

(16)

a. Politik luar negeri adalah urusan pengangkatan pejabat diplomatic dan penunujuk warga Negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan Negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya;

b. Pertahanan, adalah misalnya mendirikan atau membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan Negara atau sebagian Negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembakan system pertahanan Negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan kebijakan untuk wajib militer, bela Negara bagi setiap warga Negara dan sebagainya; kebijakan kehakiman dan imigrasian, member grasi, amnesty, abolisi, membentuk undang-udang, peraturan pengganti undang undang peraturan pemerintah dan peraturan lain yang berskala nasional, dan sebagainya;

(17)

agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan, dan sebagainya.

Disamping itu, bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya yang berskala nasional yang tidak diserahkan kepada daerah.

Selain 6 urusan pemerintahan yang telah diuraikan diatas, sisanya menjadi wewenang pemerintahan daerah. Dengan demikian, urusan yang dimiliki oleh pemerintah daerah menjadi tidak terbatas. Daerah dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan apa saja selain 6 bidang yang telah dikemukakan diatas, asal saja daerah mampu menyelenggarakannya, dan punya potensi untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah, pemerintah daerah menyelenggarakan otonomi seluas luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembangunan. Tugas pembantuan pada dasarnya merupakan keikutsertaan daerah atau desa, termasuk masyarakatnya atas pengunggasan atau kuasa dari pemerintahan pusat atau pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan dibidang tertentu. Pemberian tugas pembantuan harus disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

(18)

pusan dan pemerintahan daerah dengan demikian , pada setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi wewenang pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan provinsi, dan ada pula bagian urusan yang diserahkan kepada kabupate/kota. Untuk mewujudkan urusan yang concurrent secara proposional antara pemerintah pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten/kota disusunlah criteria yang meliputi eksternalistis, akuntabilitas dan efisiensi, dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan (Penjelasan umum UU No.32 Tahun 2004).

Selanjutnya dijelaskan criteria-kriteria berikut ini.

a. Kriteria eksternalistis yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat local, urusan pemerintahan tersebut menjadi wewenang kabupaten/kota; apabila regional menjadi wewenang provinsi, dan apabila nasional, menjadi wewenang pemerintah pusat.

(19)

c. Kriteria efisiensi, yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personel, dana dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya, penanganan suatu bagian urusan dipastikan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila oleh daerah provinsi, dan/atau daerah kabupaten/kota dibandingkan apabila ditangani oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, bagian urusan tersebut diserahkan kepada daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota. Sebaliknya, apabila suatu bagian urusan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna bila ditangani oleh pemerintah pusat, bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh pemerintah pusat. Untuk pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan memerhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut. Ukuran daya guna dan hasil guna tersebut didasari dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya risiko yang dihadapi.

d. Keserasian hubungan adalah bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintahan yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling tergantung (interindependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan system dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan.

(20)

verifikasi terlebih dahulu sebelum member pengakuan atas bagian urusan urusan yang akan dilaksanakan oleh daerah. Sementara itu, terjadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi urusan pemerintah pusat, dengan criteria tersebut dapat diserahkan kepada daerah.

Walaupun berdasarkan otonomi luas yang dimiliki oleh daerah, daerah dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang apa pun di luar urusan yang merupakan urusan pemerintah pusat. Namun, dalam pelaksanaannya harus mendapat pengakuan dari pemerintah pusat terlebih dahulu. Pengakuan ini diberikan oleh pemerintah pusat terlebih setelah melakukan verifikasi terhadap bagian urusan yang diusulkan oleh daerah. Hal ini berbeda dengan undang-undang tersebut dinyatakan bahwa penyerahan suatu urusan kepada daerah tidak memerlukan pengakuan terlebih dahulu dari pemerintah pusat.

Mengigat begitu luasnya otonomi yang dimiliki oleh suatu daerah dan begitu banyak urusan yang dapat diselenggarakan oleh daerah dan begitu banyak urusan yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah, UU No.32 Tahun 2004 membagi semua urusan tersebut atas dua kelompok, yaitu urusan wajib dan urusan pilihan.

(21)

pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.

(22)

Bab 4

Penyelenggaraan Pemerintahan

A. Penyelenggaraan Pemerintahan

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah, dan DPRD. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, serta dekosentrasi sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Sementara itu, pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas pembantuan.

(23)

baru diakui di Negara kita, dengan diundangkannya UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas, kemudian dalam Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa asas-asas tersebut dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Asas dimaksud disebut dengan “asas umum penyelenggaraan Negara”, yang dirinci antara lain:

Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam penyelenggaraan otonomi, daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu.

Hak-hak daerah tersebut antara lain:

1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya; 2. Memilih pemimpin daerah;

3. Mengelola aparatur daerah; 4. Mengelola kekayaan daerah;

(24)

6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;

7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan

8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang undangan.

Di samping hak-hak tersebut diatas, daerah juga dibebani beberapa kewajiban, yaitu”

1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; 3. Mengembangkap kehidupan demokrasi;

4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan; 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; 8. Mengembangkan sistemn jaminan sosial;

9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; 10.Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; 11.Melestarikan lingkungan hidup;

12.Mengelola administrasi kependudukan; 13.Melestarikan nilai sosial budaya;

14.Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan

15.Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang undangan.

(25)

bertanggung jawab, terteib, adil, patuh dan taat pada peraturan perundang-undangan.

B. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan wakil kepala daerah. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Kepala daerah provinsi disebut gubernur dan wakil gubernur. Sementara itu, kepala daerah kabupaten/kota disebut bupati/walikota dan wakilnya disebut wakil bupati/wakil walikota.

(26)

dimaksud di atas diatur dalam peraturan pemerintah. Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah pusat dan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004. Khusus mengenai laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD, secara prinsip berbeda dengan pertanggungjawaban kela daerah kepada DPRD, sebagaimana diatur dalam Pasal 45, 46 UU No. 22 Tahun 1999. Dalam Pasal 46 UU No.1999 dijelaskan apabila pertanggungjawaban seorang kepala daerah kepada DPRD ditolak untuk kedua kalinya, DPRD dapat mengusulkan pemberhentiannya kepada presiden. Hal ini di masa lalu sering menimbulkan money politic, disaat seseorang kepala daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban (LPJ) kepada DPRD. Akan tetapi dengan diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, hal ini tidak akan terjadi lagi karena kepala daerah hanya wajib memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, bukan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, 46 UU No.22 Tahun 1999.

Disamping kewajiban yang diberikan kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah, menurut ketentuan pasal 28 UU No. 32 Tahun 2004, kepala daerah dan wakil kepala daerah dikenakan beberapa larangan, yaitu:

(27)

sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga Negara dan/atau golongan masyarakat luas;

2. Turut serta suatu perusahaan, baik milik swasta, maupun milik Negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun;

3. Melaksanakan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;

4. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barangdan/atau jasa dari pihak lain yang memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukan;

5. Menjadi advokat atau kuasa hokum dalam suatu perkara di pengadilan, selain mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan;

6. Menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatan; dan

7. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara lainnya, atau sebagai anggota DPRD.

(28)

kesadaran masing masing individu, baik sebagai aparatur pemerintahan maupun sebagai warga masyarakat.

C. Pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah

Dalam system presidentil, presiden sebagai kepala Negara/kepala pemerintahan, pada dasarnya tidak dapat diberhentikan sebelum berakhir masa jabatannya, terkecuali dengan alasan-alasan tertentu. Hal ini juga berlaku bagi kepala daerah pada dasarnya tidak dapat diberhentikan sebelum berakhir masa jabatannya, terkecuali sebagaimana diatur dalam pasal 29 UU No.32 Tahun 2004, yaitu apabila:

1. Meninggal dunia;

2. Permintaan sendiri; atau 3. Diberhentikan;

Pemberhentian, sebagaimana dimaksud pada huruf © diatas dapat dilakukan karena:

1. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat baru;

2. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turutselama enam bulan;

3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah;

4. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dapat wakil kepala daerah;

5. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

(29)

Pertanggungjawaban (LPJ) ditolah untuk kedua kalinya oleh DPRD, sebagaimana berlaku pada era UU No.22 Tahun 1999 yang lalu. Di masa berlakunya UU No.22 Tahun 1999, seorang kepala daerah dapat diusulkan untuk diberhentikan oleh DPRD kepada presiden, karena laporan pertanggungjawaban (LPJ) kepala daerah yang bersangkutan ditolah untuk kedua kalinya oleh DPRD. Putusan mengenai pemberhentian dimaksud biasanya diambil melalui voting, layaknya seperti yang berlaku pada system parlementer.

Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah karena meninggal dunia, mengundukan diri, berakhir masa jabatannya dan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut turut selama enam bulan, dan diberitahukan kepada pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam rapat paripurna. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan tidak melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap adalah menderita sakit, yang mengakibatkan, baik fisik maupun mental, tidak berfungsi secara normal, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya. Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah karena mengundurkan diri (permintaan sendiri), tidak menghapus tanggung jawab yang bersangkutan selama memegang jabatan.

(30)

dan wakil kepala daerah, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah, dan melanggar larangan bagi kepala daerah dan/ atau wakil kepala daerah, dilaksanakan dengan ketentuan.

Dengan adanya ketentuan sebagaimana dikemukakan di atas, seseorang kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tidak dapat lagi diberhentikan secara wewenang wewenang oleh DPRD melalui voting, tanpa adanya suatu proses hokum, untuk membuktikan kesalahan dari kepala daerah dan /atau wakil kepala daerah yang bersangkutan. Ketentuan ini mirip dengan proses impeachment sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat.

(31)

berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hokum tetap, DPRD mengusulkan pemberhentian sementara kepada presiden dengan Keputusan DPRD. Berdasarkan Keputusan DPRD tersebut, presiden menetapkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan.

Selanjutnya apabila putusan pengadilan tersebut telah memperoleh kekuatan hokum tetap, pimpinan DPRD mengusulkan pemberhentian hokum tetap, pimpinan DPRD mengusulkan pemberhentian berdasarkan keputusan rapat paripurna DPRD, yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir. Berdasarkan keputusan DPRD tersebut, presiden memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan. Undang undang baru ini memberikan perlindungan kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah dari tindakan sewenang wenang DPRD dengan mengatur secara jelas prosedur hokum yang harus ditempuh untuk dapat memberhentikan kepala daerah dan/atau kepala daerah.

(32)

bersangkutan sampai akhir masa jabatannya. Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah yang bersangkutan telah berakhir masa jabatannya, presiden tidak perlu mengaktifkannya lagim cukup merehabilitasi saja. Tata cara pemberhentian sementara ini lebih lanjut akan diatur dengan peraturan pemerintah.

D. Tugas Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat

Berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah, gubernur di samping sebagai kepala daerah, karena jabatannya, berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan. Betapapu luasnya otonomi yang dimiliki oleh kabupaten/kkota, berdasarkan kedua asas tersebut di atas dan kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutaan, gubernur berwenang melakukan koordinasi, supervise dan evaluasi terhadap daerah kabupaten/kota yang ada dalam wilayah provinsi yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di wilayahnya memiliki tugas dan wewenang:

1. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;

2. Koodinasi penyelenggaraan urusan pemerintah pusat di daerah provinsi dan kabupaten/kota;

3. Koodinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(33)

presiden. Kedudukan keuangan dan tata cara pelaksaan tugas dan wewenang tersebut diatur dalam peraturan pemerintah.

E. Perangkat Daerah

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004, pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah. Perangkat daerah provinsi terdiri atas secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sementara itu, perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.

(34)

Bab 5

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

A. Mengembalikan Kedaulatan ke Tangan Rakyat

Salah satu tujuan reformasi adalah untuk mewujudkan suatu Indonesia baru, yaitu Indonesia yang lebih demokratis. Hal ini bisa dicapai dengan mengembalik kedaulatan ke tangan rakyat. Selama ini, baik di masa orde baru maupun di era reformasi, kedaulatan sepenuhnya berada di tangan lembaga-lembaga eksekutif, dan di tangan lembaga legislative. Bahkan di era reformasi ini, kedaulatan seolah-olah berada di tangan partai politik. Partai politik, melalui fraksi-fraksinya di MPR dan DPR, dapat melakukan apa pun, yang berkaitan dengan kepentingan bangsa dan Negara, bahkan dapat memberhentikan presiden sebelum berakhir masa jabatannya, seperti layaknya pada Negara dengan system presidentil. Di daerah daerah, DPRD melalui pemungutan suara, dapat menjatuhkan kepala daerah sebelum berakhir masa jabatannya.

(35)

Daerah, sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam melakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, seharusnya sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu pemilihan secara langsung. Di samping alas an tersebut di atas, ada beberapa alas an lain, yang mengharuskan kita melakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung.

C. Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Secara Langsung

1. Penyelenggara

Dengan diundangkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 22 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, perubahan yang paling siginifikan yang terdapat dalam undang-undang baru, adalah mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung.

2. Panitia Pengawas (Panwas)

Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, pengawasan dilakukan panitia pengawas (panwas) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada DPRD.

3. Pemantau

(36)

a) Bersifat independen;

b) Mempunyai sumber dana yang jelas.

Berdasarkan hasil penelitian, KPUD menetapkan pasangan calon minimal dua pasangan calon yang dituangkan dalam berita acara penetapan pasangan calon. Sayangnya, dalam undang undang ini tidak diatur bagaimana jalan keluarnya apabila pasangan calon yang memenuhi syarat berdasarkan hasil penelitian KPUD hanya satu pasangan. Kita berharap jalan keluar untuk mengatasi masalah ini akan kita temukan dalam peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksana dari UU No. 32 Tahun 2004.

Dalam kegiatan kampanye, pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi dan program secara lisan, maupun tertulis kepada masyarakat. Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif. Untuk penyusunan bahan kampanye, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berhak mendapatkan informasi atau data dari pemerintah daerah, seusatu ketentuan perundang undangan.

Penyelenggaraan kampanye dilakukan di seluruh wilayah provinsi; untuk pemilihan dan gubernur wakil gubernur di seluruh wilayah kabupaten/kota, untuk pemilihan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota.

(37)

memberi kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye, memasang iklan, dalam rangka kampanye. Di samping itu pemerintah daerah harus memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon, untuk menggunakan fasilitas umum.

Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, TNI dan Polri, sebagai peserta kampanye dan juru bicara kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Selama masa kampanye semua pejabat Negara, dan kepala desa, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Kampanye yang mempersoalkan dasar Negara Pancasila, dan pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, menghina seseorang, agama, ras, golongan, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, menghasut atau mengadu domca partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat, menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau menganjurkan menggunakan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang sah, merupakan tidak pidana, dan akan dikenakan sanksi jika dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.

(38)

dan wakil kepala daerah, juga diserahkan pada Mahkamah Konstitusi. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 24c ayat (1) UUD 1945, yang antara lain menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang memnutus perselisihan tentang hasil pemilhan umum. Sementara itu, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, pada dasarnya merupakan pemilihan umum, hanya saja pemilihan umum yang bersifat local. Di samping itu, ada beberapa alas an praktis yaitu:

1) Mahkamah Konstitusi sudah cukup berpengalaman, memeriksa dan memutus sengketa hasil penghitungan suara pada Pemilu 2004.

2) Beban tugas dan pekerjaan Mahkamah Konstitusi tidak seberat Mahkamah Agung. Seperti kita ketauji Mahkamah Agung, sebagai puncak berbagai macam peradilan yang ada dalam system peradilan kita, sudah dibebani oleh tumpukan berbagai perkara.

Apabila calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih tetap dilantik sebagai kepala daerah terpilih tetap dilantik sebagai kepala daerah. Selanjutnya kepala daerah yang baru dilantik mengusulkan dua orang calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih. Sebaliknya, apabila calon kepala daerah terpilih yang berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpolih, dilantik menjadi kepala daerah. Selanjutnya kepala daerah yang baru dilantik mengusulkan dua orang calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.

(39)

mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari. Demikian juga halnya dalam pemilihan wakil kepala daerah sebagai pengganti wakil kepala daerah yang berhalangan tetap harus dilakukan selambat lambatnya dalam waktu enam puluh hari.

(40)

Bab 6

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

A. Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPRD

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD, merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan merupakan salah satu unsure penyelenggara pemerintahan daerah di samping pemerintah daerah, DPRD memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

1. Fungsi legislasi, yaitu membentuk peraturan daerah; 2. Fungsi anggaran, yaitu menetapkan anggaran;

3. Gunsi pengawasan, yaitu melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan pelaksanaan peraturan perundang undangan

Berdasarkan ketiga fungsi tersebut di atas, DPRD mempunyai tugas dan wewenang yaitu:

1. Membentuk perda, yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama;

2. Membahas dan menyetujui rancangan perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah;

3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan perundang undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah;

(41)

5. Memilih wakil kepala daerah apabila hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;

6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;

8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

9. Membentuk pantia pengawas pemilihan kepala daerah;

10.Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPID dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;

11.Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebeani masyarakat dan daerah.

Disamping tugas dan wewenang tersebut di atas, DPRD juga melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang undangan.

Dari tugas dan wewenang sebagaimana dikemukakan di atas ada perubahan yang cukup signifikan untuk mewujudkan kedudukan sebagai mitra sejajar antara kepala daerah dan DPRD, yaitu sebagai berikut.

a) Tidak ada lagi tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah, sebagaimana diatur dalam UU No.22 Tahun 1999. Menurut UU No.32 Tahun 2004, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih langsung oleh Rakyat.

(42)

berwenang meminta laporan keterangan pertanggungjawaban dari kepala daerah.

Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa DPRD tidak dapat lagi menjatuhkan seorang kepala daerah sebelum berakhir masa jabatannya, terkecuali apabila seorang kepala daerah dinyarakan bersalah secara hokum dan atau diberhentikan karena alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 UU No.32 Tahun 2004.

Untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya DPRD diberikan hak, yaitu:

1. Hak interpelasi, yaitu hak untuk meminta keterangan kepada kepala daerah, mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis, yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara;

2. Hak angket, yaitu pelaksanaan fungsi pengawasan dari DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah, yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan Negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang undangan.

3. Hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa, yang terjadi di daerah, disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tidak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. B. Alat Kelengkapan DPRD

Untuk dapat menjalankan tugas dan wewenangnya, DPRD dilengkapi dengan beberapa alat kelengkapan yang terdiri dari:

(43)

2. Komisi;

3. Panitia musyawarah; 4. Panitia anggaran; 5. Badan kehormatan;

6. Alat kelengkapan lain yang diperlukan.

Pembentukan, susunan, tugas dan wewenang alat kelengkapan DPRD tersebut diatur dalam peraturan tata tertib DPRD. Penyusunan tata tertib DPRD ini, dilakukan dengan berpedoman pada peraturan perundang undangan.

Khusus mengenai badan kehormatan, dibentuk dan ditetapkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD, yang anggotanya terdiri dari:

a. Untuk DPRD kabupaten/kota, yang beranggotakan sampai dengan 34 orang, anggota badan kehormatan berjumlah 3 orang, sedangkan untuk DPRD yang beranggotakan 35 orang sampai 45 orang, anggota badan kehormatan berjumlah 5 orang.

b. Untuk DPRD provinsi yang beranggotakan sampai dengan 74 orang, anggota badan kehormatan berjumlah 5 orang, sedangkat untuk DPRD yang beranggotakan 75 orang sampai 100 orang, anggota badan kehormatan berjumlah 7 orang.

(44)

Tugas badan kehormatan adalah: klarifikasi sebagaimana dimaksud pada poin (3) sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD.

C. Larangan dan Pemberhentian Anggota DPRD

Ada beberapa larangan yang dikenakan terhadap anggota DPRD, yaitu: 1. Merangkap jabatan sebagai:

a. Pejabat Negara lainnya; b. Hakim pada badan peradilan;

c. Pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN, BUMD, dan/atau badan lain, yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD;

2. Melakukan pekerjaan sebagai pejabat structural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan public, advokat/pengacara, notaries dokter praktif, dan pekerjaan lain, yang ada hubungannya dengan tugasm wewenang, dan hal sebagai anggota DPRD;

3. Melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

(45)

untuk melepaskan pekerjaan tersebut di atas, diberhentikan oleh pimpinan DPRD berdasarkan hasil pemeriksaan badan kehormatan DPRD. Pelaksanaan ketentuan mengenai larangan tersebut diatas diatur dalam peraturan tata tertib DPRD, yang disusun dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Anggota DPRD diberhentikan antar waktu sebagai anggota dilakukan karena:

1. Meninggal dunia;

2. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan 3. Diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan.

Disamping itu, anggota DPRD dapat diberhentikan antar waktu karena:

1. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama enam bulan;

2. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD;

3. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau melanggar kode etik anggota DPRD.

4. Tidak melaksanakan kewajiban anggota DPRD; 5. Melanggar larangan bagi anggota DPRD;

6. Dinyatakan bersalah, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana 5 tahun penjara atau lebih.

(46)

tersebut di atas diatur dalam peraturan tata tertib DPRD dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, anggota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan pengadilan karena pernyataannya, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat DPRD sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan tata tertib dank ode etik DPRD. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPRD yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan, atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasi Negara dalam peraturan perundang undangan. Sehubungan dengan hal ini, anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernytaan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD.

D. Penggantian Antarwaktu (PAW)

Anggota DPRD yang berhenti atau diberhentikan antarwaktu digantikan oleh calon pengganti dengan ketentuan sebagai berkut.

1. Calon pengganti dari anggota DPRD yang terpilih sebagai memenuhi angka BPP atau memperoleh suara lebih dari setengah angka BPP adalah calon yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara pada daerah pemilihan yang sama.

(47)

3. Calon pengganti, sebagaimana dimaksud pada poin 1 dan 2 diatas, mengundurkan diri atau meninggal dunia, diajukan calon pengganti, pada urutan berikutnya dalam daftar calon.

Seandainya apabila tidak ada lagi calon dalam daftar calon anggota DPRD pada daerah pemilihan yang sama, pengurus partai politik yang bersangkutan dapat mengajukan calon baru sebagai pengganti dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Calon pengganti diambil dari daftar calon anggota DPRD dari daerah pemilihan yang terdekat dalam kabupaten/kota yang bersangkutan atau daftar calon anggota DPRD kabupaten.kota dari kecamatan yang terdekat untuk pengganti.

b. Calon pengganti tersebut pada huruf a, dikeluarkan dari daftar calon anggota DPRD dari daerah pemilihannya.

Selanjutnya apabila tidak ada lagi calon dalam daftar calon anggota DPRD dari daerah pemilihan di kabupaten/kota yang sama, atau di kecamatan yang sama, untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota, pengurus partai politik yang bersangkutan dapat mengajukan calon baru, yang diambil dari daftar calon anggota DPRD dari kabupaten/kota terdekat atau kecamatan terdekat untuk calon pengganti anggota DPRD kabupaten/kota yang bersangkutan. Anggota DPRD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan yang digantikannya.

(48)

DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu yang diusulkan oleh pengurus partai politik yang bersangkutan.

Bab 7

Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

A. Pemilihan Anggota DPRD 1. Asas dan system

(49)

melahirkan suatu system yang bersifat kompromi, yang kemudian dikenal dengan “system proporsional dengan daftar calon terbuka” padahal sebenarnya yang diinginkan oleh masyarakat adalah pemilihan langsung dengan system distrik seperti yang berlaku dalam pemilihan anggota DPRD. System proporsional dengan daftar calon terbuka ini pada dasarnya tetap merupakan system proporsional, hanya saja diberikan sedikit peluang kepada pemilih untuk memilih, calonnya secara langsung.

(50)

lebih demokratis dan berkualitas, dimana anggota dewa betul-betul merasakan dirinya sebagai wakil rakyat, penetuan calon terpilih berdasarkan nomor urut ini harus ditinggalkan dan diganti dengan suara terbanyak.

B. Pencalonan Anggota DPRD

Calon anggota DPRD diusulkan oleh partai politik yang dinyatakan sebagai peserta pemilu setelah melaui verifikasi yang dilakukan oleh KPU berdasarkan UU No. 31 Tahun 2002. Seorang calon anggota DPRD, hanya dapat dicalonkan dalam satu lembaga perwakilan pada satu daerah pemilihan. Untuk dapat dicalonkan sebagai anggota DPR, seseorang harus: 1. Terdaftar sebagai anggota partai politik peserta pemilu yang dibuktikan

dengan kartu tanda anggota. 2. Memenuhi syarat:

a. Warga Negara Republik Indonesia yang berumur 21 tahun atau lebih; b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. Berdomisili di wilayah Negara kesatua republic Indonesia.

d. Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia; e. Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat;

f. Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cinta Proklamasi 17 Agustus 1945;

g. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi massanya, atau bukan orang terlibat langsung G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya; (syarat ini suda dinyatakan tidak berlaku oleh Mahkamah Konstitusi)

h. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap;

(51)

melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih;

j. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dari dokter yang berkompeten; dan

k. Terdaftar sebagai pemilih.

Calon anggota DPRD yang diajukan oleh partai politik peserta pemilu merupakan hasil seleksi secara demokrasiti dan terbukan, sesuai dengan mekasnisme internal partai politik yang bersangkutan.

Partai-partai politik peserta pemilu yang mengajukan calon anggota DPRD, menyampaikan kepada KPUD yang bersangkutan dan wajib menyerahkan:

1. Surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik, sesuai dengan tingkatnya;

2. Surat pernyataan kesediaan menjadi calon anggota DPRD; 3. Daftar riwayat hidup setiap calon;

4. Surat pernyataan bertempat tinggal yang didatangani oleh calon yang bersangkutan;

5. Foto kopi tanda bukti penyerahan daftar kekayaan yang dimiliki setiap calon dari instansi yang berwenang;

6. Surat-surat keterangan sesuai dengan persyaratan.

C. Pemungutan Suara

(52)

partai politik peserta pemilu dan calon untuk satu daerah pemiluhan. Untuk pemilu anggota DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota, masing-masing ditetapkan daerah pemilhan sebagai berikut:

1. Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota.

2. Daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan.

D. Penetapan Calon Terpilih

KPU menetapkan hasil pemilu DPR, DPD dan DPRD secara nasional dan diumumkan selambat lambatnya tiga puluh hari setelah pemungutan suara. Penentuan jumlah kursi anggota DPRD dari setiap partai politik peserta pemilu didasarkan atas seluruuh hasil penghitungan suara sah yang diperoleh di suatu daerah pemilihan. Dari hasil penghitungan suara sah yang diperoleh partai politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan, ditetapkan angka Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), dengan cara membagi jumlah suara sah seluru partai politik peserta pemilu, dengan jumlah kursi anggota DPRD yang bersangkutan.

E. Keanggotaan DPRD

(53)

negeri. Anggota DPRD berdomisili di masing masing ibu kota provinsi atau kabupaten/kota. Masa jabatan anggota DPRD adalah 5 tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

F. Pimpinan DPRD

DPRD dipimpim oleh seorang ketua dan sebanyaknya tiga orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota DPRD dalam siding paripurna DPRD. Sebelum Pimpinan DPRD secara definisif ditetapkan, DPRD dipimpin oleh Pimpinan Sementara, yang terdiri dari satu orang ketua, dan seorang wakil ketua yang berasal dari dua partai politik peserta pemilu yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua. Dalam hal ini terdapat lebih dari satu partai politik peserta pemilu yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil sementara ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik yang bersangkutan. Pimpinan DPRD secara definitive sebelum memangku jabatannya, juga mengucapkan sumpah/janji dengan dipandu oleh ketua pengadilan tinggi setempat, dengan bunyi yang sama dengan sumpah/janji anggota DPRD.

Bab 8

Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah

A. Peraturan Daerah (Perda)

(54)

peraturan daerah merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraang otnomi daerah.

Perda di tetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD, untuk penyelenggaraan otonomi yang dimiliki oleh provinsi/kabupaten/kota, serta tugas pembantuan. Perda pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dengan memperhatikan cirri khas masing-masing daerah. Perda yang dibuat oleh satu daerah, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang undangan yang lebih tinggi, dan baru mempunyai kekuatan mengikat setelah diundangkan dengan dimuat dalam lembaran daerah.

B. Peraturan Kepala Daerah

Peraturan kepala daerah, yang di dalam UU No.22 Tahun 1999 disebut keputusan kepala daerahm pada dasarnya sama. Penyebutan peraturan kepala daerah, dasarnya sama. Penyebutan peraturan kepala daerah bertujuan untuk memperjelas bahwa kepuptusan kepala daerah yang dimaksud, berisi ketentuan peraturan (keputusan yang bersifat in abstracto). Hal ini untuk mencegah timbulnya kerancuan dengan keputusan kepala daerah yang bersifat inkoncrito (keputusan berkenan objek tertentu atau tidak bersifat mengatur secara umum).

(55)

daerah. Agar perda dan peraturan kepala daerah bisa berfungsi secara efektif, harus dilakukan hal di antaranya:

1. Mensosialisasi perda dan peraturan kepala daerah dengan menyebarluaskan ke tengah-tengah masyarakat, terutama stake holders yang bersangkutan;

2. Melakukan upaya penegakan hokum khusus perda. Untuk itu, dibentuk satuan polisi pamong praja. Di samping tugasnya menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, polisi pamong praja juga bertugas melakukan uapaya penegakan hokum, khusus perda. Pembentukan polisi pamong praja ini berpedoman pada peraturan pemerintah.

(56)

Bab 9

Kepegawaian Daerah

(57)

kewajiban, kedudukan hokum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah.

Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh gubernur. Sementara itu, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintahan daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan gubernur.

(58)

Bab 10

Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah

(59)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : ada hubungan higiene sanitasi pengelolaan air minum isi ulang di rumah tangga ( p = 0,000); ada hubungan higiene sanitasi pengelolaan

Berdasarkan Hasil Evaluasi Kualifikasi yang tertuang dalam Berita Acara Evaluasi Kualifikasi Nomor : 08/PU-PEGAF/JL-KOBDUG/V/2016 tanggal 04 Juni 2016 dinyatakan

Judul : Museum Dirgantara di Daerah Istimewa Yogyakarta.. Tema Desain :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi status sosial ekonomi anggota layanan prima dan lama bergabung menjadi anggota terhadap partisipasi anggota

[r]

Jika biaya perolehan lebih rendah dari bagian Perusahaan atas nilai wajar aset dan kewajiban yang dapat diidentifikasi yang diakui pada tanggal akuisisi (diskon

On the Choose Middleware Home Directory screen, select an existing Middleware home directory or browse to an existing Middleware home that contains the WebLogic Server

PPK menyampaikan permintaan kepada Pokja ULP/Pejabat Pengadaan dengan mengacu pada Spesifikasi teknis, Harga dan Penyedia yang ada pada E-catalogue untuk