• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Latar Belakang Berdirinya Pemerintahan Militer

3.2 Pemilihan Umum Multipartai Tahun 1990

Penyelenggaraan pemilu multipartai telah direncanakan sejak Myanmar dikuasai oleh Jenderal Saw Maung. Dalam pemilu untuk memilih anggota Parlemen (Pyithu Hluttaw) ini tetap memberlakukan Undang-Undang Darurat

(Martial Law) dan dimaksudkan untuk mempertahankan eksistensi SLORC. Sebenarnya banyak tokoh oposisi yang meragukan pemilu ini dapat berjalan dengan jujur. Terlebih pemerintah militer telah menampakkan kecurangannya beberapa hari menjelang pemilu dengan menangkap beberapa tokoh oposisi di

54

Josef Silverstein,”The Idea of Freedom in Burma and the Political Thought of Daw Aung San Suu Kyi”, Pacific Affairs, Vol. 69 No. 2 Summer 1996, h. 227.

Yangoon. Sehingga banyak tokoh oposisi awalnya enggan untuk mengikuti pemilu. Menanggapi hal tersebut, Saw Maung mengeluarkan pernyataan bahwa Pemilu ini merupakan momentum penting yang merupakan perwujudan dari tuntutan rakyat untuk memperbaiki politik. Seperti yang dikatakannya dalam rapat koordinasi SLORC tanggal 10 Januari 1990:55

”The reason way of Rule of Law and Order, and the prevalence of peace and tranquility is being given so much emphasis is because the Pyithu Hluttaw (People’s Assembly) election to be held this year is not an Ordinary one. It is an election of historic significance, a veritable milestone in the annals of history marking the change from one system to another and turning point in our history it self”.

Pemerintahan militer memberikan waktu bagi setiap partai untuk mendaftar menjadi peserta pemilu di mulai dari tanggal 17 September hingga 28 Februari 1989. Dalam pendaftaran ini terdapat 2.209 kandidat dari 93 partai dan 87 partai independen untuk memperebutkan 492 Pyithu Hluttaw.56 Namun akhirnya hanya tujuh partai politik yang diakui oleh pemerintah memenuhi persyaratan dan memiliki pengikut yang banyak, partai-partai tersebut adalah :57

1. National Unity Party. Merupakan nama baru untuk BSPP yang secara resmi dikukuhkan pemerintah tanggal 14 Oktober 1988 dengan ketua Than Kyaw dan didampingi oleh 14 komite sentral yang baru.

2. National League for Democracy. Partai oposisi yang terdaftar pada tanggal 30 September 1988 dipimpin oleh Aung Gyi, Tin Oo sebagai wakil ketua dan Aung San Suu Kyi sebagai sekertaris jenderal.

55

Agus Budi Rahmanto, “Tantangan Demokrasi di Myanmar : Studi Kasus National League for Democracy (NLD)”, Tesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta, 2002, h. 67-68.

56

Mya Maung, “Totalitarian in Burma, Prospect for Economic Development”, Paragon House, New York, 1992, h. 181.

57

Agus Budi Rahmanto, Op.Cit., h. 39-40.

3. The People’s Democracy Party. Partai in diketuai oleh Thakin Lwin yang pernah menjadi pendiri Burmese Workers and Peasant Party (BWPP). Partai ini terdaftar pada tanggal 4 Oktober 1988.

4. The Democracy Party. Terbentuknya partai ini atas dukungan mantan Perdana Menteri U Nu. Dibentuk pada tanggal 14 Oktober 1988 dan dipimpin oleh Thu Wai dan Bohmu Aung.

5. The Democratic Front For National Reconstruction. Partai ini diisi oleh veteran BWPP dan dipimpin oleh Thakin Chit.

6. The Unity and Development Party. Partai ini dipimpin oleh Thakin Soe yang pernah ditangkap pemerintah pada tanggal 13 November 1970 dan dibebaskan melalui amnesti umum tahun 1980.

7. The Anti Facist People’s Freedom League (AFPFL). Sebuah institusi politik pertama kali pada zaman kemerdekaan Myanmar dan di bentuk kembali oleh Bo Kyaw Nyunt.

Penyelenggaraan pemilu multipartai ini berdasarkan konstitusi 1974. Pemerintah militer memang memberikan kesempatan bagi setiap kandidat untuk menyampaikan program-programnya melalui kampanye terhadap masyarakat Myanmar. Namun kesempatan ini tetap dibatasi oleh pemerintah militer bahkan masyarakat dilarang mengadakan pertemuan dengan kandidat. Beberapa peraturan lain dibuat oleh pemerintah militer demi mengontrol hasil perolehan suara dalam pemilu tersebut. Beberapa peraturan itu adalah :58

1. Setiap mengadakan pawai atau pidato harus melapor kepada SLORC tingkat lokal.

58

Agus Budi Rahmanto, “Tantangan Demokrasi di Myanmar : Studi Kasus National League for Democracy (NLD)”, Tesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta, 2002, h. 70.

2. Materi kampanye harus sudah terkumpul tujuh hari sebelumnya. 3. Beberapa publikasi atau pidato yang dapat diintepretasikan

mengganggu kedaulatan negara dan integritas teritorial bangsa serta memecah belah bangsa termasuk etnis minoritas yang berbeda-beda, meremehkan martabat militer, menyinggung agama dilarang.

4. Tiap-tiap partai politik diberi kesempatan untuk berkampanye (berupa pidato) yaitu lima belas menit di radio dan sepuluh menit di televisi. Pada akhirnya pemilu diselenggarakan pada 27 Juli 1990 dengan aman tanpa adanya insiden. Hasil pemilu menunjukkan NLD sebagai pemenang dengan meraih 392 dari 485 kursi pada parlemen nasional. Sedangkan partai militer (NUP) hanya memperoleh 3% kursi parlemen. Hasil yang diluar dugaan militer pada akhirnya tidak diakui oleh militer, melalui Jenderal Maung Maung pemerintah militer tidak mengakui hasil pemilu secara sepihak.59 Beberapa alasan melatarbelakangi penolakan pemerintah militer terhadap hasil pemilu, alasan tersebut antara lain : Pertama, pemilu adalah sarana untuk membentuk Konvensi Nasional dan bukan untuk transformasi kekuasaan. Kedua, menurut ketentuan yang ada, seorang calon yang bersuamikan orang asing dan lama bermukim di luar negeri tidak dapat mengikuti pemilu. Ketiga, pada saat itu belum ada konstitusi, karena itu belum ada prosedur yang mengatur peralihan kekuasaan.60

Untuk memperkuat tindakannya, militer membuat Deklarasi No. 1/90 yang ditandatangani tanggal 27 Juli 1990. Deklarasi ini memuat kebijaksanan pemerintah untuk menyelenggarakan konferensi nasional guna menyusun draf

59

Nurani Chandrawati, “Perluasan ASEM dan Masalah Myanmar : Melanjutkan Strategi Kompromistis atau Membentuk Kriteria Baru”, Jurnal Kajian Wilayah Eropa, Vol. II No. 3, 2006, h.86.

60

“Sang Merah Putih di Tanah Pagoda, Kenangan, Masa Kini dan Harapan”, Kedutaan Besar Republik Indonesia,Yangon, Edisi ke-2 2002, h. 77.

pedoman dimana Pyithu Hluttaw akan dibentuk melalui konstitusi baru yang permanen. Berdasarkan Deklarasi ini SLORC membatalkan pemilu 1990 hingga terbentuknya konstitusi baru yang permanen.61

Menanggapi keotoriteran militer kali ini, NLD terus berusaha mendesak pemerintah untuk segera menyerahkan kekuasaan kepada NLD. Akan tetapi, pemerintah militer tetap pada keputusan semula tidak akan menyerahkan kekuasaan kepada NLD. Terlebih NLD dinyatakan sebagai partai yang tidak sah dan harus dibubarkan. Menanggapi hal tersebut NLD mengeluarkan Deklarasi No. 46 (4/00) pada tanggal 6 April 2000, yang menyebutkan bahwa partai ini adalah resmi dan telah terdaftar pada Multy Party Democracy Election Commission

sesuai dengan Undang-Undang yang dikeluarkan oleh SLORC No. 4/88 pada tanggal 7 September 1988.62

Langkah pemilu multipartai pada akhirnya tidak dapat menjadikan Myanmar sebagai negara yang demokratis. Semua gerakan oposisi dalam memperjuangkan demokrasi dan kebebasan hidup masih memiliki hambatan yang besar dari militer. Sehingga menjadikan Myanmar semakin jauh pada kenyataan hidup bebas di bawah naungan negara demokrasi.

3.3 Tindakan Pemerintah Militer Myanmar Menghadapi Gerakan

Dokumen terkait