• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMINTAKATAN WILAYAH PERAIRAN DANAU UNTUK PENGEMBANGAN KJA

MITIGASI DANAU EUTROFIK : STUDI KASUS DANAU RAWAPENING

PEMINTAKATAN WILAYAH PERAIRAN DANAU UNTUK PENGEMBANGAN KJA

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28/2009, tentang daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk menetapkan bahwa dalam penetapan rencana tata ruang daerah tangkapan air danau dan/atau waduk dan pemberian izin kegiatan yang lokasinya dapat mempengaruhi kualitas air danau dan/atau waduk harus mempertimbangkan daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk. Daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk yang dimaksud adalah kemampuan air danau dan air waduk untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air danau dan air waduk menjadi cemar.Mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 12/Men/2010 tentang pengembangan minapolitan, bahwa setiap pengembangan usaha perikanan harus berkesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan proyeksi pengembangan harus memuat kelayakan lingkungan berdasarkan daya dukung dan daya tampung.

Perairan danau, memiliki karakteristik spesifik yang menyangkut sifat milik bersama, kebijakan dan kepentingan multisektoral, serta multiwilayah. Karakteristik lainnya adalah faktor sensitivitas terhadap beban masukan nutrien dan mineral sebagai dampak kegiatan manusia, terkait tipe badan air dan komunitas plasma nutfah yang sangat bervariasi.

71

Selain memperhatikan aspek daya dukung, penetapan mintakat (zonasi) KJA di Danau Toba perlu mempertimbangkan beberapa hal yang dapat menjadi kriteria, yaitu: i)Faktor hidromorfometri dan pola aliran massa air di perairan danau; ii) Wilayah litoral danau; iii) Panjang garis pantai setiap kabupaten; iv) Luas lahan pertanian setiap kabupaten; v) Jumlah penduduk lokal; vi) Aktivitas bisnis dan pelabuhan; vii) Kawasan

wisata dan potensi wisata;viii)Wilayah reservat ikan; dan x) Wilayah in take air minum

utama.

Penetapan Daya Dukung

Perhitungan daya dukung pengembangan KJA di Danau Toba mengacu pada scenario-skenario: i) KadarTP rata-rata yang dapat diterima ([P]f) pada kondisi oligotrofik; II) Sskenario penetapan [P]f pada kondisi oligo-mesotrofik, dan iii) Skenario penetapan [P]f padakadar TP rata-rata hasil pengukuran 2009. Namun demikian, mengingat perairan Danau Toba sebagai asset wisata maka yang perlu dipertimbangakan adalah skenario pertama, yaitu kadar TP yang dapat diterima ([P]f) pada kondisi oligotrofik.

Kondisi perairan Danau Toba saat ini berada pada tingkat kesuburan di atas oligotrofik (Nomosatrio & Lukman, 2011), maka kondisi tersebut sudah berada di atas

ambang batas ideal untuk kepentingan pariwisata, yaitu ([P] 5 mg/m3≈ 0,005 mg/l)

(Beveridge, 1984). Kondisi ideal tersebut teramati, jauh sebelum pengembangan KJA di Danau Toba yaitu pada tahun 1929 (0,005 mg/l; Ruttner, 1930).

Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2009 mengenai angka kisaran angka [P]f oligotrofik maksimum adalah pada [P] < 10µg/l, maka kisaran

kapasitas TP Danau Toba yang masih tersedia untuk budidaya ikan intensif ( ∆P= [P]f

– [P]i) adalah ≈ 5 µg/l. Berdasarkan kapasitas TP yang masih tertampung di Danau

Toba, maka TP yang dapat diterima untuk seluruh danau adalah 324,44 ton/tahun sehingga estimasi produksi ikan yang dapat dicapai 35.282 ton/tahun (Lukman & Hamdani, 2011).Dengan menggunakan asumsi bahwa setiap unit KJA memproduksi ikan setara 3,5 ton/tahun, maka jumlah KJA yang dapat ditanam di seluruh perairan Danau Toba adalah 10.000 unit.

72

Kriteria Pertimbangan Penetapan Zonasi Karamba Jaring Apung

Penetapan lokasi untuk pengembangan KJA harus memperhatikan beberapa faktor, mengingat kepekaan dari organisme yang dibudidaya serta pada sisi lain harus mempertimbangkandampak KJA terhadap lingkungan dan aktivitas lainnya. Berikut ini beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam penetapan zonasi KJA di Danau Toba.

Kondisi Hidromorfometri dan Pola Aliran Massa Air

Kondisi hidromorfometri Danau Toba dengan inlet-inlet yang dominan serta keberadaan outlet yaitu Sungai Asahan berada di bagian selatan, maka pola aliran massa air akan lebih dinamis di bagian selatan. Mengingat salah satu faktor daya dukung perairan untuk pengembangan KJA adalah laju penggelontoran maka daya dukung ceruk selatan untuk pengembangan KJA akan lebih besar dibanding ceruk bagian utara.

Wilayah Litoral Danau

Wilayah litoral merupakan “pemasok energi utama” perairan danau, yang harus dilindungi dari aktivitas yang memberikan daya rusak.Pengembangan KJA dapat merubah substrat dasar dengan adanya akumulasi bahan organik dari sisa pakan dan feses ikan yang dipelihara dan mengganggu kondisi ekosistem littoral.Biota-biota litoral, seperti tumbuhan air, makrobentos, dan komunitas alga perifiton akan terganggu. Wilayah litoral juga diketahui sebagai tempat pemijahan berbagai jenis ikan. Dengan demikian, di wilayah littoral pengembangan KJA perlu dibatasi bahkan dihindari.

Panjang Garis Pantai

Garis pantai merupakan akses daratan ke perairan, sehingga panjang garis pantai dari setiap kabupaten yang tersebar di seputar Danau Toba perlu menjadi salah satu pertimbangan jumlah KJA yang dapat dikembangkan. Keliling Danau Toba berdasarkan pengukuran batimetri adalah 428,7 km (Lukman & Ridwansyah, 2010). Kabupaten Samosir memiliki pantai paling panjang (42,8%), disusul oleh Toba Samosir dan Simalungun. Dengan demikian, jumlah KJA yang dapat dikembangkan untuk setiap kabupaten di seputar Danau Toba semestinya proporsional dengan panjang garis pantainya.

73 Pertimbangan Luas Lahan Pertanian

Luas lahan pertanian merupakan faktor pembatas, terkait sebagai salah satu pemasok hara ke perairan.Sebagai mana diketahui, lahan pertanian merupakan salah satu sumberhara dari sisa penggunaan pupuk dan dapat mendorong eutrofikasi perairan danau. Dengan demikian, semakin luas lahan pertanian maka pasokan hara akan semakin meningkat.

Berdasarkan perhitungan dari peta rupa bumi, luas lahan pertanian di kawasan Danau Toba mencapai 129,448 ha, dengan luas terbesar di Kabupaten Toba Samosir (43,4%).Dengan demikian jumlah (kuota) KJA yang dapat dikembangkan di suatu kabupaten harus dikoreksi dengan potensi pencemaran dari aktivitas pertanian ini.

Wilayah in take Air Minum

Pada umumnya sebagian besar pemukiman, baik dusun maupun desa di seputar Danau Toba memenuhi kebutuhan air minum dan domestiknyasecara langsung dari air danau. Namun tercatat empat kota/desa yang memanfaatkan air danau untuk kebutuhan

domestiknyamenggunakanintake air minum dan dikelola sebagaimana perusahaan air

minum, seperti Balige, Pangururan, dan Laguboti.

Sebagaimana diketahui baku mutu kualitas air untuk air minum sangat tinggi,

atau dalam kondisi perairan yang oligotrofik. Di lokasi intake air minum

pengembangan KJA harus dihindari, dan ditetapkan jarak tertentu dari wilayah ini untuk pengembangan KJA.

Wilayah/Kawasan Wisata, Bisnis dan Pelabuhan

Lokasi pariwisata di wilayah Danau Toba tersebar hampirdi sepanjang danau, baik yang bersentuhan dengan perairan maupun tidak. Tercatat 15 dusun/desa yang menunjang pariwisata, serta 12 lokasi memiliki potensi wisata yang belum dikembangkan. Kota-kota Parapat, Balige dan Pangururan selain lokasi pariwisata juga merupakan pusat-pusat bisnis dan pendukung aktivitas pariwisata. Dengan demikian, secara keseluruhan, terdapat 27 lokasi yang harus dilindungi dan tidak memungkinkan untukdigunakan untuk KJA. Di wilayah bisnis dan pelabuhan, kondisi lingkungan perairan pada umumnya sudah tidak mendukung KJA karena tingginya pencemaran dari

74

pemukiman dan domestik, dan buangan dari kapal dan kapal penyeberangan, sementara pada wilayah wisata pengembangan KJA akan mengganggu aktivitas wisatawan karena menurunkan nilai estetika dari perairannya.

Wilayah Reservat Ikan

Wilayah reservat ikan atau suaka perikanan, meskipun saat ini belum ditetapkan oleh pemerintah di wilayah Danau Toba, tetapi untuk kepentingan menjaga keragaman hayati perairan dan mendukung keberlangsungan pemanfaatan sumberdayanya maka wilayah reservat ikan dan zona lindung biota lainnya harus diberi ruang. Pada setiap kabupaten di seputar Danau Toba minimal harus mengalokasikan satu lokasi kawasan reservat, yang mana harus dibebaskan dari aktivitas dan pengembangan KJA.Lokasi-lokasi ini merupakan wilayah lindung, yang harus ditetapkan oleh setiap pemerintah kabupaten dan didukung serta dipahami oleh segenap pengguna perairan Danau Toba

Terdapat beberapa jenis biota Danau Toba yang perlu dilindungi adalah biota

endemis seperti ikan ihan/batak (Tor sp.) dan remis toba (Corbicula tobae), juga

terdapat jenis-jenis ikan lokal yang keberadaannya sudah sangat menurun seperti ikan pora-pora (Puntius binotatus).

Sebagaimana diketahui beberapa kriteria penetapan reservat diantaranya.adalah membutuhkan kondisi lingkungan yang optimal dan mendukung, aktivitas penangkapan ikan dan pemanfaatan lainnya sangat dibatasi, dan gangguan dari kegiatan lainnya juga harus dihindari.

Penduduk Lokal

Memperhatikan sangat terbatasnya potensi sumber daya alam di kawasan Danau Toba, seperti sempitnya ketersediaan lahan pertanian dan rendahnya potensi sumberdaya alam lainnya, potensi pengembangan ekonomi masyarakat akan tertuju kepada potensi perairan, diantaranya pengembangan KJA. Masyarakat lokal yang kemampuan aksesibilitas kepada pemanfaatan sumberdaya lain sangat rendah, harus mendapat prioritas dalam pengembangan KJA.

Diluar desa/dusun yang memiliki aktivitas bisnis/wisata dan potensi wisata terdapat 120 desa/dusun yang tidak memiliki aktivitas wisata dan bisnis serta tidak berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata.Untuk memberikan peluang

75

masyarakat memiliki mata pencaharian, maka desa/dusun inilah yang harus dipertimbangkan menjadi lokasi-lokasi untuk pengembangan KJA.Desa/dusun tersebut dapat menjadi acuan untuk penetapan lokasi-lokasi pengembangan KJA, dengan tetap memperhatikan kriteria dan batasan-batasan sebelumnya.