• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar menggunakan beberapa asumsi untuk mendukung penyusunan model. Asumsi-asumsi tersebut merupakan hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan produksi dan jadwal induk produksi secara keseluruhan. Dalam pembuatan model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus ini digunakan beberapa asumsi, yaitu:

5. Model yang dikembangkan berdasarkan parameter prakiraan jumlah penjualan periode, prakiraan jumlah pasokan bahan baku buah, umur simpan buah, kemampuan produksi, ketersediaan sumberdaya dan jumlah persediaan.

6. Model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi ini diasumsikan bahwa proses produksi berjalan lancar, harga bahan baku tidak berubah, serta sumberdaya dan fasilitas yang digunakan selama proses produksi tetap selama proses perencanaan.

7. Jumlah permintaan bulanan di disagregasi menjadi permintaan mingguan dengan asumsi pada minggu pertama sejumlah 10 persen, minggu kedua 30 persen, minggu ketiga 40 persen dan minggu keempat 20 persen dari prakiraan jumlah penjualan jus.

Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan

Model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar ini terdiri dari dua bagian yaitu sistem manajemen basis model dan sistem manajemen basis data. Sistem manajemen basis model tersusun dari enam basis model yang terhubung oleh empat basis data. Adapun rancang bangun sistem penunjang keputusan dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Rancang bangun SPK perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar

Sistem Pengolahan Terpusat

Sistem pengolahan terpusat berfungsi untuk memadukan dan mengendalikan sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model. Sistem ini menerima masukan dari ketiga sistem yang lain dalam bentuk baku dan mengirim keluaran ke sistem yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Fungsi

utama dari sistem pengolahan terpusat adalah sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antar sistem. Sistem pengolahan terpusat mengatur interaksi antara sistem manajemen basis data, sistem basis model dan sistem manajemen dialog.

Sistem Manajemen Dialog

Sistem manajemen basis dialog merupakan penghubung antara pengambil keputusan (pengguna) dengan sistem pengolahan terpusat. Fungsi utama sistem ini adalah untuk menerima masukan dan memberikan keluaran yang dikehendaki pengguna. Sistem manajemen dialog ini dibuat untuk memudahkan pengguna untuk berdialog dengan model. Sistem manajemen dialog dilengkapi dengan fasilitas untuk mengedit, menghapus dan menganalisis data-data yang tersedia dengan lengkap untuk setiap model.

Sistem Manajemen Basis Data

Basis data berfungsi menyimpan data yang dibutuhkan baik data masa lalu maupun data hasil pengolahan atau keluaran model. Basis data merupakan basis penyimpanan data bagi seluruh model yang berguna dalam komputasi. Model perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar menggunakan masukan data sebagai berikut:

a. Basis Data Penjualan Jus

Basis data penjualan jus berisi data penjualan masing-masing jus. Data ini berasal dari hasil prakiraan jumlah penjualan masing-masing jenis jus. Perhitungan prakiraan jumlah penjualan menggunakan data masa lalu jumlah penjualan masing-masing jus.

b. Basis Data Pasokan Bahan Baku Buah Segar

Basis data pasokan bahan baku buah segar ini berisi jumlah pasokan masing-masing jenis buah segar. Data ini berasal dari data masa lalu jumlah pasokan buah segar, kemudian di lakukan prakiraan untuk menentukan prakiraan jumlah pasokan buah segar pada periode yang akan datang. Hasil prakiraan ini selanjutkan akan dijadikan data pasokan bahan baku buah segar pada periode perencanaan.

c. Basis Data Kapasitas Produksi

Basis data kapasitas produksi berisi mengenai ketentuan batas maksimum produk yang dapat dihasilkan dari suatu proses produksi, dengan hitungan per hari atau per bulan. Selain itu, berisi pula tentang kapasitas gudang puree dan kapasitas gudang jus yang akan membatasi jumlah persediaan di perusahaan.

d. Basis Data Biaya

Basis data biaya ini berisi tentang biaya produksi untuk masing-masing produk yang ada di PT. Amanah Prima Indonesia. Selain itu, berisi data tentang biaya penyimpanan baik penyimpanan dalam bentuk pureemaupun penyimpanan dalam bentuk jus.

Sistem Manajemen Basis Model

Basis model terdiri dari rumus-rumus yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang akan mengolah data masukan sesuai dengan manajemen dialog dalam sistem. Basis model dalam sistem penunjang keputusan yang dikembangkan ini terdiri dari model prakiraan pasokan bahan baku buah segar, model prakiraan penjualan jus, model laju kerusakan buah segar, model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi, model perencanaan produksi agregat dan model jadwal induk produksi. Masukan yang sangat dibutuhkan oleh model-model tersebut adalah hasil prakiraan pasokan buah segar dan hasil prakiraan jumlah penjualan jus. Hasil prakiraan tersebut akan disimpan dalam basis data yang akan digunakan oleh model terkait sesuai dengan kebutuhan untuk diolah menjadi masukan data bagi model terkait lainnya. Basis model tersebut adalah sebagai berikut:

a. Model Prakiraan Pasokan Bahan Baku Buah Segar

Prakiraan pasokan bahan baku buah segar menggunakan data masa lalu jumlah pasokan bahan baku buah masing-masing jenis buah setiap bulannya. Model identifikasi ordo ARIMA adalah ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)s untuk data pasokan bahan baku buah segar. Selain itu dapat pula ditunjukkan dengan persamaan yang dinyatakan dengan Xt j. Jika Xt j merupakan prakiraan jumlah pasokan periode ke-t jenis buah j, еtadalah error periode ke-t, ө1adalah koefisien

koefisien seasonal autoregressive (SAR) maka model prakiraan pasokan bahan baku buah adalah sebagai berikut:

Pasokan buah jambu (0, 1, 1) (0, 1, 0)12

Xtjambu = Xt-1jambu+ Xt-12jambu- Xt-13jambu+ еt–ө1 е t-1 (29)

Pasokan buah sirsak (0, 0, 1) (1, 1, 0)12

Xtsirsak = Xt-1sirsak1Xt-12sirsak- Xt-24sirsak+ еt1 е t-1 (30)

Pasokan buah nenas (1, 0, 0) (0, 1, 0)12

Xtnenas = Ø Xt-13nenas- Xt-12nenas- Ø Xt-1nenas (31)

Pasokan buah apel (0, 1, 1) (0, 1, 0)12

Xtapel = Xt-1apel+ Xt-12apel- Xt-13apel+ еt1 е t-1 (32)

Pasokan buah strawberi (1, 1, 0) (1, 1, 0)12

Xtstrawberi = Xt-1strawberi+ Ø1Xt-1strawberi- Ø1Xt-2strawberi + Xt-12strawberi+

Φ1Xt-12strawberi- Xt-13strawberi+ Φ1Xt-13strawberi

Ø1Xt-13strawberi– Ø1Φ1Xt-13strawberi+ Ø1Φ1Xt-14strawberi– Ø1Xt-14strawberi–Φ1Xt-24strawberi1Xt-25strawberi+

Ø1Φ1Xt-25strawberi+ Ø1Φ1Xt-26strawberi (33)

Teknik prakiraan pasokan bahan baku buah segar menggunakan teknik ARIMA dengan bantuan minitab 14.0. Hasil keluaran nilai еt ,ө1,Ø1dan Φ1 dari model-model pasokan bahan bahan baku buah segar dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Nilai-nilai koefisien model prakiraan jumlah pasokan buah segar

No Jenis Pasokan Buah Koefisien Error (еt) Koefisien MA (ө1) Koefisien AR 1) Koefisien SAR (Φ1) 1 Jambu 0.0716 0.9559 - -2 Sirsak 0.1133 -0.8850 - -0.9825 3 Nenas - - 0.5715 -4 Apel 0.1372 0.7163 - -5 Strawberi - - -1.0035 -0.9795

b. Model Prakiraan Penjualan Jus

Prakiraan penjualan masing-masing jus menggunakan data masa lalu jumlah penjualan setiap bulannya. Prakiraan jumlah penjualan diartikan sebagai jumlah permintaan pasar. Model identifikasi ordo ARIMA adalah ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)suntuk data penjualan jus. Selain itu dapat pula ditunjukkan dengan persamaan yang dinyatakan dengan Xt j. Jika Xt j merupakan prakiraan jumlah penjualan periode ke-t jenis jus j, еtadalah error periode ke-t, 1 adalah koefisein

moving average (MA), 1 adalah koefisien seasonal moving average (SMA), Ø1adalah koefisien autoregressive (AR), µ adalah koefisien konstanta dan Φ1 adalah koefisien seasonal autoregressive(SAR) maka model prakiraan penjualan jus adalah sebagai berikut:

Penjualan jus jambu (1, 0, 0) (1, 1, 1)12

Xtjambu = Xt-1jambu+ Ø1Xt-1jambu- Ø1Xt-2jambu + Φ1Xt-12jambu

1Xt-13jambu- Ø1Φ1Xt-13jambu+ Ø1Φ1Xt-14jambu+

е t- 1е t-12+ µ (34)

Penjualan jus sirsak (1, 0, 0) (0, 1, 1)12

Xtsirsak = Ø1Xt-1sirsak+ Xt-12sirsak - Ø1Xt-13sirsak+ е t- 1е t-12+ µ1 (35)

Penjualan jus nenas (1, 0, 0) (0, 1, 1)12

Xtnenas = Ø1Xt-1nenas+ Xt-12nenas - Ø1Xt-13nenas+ е t- 1е t-12+ µ1 (36)

Penjualan jus apel (0, 0, 1) (1, 1, 0)12

Xtapel = Xt-1apel+ Ø1Xt-1apel- Ø1Xt-2apel + Φ1Xt-12apel

1Xt-13apel– Ø1Φ1Xt-13apel+ Ø1Φ1Xt-14apel+

е t- 1е t-12+ µ (37)

Penjualan jus strawberi (1, 0, 1) (1, 1, 0)12

Xtstrawberi = Ø1Xt-1strawberi- Ø1Xt-13strawberi - Ø1Φ1Xt-13strawberi+

Teknik prakiraan penjualan jus menggunakan teknik ARIMA dengan bantuan minitab 14.0. Hasil keluaran nilai еt ,ө1, θ1,Ø1dan Φ1dari model-model penjualan jus dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Nilai-nilai koefisien model prakiraan jumlah penjualan jus

No Jenis Pasokan Buah Koefisien Konstanta (µ) Koefisien Error (еt) Koefisien MA ( 1) Koefisien SMA (θ1) Koefisien AR (Ø1) Koefisien SAR (Φ1) 1 Jambu 12751.7 0,2458 - 0.7096 0,5761 -0,9563 2 Sirsak 2482,1 0,2550 - 0,7017 0,6127 -3 Nenas 3876,3 0,2491 - 0,7023 0,5624 -4 Apel 9924,8 0,0640 -0,9630 - - -0,9944 5 Strawberi - 0,1785 0,6785 - 0,9993 -0,9777

Ket : Data diolah

c. Model Laju Kerusakan Bahan Baku Buah

Distribusi umur hidup (random lifetime) suatu produk merupakan salah satu alat yang dapat menggambarkan panjang umur dari produk secara sistematis. Umur hidup tersebut digambarkan baik melalui fungsi densitas, fungsi distribusi kumulatif, fungsi keandalan dan fungsi laju deteriorisasi. Jika f(t) menyatakan fungsi densitas dari variabel acakt yang kontinyu menggambarkan panjang umur suatu produk, maka f (t) memiliki sifat seperti yang dinyatakan pada persamaan (Jonrinaldi, 2004), berikut:

f (t)≥0 (39)

= 1 (40)

Fungsi distribusi kumulatif, F(t) menyatakan probabilitas bahwa umur hidup produk berada dalam interval (0,t); yang dinyatakan dengan persamaan berikut:

(41) (42)

Fungsi keandalan, R(t) menyatakan probabilitas bahwa suatu produk akan bertahan hidup dalam interval (0, t) atau probabilitas bahwa produk akan rusak setelah saatt. Fungsi keandalan dinyatakan sebagai berikut:

(43)

Karena F(t)dan R(t) bersifatmutually exclusive, maka berlaku persamaan berikut:

F(t)= 1 –(R(t) (44)

Fungsi laju kerusakan (θ(t)) menyatakan peluang bahwa produk akan rusak sesaat setelaht dengan syarat produk tetap baik sampai tyang dinyatakan dengan persamaan:

(45)

Berdasarkan uji distribusi, diperoleh laju kerusakan buah jambu, sirsak, nenas, apel dan strawberi mengikuti laju distribusi eksponensial. Maka perhitungan laju kerusakan masing-masing buah adalah sebagai berikut:

(46) (47) (48)

(49)

Fungsi distribusi masing-masing buah adalah sebagai berikut:

f (t)jambu =0,0598 е-0,0598 t (50) f (t)sirsak =0,112 е-0,112 t (51) f (t)nenas =0,0427 е-0,0427 t (52) f (t)apel =0,0323 е-0,0323 t (53) f (t)strawberi=0,251 е-0,251 t (54)

Berdasarkan fungsi ditribusi tersebut diatas, maka nilai tengah laju kerusakan buah jambu adalah 0,0598; sirsak adalah 0,112; nenas adalah 0,0427; apel adalah 0,0323; dan buah strawberi adalah 0,251.

d. Model Ketersediaan Bahan Baku Buah yang Layak di Produksi

Manajemen persedian bahan baku buah segar mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan proses produksi jus. Sifat bahan baku buah segar yang mudah rusak dan bersifat musiman dan permintaan terhadap produk terus berlangsung sehingga penanganan persediaan bahan baku buah segar harus diperhatikan dengan baik. Bahan baku buah segar yang dipasok diproduksi menjadi jus dan sebagian lagi diproduksi sebagai puree. Produksi puree

merupakan salah satu cara untuk mengatasi ketidakpastian bahan baku buah segar yang disebabkan oleh faktor musiman dari buah segar dan sifatnya yang mudah rusak (peishable).Pureedigunakan digunakan pada saat pasokan buah segar tidak mencukupi jumlahnya dan bukan musim panen buah .

Pasokan bahan baku buah segar diperoleh langsung dari petani yang sudah terikat kontrak kerjasama dengan perusahaan. Hal ini memudahkan dalam pengawasan mutu bahan baku, sehingga bahan baku buah segar yang sudah sampai di gudang persediaan merupakan bahan baku yang bermutu baik dan siap untuk diproses selanjutnya.

Penentuan jumlah produksi jus dan puree berdasarkan pada prakiraan jumlah pasokan buah segar (FPjt) dan prakiraan penjualan jus (Fjt). Persediaan buah segar (ISjt) berasal dari prakiraan pasokan buah segar (FPjt) dan stok awal buah segar (SABjt). Stok awal buah segar diperoleh dari jumlah stok sisa buah segar periode sebelumnya (SSBjt-1). Jika t adalah periode (bulan) dan j adalah jenis produk maka j = 1 adalah jambu; j = 2 adalah sirsak; j = 3 adalah nenas; j=4 adalah apel, dan j= 5 adalah strawberi.

ISjt= SABjt+ FPjt (55)

SABjt= SSBjt-1 (56)

Persediaan bahan baku buah segar tidak semuanya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan jus dan puree. Hal ini disebabkan adanya faktor kerusakan dari buah segar itu sendiri. Penentuan jumlah bahan baku buah segar yang layak digunakan (IBjt) adalah jumlah persediaan bahan baku buah segar

dikurangi dengan jumlah buah yang rusak (zjt). Penentuan jumlah bahan baku yang rusak memperhitungkan laju kerusakan buah (zj).

IBjt= ISjt–Σzj(t) (57)

Σzjt= jx (FPjt+ SABjt) (58)

Pasokan bahan baku buah segar diutamakan langsung diproduksi menjadi jus (JSj), sedangkan sisa bahan baku diproduksi menjadi puree (PRj). Produksi jus dapat diproduksi langsung dari buah segar (JSBjt) dan diproduksi dari puree

(JSPjt). Kekurangan bahan baku akan diatasi dengan menggunakan persediaan

puree pada periode sebelumnya (I1jt-1). Kebijakan perusahaan untuk menetapkan persediaan akhir periode adalah 10 persen dari prakiraan penjualan (0,1 Fjt). Jika kelebihan persediaan bahan baku buah segar yang layak digunakan maka penentuan jumlah produksi jus berdasarkan pada jumlah penjualan dan jumlah persediaan akhir periode yaitu 10 persen dari prakiraan penjualan jus dikurangkan dengan jumlah stok awal jus (SAJjt). Faktor koreksi yang harus diperhatikan dalam pembuatan puree adalah jumlah puree yang dihasilkan oleh 1 (satu) kg buah segar (kj). Sedangkan pada produksi jus faktor koreksinya adalah jumlah jus yang dihasilkan dari 1 (satu) kg buah segar (dj)

Jikadj. IBjt< Fjt (59)

makaakan diproduksijus

dari buah : JSBjt= IBjtx djdan (60)

daripure :JSPjt= (Fjt– JSBjt) + 0,1 Fjt (61)

jika dj. IBjt= Fjt (62)

makaakan diproduksijus

dari buah :JSBjt= IBjtx dj dan (63)

daripuree:JSPjt= 0,1 Fjt (64)

jikadj. IBjt> Fjt (65)

makaakan diproduksijus danpuree

jus dari buah :JSBj = Fjt– SAJjt+ 0,1Ft dan (66)

Jumlah persediaan jus (I2jt) adalah jumlah produksi jus baik yang berasal dari bahan baku buah segar (JSBjt) maupun yang berasal dari bahan bakupuree

(JSPjt) serta stok awal jus (SAJjt). Stok awal jus merupakan stok sisa jus periode sebelumnya (SSJjt-1).

I2jt= JSBjt+ JSPjt+ SAJjt (68)

SAJjt= SSJjt-1 (69)

Jumlah persediaanpuree(I1jt) adalah jumlah produksipureedan stok awal

puree(SAPjt). Stok awal jus adalah stok sisa jus periode sebelumnya (SSPjt-1).

I1jt= PRjt+ SAPjt (70)

SAPjt= SSPjt-1 (71)

Stok sisa buah segar (SSBjt) adalah persediaan buah segar yang layak digunakan (IBjt) dikurangi jumlah jus yang diproduksi dari buah segar (JSBjt) dan jumlah produksi puree (PRjt). Faktor koreksi yang perlu diperhatikan adalah kg buah yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 (satu) liter jus (vj) dan kg buah segar yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 (satu) kg puree (wj).

SSBjt = IBjt –{ (JSBjt x vj) + (PRjt x wj)} (72) Stok sisa puree (SSPjt) adalah persediaan puree dikurangi dengan jumlah

pureeyang digunakan untuk memproduksi jus dengan fator koreksi jumlahpuree

yang dihasilkan oleh 1 (satu) kg buah segar (kj). Sedangkan stok sisa jus (SSJjt) merupakan persediaan jus dikurangi dengan prakiraan penjualan jus (Fjt) pada periode tersebut.

SSPjt={ I1jt– (JSPjtx kj)} (73)

SSJjt= I2jt– Fjt (74)

Diagram alir model ketersediaan bahan baku buah yang layak diproduksi

e. Model Perencanaan Produksi Agregat

Pemenuhan permintaan konsumen terhadap jus harus direncanakan dengan baik. Hal ini dikarenakan sifat bahan baku jus yang tidak pasti. Pada perencanaan produksi agregat bertujuan untuk meminimumkan biaya produksi. Jumlah jus yang diproduksi lebih dari satu jenis, jumlah penjualan terhadap masing-masing produk berbeda dan sumberdaya yang digunakan untuk proses produksi adalah sama, sehingga perencanaan produksi harus dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dan biaya produksi. Model matematika perencanaan produksi agregat dikembangkan dari model programa linier.

Fungsi objektif dari model perencanaan produksi agregat adalah meminimumkan total biaya proses produksi masing-masing produk baik produksi jus, produksi puree dan jumlah persediaan jus dan puree. Jika i adalah jenis proses, jadalah jenis produk dantadalah periode dan variabel-variabel keputusan Xijt adalah jumlah liter jus yang diproduksi dari buah segar dan puree pada jam kerja regular, Yijtjumlah liter jus yang diproduksi dari buah segar danpureepada jam kerja lembur, Iijt adalah jumlah persediaan jus dan puree, Cij, Aij, Bij adalah biaya-biaya produksi jus dan pureepada jam kerja regular, jam kerja lembur dan biaya persediaan jus danpuree,maka fungsi tujuan dirumuskan sebagai berikut:

Minimasi TCjambu = (75)

Minimasi TCsirsak = (76)

Minimasi TCnenas = (77)

Minimasi TCapel = (78)

Minimasi TCstrawberi = (79)

Kendala yang harus diperhatikan adalah kendala persediaan. Persediaan pada tahap proses pembuatan jus dan tahap pembuatan puree dengan memperhatikan jumlah penjualan jus (Fjt). Jumlah persediaanpureeadalah jumlah persediaan puree periode sebelumnya (I1jt-1)), jumlah produksi puree pada jam produksi regular (X1jt) dan jam produksi lembur (Y1jt) dikurangi jumlah puree

yang digunakan untuk pembuatan jus baik yang diproduksi pada jam kerja regular (X3jt) maupun jam kerja lembur (Y3jt). Jumlah persediaan jus secara keseluruhan

(IJjt) adalah hasil penjumlahan dari persediaan jus dari buah segar (I2jt) dan persediaan jus dari puree (I3jt). Penentuan jumlah persediaan jus pada akhir periode (IJjt) adalah jumlah persediaan jus pada periode sebelumnya (IJjt-1) dan jumlah produksi jus dari buah segar pada jam kerja regular (X2jt) maupun jam kerja lembur (Y2jt), selain itu jumlah produksi jus yang menggunakan pureepada jam produksi regular (X3jt) dan jam produksi lembur (Y3jt) dikurangi dengan prakiraan jumlah penjualan jus pada periode tersebut (Fjt).

; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (80) ; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5(81) ; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (82) Jumlah produksi puree dan jus, serta jumlah persediaannya dibatasi oleh kapasitas gudang produk jadi (G) dan kapasitas gudang produk antara (puree) (K). Selain itu terdapat kebijakan perusahaan yaitu untuk mengantisipasi permintaan jus ditetapkan persediaan penyangga sebanyak 10 persen dari prakiraan jumlah penjualan jus.

; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (83) ; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (84) ; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (85) Jumlah prakiraan penjualan jus pada setiap periode menjadi kendala dalam penentuan jumlah perencanaan produksi. Jumlah produksi jus baik yang diproduksi dari bahan baku buah segar yang diproduksi pada jam kerja regular (X2jt), jam kerja lembur (Y2jt), dan jumlah produksi jus dari bahan baku puree

yang diproduksi pada jam kerja regular (X3jt) dan jam kerja lembur (Y3jt) serta jumlah persediaan jus pada periode sebelumnya (IJjt-1) lebih dari atau sama dengan prakiraan penjualan (Fjt).

; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (86) Selain itu, penentuan jumlah produksi dibatasi oleh jumlah ketersediaan buah yang layak (IBjt). Jumlah produksipureedan jumlah produksi jus dari bahan

baku buah segar adalah sama dengan jumlah ketersediaan buah yang layak digunakan.

; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (87) Jumlah produksi jus yang berasal dari puree yang diproduksi pada jam kerja regular (X3jt) dan jam kerja lembur (Y3jt) tidak melebihi dari ketersediaan

pureepada periode sebelumnya (I1jt-1).

; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (88) Kendala lain adalah kapasitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan proses produksi. Apabila proses produksi tidak dapat diselesaikan pada jam kerja regular, maka dapat dilanjutkan pada jam kerja lembur. Kapasitas produksi dipengaruhi oleh kecepatan produksi dan ketersediaan jam kerja yag ada selama periode perencanaan. Jumlah produksi jus dari buah segar (X2jt), produksi jus daripuree (X3jt) dan produksi puree(X1jt) sama dengan kapasitas maksimum produksi pada jam kerja regular (Pt). Begitu juga jumlah produksi pada jam kerja lembur dibatasi dengan jumlah kapasitas maksimum jam kerja lembur (St).

; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (89) ; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (90) Variabel keputusan untuk pemodelan perencanaan produksi adalah jumlah produksi jus dari buah segar (X2jt), jumlah produksi jus dari puree (X3jt) jumlah produksi puree (X1jt) dan jumlah persediaan jus (I2jt) dan puree (I1jt) harus lebih dari atau sama dengan nol. Periode pada perencanaan produksi adalah 12 bulan ke depan.

Xijt, Yijt, Iijt≥0 (91)

Variabel keputusan yang diperoleh akan diperhitungkan dengan biaya-biaya yang terkait dengan proses produksi. Biaya-biaya-biaya tersebut adalah biaya-biaya

memproduksi buah segar menjadi jus (C2j), biaya produksi buah segar menjadi

puree (C1j) pada jam kerja regular dan biaya produksi puree menjadi jus (C3j). Sedangkan biaya produksi pada jam kerja lembur adalah biaya produksi buah segar menjadi puree (A1j), biaya produksi dari buah segar menjadi jus (A2j) dan biaya produksi puree menjadi jus (A3j). Selain itu, biaya persediaan untuk puree

(B1j) dan biaya persediaan untuk jus (B2j). Perumusan matematika untuk perhitungan biaya produksi untuk masing-masing jenis jus adalah sebagai berikut:

Biaya produksi buah menjadi jus pada jam kerja regular = X2jtx C2jt (92)

Biaya produksi buah menjadi puree pada jam kerja regular = X1jtx C1jt (93)

Biaya produksi puree menjadi jus pada jam kerja regular = X3jtx C3jt (94)

Biaya produksi buah menjadi jus pada jam kerja lembur = Y2jtx A2jt (95)

Biaya produksi buah menjadi puree pada jam kerja lembur = Y1jtx A1jt (96)

Biaya produksi puree menjadi jus pada jam kerja lembur = Y3jtx A3jt (97)

Biaya persediaan jus dari buah = (X2jt+Y2jt)xB1jt (98)

Biaya persediaan jus dari puree = (X3jt+Y3jt)xB1jt (99)

Biaya persediaan puree = (X1jt+Y1jt)xB1jt(100) Gambar 16 menunjukkan diagram alir model perencanaan produksi agregat jus.

f. Model Jadwal Induk Produksi

Produk jus dikemas dalam kemasan 330 ml, 1 liter dan 5 liter. Penentuan jumlah produksi masing-masing kemasan merupakan kebijakan perusahaan. Jumlah produksi yang optimum yang dihasilkan dari pemodelan perencanaan produksi agregat akan dijadikan masukan pada jadwal induk produksi.

Pemodelan jadwal induk produksi akan memberikan gambaran jumlah produksi masing-masing produk dalam periode mingguan. Masukan lain yang digunakan adalah jumlah pesanan yang telah dibukukan oleh perusahaan (CO/costumer order), lead time, kebijakan perusahaan dalam sekali produksi akan memenuhi permintaan selama berapa periode dan jumlah awal persediaan (I0). Gambar 17 menggambarkan diagram alir model jadwal induk produksi jus.

Pemodelan jadwal induk produksi menggunakan jadwal induk perspektif. Perhitungan jumlah produksi yang harus diselesaikan pada minggu yang bersangkutan (JIP-R) yang akan digunakan untuk memenuhi permintaan pada periode selanjutnya. Notasi j merupakan jenis jus, n adalah kemasan jus (n : 1 (kemasan 330 ml), n : 2 (kemasan 1 liter), dan n : 3 (kemasan 5 liter), m adalah periode minggu ke-m. Sedangkan jumlah produksi yang dijadwalkan untuk mulai diproduksi (JIP-S) ditentukan dari JIP-R. Formulasi matematika dirumuskan sebagai berikut:

JIP-Rjnm= [max {GRjnm, COjnm} – Ijnm-1 ; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (101) Pemodelan penjadwalan produksi selain memberikan gambaran jumlah produksi pada periode mingguan, juga akan memberikan informasi untuk menetapkan hari atau minggu untuk pengiriman pesanan atau permintaan produk yang baru (AP/Available to Promise). Dengan kata lain, Available to Promise

akan memberikan informasi jumlah permintaan yang dapat di penuhi selama periode produksi selain dari jumlah permintaan yang telah dibukukan. Available to Promise telah memperhitungkan on hand inventory (OH), permintaan atau order yang telah dipenuhi, jumlah produksi yang telah dijadwalkan (JIP-R). PerhitunganAvailable to Promisedirumuskan sebagai berikut:

APjn1= I0+ JIP-Rjnm1– COjnm1 ; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (102)

APjnm= APjn1+ JIP-Rjnm– COjnm ; untuk setiapj= 1, 2, 3, 4, 5 (103) Jumlah persediaan produk yang ada pada periode-m (on hand inventory, OH=Ijnm) adalah jumlah persediaan sebelumnya dan jumlah produksi yang harus selesai pada periode-m dikurangi maksimum dari jumlah produksi mingguan