• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.4 Pemuliaan Mutasi

Pemuliaan mutasi (mutation breeding) merupakan pemuliaan tanaman dengan menggunakan aplikasi teknologi nuklir yang bertujuan untuk

mendapatkan sifat-sifat tanaman baru yang lebih baik dari induknya sehingga terjadi perubahan dalam bahan keturunan pada tanaman (Herawati dan Setiamihardja, 2000).

Pemuliaan tanaman secara konvensional menggunakan teknik hibridisasi yaitu menyilangkan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipnya untuk mendapatkan kombinasi genetik yang diinginkan, sedangkan dalam pemuliaan mutasi hal tersebut dicapai dengan menggunakan mutagen, baik fisik maupun kimia (Poespodarsono, 1988).

Stansfield (1991), mengatakan bahwa secara alami mutasi jarang terjadi di alam dan merupakan kejadian yang langka, karena kebanyakan gen memiliki sifat yang relatif stabil. Walaupun mutasi adalah kejadian yang langka, mutasi dapat dipercepat melalui penggunaan bahan yang dapat menyebabkan mutasi atau disebut mutagen. Poespodarsono (1988) mengelompokkan mutagen ke dalam tiga golongan yaitu mutagen radiasi, mutagen non radiasi, dan mutagen kimia.

Pengembangan metode pemuliaan mutasi dilakukan dengan rekayasa materi genetik bahan tanaman dengan menggunakan bahan mutagen (mutagenic agents). Bahan mutagen yang digunakan dapat berupa mutagen kimia (chemical mutagen) umumnya berasal dari senyawa alkil seperti Colchicin, Ethyl Methane Sulphonate (EMS), Diethyl Sulphate (DES), Methyl Methane Sulphate (MMS), maupun mutagen fisika (physical mutagen) seperti sinar X, Alfa, Beta, Gamma dan Neutron (IAEA, 1977).

Salah satu bentuk rekayasa keragaman genetik yaitu penyinaran dengan radiasi sinar gamma Cobalt-60 melalui alat Gamma Chamber Irradiator. Pengaruh yang timbul tergantung pada bahan yang akan disinari, dosis, dan cara

penyinaran. Dengan seleksi, maka mutan yang dihasilkan sebagai akibat radiasi dapat diarahkan kepada sifat-sifat unggul yang dikehendaki (Sastrodiharjo, 1978).

Menurut Mugiono (1989), untuk memperoleh mutasi yang efektif diperlukan dosis radiasi tertentu. Pada setiap jenis tanaman memerlukan dosis radiasi yang berbeda-beda.

Mutagen yang ideal untuk tujuan mutasi induksi adalah jenis mutagen yang bersifat hanya menimbulkan kerusakan secara fisiologis sekecil mungkin tetapi mampu menimbulkan perubahan genetik yang besar. Penggunaan dosis paparan radiasi yang lebih rendah tetapi cukup mampu menimbulkan efek genetik yang besar akan lebih baik hasilnya daripada memilih dosis radiasi yang lebih tinggi tetapi banyak menimbulkan kerusakan fisik (Darussalam, 1989).

Dengan energi nuklir yang dimiliki, perlakuan bahan mutagen dengan dosis tertentu pada materi reproduktif tanaman dapat merubah genetik tanaman yang akan diwariskan ke generasi-generasi berikutnya. Perubahan genetik yang dikenal dengan istilah mutasi, dapat terjadi pada tingkat ploidi, kromosom, atau gen. Proses mutasi dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman baik ke arah positif atau negatif (Hoeman, 2002).

Mutasi dapat dibedakan menjadi mutasi somatik dan mutasi genetik. Mutasi somatik merupakan perubahan genetik seperti penghilangan atau penggandaan kromosom, baik berupa mutasi resesif maupun mutasi dominan yang disebabkan oleh mutagen fisika atau mutagen kimia dalam sel somatik yang dapat diwariskan (Donini dan Micke, 1984).

Menurut Herawati dan Setiamihardja (2000), perlakuan dengan menggunakan bahan mutagen fisik maupun kimia akan menimbulkan beberapa pengaruh pada generasi pertama yaitu :

1. Kerusakan fisiologis (kerusakan utama)

Kerusakan fisiologis mungkin terjadi karena kerusakan kromosom dan juga bagian sel di luar kromosom. Besarnya kerusakan utama ini tergantung pada pengaturan dan besarnya dosis yang digunakan dan akan meningkat sampai batas tertentu (letalitas).

2. Mutasi kromosom (aberasi kromosom)

Mutasi kromosom adalah perubahan struktur yang meliputi penambahan jumlah kromosom (duplikasi), kehilangan jumlah kromosom (defisiensi atau deletion) atau penempatan kembali segmen kromosom (inverse dan translokasi).

3. Mutasi gen (mutasi faktor/mutasi titik)

Mutasi gen adalah perubahan yang sangat kecil terjadi di dalam struktur molekuler dari gen yang bersifat turun-temurun. Berdasarkan mekanisme molekuler, pada mutasi gen dapat terjadi pergantian pasangan basa (transisi dan transverse) dan perubahan kerangkanya.

Ismachin (2000), menyatakan bahwa kerusakan fisiologis hanya terjadi pada generasi pertama (M1) tetapi mutasi kromosom dan mutasi gen akan diturunkan ke generasi selanjutnya (M2).

Keuntungan penggunaan mutasi pada pemuliaan tanaman adalah untuk memperbaiki satu atau dua sifat tanpa mengubah sifat lain yang dimiliki oleh induknya dan dibutuhkan waktu pemuliaan yang relatif singkat 3-4 tahun

dibandingkan dengan metode persilangan untuk mendapatkan hasil yang sama (Mugiono, 1989).

Umumnya pemulia tanaman menggunakan metode mutasi untuk memunculkan sifat resesif tanaman yang dapat menguntungkan, baik secara botani maupun secara ekonomi. Sebanyak 95-99% kasus pemuliaan mutasi menghasilkan mutasi yang bersifat resesif (Brock, 1979).

Tidak semua pemulia menyetujui bahwa metode mutasi adalah metode yang tepat untuk menciptakan keragaman. Hal ini karena mutasi memiliki beberapa kelemahan, seperti munculnya kimera, munculnya sifat-sifat yang justru tidak diinginkan atau merugikan, serta kadang kala hasil mutasi tidak sesuai dengan harapan atau peluang untuk menghasilkan mutasi yang menguntungkan sangat kecil (Nybom, 1961). Selain itu mutasi hanya mempengaruhi secara efektif gen yang sudah ada dan kerusakan struktur genetik akibat mutasi dapat berubah normal kembali sebelum termanifestasi sebagai mutasi dan terekspresi sebagai fenotip mutan (Micke dan Donini, 1993).

Pemuliaan padi telah berlangsung sejak manusia membudidayakan padi. Seperti dikutip dari “Sejarah Ilmu Pemuliaan Mutasi” (Ismachin, 2000) bahwa Kaisar Khang Hi dari Cina yang hidup antara tahun 1662 sampai 1723 telah menemukan padi yang sangat genjah hasil mutasi spontan. Padi tersebut ternyata dapat ditanam dua kali setahun di Cina bagian Selatan dan merupakan satu-satunya varietas padi yang dapat ditanam di bagian Utara Tembok Besar. Varietas padi mutan tersebut dinamakan “Ya-mi” atau padi kaisar (imperial rice). Ya-mi adalah mutan spontan pertama yang dibudidayakan orang. Namun pemuliaan padi secara sistematis baru dilakukan sejak didirikannya IRRI (International Rice’s

Research Institute) di Filipina. Sejak saat itu, berbagai macam tipe padi dengan kualitas yang berbeda berhasil dikembangkan secara terencana untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Pada tahun 1960-an pemuliaan padi diarahkan sepenuhnya pada peningkatan hasil. Hasilnya adalah padi 'IR5' dan 'IR8' (di Indonesia diadaptasi menjadi 'PB5' dan 'PB8'). Walaupun hasilnya tinggi tetapi banyak petani menolak karena rasanya tidak enak (pera). Selain itu, terjadi wabah hama wereng coklat pada tahun 1970-an. Puluhan ribu persilangan kemudian dilanjutkan untuk menghasilkan kultivar dengan potensi hasil tinggi dan tahan terhadap berbagai hama dan penyakit padi (Anonim, 2005).

Dalam usaha pengembangan tanaman padi di Indonesia, diperlukan varietas unggul yang dapat diperoleh dengan perbaikan sifat varietas tanaman. Salah satu cara yang ditempuh adalah melalui kegiatan rekayasa genetik bahan tanaman dengan teknik mutasi. Pembentukan varietas baru dapat dihasilkan dengan memperbesar keragaman genetik, yang dapat dilakukan dengan cara persilangan antar spesies, introduksi genotip, poliploidi, kultur jaringan/kultur in vitro, pemuliaan mutasi dengan radiasi. Penciptaan varietas baru dengan pemuliaan mutasi adalah dengan cara penyinaran radiasi gamma terhadap biji-biji padi untuk mendapatkan sifat-sifat baru yang dikehendaki. Sifat-sifat ini bisa meliputi produktivitas yang lebih tinggi, umur yang lebih genjah (pendek) atau sifat lebih tahan terhadap hama dan penyakit (BATAN, 2003).

Menurut Peng dan Hodges (1989) dalam Ishak dan Soeranto (1994), genotip dan sumber eksplan sangat menentukan keberhasilan kultur in vitro

dicoba oleh beberapa peneliti yang akhirnya memperoleh regenerasi tanaman dari ”embryogenic callus” yang berasal dari embrio muda tanaman padi.

Menurut Poespodarsono (1988) beberapa sifat-sifat yang banyak diamati dari hasil mutasi buatan adalah sifat tahan kerebahan, kemasakan tanaman, pertumbuhan dan tipe tanaman, ketahanan terhadap hama dan penyakit, kemampuan berproduksi, dan kualitas hasil. Langkah terakhir dari program pemuliaan tanaman adalah evaluasi. Untuk mengevaluasi suatu varietas baru, harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan varietas yang sudah diketahui sebagai standar (Poespodarsono, 1988). Berikut ini disajikan skema metode pemuliaan mutasi secara umum seperti pada Gambar 5.

Dokumen terkait