• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot design) yang disusun lingkungan Acak kelompok dengan 3 ulangan.

1. Petak utama adalah Pemangkasan (T) yaitu : T0 = tanpa pangkas dan T1 = dipangkas.

2. Anak petak adalah dosis pupuk Kalium (K2O), terdiri atas 4 taraf : K0 - K3 : 0, 480, 960, dan 1440 g rumpun-1

Diperoleh 8 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi diulang tiga kali. Setiap unit percobaan terdiri atas empat rumpun tanaman sagu sehingga total rumpun sebanyak 96 rumpun. Model persamaan aditif linier adalah :

Yijk = µ + k + i + ik + Kj + (K)ij+ εijk

Keterangan :

i = Faktor pemangkasan ke 1, 2, ; j = Taraf pupuk ke 1, 2, 3,4 ; k = Blok 1, 2, 3.

Yijk = Nilai pengamatan faktor pemangkasan taraf ke-i dan faktor taraf pupuk kalium ke-j pada ulangan ke-k.

µ = Rataan umum.

i = Pengaruh faktor pemangkasan taraf ke-i. Kj = Pengaruh faktor pupuk kalium taraf ke-j. k = Pengaruhblok atau ulangan ke-k.

ik = Pengaruh acak untuk petak utama atau pengaruh faktor pupuk kalium taraf ke-i pada ulangan ke-k.

(K)ij = Komponen interaksi antara pemangkasan taraf ke-i dan dosis pupuk kalium pada taraf ke-j.

εijk = Pengaruh sisa karena pengaruh pemangkasan taraf ke-i dan dosis pupuk kalium pada taraf ke-j pada ulangan ke-k.

Berdasarkan rancangan yang digunakan diasumsikan bahwa data peng-amatan bebas satu sama lain dan ditarik dari populasi yang berdistribusi normal serta memiliki ragam yang homogen. Lay out percobaan pada lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Pelaksanaan Percobaan Persiapan lahan

Lahan sagu dibersihkan dari gulma dan tanaman pengganggu lainnya. Selanjutnya pada setiap rumpun tanaman diberi label penelitian (Gambar 3).

13

Gambar 3 Pembersihan rumpun sagu dan pelabelan Analisis Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan sebelum aplikasi pemupukan. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan cara komposit pada tiap satuan percobaan untuk masing-masing perlakuan. Penentuan titik pengambilan contoh tanah dengan cara diagonal. Contoh tanah diambil dengan menggunakan sekop pada kedalaman 0-30 cm (lapisan topsoil). Tanah yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam ember. Tanah yang diambil pada tiap titik sebanyak 500 gram. Perlakuan tersebut dilakukan sebanyak 3-4 kali. Tanah yang ada dalam ember kemudian dikompositkan dengan cara diaduk/dicampur merata sambil mengeluarkan sisa jaringan tanaman. Contoh tanah kemudian dikering-anginkan selama 3-4 hari, selanjutnya ditimbang sebanyak 400 gram. Sampel gambut dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Analisis kandungan hara gambut meliputi pH, N-total, P-total, P-tersedia, K-total, Carbon, C/N ratio (Lampiran 2). Aplikasi pemupukan.

Aplikasi pemberian pupuk dilakukan sebanyak 3 kali setahun yaitu aplikasi pertama pada bulan Maret, aplikasi kedua pada Juli dan dan aplikasi ketiga pada Oktober (Tabel 1). Pemberian pupuk dilakukan pada daerah piringan tanaman dalam lubang dengan jarak 0.5-1.0 meter dari tanaman menurut empat penjuru mata angin. Penimbangan pupuk dan pemberian pupuk pada rumpun tanaman sagu disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 1 Dosis pemberian pupuk setiap aplikasi menurut masing masing unsur.

Aplikasi

Jenis pupuk (g/rumpun)

Nitrogen (N) Fosfor (P2O5) Kalium (K2O)

N0 N1 N2 N3 P0 P1 P2 P3 K0 K1 K2 K3

1 0 135 270 405 0 72 144 216 0 160 320 480

2 0 135 270 405 0 72 144 216 0 160 320 480

3 0 135 270 405 0 72 144 216 0 160 320 480

Jumlah 0 405 810 1215 0 216 432 648 0 480 960 1440

Rumpun tanaman dan Aplikasi Pemangkasan.

Setiap rumpun tanaman dalam penelitian terdiri atas tanaman induk dan empat anakan yang dipelihara dengan berbagai tingkat umur. Perlakuan pe-mangkasan dilakukan terhadap anakan yang tumbuh selain anakan dipelihara.

14

Pemangkasan dilakukan dengan cara memotong/memangkas anakan sagu yang tumbuh menempel pada banir atau disekitar rumpun sampai ±10 cm dari per-mukaan tanah (Lampiran 4).

Pemangkasan rumpun tanaman sagu dilakukan tiga kali satu tahun. Untuk melihat pertumbuhan anakan yang dipangkas, maka dipilih empat anakan pada setiap rumpun kemudian diberi label dan selanjutnya diamati pertambahan daun, tinggi tanaman, biomasa dan mortalitas. Pengamatan keempat anakan yang dipangkas dilakukan setiap bulan dalam selang waktu satu periode pemangkasan (empat bulan sekali).

Pemeliharaan.

Kegiatan pemeliharaan disesuaikan dengan rotasi yang dilakukan kebun berupa pembersihan jalur tanaman dan pembersihan rumpun tanaman. Kegiatan dilakukan dengan cara manual dan menggunakan herbisida.

a. Cara manual yaitu dengan menebas dan memotong gulma disepanjang lorong atau jalur tanaman sagu dengan lebar tebasan lorong 2 meter. Gulma ditebas dengan menggunakan parang sampai ketinggian 10-15 cm dari permukaan tanah.

b. Penyemprotan herbisida dilakukan pada piringan disekitar rumpun sagu dengan herbisida dengan bahan aktif dan takaran masing masing parakuat 1.5 liter/hektar dan metsulfuron 62.5 mililiter/hektar. Herbisida dilarutkan dalam air dan penyemprotan dengan menggunakan knapsack sprayer.

Pengamatan

Karakter Morfologi

Tanaman yang diamati dalam satu rumpun adalah tanaman induk dan empat anakan yang dipelihara serta empat anakan yang dipangkas pada perlakuan pemangkasan. Peubah yang diamati meliputi ;

a. Tanaman Induk dan Anakan yang dipelihara terdiri atas:

Jumlah pelepah.

Penghitungan jumlah daun dengan menghitung jumlah daun yang telah muncul dan terbuka penuh. Penghitungan dilakukan setiap bulan.

Pertambahan jumlah pelepah.

Pertambahan jumlah daun pohon induk dan anakan sagu dilakukan setiap bulan selama penelitian. Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah daun awal kemudian ditambahkan dengan munculnya daun baru.

Tinggi batang tanaman induk.

Pengukuran tinggi batang tanaman induk dengan mengukur tinggi dari pangkal batang sampai pangkal pelepah daun terakhir yang menempel di batang. Pengamatan dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

b. Anakan yang dipangkas. Pengukuran dilakukan dalam setiap periode pemangkasan (empat bulan sekali), terdiri atas:

Jumlah pelepah.

Penghitungan jumlah daun dengan menghitung jumlah daun yang telah muncul dan terbuka penuh. Penghitungan dilakukan setiap bulan.

15

Tinggi anakan.

Pengukuran pertambahan tinggi anakan diukur dengan pita meteran dari tanah sampai dengan bagian ujung daun tombak atau daun tertinggi. Pengukuran dilakukan setiap bulan.

Biomass anakan.

Penimbangan biomassa segar tanaman dilakukan saat tanaman dipangkas. Bagian tanaman yang ditimbang adalah seluruh bagian tanaman yang dipangkas.

Persentase hidup anakan.

Penghitungan persentase hidup anakan yang dipangkas dilakukan dengan menghitung persentase hidup anakan dipangkas yang hidup sepanjang waktu penelitian.

Kegiatan pengamatan dan pengukuran tanaman induk, anakan yang dipelihara serta anakan yang dipangkas dapat dilihat pada Lampiran 5.

Karakter Fisiologi

a. Kandungan hara daun tanaman.

Sampel daun untuk analisis kandungan hara nitrogen, fosfor dan kalium diambil dari anak daun yang berasal dari pohon induk dan anakan pada masing-masing perlakuan. Kedudukan pelepah sampel anak daun pada posisi 1/3 total jumlah pelepah tanaman (Yudistira 2012). Pengambilan sampel tanaman dilakukan sebanyak dua kali yaitu awal dan akhir penelitian.

Pengukuran kandungan hara dilakukan terhadap sampel daun yang telah dibersihkan dan dipotong potong, kemudian dimasukkan kedalam amplop yang telah diberi label selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 70 0C selama 48 jam. Analisis kandungan hara nitrogen daun dengan cara titrasi menggunakan metode Kjeldahl. Analisis fosfor menggunakan alat spektofotometri UV-Visible pada panjang gelombang 693 nm dan analisis kalium menggunakan alat flame fotometer dengan deret standar sebagai pembanding. Analisis jaringan tanaman (daun) disajikan pada Lampiran 6. b. Indeks hijau daun

Pengukuran indeks hijau daun dengan menggunakan SPAD-Konika Minolta. Alat tersebut secara digital mencatat tingkat kehijauan yang mereflesikan jumlah relatif molekul klorofil daun. Pengukuran dilakukan terhadap contoh daun untuk analisis kandungan hara daun tanaman. Setiap sampel yang diukur dengan cara menjepit tungkai alat SPAD pada permukaan daun yang berjarak ± 0.5 cm dan ditahan sampai muncul angka pada alat tersebut. Penghitungan nilai rata rata dilakukan pada tiga titik (pangkal, tengah dan ujung).

c. Stomata.

Pengamatan stomata dengan menggunakan mikroskop. Untuk menghitung kerapatan stomata menggunakan gabungan metode Taulu et al.

(1991), dan Sumargono (1994), yang telah dimodifikasi. Tahapan cara kerja sebagai berikut:

1. Sampel daun dioles dengan menggunakan selulosa asetat (cat kuku bening) pada bagian atas (Adaxial) dan bawah daun (Abaxial) uk. 5 cm x 0.5 cm.

16

2. Plester bening dipotong dengan ukuran ± 7-8 cm x 1.2 cm.

3. Plester kemudian ditempelkan pada daun yang dioles selulosa asetat yang telah kering. Plester dibuka dan dipindahkan ke kaca objek dan selanjutnya diamati menggunakan mikroskop pembesaran 40 x 10. 4. Menghitung kerapatan stomata dengan menggunakan rumus :

Luas bidang pandang = ¼ π d2

(d=diameter lensa) = ¼ x 3.14 x 0.52

= 0.19625 mm2.

Kerapatan stomata = jumlah stomata / luas bidang pandang Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila dalam sidik

ragam pada taraf α 0.05 terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan maka

dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SAS (Statistical Analysis Sistem) dan microsoft excel.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Lokasi penelitian bertempat di perkebunan sagu milik PT. National Sagu Prima (PT NSP) desa Kepau Baru, Kecamatan Tebing Tinggi Timur Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Secara umum daerah tersebut pada ketinggian 5 meter diatas permukaan laut (m dpl) terletak pada klas kelerengan A yaitu 0-8%. Hasil analisis gambut yang dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Pe-nelitian Tanah Bogor dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar pH tanah rendah berkisar antara 3.7-4.2, C-organik 48.9%, N 1.84% (Kjeldhal), P 30.375 ppm (Bray 1), K 417.67 ppm (Morgan), dan C/N ratio 26.92%. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan hara N, P dan K termasuk dalam kategori rendah berdasarkan kriteria kandungan hara menurut tingkat kesuburan, Balit-Tanah Bogor (2012)

Curah hujan total di lokasi penelitian pada tahun 2012 sebesar 1350 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 220.8 mm dan terendah pada bulan Agustus sebesar 20.6 mm(Lampiran 8). Kecepatan angin di daerah tersebut secara umum rendah yaitu 2-4 m/s, namun pada bulan Januari kecepatan angin sangat tinggi yaitu 6-8 m/s (Yudistira 2012). Hama yang menyerang pertanaman sagu diantaranya adalah ulat sagu (Rhynchophorus ferrugineus.

Oliver), ulat daun (Artona spp.), monyet, dan babi hutan (Lampiran 9). Gulma yang mendominasi pertanaman sagu yaitu dari jenis pakis, namun terdapat juga

Mikania michrantha Kunth dan Melastoma malabathricum Linn.

Gambaran lokasi penelitian berdasarkan perlakuan penjarangan dengan pemangkasan dan tanpa penjarangan anakan disajikan pada Gambar 4.

17

Gambar 4 Perlakuan tanaman dengan pangkas (A) dan tidak pangkas (B) Percobaan I Pemupukan Nitrogen (N)

Karakter Morfologi Tanaman Induk dan Anakan yang dipelihara Jumlah Pelepah Tanaman

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat pengaruh pemupukan nitrogen dan pemangkasan terhadap jumlah pelepah daun tanaman induk pada semua bulan pengamatan (Tabel 2). Walaupun perlakuan pemangkasan tidak berpengaruh terhadap jumlah pelepah daun, namun perlakuan pemangkasan sampai pada 10 bulan sesudah perlakuan (BSP) menghasilkan 8.3 pelepah dengan rataan 8.0 pelepah bulan-1. Perlakuan tanpa pemangkasan pada 10 BSP menghasilkan jumlah pelepah sebanyak 7.7 pelepah dengan rata rata 7.5 pelepah bulan-1. Tidak adanya pengaruh tersebut diduga bahwa pada tanaman induk penyerapan hara nitrogen berlangsung lambat dan dosis pupuk nitrogen masih rendah. Selain itu, adanya anakan yang tumbuh dalam rumpun tersebut menyebabkan terjadi kompetisi dengan tanaman induk.

Tabel 2 Jumlah pelepah pada tanaman induk perlakuan pemangkasan dan dosis pupuk nitrogen.

Perlakuan

Jumlah pelepah pada bulan ke- Rataan

jumlah pelepah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pemangkasan

Pangkas 7.4a 7.7a 7.7a 7.7a 7.9a 8.1a 8.2a 8.2a 8.5a 8.3a 8.0

Tidak pangkas 7.3a 7.2a 7.0b 7.1a 7.7a 7.5a 7.7a 7.9a 7.7b 7.7a 7.5

Dosis N (g rpn-1)

0 7.2a 7.3a 7.1a 7.2a 7.4a 7.6a 7.8a 7.9a 7.8a 7.7a 7.5

405 7.2a 7.1a 7.1a 7.3a 7.5a 7.4a 7.6a 7.8a 7.9a 7.8a 7.5

810 7.2a 7.7a 7.4a 7.4a 7.8a 7.9a 7.8a 7.9a 8.1a 8.6a 7.8

1215 7.8a 7.8a 7.8a 7.9a 8.1a 8.3a 8.6a 8.6a 8.7a 8.5a 8.2

Ket.: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%

Pemberian pupuk nitrogen pada anakan sagu mulai memberikan pengaruh pada 7 BSP, sedangkan pengaruh perlakuan pemangkasan pada 3, 5, 9 dan 10 BSP. Jumlah pelepah yang tertinggi pada anakan sagu masing masing diperoleh pada perlakuan pemangkasan dan dosis nitrogen 1215 g rumpun-1 sebesar 5.9

18

pelepah. Aplikasi dosis nitrogen tertinggi menghasilkan jumlah pelepah yang lebih banyak dari dosis dibawahnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan pemangkasan akan memberikan peluang anakan sagu yang dipelihara untuk menghasilkan pelepah baru yang lebih banyak dibanding tanpa pemangkasan (Tabel 3).

Tabel 3 Jumlah pelepah pada anakan yang dipelihara perlakuan pemangkasan dan dosis pupuk nitrogen.

Perlakuan

Jumlah pelepah pada bulan ke- Rataan

jumlah pelepah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pemangkasan

Pangkas 5.1a 5.3a 5.7a 5.8a 6.0a 6.0a 6.2a 6.3a 6.3a 6.7a 5.9

Tidak pangkas 4.8a 5.2a 5.3b 5.5a 5.5b 5.7a 5.7a 5.9a 5.6b 5.8b 5.5

Dosis N (g rpn-1)

0 5.1a 5.2a 5.4a 5.6a 5.7a 5.8a 5.8b 5.9b 5.8b 6.0b 5.6

405 4.8a 5.1a 5.5a 5.6a 5.8a 5.8a 6.0ab 6.0b 5.9b 6.3ab 5.7

810 4.9a 5.2a 5.4a 5.6a 5.7a 5.7a 5.9b 6.0b 5.9b 6.1b 5.6

1215 4.9a 5.3a 5.6a 5.8a 6.0a 6.1a 6.2a 6.4a 6.4a 6.6a 5.9

Ket.: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%

Sensivitas anakan sagu dalam merespon pemberian pupuk mengakibatkan pertambahan jumlah pelepah pada anakan lebih cepat dibanding tanaman induk. Unsur nitrogen bagi anakan sagu sangat berperan dalam inisiasi pelepah baru. Kondisi tersebut mengakibatkan anakan sagu lebih responsif dalam menyerap hara nitrogen untuk pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman. Menurut Eguchi et al. (2006) nitrogen merupakan salah satu unsur esensial untuk per-tumbuhan dan perkembangan tanaman dan merupakan salah satu faktor dalam pertumbuhan fisiologi tanaman.

Pertambahan Pelepah Baru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan dan dosis pupuk nitrogen tidak berpengaruh terhadap pertambahan pelepah baru pada tanaman induk (Tabel 4). Rataan pertambahan pelepah baru terhadap masing masing perlakuan sebesar 0.7 pelepah tiap bulan. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan dan dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap pertambahan pelepah baru pada anakan sagu. Perlakuan pemangkasan sejak 4 BSP hingga 10 BSP berpengaruh terhadap pertambahan pelepah baru. Rataan pertambahan pelepah daun tanaman sebesar 0.7 pelepah daun tiap bulan pada perlakuan pemangkasan dan 0.6 pelepah daun setiap bulan pada perlakuan tanpa pemangkasan. Perlakuan pemberian pupuk nitrogen juga secara statistik mulai 5 BSP memberikan pengaruh nyata pada pertambahan pelepah baru. Perlakuan pemupukan dengan dosis 405, 810 dan 1215 g rumpun-1 memberikan rataan pertambahan pelepah baru yang lebih besar yaitu 0.7 pelepah. Sebaliknya pada dosis 0 g rumpun-1 yaitu 0.6 pelepah per bulan.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan dan pemupukan nitrogen pada tanaman induk tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan pelepah baru. Hal ini diduga tanaman induk dalam fase lambat sehingga dalam merespon kedua perlakuan memerlukan hara dalam jumlah sedikit.

19 Perlakuan pemangkasan dan perlakuan dosis pupuk nitrogen pada tanaman induk, belum cukup untuk mempercepat laju munculnya pelepah baru. Hal ini disebabkan pupuk yang diberikan terbagi dengan anakan yang tumbuh dalam rumpun tersebut. Namun pada anakan sagu yang dipelihara, perlakuan pe-mangkasan dan perlakuan dosis pupuk nitrogen memberikan pengaruh terhadap pertambahan pelepah baru.

Tabel 4 Pertambahan pelepah baru setiap bulan pada tanaman induk.

Perlakuan Pertambahan pelepah baru pada bulan ke- Rataan

bulan-1

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pemangkasan

Pangkas 0.6a 1.2a 1.9a 2.6a 3.3a 4.0a 4.7a 5.4a 6.1a 0.7

Tanpa pangkas 0.5a 1.1a 1.9a 2.5a 3.3a 4.0a 4.6a 5.3a 6.0a 0.7

Dosis N (g rpn-1)

0 0.5a 1.1a 1.8a 2.5a 3.2a 3.9a 4.7a 5.4a 6.0a 0.7

405 0.5a 1.2a 1.9a 2.7a 3.4a 4.1a 4.7a 5.4a 6.1a 0.7

810 0.6a 1.1a 1.9a 2.5a 3.2a 3.9a 4.5a 5.3a 6.0a 0.7

1215 0.6a 1.2a 1.9a 2.5a 3.3a 4.0a 4.7a 5.3a 6.1a 0.7

Ket.: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji

Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%

Tabel 5 Pertambahan pelepah baru setiap bulan pada anakan dipelihara.

Perlakuan

Pertambahan pelepah baru pada bulan ke- Rataan

bulan-1

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pemangkasan

Pangkas 0.7a 1.5a 2.3a 3.0a 3.8a 4.5a 5.1a 5.8a 6.6a 0.7

Tanpa pangkas 0.7a 1.4a 2.1b 2.6b 3.3b 3.9b 4.5b 5.0b 5.6b 0.6

Dosis N (g rpn-1)

0 0.7a 1.5a 2.2a 2.7b 3.5b 4.0a 4.6b 5.2b 5.8b 0.6

405 0.7a 1.5a 2.7a 2.7b 3.5b 4.2a 4.8ab 5.4ab 6.1b 0.7

810 0.7a 1.4a 2.2a 2.7b 3.5b 4.1a 4.7b 5.3b 6.0b 0.7

1215 0.7a 1.5a 2.3a 2.9a 3.8a 4.4a 5.1a 5.7a 6.5a 0.7

Ket.: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji

Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%

Hasil tersebut mengindikasikan bahwa anakan sagu yang dipelihara merespon aplikasi perlakuan pemangkasan dan pemupukan. Respon tanaman tersebut diduga bahwa pada fase vegetatif, anakan sagu sangat membutuhkan hara nitrogen dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Berdasarkan hasil penelitian ini, rataan pertambahan pelepah baru pada tanaman induk dan anakan sebesar 0.6-0.7 pelepah per bulan. Hasil ini berbeda dengan peneltian Flach (1984) yang menyatakan bahwa pada kondisi optimum tanaman sagu pada fase anakan (rossete stage) rataan dapat menghasilkan dua pelepah bulan-1 dan satu pelepah bulan-1 untuk tanaman yang telah berbatang. Kondisi tersebut berakibat pada lambatnya pertambahan jumlah pelepah dan singkatnya masa hidup pelepah (leaf life span). Dengan demikian dibutuhkan waktu yang cukup lama bagi tanaman untuk masuk ke fase pertumbuhan berikutnya.

Perlakuan pemangkasan dan pemberian pupuk nitrogen berpengaruh terhadap akumulasi pelepah baru (Gambar 5). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa laju munculnya pelepah baru terhadap akumulasi pelepah pada anakan sagu yang dipelihara sangat dipengaruhi oleh faktor pemangkasan.

20

Demikian juga pada perlakuan pupuk nitrogen dengan berbagai dosis. Pemberian pupuk dengan dosis nitrogen yang tertinggi membantu dalam akumulasi pelepah baru, walaupun memerlukan waktu respon yang sedikit lebih lambat dibandingkan dengan aplikasi pemangkasan. Pengaruh pemangkasan dan dosis pupuk nitrogen tidak memberikan pengaruh terhadap akumulasi pelepah baru pada tanaman induk.

Pemangkasan memberikan peluang peningkatan intensitas sinar matahari dan ruang tumbuh yang lebih besar terhadap anakan sagu yang dipelihara. Kondisi tersebut menyebabkan peluang jumlah pelepah dan pertambahan pelepah baru dapat lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemangkasan anakan.

Gambar 5 Laju munculnya pelepah baru terhadap akumulasi pelepah pada a)

tanaman induk dan b) anakan yang dipelihara selama bulan

pengamatan.

Laju munculnya pelepah baru yang dihasilkan per satuan waktu pada tanaman induk dan anakan membentuk garis kurva linier. Kurva linier antara jumlah pelepah yang diproduksi per satuan waktu sebelumnya sama seperti yang dilaporkan oleh Irawan et al. (2012) pada pertumbuhan tanaman sagu setelah tanam di lapang.

Tinggi Batang Tanaman Induk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan dan perlakuan pemupukan nitrogen dengan berbagai dosis tidak berpengaruh terhadap tinggi

0 1 2 3 4 5 6 7 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ak um ula si pelepa h a) induk

Pangkas Tidak pangkas

0 g 405 g 810 g 1215 g 0 1 2 3 4 5 6 7 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bulan pengamatan b) anakan

21 tanaman pada tanaman induk pada 10 BSP (Tabel 6). Namun demikian perlakuan pemangkasan memberikan tinggi tanaman tertinggi (245.67 cm) dibandingkan perlakuan tanpa pemangkasan (220.13 cm). Demikian juga dosis pupuk nitrogen sebesar 810 g rpn-1 mampu memberikan tinggi tanaman tertinggi (260.00 cm) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (193.25 cm).

Tabel 6 Tinggi batang tanaman induk perlakuan pamangkasan dan dosis nitrogen.

Perlakuan Tinggi Pertambahan tinggi

batang (cm)

0 BSP 10 BSP

Pemangkasan

Pangkas 166.94a 245.67a 79.00a

Tanpa pangkas 166.67a 220.13a 53.20a

Dosis N (g rpn-1)

0 138.75a 193.25a 54.50a

405 166.13a 242.50a 76.38a

810 196.33a 260.00a 63.66a

1215 175.67a 237.30a 61.67a

Ket.: Angka yang diikuti huruf yang sama dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji

Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Pemupukan nitrogen dengan berbagai dosis dan pemangkasan tidak berpengaruh terhadap pertambahan tinggi batang pada tanaman induk (Tabel 6). Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, perlakuan dengan pemangkasan menunjukkan pertambahan tinggi yang lebih tinggi (79 cm) dibandingkan tanpa pemangkasan (53 cm). Pemberian hara nitrogen belum dapat meningkatkan tinggi batang tanaman. Hal ini diduga disebabkan hara nitrogen yang diberikan pada tanaman induk berada pada fase lambat sedangkan anakan sagu fase vegetatif, namun pupuk nitrogen yang diberikan belum mampu untuk meningkatkan tinggi batang tanaman induk.

Karakter Morfologi Anakan Yang Dipangkas.

Pengamatan dan pengukuran anakan yang dipangkas bertujuan untuk melihat pola pertumbuhan tanaman setelah dipangkas terhadap peubah tanaman disetiap periode pemangkasan.

Jumlah pelepah.

Hasil pengamatan terhadap anakan yang dipangkas menunjukkan terjadinya penurunan jumlah pelepah pada setiap periode pemangkasan (Gambar 6). Rata rata penurunan jumlah pelepah pada periode pertama dan kedua sebesar 33-36% dan 20-32%. Meskipun demikian, secara statistik tidak ada terdapat perbedaan nyata antar level pemberian dosis pupuk nitrogen terhadap jumlah pelepah anakan yang dipangkas.

Tinggi anakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan tinggi anakan disetiap periode pemangkasan (Gambar 7). Rata rata penurunan tinggi anakan yang dipangkas dari periode pertama ke periode kedua sebesar 74-71% dan

11-22

17%. Tidak terdapat pengaruh nyata level pemberian pupuk untuk masing masing dosis terhadap tinggi anakan yang disetiap periode pemangkasan.

Gambar 6 Jumlah pelepah anakan yang dipangkas terhadap dosis pupuk nitrogen pada setiap periode pemangkasan.

Keterangan: N0-N3 : 0, 405, 810 dan 1215 g rumpun-1

Gambar 7 Tinggi anakan yang dipangkas terhadap dosis pupuk nitrogen pada setiap periode pemangkasan.

Keterangan: N0-N3 : 0, 405, 810 dan 1215 g rumpun-1

Biomassa.

Pola penurunan biomass anakan yang dipangkas dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil penelitian menunjukkan penurunan biomassa anakan yang dipangkas. Namun demikian tidak terdapat pengaruh nyata level pemberian pupuk untuk masing masing dosis terhadap biomassa anakan yang dipangkas pada periode

3,8 0,3 1,4 2,0 2,4 0,4 0,6 1,2 1,7 0,3 0,5 4,1 0,3 1,4 1,9 2,8 0,4 0,8 1,4 2,0 0,3 0,7 4,0 0,3 1,3 1,9 2,6 0,6 1,0 1,6 2,1 0,4 0,6 4,1 0,4 1,4 1,9 2,7 0,6 1,1 1,5 2,1 0,3 0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Awal Periode 1 Periode 2 Periode 3

Juml ah pel epah Bulan pengamatan N0 N1 N2 N3 3,6 0,7 0,8 1,2 1,3 0,4 0,7 1,0 1,1 0,4 0,8 4,1 0,6 0,8 1,0 1,2 0,3 0,7 0,9 1,0 0,4 0,7 4,0 0,5 0,7 1,1 1,2 0,3 0,7 1,0 1,1 0,4 0,7 3,9 0,6 0,7 1,0 1,3 0,3 0,8 1,0 1,1 0,4 0,7 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

awal Periode 1 Periode 2 Periode 3

T inggi A nak an ( cm ) Bulan pengamatan N0 N1 N2 N3

23 pertama dan kedua. Rata rata penurunan biomassa anakan yang dipangkas periode pertama dan periode kedua sebesar 80-88% dan 33-49%.

Gambar 8 Biomasa anakan yang dipangkas terhadap dosis pupuk nitrogen pada setiap periode pemangkasan.

Keterangan: N0-N3 : 0, 405, 810 dan 1215 g rumpun-1

Gambar 9 Persentase hidup anakan sagu yang dipangkas selama bulan pengamatan

Keterangan: N0-N3 : 0, 405, 810 dan 1215 g rumpun-1

Persentase hidup anakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase hidup anakan yang dipangkas secara keseluruhan sebesar 20% (Gambar 9). Penurunan terjadi pada satu bulan setelah dilakukan pemangkasan. Penurunan persentase hidup paling besar terjadi pada dosis N1 (20%) diikuti dosis N0, N2 dan N3

3388 668 448 5354 637 323 3235 518 308 2687 540 330 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 1 - 4 5 - 8

Awal periode 1 periode 2

B iom ass a (gram ) Bulan pengamatan N0 N1 N2 N3 60 65 70 75 80 85 90 95 100 Awal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 P er se ntas e hidup (% ) Bulan pengamatan N0 N1 N2 N3

24

sebesar 10%. Setelah pemangkasan pada bulan keempat, penurunan persentase hidup pada N0, N2 dan N3 sebesar 20%.

Hasil yang diperoleh ini menunjukkan tingkat kematian anakan yang di-pangkas kelihatan berlangsung lambat, namun demikian hal tersebut meng-indikasikan adanya penurunan persentase hidup tanaman sagu apabila dilakukan secara berkala. Pemangkasan tanaman yang dilakukan setiap empat bulan sekali mengakibatkan kemampuan tanaman yang dipangkas akan tumbuh semakin kecil, maka sagu yang sering dipangkas akan tumbuh kerdil (Bintoro 2013).

Dari keempat pengamatan tanaman yang dipangkas mengindikasikan bahwa terjadi penurunan daya tumbuh hingga mengalami kematian asalkan secara periodik dilakukan pemangkasan. Hal tersebut merupakan signal yang baik bagi pertumbuhan tanaman induk maupun anakan yang dipelihara. Pemangkasan menghasilkan penurunan pertumbuhan anakan yang dipangkas seperti pada jumlah pelepah yang dihasilkan, tinggi anakan serta biomassa anakan. Penurunan pertumbuhan tersebut diduga disebabkan oleh kondisi anakan yang terganggu akibat pemangkasan yang dilakukan secara berkala.

Pola penurunan pertumbuhan anakan yang dipangkas membentuk garis linier negatif, yang mengindikasikan adanya pengurangan jumlah pelepah, tinggi dan biomasa yang berkelanjutan. Persentase hidup anakan dipangkas selama waktu penelitian juga menunjukkan penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa ada peningkatan kematian (mortalitas) jumlah anakan terpangkas secara perlahan juga dijumpai pada percobaan ini. Kematian tanaman selain disebabkan oleh pemangkasan secara periodik, juga diduga memberikan peluang bagi kumbang

Rhynchoporus sp (ulat sagu) untuk membuat lubang pada pucuk, meletakkan telur

Dokumen terkait