• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanganan Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi oleh Otoritas Jasa Keuangan

PENANGANAN KEJAHATAN PERBANKAN KONVENSIONAL BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI OLEH OTORITAS JASA

B. Penanganan Kejahatan Perbankan Konvensional Berbasis Teknologi Informasi oleh Otoritas Jasa Keuangan

OJK mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengawasi khususnya tentang kejahatan perbankan. Definisi kejahatan perbankan berdasarkan UU Perbankan tidak memberikan definisi yang pasti tentang kejahatan perbankan. Meski demikian, UU Perbankan menetapkan 13 definisi dari pasal 46 sampai pasal 50A yang kemudian digolongkan menjadi 4 macam, yaitu : 158

a. Kejahatan yang berkaitan dengan perizinan ; b. Kejahatan yang berkaitan dengan rahasia bank ;

c. Kejahatan yang berkaitan dengan administrasi, pengawasan, dan pembinaan ; dan

d. Kejahatan yang berkaitan dengan usaha bank.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP ketentuan penyidik PPNS diakui sebagai penyidik sesuai dengan undang-undang yang berlaku di mana PPNS tertentu diberi wewenang khusus oleh undang-undang.159

Bukan saja terhadap kejahatan perbankan di dalam negeri OJK dapat melakukan pula bekerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan

158 Erwan Suherwana, “Tinjauan Terhadap Kejahatan Perbankan”,

https://erwan29680.wordpress.com/2009/03/30/tinjauan-terhadap-kejahatan-perbankan/ (diakses tanggal 23 Maret 2016)

159

M. Irwansyah Putra, “Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melakukan Pengaturan dan Pengawasan Terhadap Bank”. Jurnal Hukum Ekonomi, Juni 2013, Volume II Nomor 1, hlm. 5.

di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan serta pencegahan kejahatan di sektor keuangan.160

Tujuan kerja sama bantuan hukum timbal balik dalam perkara pidana untuk mempermudah proses penyidikan dalam rangka pembuktian perkara dalam persidangan khususnya bagi negara yang meminta bantuan hukum.161 Bantuan hukum tersebut juga berlaku sebaliknya. Wewenang OJK dalam hubungan internasional sebagaimana ditentukan dalam Pasal 47 ayat (4) UUOJK adalah melakukan kerja sama dan memberikan bantuan dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan yang dilakukan oleh otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan negara lain berdasarkan permintaan tertulis. 162

Penyidik yang bertindak menurut Pasal 49 ayat (1) UUOJK adalah Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil di jajaran OJK. Penyidik berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Menurut Pasal 27 ayat (2) UUOJK, dalam OJK dipekerjakan pegawai negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 49 ayat (2) diperuntukkan sebagai PPNS. Wewenang dari Penyidik PPNS menurut Pasal 49 ayat (3) UUOJK antara lain: menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan, melakukan penelitian atas kebenaran laporan,melakukan penelitian terhadap setiap orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana, memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti dari setiap orang yang

160

Republik Indonesia, Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 47 ayat 4.

161 R. Subekti, Hukum Pembuktian (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hal. 7. 162

disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan.

Penyidik OJK berwenang dalam hal melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen, melakukan penggeledahan, meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, meminta bantuan aparat penegak hukum lain, meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan, memblokir rekening pada bank, dan meminta bantuan ahli. Hasil penyidikan disampaikan kepada pihak Kejaksaan dan pihak Kejaksaan wajib menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai kewenangannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya hasil penyidikan tersebut.163

Dalam hal perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, pengaduan konsumen dan pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan oleh OJK konsumen dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi sengketa antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan Konsumen kepada OJK.164Konsumen dan/atau masyarakat dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan kepada OJK. 165 Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada OJK, dalam hal ini Anggota Dewan Komisioner yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen.166

Pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan Konsumen oleh OJK dilakukan terhadap pengaduan yang berindikasi sengketa di sektor jasa keuangan

163Republik Indonesia, (OJK), Op. Cit, Pasal 50. 164

Republik Indonesia, (Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan), Op. Cit, Bab III, Pasal 40 ayat 1.

165Ibid, Bab III, Pasal 40 ayat 2. 166Ibid, Bab III, Pasal 40 ayat 3.

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:167

1. Konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh:

a. Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan, paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

b. Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang asuransi umum paling banyak sebesar Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);

2. Konsumen mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan dokumen pendukung yang berkaitan dengan pengaduan;

3. Pelaku Usaha Jasa Keuangan telah melakukan upaya penyelesaian pengaduan namun Konsumen tidak dapat menerima penyelesaian tersebut atau telah melewati batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini;

4. Pengaduan yang diajukan bukan merupakan sengketa sedang dalam proses atau pernah diputus oleh lembaga arbritrase atau peradilan, atau lembaga mediasi lainnya;

5. Pengaduan yang diajukan bersifat keperdataan;

6. Pengaduan yang diajukan belum pernah difasilitasi oleh OJK; dan

7. Pengajuan penyelesaian pengaduan tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen.

167Ibid, Bab III, Pasal 41.

Pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan yang dilaksanakan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan upaya mempertemukan Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk mengkaji ulang permasalahan secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan penyelesaian.168 OJK menunjuk fasilitator untuk melaksanakan fungsi penyelesaian pengaduan.169

OJK memulai proses fasilitasi setelah Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan sepakat untuk difasilitasi oleh OJK yang dituangkan dalam perjanjian fasilitasi yang memuat:170

1. Kesepakatan untuk memilih penyelesaian pengaduan yang difasilitasi oleh OJK; dan

2. Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan fasilitasi yang ditetapkan oleh OJK.

Pelaksanaan proses fasilitasi sampai dengan ditandatanganinya Akta Kesepakatan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan menandatangani perjanjian fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.171

Jangka waktu proses fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya berdasarkan Akta Kesepakatan Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.172

Kesepakatan antara Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang dihasilkan dari proses fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dituangkan

168Ibid, Bab III, Pasal 42. 169

Ibid, Bab III, Pasal 43. 170

Ibid, Bab III, Pasal 44. 171Ibid,. Bab III, Pasal 45 ayat 1. 172Ibid,. Bab III, Pasal 45 ayat 2.

dalam Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.173 Dalam hal tidak terjadi kesepakatan antara Konsumen dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan, maka ketidaksepakatan tersebut dituangkan dalam berita acara hasil fasilitasi OJK yang ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.174