• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.4 Penanggulangan Bencana a.Pengertian a.Pengertian

2.2.4 Penanggulangan Bencana a. Pengertian

Penaggulangan bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan, dan penanggulangan bencana baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi yang bertujuan untuk:

1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana 2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang telah ada

3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh

4. Menghargai budaya lokal

5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta

6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan

7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana).

b. Siklus Penanggulangan Bencana.

Adapun Siklus Penanggulangan bencana yang dilakukan secara berkesinambungan menurut Departemen Sosial (2005), yaitu:

1. Kejadian bencana.

Kejadian atau peristiwa bencana yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia baik yang terjadi secara tiba-tiba atau perlahan yang dapat menyebabkan hilangnya jiwa manusia, trauma fisik, psikis, kerusakan harta benda dan lingkungan yang melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk mengatasinya. 2. Tanggap Darurat (Emergency Response).

Tanggap darurat yaitu upaya yang dilakukan segera setelah kejadian bencana yang bertujuan untuk menanggulangi dampak yang timbul akibat bencana, terutama penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi serta pengungsian.

Proses pemulihan kondisi korban bencana yang terkena bencana baik yang berdampak fisik dan psikis dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar seperti jalan, listrik, air bersih, pasar, Puskesmas dan lain-lain), serta memulihkan kondisi trauma psikologis yang dialami korban bencana.

4. Pembangunan

Pembangunan merupakan fase membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana. Adapun pembangunan dalam penanggulangan bencana dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu:

a) Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan suatu upaya yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat untuk memperbaiki rumah, fasilitas sosial, serta menghidupkan kembali roda ekonomi.

b) Rekonstruksi

Rekonstruksi merupakan salah satu program jangka menengah dan jangkapanjang yang meliputi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau mungkin lebih baik.

5. Pencegahan (prevention). Pencegahan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bencana. 6. Mitigasi. Mitigasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana baik secara fisik structural melalui perbuatan bangunan-bangunan fisik maupun non fisik struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.

7. Kesiapsiagaan (preparedness). Kesiapsiagaan merupakan suatu upaya yang dialkukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

c. Sistem Penanggulangan Bencana 1. Legislasi.

Serangkaian perundangan dan peraturan sangat diperlukan dalam upaya mewujudkan penanggulangan bencana yang optimal baik di tingkat nasional manupun daerah. Di tingkat nasional, setelah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 diterbitkan, serangkaian peraturan turunannya adalah Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen) dan Peraturan Kepala Lembaga (Perka).

2. Kelembagaan

Sebagai penanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan di tingkat nasional, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bertanggung jawab kepada presiden sesuai dengan perpres Nomor 8 tahun 2008 tentang BNPB. Setelah itu pemerintah daerah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang bertanggung jawab kepada gubernur yang dilaksanakan melalui koordinasi dengan BNPB sesuai dengan Permendagri Nomor 26 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi serta Tata Kerja BPBD di tingkat provinsi serta kabupaten dan kota. Keanggotaan BNPB dan BPBD terdiri atas :

a) Unsur pengarah dari pejabat pemerintah dan masyarakat prosfesional. Anggota unsur pengarah terdiri dari 10 pejabat pemerintah Eselon I atau setingkat yang diusulkan oleh Pimpinan Lembaga Pemerintah yaitu Kmenterian Koordinator Bidang Kesejhateraan Rakyat, Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Departemen

Keuangan, Departemen Perhubungan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia.

b) Unsur pelaksana, yang terdiri dari 9 anggota (Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 pasal 5).

3. Pendanaan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 tentang pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana, pengaturannya meliputi:

a) Sumber dana penanggulangan bencana

Sumber dana penanggulangan bencana yaitu berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), pemerintah yang menyediakan Dana Kontinjensi bencana (untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap pra bencana), dana siap pakai (digunakan untuk kegiatan tanggap darurat), dana bantuan sosial perpola, serta hibah (untuk kegiatan tahap pasca bencana) b) Penggunaan dan penanggulangan bencana

c) Pengawasan, pelaporan dan pertanggungjawaban pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana

Pengelolaan bantuan bencana pada pasal 24 dimana pemerintah pusat dan daerah memberikan bantuan bencana kepada korban bencana yang terdiri dari santunan duka cita, santunan kecacatan, pinjaman lunak untuk usaha produktif, bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan pertanggung jawaban dana pada pasal 34 pasal 1 pada saat tanggap darurat bencana diperlakukan secara khusus sesuai dengan kondisi kedaruratan yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi, pada pasal 2 dimana laporan pertanggungjawaban dana pelaksanaan penanggulangan

bencana baik keuangan maupun kinerja pada saat tanggap darurat dilaporkan paling lambat 3 bulan setelah masa tanggap darurat.

4. Perencanaan

Agar upaya penanggulangan bencana dapat berjalan maksimal, perencanaan penanggulangan bencana yang terpadu sangat diperlukan melalui pemaduan pengurangan resiko bencana (PRB) dalam perencanaan kegiatan baik di tingkat nasional maupun daerah baik berupa rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), rencana jangka menengah (RJM), maupun rencana kerja pemerintah (RKP). Dokumen perencanaan penanggulangan bencana dibuat dalam bentuk rencana nasional penanggulangan bencana (Renas PB) oleh pemerintah atau BNPB.

5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Salah satu azas penanggulangan bencana di Indonesia adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu bahwa dalam penanggulangan bencana harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal. Dengan demikian proses penanggulangan bencana baik pada tahap pra bencana, saat terjadi bencana, ataupun pasca bencana dapat dipermudah dan dipercepat (Kementerian Riset dan Teknologi, 2007).

Dalam prakteknya, unsur seni ataupun budaya juga mennetukan kelancaran dan keberhasilan penanggulangan bencana. Dengan demikian IPTEK dalam penanggulangan bencana di modifikasi menjadi IPTEKS karena memasukkan unsur S (seni atau kebudayaan) misalnya memasukkan secara tepat unsur kearifan lokal dan budaya atau karekteristik masyarakat lokal. Namun perlu ditekankan bahwa penetapan unsur S dalam penanggulangan bencana harus tepat, mengingat bahwa penerapan penanggulangan bencana oleh masyarakat dengan pendekatan

yang bertentangan dengan logika yang berujung pada hambatan dan bahkan kegagalan penanggulangan bencana telah banyak ditemui.

Adapun contoh penerapan teknologi bencana adalah pembuatan mapping (pemetaan) resiko bencana dan tata ruang wilayah bencana, pengembangan teknologi deteksi dini Erupsi Gunung melalui pemanfaatan tekonologi informasi dan komunikasi, pengembangan dan pembuatan bangunan atau rumah tahan gempa yang sekaligus dapat digunakan untuk perlindungan sementara terhadap awan panas, pengembangan teknologi tenda dan hunian sementara (huntara) yang efektif di lereng gunung dan pengembangan teknologi pertanian dan kehutanan (Sarwidi, 2008).

d. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Peraturan pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari:

1. Tahap Pra Bencana

a) Rencana Aksi Nasional dan Daerah Pengurangan Resiko Bencana (RAN/RAD PRB)

Dalam peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2008 menegaskan pentingnya pengurangan resiko bencana diwadahi dalam dokumen Rencana Aksi Nasional atau daerah yang berlaku untuk periode tertentu, yaitu

1) Berisi kumpulan program kegiatan yang komprehensif dan sinergis dari seluruh pemangku kepentingan.

2) Disusun melalui proses koordinasi dan partisipasi.

3) Memuat landasan, prioritas, rencana aksi serta mekanisme pelaksanaan dan kelembagaan.

b) Pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana berbasis masyarakat, dimana bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, kemampuan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana dimana diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dalam bentuk pendidikan formal, informal dan nonformal berupa pelatihan dasar, teknis, simulasi serta gladi.

2. Tahap Tanggap Darurat

Penyelenggara penanggulangan bencana memberikan kemudahan akses pada saat tanggap darurat bencana. Kepala BNPB atau BPBD sesuai dengan kewenangannya mempunyai kemudahan akses berupa komando untuk memerintahkan sektor atau lembaga dalam satu komando yang diatur dalam pasal 24 dimana pada status keadaan darurat bencana ditetapkan, BNPB dan BPBD mempunyai kemudahan akses di bidang:

a) Pengerahan sumber manusia. b) Pengerahan peralatan.

c) Pengerahan logistik.

d) Migrasi, cukai dan karantina. e) Perizinan

f) Pengadaan barang atau jasa meliputi pencarian dan penyelamatan korban bencana, pertolongan darurat, evakuasi korban bencana, kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, penampungan serta tempat hunian sementara.

g) Pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan atau barang. h) Penyelamatan.

3. Tahap Pasca Bencana.

Adapun penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana, yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi.

a. Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana saat Rehabilitasi. 1. Pencegahan dan Mitigasi.

Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan atau mitigasi yang dilakukan bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan pencegahan dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu:

a. Mitigasi pasif, dimana tindakan pencegahan yang dilakukan adalah: 1) Penyusunan peraturan perundang-undangan.

2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan massalah. 3) Pembuatan pedoman brosur, leaflet ataupun poster. 4) Penelitian atau pengkajian karakteristik bencana.

5) Internalisasi penanggulangan bencana dalam muatan lokal Pendidikan

6) Pembentukan organisasi atau satuan tugas bencana.

7) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat seperti forum. 8) Pengurus-utamaan penyelenggara bencana dalam perencanaan

pembangunan.

b. Mitigasi aktif, adapun tindakan yang dilakukan adalah:

1) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana.

2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, izin mendirikan bangunan (IMB) dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.

3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat

4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.

5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.

6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.

7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

2. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi kegiatan yang dilakukan antara lain:

a. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.

b. Pelatihan siaga atau simulasi atau gladi ataupun teknis bagi sektor penanggulangan bencana seperti SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum.

c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.

e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.

f. Penyiapan dan pemasangan kontinjensi. g. Mobilisasi sumber daya.

3. Tanggap Darurat

Tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana guna menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:

a. Pengkajian secara tepat dan cepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumber daya.

b. Penentuan status keadaan darurat bencana.

c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana. d. Pemenuhan kebutuhan dasar.

e. Perlindungan terhadap kelompok rentan.

f. Pemulihan dengan segera prasara dan sarana vital. 4. Pemulihan

Tahapan pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah:

a. Perbaikan lingkungan daerah bencana, prasarana dan sarana umum. b. Pemberian bantuan dan perbaikan rumah masyarakat.

c. Pemulihan sosial psikologis, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, ketertiban, fungsi pemerintahan serta fungsi pelayanan publik.

d. Pelayanan kesehatan.

e. Rekonsiliasi dan resolusi konflik.

b. Pilihan Tindakan Penanggulangan Bencana Saat Rekonstruksi

Pada tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oelh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait seperti:

1. Pembangunan kembali prasaran dan sarana sosial masyarakat. 2. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat

3. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana.

4. Partisipasi dan peran lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat.

5. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya. 6. Peningkatan fungsi pelayanan publik.

7. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat (Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 tahun 2008 mengenai Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana).

Dokumen terkait