BAB III ARAH KEBIJAKAN STRATEGI KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN BPKP
D. PENGARUSUTAMAAN GOVERNANCE DI BPKP
3. Penataan Bussiness Process dan Tata Laksana
Penataan kelembagaan BPKP akan dilakukan dengan dalam tiga aspek atau perangkat, yaitu: (a) fungsi dan struktur organisasi; (b) bussiness process dan tata laksana; dan (c) analisis SDM aparatur sipil negara di BPKP. Penataan aspek fungsi dan struktur
organisasi sudah diutarakan di atas. Penataan bussiness process dan tata laksana berikut menyangkut penataan kegiatan perorangan hingga pencapaian sasaran organisasi.
a. Bussiness Prosess Hasil Pengawasan Untuk Perencanaan Pembangunan
Penyatuan tempat berkantor Kepala BPKP bersamaan dengan Kepala Bappenas di Kantor Kepresidenan mengandung arti bahwa hasil pengawasan wajib dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan dan penganggarannya. Pemanfaatan hasil pengawasan untuk pembangunan dan penganggaran konsisten dengan tujuan pengawasan intern yaitu untuk perbaikan program pemerintah. Untuk itu harus dibangun bussiness process6 pemanfaatan hasil pengawasan untuk meningkatkan efektivitas perencanaan pembangunan.
Mekanisme hubungan antara Bappenas dan BPKP ini dibuat untuk memastikan sinergitasnya. Mekanisme perencanaan dan penganggaran selama ini sudah berjalan secara reguler namun tanpa aspek pemanfaatan hasil pengawasan. Pengawasan yang bersifat post audit selama ini, harus diimbangi dengan pengawasan pre audit terhadap perencanaan pembangunan, khususnya perencanaan kinerja yang diajukan KLPK pada saat trilateral meeting.
b. Bussiness Process Peningkatan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan
Menyangkut penjabaran manajemen kinerja pembangunan, BPKP juga perlu membangun bussiness process7 untuk tujuan organisasi, dalam hal ini sasaran strategis, yang telah ditetapkan di renstra ini, yaitu: (1) Peningkatan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan (diukur dengan Indeks APKP); (2) Peningkatan Kematangan Implementasi SPIP (diukur dengan Tingkat Maturitas SPIP); dan (3) Peningkatan Kapabilitas Pengawasan Intern (diukur dengan Indeks Kapabilitas APIP). Ketiga sasaran strategis ini merupakan ukuran keberhasilan BPKP sebagai lembaga, sekaligus merupakan ukuran keberhasilan Kepala BPKP.
Kualitas Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan (Indeks APKP) merupakan ukuran keberhasilan BPKP terkait dengan misi “Menyelenggarakan Pengawasan Intern terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan Nasional guna Mendukung Tata Kelola Pemerintahan dan Korporasi yang Bersih dan Efektif”. Seluruh kegiatan BPKP hendaknya terkait dengan misi ini, mulai dari tingkat pelaksana di bawah, tim teknis, pejabat pengawas, administratur, pejabat tinggi pratama, pimpinan tinggi madya hingga pimpinan tinggi utama (Kepala BPKP).
Bangunan bussiness process peningkatan Indeks APKP ini perlu dilanjutkan dengan tata laksana atau SOP untuk masing-masing kegiatan yang ada di dalamnya.
6 Bussiness Dictionary, bussiness process is a series of logically related activities or tasks (such as planning, production and sales) performed together to produce a defined set of result.
7 Margareth Rouse, bussiness process is activity or set of activities that will accomplis a spesific organisational goal.
c. Bussiness Process Peningkatan Maturitas SPIP
Peningkatan kualitas penyelenggaraan SPIP ditandai dengan peningkatan kematangan implementasi (maturitas) SPIP atau Indeks SPIP. Indeks SPIP ini merupakan ukuran keberhasilan BPKP sebagai lembaga, (ukuran keberhasilan Kepala BPKP), terkait misi 2 yaitu “Membina Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang Efektif”. Seluruh kegiatan BPKP hendaknya terkait dengan misi ini, mulai dari tingkat pelaksana di bawah, tim teknis, pejabat pengawas, administratur, pejabat tinggi pratama, pimpinan tinggi madya hingga pimpinan tinggi utama (Kepala BPKP). Bangunan bussiness process peningkatan Indeks SPIP ini perlu dilanjutkan dengan tata laksana atau SOP untuk masing-masing kegiatan yang terdapat di dalamnya.
Sudah saatnya penggunaan pedoman pelaksanaan SPIP yang telah dihasilkan selama lima tahun periode renstra 2010–2014, diintensifkan secara fundamental. Indeks SPIP merupakan ukuran keberhasilan Kepala BPKP dalam membina penyelenggaraan SPI KLPK. Penyelenggaraan SPIP seyogyanya dilaksanakan secara komprehensif menyangkut seluruh kegiatan pokok instansi pemerintah (unit organisasi, SKPD) dengan menggunakan Pedoman Penyusunan Design penyelenggaraan SPIP dan diukur juga dengan secara paralel, menyangkut seluruh kegiatan pokok instansi pemerintah (unit organisasi, SKPD) dengan Pedoman Penilaian Tingkat Maturitas SPIP (komprehensif).
d. Bussiness Process Peningkatan Kapasitas Pengawasan Intern
Peningkatan kapasitas Pengawasan Intern ditandai dengan Kapabilitas APIP atau Indeks APIP. Indeks APIP ini merupakan ukuran keberhasilan BPKP sebagai lembaga, (ukuran keberhasilan Kepala BPKP), terkait misi 3 yaitu “Mengembangkan Kapabilitas Pengawasan Intern Pemerintah yang Profesional dan Kompeten”.
Seluruh kegiatan BPKP hendaknya terkait dengan misi ini, mulai dari tingkat pelaksana di bawah, tim teknis, pejabat pengawas, administratur, pejabat tinggi pratama, pimpinan tinggi madya hingga pimpinan tinggi utama (Kepala BPKP).
Bangunan bussiness process peningkatan Indeks APIP ini perlu dilanjutkan dengan tata laksana atau SOP untuk masing-masing kegiatan yang ada di dalamnya.
APIP pada KLPK diperlukan sebagai tuntutan organisasi modern. Untuk memenuhi kebutuhan APIP yang handal, BPKP harus memposisikan diri sebagai Pembina APIP (sebagai pelaksanaan Misi ke-3). Oleh karena itu, mendesak adanya fungsi Pusbin APIP. Fungsi pembinaan JFA (auditor) yang selama ini dilaksanakan oleh Pusbin JFA, perlu ditingkatkan menjadi fungsi pembinaan APIP untuk meningkatkan kapabilitas APIP (internal dan eksternal BPKP) dengan cara antara lain:
1) Mengusulkan dibuatnya Internal Audit Charter bagi APIP;
2) Membangun metodologi pengukuran kinerja APIP;
3) Mendesain peningkatan kompetensi APIP sebagai upaya untuk peningkatan kapabilitas APIP;
4) Memberdayakan Asosiasi APIP;
5) Evaluasi terhadap IACM Level ;
6) Sinergitas penugasan dan metodologi pengawasan.
Penempatan pegawai BPKP di KLPK lainnya, khususnya APIP, dilakukan paling tidak meningkatkan Indeks APIP ini.
e. Framework Pemantauan–Evaluasi Lima Tahunan
Pengawasan intern (dengan multi tools pengawasan seperti audit, reviu, dan pemantauan), menyangkut program pembangunan dalam RPJMN 2015–2019, melibatkan APIP KLPK, dan lintas tahun, serta menyangkut aspek perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, harus dibangun secara khusus dalam suatu kerangka kerja pengawasan intern. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin integritas dan kontinuitas pelaksanaan pengawasan intern sebagaimana terlihat pada Peraga 3.6 berikut.
Untuk setiap sasaran program pembangunan yang terpilih untuk diaudit secara lintas bidang dan lintas sektor, dibangun suatu kerangka kerja yang menyangkut pemetaan logis target lima tahunan, tahunan dan triwulanan. Keseluruhan capaian target ini dipantau secara reguler, termasuk realisasi anggaran (dan realisasi input lainnya) masing-masing dalam suatu sistem yang berjalan selama lima tahun. Dengan kerangka kerja yang telah menampung penggunaan input, pengukuran output dan bahkan pengukuran outcome. Berdasarkan data-data tersebut, tanpa upaya pengumpulan data yang signifikan, BPKP dapat melakukan analisis efisiensi dan
Peraga 3.3 Strategi Pengawasan BPKP
• Peningkatan Kompetensi SDM BPKP dan Ketaatan Terhadap Standar dan SOP Berbasis Risiko
Baseline 2014 Target 2015 Target 2016 Target 2017 Target 2018 Target 2019
Realisasi OP 2015
efektivitas. Jika terdapat masalah capaian, berupa gap antara target dan realisasi, evaluasi program dapat dilakukan secara lebih mudah.
f. Standarisasi Untuk Penganggaran Berbasis Kinerja
Guna memberikan kemudahan dalam penganggaran, BPKP harus melanjutkan penerapan anggaran berbasis kinerja yang sudah dilakukan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) BPKP Tahun 2014 meliputi Program Teknis, Pengawasan Intern dan Pembinaan SPIP. Dalam RKA Tahun 2014, fokus standarisasi masih dari aspek kegiatan (audit, evaluasi, reviu dan seterusnya), anggaran untuk setiap penugasan adalah sama (persentase tertentu dari standar yang diajukan BPKP ke Kementerian Keuangan) untuk seluruh unit organisasi BPKP. Anggaran penugasan berbeda dari satu unit ke unit organisasi lainnya, tergantung tingkat kesulitan wilayah kerjanya.
Proses standarisasi tersebut perlu dikaji ulang atau dilanjutkan untuk mendekati penerapan Anggaran Berbasis Kinerja di BPKP.