BAB III ARAH KEBIJAKAN STRATEGI KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN BPKP
D. PENGARUSUTAMAAN GOVERNANCE DI BPKP
1. Rasionalisasi dan Penilaian Kelembagaan
Tahap ini merupakan tahap peninjauan ulang konsep Renstra BPKP ini. Peninjauan dilakukan untuk memastikan visi, misi, tujuan, strategi dan program yang dirumuskan sudah merupakan hasil rumusan bersama berdasarkan metodologi yang memadai, termasuk dengan scenario planning. Salah satu skenario adalah adanya polarisasi positif antara dukungan regulasi dan dukungan stakeholder yang fit dengan gambaran pemerintahan Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla tahun 2014–2019 ini. Sebagaimana alur gerak skenario, Renstra ini telah terkait dan sejalan dengan visi-misi Presiden, yaitu khususnya dengan implementasi visi-misi presiden (lebih khusus lagi, agenda nawacita
kedua). Penjabaran visi-misi-tujuan BPKP dalam Renstra ini juga sudah dijabarkan dari tugas pokok & fungsi berlandaskan pada Perpres 192 Tahun 2014 tentang BPKP.
a. Perbandingan Visi dan Perubahan Misi Antar Renstra BPKP
Visi BPKP pada Renstra 2010–2014 dan pada Renstra 2015–2019 mempunyai rumusan yang berbeda namun mengandung substansi yang sama. Kandungan arah yang dituju dalam Visi sebagai “Auditor Presiden yang Responsif, Interaktif, dan Terpercaya untuk Mewujudkan Akuntabilitas Keuangan Negara yang Berkualitas” pada Renstra sebelumnya mengandung arah yang diimpikan dalam visi
“Auditor Internal Pemerintah RI Berkelas Dunia untuk Meningkatkan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan Nasional”. Walau mengandung kandungan yang sama, perubahan rumusan ini menjadi relevan untuk untuk dapat memberi daya gerak terhadap implementasi misi dengan substansi yang sama namun dengan pengukuran yang secara drastis berbeda.
b. Perubahan Misi dari Renstra 2010–2014
Terdapat empat rumusan misi di Renstra 2010–2014 dan tiga misi di Renstra 2015–
2019. Dari sudut substansi, tiga misi pertama di Renstra 2010–2014 menjadi tiga misi Renstra 2015–2019. Walau substansi keduanya sama, rumusan masing-masing misi tersebut sudah dilengkapi dengan rumusan logis dan SMART untuk mencapai keberhasilan pencapaian misi. Rumusan misi dan ukuran keberhasilan ini sekaligus sudah dapat menjadi Indikator Kinerja Utama Organisasi BPKP.
Kesamaan substansi misi antar renstra sekaligus menunjukkan bukti bahwa misi BPKP 2015–2019 telah disusun berdasarkan dugaan ekplanatoris tentang posisi pengawasan intern BPKP dalam scenario planning-nya dan berdasarkan peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP. Dengan demikian, kehadiran Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang BPKP, dalam scenario planning tersebut, pada prinsipnya bukan lagi merupakan perubahan lingkungan yang mengakibatkan perubahan rumusan visi misi dan tujuan, namun menjadi peraturan perundangan yang bersifat konfirmatif terhadap diskripsi skenario yang fit dengan kondisi pemerintahanan saat ini. Penataan kelembagaan selanjutnya harus dapat mendukung peningkatan pencapaian indikator kinerja utama organisasi. Dalam ketiga misi tersebut terdapat kejelasan dan ketepatan urusan utama fungsi BPKP dalam Perpres 192 Tahun 2014 sebagai pelaksana tugas pemerintahan di bidang pengawasan.
Sudah tegas dan jelas bahwa pengawasan intern sudah menjadi portofolio BPKP.
BPKP harus membangun kebijakan agar pengawasan intern BPKP tidak tumpang tindih dengan pengawasan intern APIP lain. BPKP harus menjabarkan fungsi regulator sebagai pelaksana fungsi koordinasi dan sinergi pengawasan intern untuk membedakan lembaga profesional ini dari fungsi eksekusi pengawasan intern terhadap kegiatan lintas bidang dan terhadap akuntabilitas pengeluaran keuangan negara, keuangan daerah, dan pembangunan nasional.
BPKP harus jelas memperkuat fungsi regulasi dan/atau eksekusi pengawasan intern.
Fungsi regulasi dan fungsi eksekusi pengawasan intern dibangun dengan kejelasan tugas-fungsi dan akuntabilitas, termasuk kejelasan pertanggungjawaban akuntabilitas pelaksanaan. Penataan kelembagaan harus dilaksanakan dengan pendelegasian otoritas yang jelas sehingga tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi.
Pengaturan tugas-fungsi unit organisasi, harus disusun dengan diferensiasi tugas dan fungsi yang jelas dan tegas antar unit organisasi.
Setelah itu, BPKP perlu merencanakan untuk menangkap pandangan dari pemangku kepentingan, membuat konsensus dengan para pemangku kepentingan. Untuk mendukung konsensus ini, BPKP perlu memastikan jenis informasi pengawasan yang diharapkan oleh shareholder (Presiden) dari BPKP.
c. Penempatan Misi PASs Dalam Indonesia’s Incorporated Architecture
Misi ke empat BPKP di Renstra 2010–2014 berbunyi “Menyelenggarakan sistem dukungan pengambilan keputusan yang andal bagi Presiden/Pemerintah”. Misi ini diturunkan sifatnya menjadi kondisi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi BPKP, dalam arti kegiatan ini memang mutlak dibutuhkan untuk menjalankan misi BPKP. Namun karena ketiadaan atau absensi dasar hukum yang tegas tentang misi, akhirnya mempersulit perumusan ukuran kinerja utama BPKP sebagai suatu lembaga.
Pengarusutamaan tentang penataan kelembagaan di RPJMN 2015–2019, menjadi argumentasi konfirmatif tentang penempatan misi ini ke tingkat kegiatan di BPKP.
Namun demikian, hal itu perlu dikaitkan dengan penyediaan informasi bagi Presiden, baik sebagai Kepala Pemerintahan maupun Kepala Negara dalam kerangka pencapaian tujuan bernegara.
Penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan dalam kerangka mencapai tujuan bernegara juga merupakan kondisi yang perlu untuk pelaksanaan tugas pemerintahan, mulai dari Presiden dan seluruh KLPK-nya yang tergabung dalam pemerintahan eksekutif, namun juga lingkup legislatif dan lingkup yudikatif.
Keseluruhan kebutuhan informasi ini perlu dibangun melalui penetapan suatu arsitektur sistem yang terintegrasi dalam suatu konsep Indonesia’s Incorporated Architecture.
Fungsi pemerintahan yang terkait dengan penyusunan Indonesia’s Incorporated Architecture bukan berada di BPKP namun terkait dengan misi ke empat di Renstra periode sebelumnya yaitu membangun “Presiden Accountability Sistems atau PASs yang memang ditujukan untuk menyediakan informasi bagi Presiden”. Akibatnya sulit mempertahankan agumentasi substantif kepada pemangku perencanaan untuk mengembangkan misi ini ke dalam tujuan dan indikator BPKP sebagai lembaga, sehingga sulit mendapatkan alokasi anggaran lewat pelaksanaan tugas dan fungsi BPKP.
Karena keberadaan PASs merupakan kondisi yang perlu, sedangkan pengembangan PASs ini secara peraturan bukan tugas utamanya, BPKP wajib berkoordinasi dengan
Kementerian Informasi dan Komunikasi atau K/L lainnya untuk menjadikan Sistem Informasi Hasil Pengawasan, saat ini dikenal sebagai SIMA atau Sistem Informasi Management Akuntabilitas, sebagai salah satu unsur PASs. PASs yang dibangun berdasarkan Indonesia’s Incorporated Architecture tersebut terintegrasi dengan SIMA yang dibangun berdasarkan BPKP’s Enterprise Architecture (EA BPKP).
Subunsur selanjutnya, dibangun terintegrasi dengan EA BPKP. Namun pembangunannya hendaknya taat metodologis. Setelah EA dibangun, dilanjutkan dengan pengembangan Bussiness Architecture, yang sifatnya masih operasionalisasi misi, baru dilanjutkan dengan penyusunan arsitektur teknis kegiatan pengawasan seperti SOP dan pendukung pengawasan, khususnya ICT seperti Application Architecture, Infrastructure Architecture, Data Architecture dan lain sebagainya.
d. Output dan Indikator Output: Informasi Assurance dan Rekomendasi Penilaian LAKIP BPKP 2010-2013 menunjukkan inkonsistensi kinerja di BPKP.
Capaian output selalu di atas 100%, namun capaian ini tidak dibarengi dengan capaian outcome yang sesuai. Oleh sebab itu, terdapat perubahan definisi output BPKP sebagaimana dikenalkan di Renstra 2015–2019 ini.
Perbedaan signifikan antara Renstra 2010–2014 dengan Renstra 2015–2019 adalah pada pendefinisian kegiatan dan output kegiatan. Pertama, batasan kegiatan di Renstra 2015–2019 konsisten dengan batasan kegiatan yang digunakan oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan. Batasan serupa tidak ditemukan di Renstra sebelumnya. Output BPKP di Renstra sebelumnya adalah Laporan Hasil Pengawasan (LHP), sedangkan ouput di Renstra 2015–2019 adalah informasi assurance dan rekomendasi perbaikan. Rekomendasi perbaikan menjadi indikator output kegiatan. Indikator inilah yang dibiayai dengan anggaran berbasis kinerja.
Perubahan output ini juga yang menjadi leverage Renstra 2015–2019 untuk membawa ke arah perubahan menuju pencapaian misi dan visi BPKP dan seterusnya hingga mencapai visi misi Presiden.
e. Redesign Sistem Informasi Hasil Pengawasan
Kinerja pengawasan BPKP terus dipantau baik dampaknya bagi stakeholder maupun dari sisi progress untuk menghasilkan rekomendasi hasil pengawasan. Kegiatan penugasan dari tim harus bisa di rekam dalam teknologi informasi hasil pengawasan.
Bersama dengan hasil pengawasan APIP lainnya dapat diolah menjadi hasil pengawasan intern nasional sebagai salah satu bahan pembuatan rekomendasi hasil pengawasan untuk Presiden dan kabinetnya. Informasi hasil pengawasan tersebut harus diolah mengikuti Enterprise Architecture yang telah dibuat, dilanjutkan dengan perancangan Bussiness Architecture untuk masing-masing jenis pengawasan dalam misi BPKP, dan diharapkan memperhatikan konsep perancangan ICT-Indonesia Incorporated Architecture.
f. Informasi Pengawasan Untuk Shareholder: Presiden RI
Shareholder BPKP adalah Presiden. Informasi pengawasan yang diharapkan oleh Presiden diharapkan berupa informasi yang dapat berkontribusi secara maksimal dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional dan memberi dampak langsung yang sebesar-besarnya pada rakyat Indonesia. Dengan asumsi ini, pengawasan intern akan lebih mengutamakan pada pengawalan pembangunan dan pengawasan lintas bidang.
Fungsi pengawasan berfokus pada pengawasan yang bersifat makro strategis yaitu pengawasan atas akuntabilitas kinerja pada tingkat outcome dan impact dalam rangka pengawalan pembangunan nasional di pusat dan daerah. Artinya, BPKP juga perlu menyelenggarakan pengawasan Program Kerja Presiden Jokowi-Jusuf Kalla.
g. Identifikasi Stakeholders dan Kebutuhan Informasi Pengawasan
Dua kategori stakeholder utama BPKP yaitu: KLPK dan APIP di lingkungan Kementerian (K), Lembaga (L) dan Pemerintah Daerah (P) serta BUMN/D di pusat dan daerah. Untuk memenuhi kepentingan stakeholders-nya, BPKP harus berkedudukan di ibukota Negara (Kepala BPKP yang didukung Kedeputian) dan di dukung oleh Perwakilan BPKP di seluruh ibukota Provinsi. Adapun informasi yang dibutuhkan adalah informasi assurance dan rekomendasi perbaikan dalam tiga pilar pengawasan yaitu risk management, control, dan process governance.