• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penataan Ruang dan Peran Serta Masyarakat dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Penataan Ruang dan Peran Serta Masyarakat dalam

Tata ruang harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No. 5/1960 Pasal 2 ayat 3). Dengan demikian Perencanaan Tata Ruang adalah bagian yang tak terpisahkan dari tujuan pembangunan secara keseluruhan.

Dalam kenyataannya banyak kritik yang memandang bahwa penyusunan rencana tata ruang sering berpijak dari asumsi bahwa “ruang” yang direncanakan seolah-olah adalah ruang “tanpa penghuni”, sehingga dapat dengan mudah dibuat garis-garis batas berupa zoning yang menetapkan suatu kawasan sebagai kawasan tertentu yang berketetapan hukum. Diatas kertas, penetapan tata ruang dipandang seringkali hanya mempertimbangkan aspek fisik wilayah (land suitability dan land capability) dan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Di dalam pelaksanaannya perencanaan tata ruang juga seringkali dimonopoli oleh kepentingan pihak-pihak tertentu yang tidak berorientasi pada kepentingan publik (masyarakat luas). Ketetapan penataan ruang tersebut berakibat mengikat masyarakat penghuni yang ada didalamnya, dimana aktivitas pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan masyarakat tersebut bertentangan dengan penetapan peruntukkannya. Oleh karenanya bagi sebagian orang perencanaan tata ruang dipandang sebagai alasan untuk melakukan “penggusuran”, bukan sebagai alat untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang (UU No. 26/2007 Pasal 1).

Perencanaan tata ruang sering disalahartikan sebagai suatu proses dimana perencana mengarahkan masyarakat untuk melakukan aktivitasnya (top-down process). Dalam paradigma perencanaan tata ruang yang modern, perencanaan tata ruang diartikan sebagai bentuk pengkajian yang sistematis dari aspek fisik,

sosial dan ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan pemanfaatan ruang didalam memilih cara yang terbaik untuk meningkatkan produktifitas agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (publik) secara berkelanjutan (Rustiadi, dkk., 2006)

Mengingat sasaran yang ingin dicapai, pihak perencana harus memiliki akses dan kapasitas ke pihak-pihak : (1) pengguna lahan, (2) lembaga legislasi, (3) eksekutif/pengambil keputusan, serta (4) badan-badan pelaksana pembangunan (sectoral agencies).

Awal dari proses penataan ruang adalah beranjak dari adanya kebutuhan untuk melakukan perubahan sebagai akibat dari perubahan pengelolaan maupun akibat perubahan-perubahan keadaan (peningkatan kesejahteraan, bencana alam, perkembangan sosial, dan lain-lain). Jadi pada dasarnya harus ada dua kondisi yang harus dipenuhi dalam perencanaan tata ruang: (1) kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, (2) adanya political will dan kemampuan untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun (Rustiadi, dkk., 2006).

Dengan demikian penyusunan perencanaan tata ruang pada dasarnya bukan merupakan suatu keharusan tanpa sebab, melainkan lahir dari adanya kebutuhan. Secara individual maupun kelompok, masyarakat secara sendiri-sendiri melakukan pengaturan-pengaturan ruang pada kawasan-kawasan yang dikuasainya. Namun cakupan istilah tata ruang adalah suatu perencanaan yang beroriantasi pada kepentingan publik secara keseluruhan, bukan untuk kepentingan perseorangan/kelompok ataupun perusahaan/badan usaha.

Sasaran utama dari Perencanaan Tata Ruang pada dasarnya adalah untuk menghasilkan penggunaan terbaik, namun biasanya dapat dikelompokkan atas tiga sasaran umum : (1) efisiensi, (2) keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan (3) keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, di mana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat (publik). Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenanya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus

berorientasi pada keseimbangan fisik-lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan (sustainable).

Seperti telah disebutkan diatas bahwa penataan ruang meliputi proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Terkait hal itu, maka dalam proses penataan ruang seluruh stakeholder, diantaranya pemerintah, masyarakat, dan swasta seharusnya berpartisipasi dalam setiap proses tersebut. Tingkat partisipasi tiap stakeholder dalam tiap tahapan penataan ruang tentu saja berbeda-beda. Idealnya, dalam negara demokrasi masyarakat berperanserta dalam tiap tahapan penataan ruang yang tentunya pemerintah tetap sebagai leader yang memayungi semua keinginan masyarakat.

Peranserta masyarakat pada tiap tahapan perencanaan tata ruang bisa bervariasi yang menurut Setiawan (2005) dapat berupa ikutserta memberi masukan dalam seminar lokakarya, dan sebagainya. Untuk lebih jelas lihat Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Peranserta Masyarakat dalam Tiga Tahapan Penataan Ruang Tahapan

Penataan Ruang

Bentuk kegiatan/

Keterlibatan Mekanisme Catatan Perencanaan Terlibat dalam proses penyu-

sunan dan pengesahan satu rencana kota (mis: RUTRK, RDRTK, RTRK)

Seminar/Lokakarya; diskusi ahli; pertemuan publik; pameran;

pooling; pengajuan alternatif rencana; pengiriman pendapat tertulis di media massa

Dapat perorangan, dapat per- wakilan; umumnya terjadwal

Pemanfaatan Mulai dari sosialisasi, penyu- sunan program, peraturan, pembangunan langsung

Lokakarya; Musbang; Rakorbang; partisipasi langsung; gotong- royong; stimulan

Masyarakat dapat terlibat langsung untuk merealisasikan

Pengendalian Pengawasan perijinan; penerti- ban; pelaporan akan penyimpa- ngan; komplain/ pengaduan; penolakan

Pengaduan/pelaporan; pengawa- san langsung; Protes/petisi; Demonstrasi;

Lebih dinamik; tidak terjadwal; harus peka dan aktif mengikuti dinamika proses pembangunan yang terjadi

Sumber : Setiawan, 2005

Dalam kaitannya dengan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, hal ini diatur dalam PP No. 69 tahun 1996 mengenai Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Dalam PP itu pada bagian ketiga yaitu pasal 15, 16 dan 17 disebutkan mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang wilayah kota. Dalam pasal 15 disebutkan peranserta masyarakat dalam perencanaan tata ruang diantaranya :

a. pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan dicapai;

b. pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang kawasan;

c. pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;

d. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupten/Kotamadya Daerah Tingkat II;

e. pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;

f. kerja sama dalam penelitian dan pengembangan; dan atau g. bantuan tenga ahli.

Sedangkan dalam Pasal 16 disebutkan bahwa peranserta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota dapat berbentuk :

a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang- undangan, agama, adat atau kebiasaan yang berlaku;

b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan perdesaan;

c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;

e. perubahan atau konvensi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;

f. pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan atau

g. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan.

Adapun pada Pasal 17 mengatur mengenai peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota dapat berbentuk :

a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang, dan atau

b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

Berdasarkan kedua aturan di atas, yaitu UU No. 26 tahun 2007 dan PP No. 69 tahun 1996 dijelaskan bahwa masyarakat harus berperanserta dalam penataan ruang mulai dari proses perencanaan, pemanfaatan sampai proses pengendalian ruang. Berdasarkan tingkat peranserta masyarakat, berikut ini dapat digambarkan seberapa besar peranserta stakeholder dalam tiap tahapan penataan ruang.

Tabel 3 Matriks Peranserta ParapihakdalamPenataan Ruang

Tahapan Penataan Ruang Tingkat Peranserta Parapihak

Pemerintah Masyarakat Swasta

Perencanaan *** ** *

Pemanfaatan * *** **

Pengendalian ** *** *

Sumber : UU No. 26/2007 dan PP No. 69/1996 Ket. :

* : Rendah ** : Sedang *** : Tinggi

Berdasarkan Tabel 3 tersebut, peranserta masyarakat terkait penataan PKL berarti masih dalam tahap perencanaan dan pemanfaatan karena PKL sudah menempati ruang yang ada di Kota Tasikmalaya. Dengan demikian PKL dan masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan penataan itu yang tentu saja seharusnya tetap dibuat dulu oleh pemerintah kemudian didiskusikan dengan masyarakat sampai akhirnya dihasilkan penataan yang optimal. Namun demikian, tahapan pengawasan juga tentusaja perlu dilakukan dengan proporsi paling besar di tingkat PKL dan masyarakat karena masyarakatlah yang dapat mengawasi secara langsung pemanfaatan ruang yang ada dan pelanggaran-pelanggarannya.

Dokumen terkait