• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatalaksanaan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Tb Di Lapas

PENCEGAHAN DAN

PENGENDALIAN INFEKSI TB

DI LAPAS DAN RUTAN

Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB sangatlah penting peranannya untuk mencegah tersebarnya Mycobacterium tuberculosis ini. Hal ini penting dilaksanakan bukan saja untuk mencegah penularan dari WBP dan Tahanan juga ke petugas. Situasi Lapas dan Rutan yang melebihi kapasitas, sanitasi lingkungan kurang memadai, pengendalian infeksi yang belum dilaksanakan secara maksimal, dan tidak tersedianya sarana penunjang lainnya, dapat mengakibatkan peningkatan jumlah kasus TB dan tidak menutup kemungkinan timbul kasus TB MDR. Sesuai dengan karakteristik penularan kuman TB melalui udara, maka kewaspadaan transmisi airborne menjadi fokus utama upaya PPI TB di Lapas dan Rutan.

Sebagai acuan dasar penatalaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi digunakan buku “Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya”, Kemkes 2011. Sedangkan sebagai acuan manajerial PPI TB dipakai buku “Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya”, Depkes 2008 serta “Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya”, Kemkes 2012. Materi yang dimuat dalam Bab ini adalah khusus mengenai PPI TB di Lapas dan Rutan.

Selain ketiga acuan dasar diatas, dipakai juga sebagai acuan buku-buku WHO guidelines tentang

Tuberculosis Infection Control, yaitu:

• World Health Organization.Joint WHO/ILO policy guidelines on improving health worker access to prevention, treatment and care services for HIV and TB,WHO 2010

• World Health Organization.WHO policy on TB infection control in health-care facilities, congregate settings and households. WHO 2009

KEBIJAKAN PPI TB DI LAPAS DAN RUTAN

PPI TB di Lapas dan Rutan dimulai dengan adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh petugas di Lapas dan Rutan untuk melaksanakan empat pilar pengendalian, yaitu :

1. PILAR MANAJERIAL

Adalah upaya untuk meningkatkan komitmen dan dukungan manajerial terutama dari penentu kebijakan dan pengambil keputusan yang efektif dalam pelaksanaan kegiatan PPI TB di Lapas dan Rutan.

Dukungan manajerial pelaksanaan PPI TB merupakan bagian dari penguatan PPI secara umum, sesuai dengan “Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi TB di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya”.

Upaya penguatan bagi PPI TB ini meliputi penetapan secara tertulis:

- Penanggung jawab PPI TB adalah Kepala Lapas dan Rutan

- Struktur PPI TB disesuaikan dengan Tim TB DOTS yang telah terbentuk, dengan penunjukan koordinator PPI di Lapas dan Rutan.

- Rencana Kegiatan PPI TB tidak hanya diterapkan di Poliklinik tetapi juga di blok/kamar hunian di Lapas dan Rutan

RENCANA KEGIATAN PPI TB

Rencana PPI TB ini perlu disusun oleh kelompok PPI TB sebagai bagian dari dan terintegrasi dengan program PPI untuk setiap fasilitas pelayanan kesehatan.

Rencana kegiatan PPI TB ini meliputi : 1. Skrining gejala TB dilaksanakan :

a.

Segera (kurang dari 24 jam) setelah WBP dan Tahanan yang baru masuk Lapas dan Rutan b. Skrining massal dilakukan minimal 1 kali dalam setahun bagi semua WBP dan Tahanan c. Kunjungan Pasien ke Poliklinik pada pasien dengan keluhan “Batuk” dan pada pasien

ODHA

2. Narapidana dan Anak didik yang akan bebas murni dan bersyarat harus dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memperoleh surat keterangan kesehatan

3. WBP dan Tahanan yang merupakan suspek TB dan pasien TB harus dipisahkan dari pasien penyakit lainnya, dan ditempatkan pada ruang perawatan khusus atau ruang isolasi kesehatan 4. Pelaksanaan Triase (pemilahan) pada poliklinik yaitu dengan melakukan pemisahan pasien

yang berkunjung ke Poliklinik dengan keluhan batuk dari pasien yang lain.

5. Menempatkan semua suspek dan pasien TB di ruang tunggu yang mempunyai ventilasi baik (berada di tempat terbuka).

6. Mempercepat proses pelayanan kesehatan bagi WBP dengan keluhan batuk, sehingga waktu mereka berada di klinik dapat dipercepat.

7. Penyuluhan WBP dan Tahanan mengenai Etika batuk. Penyediaan tisu atau masker, serta tempat pembuangan tisu maupun pembuangan dahak yang benar (ditempat yang sudah ditentukan).

8. Pengambilan dahak pada pasien suspek TB dan pasien TB dilakukan di tempat terbuka yang terkena sinar matahari didampingi oleh petugas.Tujuan Pengumpulan dahak pagi hari diharapkan suspek TB dan pasien TB ditempatkan pada ruang perawatan atau di ruang yang sudah ditentukan.

9. Memberikan pelayanan segera bagi suspek TB dan pasien TB, pastikan bahwa proses investigasi diagnostik dilakukan dengan cepat, termasuk segera merujuk ke tempat pemeriksaan diagnostik bila harus dibawa ketempat lain.

10. Menjalankan dan mempertahankan upaya pengendalian lingkungan (baca Pilar Pengendalian Lingkungan)

11. Menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi petugas dan mereka yang bertugas ditempat pelayanan, maupun di kamar hunian WBP dan Tahanan

12. Melaksanakan pelatihan dan pendidikan mengenai PPI TB dan sosialisasi rencana kegiatan PPI TB bagi semua petugas.

14. Melakukan pemantauan akan pelaksanaan rencana kegiatan PPI TB, dan melakukan koreksi terhadap pelaksanaan yang tidak berjalan atau kegagalan menerapkan kebijakan dan prosedur PPI TB.

2. PILAR PENGENDALIAN ADMINISTRATIF

Adalah upaya mengurangi pajanan TB dan kemungkinan terinfeksi melalui penerapan kebijakan yang efektif dan dilaksanakannya prosedur PPI TB dengan benar.

Pilar ini penting dilakukan untuk mengurangi pajanan kuman TB kepada petugas, pasien,pengunjung dan WBP dan Tahanan lainnya dengan mengurangi adanya percik renik (Kuman TB) di udara. Risiko ini tidak dapat dihilangkan 100%, tetapi dapat diturunkan secara signiikan dengan upaya administratif yang benar.

Upaya ini mencakup:

1. Melaksanakan skrining gejala TB menggunakan form skrining

2. WBP dan Tahanan yang sudah terdiagnosis TB segera diberikan pengobatan sesuai standar nasional (Strategi DOTS)

3. Melaksanakan triase dan pemisahan kasus batuk dan non batuk

4. Pemisahan blok/kamar antara WBP dan Tahanan yang terinfeksi penyakit TB dengan non TB.

5. WBP dan Tahanan dengan TB ditempatkan pada Lantai dasar dengan ventilasi yang sesuai dengan kaidah PPI TB.

6. Menerapkan Etika batuk dan menyediakan media KIE

7. Mengurangi waktu pasien dengan keluhan batuk berada di klinik Lapas dan Rutan dengan mendahulukannya.

8. Menyediakan ruangan perawatan khusus dengan ventilasi cukup bagi pasien yang sudah terdiagnosis TB untuk diisolasi selama 2 (dua) minggu pertama fase intensif pengobatan WBP yang positif terinfeksi TB.

Tabel 3 : Lima langkah penatalaksanaan pasien untuk mencegah infeksi TB di Lapas dan Rutan

Langkah Kegiatan Keterangan

1. Triase Pengenalan segera WBP dan Tahanan suspek atau yang sudah didiagnosis TB adalah langkah pertama.

Hal ini bisa dilakukan dengan menempatkan petugas untuk memilah WBP dan Tahanan dengan batuk lama, segera saat datang di Poliklinik. WBP dan Tahanan dengan batuk ≥ 2 minggu, atau yang sedang dalam investigasi TB diharapkan tidak meng-antri dengan WBP dan Tahanan lain untuk mendaftar atau mendapatkan kesempatan berobat.

2. Penyuluhan Meng-instruksi-kan WBP dan Tahanan yang terskrining diatas untuk melakukan Etika batuk, yaitu untuk menutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin. Kalau perlu berikan masker bedah atau tisu untuk membantu mereka menutup mulutnya.

3. Pemisahan WBP dan Tahanan yang suspek atau pasien TB harus dipisahkan dari WBP dan Tahanan lain, dan diminta menunggu di ruang terpisah dengan ventilasi baik serta diberi masker bedah atau tisu untuk menutup mulut dan hidung pada saat menunggu.

4. Pemberian pelayanan segera

WBP dan Tahanan dengan gejala batuk di- triase ke baris depan untuk mendapatkan

pelayanan segera (misalnya VCT HIV, kunjungan ulang obat), agar segera dapat dilayani dan mengurangi waktu orang lain terpajan pada mereka. Usahakan agar WBP dan Tahanan yang hanya datang untuk pelayanan HIV mendapatkan layanan HIV sebelum layanan

5. Rujuk untuk investigasi/

pengobatan TB

Untuk pemeriksaan diagnostik TB sebaiknya Lapas dan Rutan membina kerjasama dengan unit diagnostik TB guna merujuk pemeriksaan sputum. Selain itu, perlu mempunyai kerjasama dengan fasyankes rujukan untuk pengobatan TB bila tidak mampu ditangani oleh Lapas dan Rutan.

Adaptasi dari: Tuberculosis Infection Control in The Era of Expanding HIV Care and Treatment -Addendum to WHO Guidelines for the Prevention of Tuberculosis in Health Care Facilities in Resource-Limited Settings, hal. 17.

EDUKASI DAN PENERAPAN ETIKA BATUK

Petugas kesehatan pada Lapas dan Rutan harus dapat memberi penyuluhan mengenai pentingnya menjalankan Etika batuk kepada pasien TB serta WBP dan Tahanan lainnya untuk mengurangi penularan.Pasien yang batuk diinstruksikan untuk memalingkan kepala dan menutup mulut / hidung dengan tisu. Kalau tidak memiliki tisu maka mulut dan hidung ditutup dengan tangan atau pangkal lengan. Sesudah batuk, tangan dibersihkan, dan tisu dibuang pada tempat sampah yang khusus disediakan untuk ini.

Petugas kesehatan yang sedang sakit sebaiknya tidak merawat pasien. Apabila tetap merawat pasien, maka petugas kesehatan tidak boleh merawat pasien TB dan harus mengenakan masker bedah. Bagi semua Petugas di Lapas dan Rutan serta WBP dan Tahanan yang bersin atau batuk, maka etika batuk dan kebersihan tangan seperti di atas harus diterapkan

Gambar 4 : Etika Batuk

3. PILAR PENGENDALIAN LINGKUNGAN

Adalah upaya untuk menurunkan konsentrasi kuman TB di udara yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran Kuman TB, sehingga tidak menularkan pada orang lain. Upaya pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan mengutamakan pengaturan ventilasi dan pengkondisian udara yang mengarahkankonsentrasi kuman TB kearah udara terbuka yang bebas dari lalu lintas orang (Bila tidak memungkinkan pengaturan ventilasi tersebut bisa ditambah dengan penggunaan radiasi ultraviolet sebagai Germisida).

3.1. Tata Letak Rencana Blok (Block Plan) di Lapas dan Rutan

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran Kuman TB di Lapas dan Rutan perlu dilakukan pembagian area / zoniikasi (Area Zoning) dimana area untuk perawatan TB di Lapas dan Rutan sebaiknya diletakkan pada suatu area yang tidak dapat secara langsung menularkan kuman TB pada WBP dan tahanan serta petugas maupun

Menggunakan tisu

Membuang tisu ditempat sampah Mencuci tangan setelah batuk Menggunakan masker Tutup mulut dengan

:

Keterangan: A. Gedung Ka Lapas/Rutan B. Gedung Perkantoran 1 C. Gedung Perkantoran 2 (Poliklinik, Administrasi Registrasi) D. Blok E. Blok F. Blok G. Lapangan Olah Raga & Upacara H. Masjid I. Podium/Gazebo J. Gereja K . Wihara L. Dapur Utama & Utilitas M. Menara Pengawas N. Lap. Parkir A B C N N M M M M K J I H G L F D E

Gambar 5 : Model Rencana Blok Lapas dan Rutan

P redi ks i ar ah al iran bu an gan u dar a

Prediksi arah aliran buangan udara P redi ks i ar ah al iran bu an gan u dar a

Prediksi arah aliran buangan udara

Ket : 1 – 6 adalah Alternatif Rencana Ruang Isolasi pada Blok atau Bangunan Mandiri

1 2 3 4 5 6

Gambar 6 : Alternatif lokasi penempatan ruang isolasi dan ruang perawatan TB

R

uang Isolasi direkomendasikan terpisah dari blok WBP dan Tahanan yang lain dengan ventilasi maksimal terpisah dari pusat kegiatan, bukaan menghadap keluar dengan tetap memperhatikan faktor keamanan. Dapat di tempatkan di 6 lokasi alternatif.

3.2. Penggunaan Sistem Ventilasi di Lapas dan Rutan

Sistem Ventilasi adalah suatu sistem yang menjamin udara bergerak dan terjadi pertukaran antara udara didalam gedung dengan udara dari luar.

Secara garis besar ada tiga jenis sistem ventilasi yaitu:

1. Ventilasi Alamiah adalah sistem ventilasi yang mengandalkan padalubang angin, jendela dan pintu terbuka yang memungkinkan adanya pertukaran udara secara alami.

2. Ventilasi Mekanik adalah sistem ventilasi yang menggunakan peralatan mekanik untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara masuk dan keluar ruangan. Termasuk disini adalah Air Conditioner (AC) dan sistem pemanas ruangan.

3. Ventilasi Campuran adalah sistem ventilasi alamiah ditambah dengan penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektiitas panyaluran udara. Penggunaan kipas angin juga termasuk dalam jenis ventilasi ini karena dapat menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu.

Ventilasi yang adekuat di poliklinik maupun kamar/blok di Lapas dan Rutan, sangat penting untuk mencegah penyakit yang ditransmisikan melalui udara (airborne) dan sangat direkomendasikan untuk pengendalian penyebaran penyakit TB. Ventilasi yang baik dapat mengurangi risiko infeksi dengan mendilusi atau menghilangkan pajanan. Apabila udara bersih atau segar masuk ke ruangan melalui sistem ventilasi alamiah maupun mekanik maka terjadi dilusi partikel di udara ruangan termasuk konsentrasi kuman TB, sehingga risiko penularan menjadi lebih kecil. Hal ini hanya dapat terjadi bila udara ruangan dialirkan keluar ke tempat yang aman (menjauhi orang-orang) atau di ilter/radiasi sehingga konsentrasi kuman TB yang mengandung bakteri M. Tuberkulosis terjaring atau menjadi tidak aktif.

Jenis sistem ventilasi yang perlu digunakan tergantung pada jenis pengunaan ruangan pada Lapas dan Rutan dan keadaan lingkungan. Setiap sistem ventilasi yang dipilih harus dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik, oleh karena itu perlu disediakan

• Ventilation Rate

Jumlah udara luar berkualitas baik yang masuk dalam ruangan pada waktu tertentu • Arah aliran udara

Arah aliran udara seharusnya dari area bersih ke area terkontaminasi. Di ruang pemeriksaan aliran udara seharusnya dari belakang petugas atau diantara petugas dan pasien.

• Distribusi udara atau pola aliran udara (airlow pattern)

Udara luar perlu terdistribusi ke setiap bagian dari ruangan dengan cara yang eisien

dan kontaminan airborne yang ada dalam ruangan dialirkan keluar dengan cara

yang eisien juga.

Gambar 7 : Desain ruangan untuk Pemeriksa dan Pasien TB

Kebutuhan ventilasi yang baik, bervariasi tergantung pada jenis ventilasi yang digunakan, seperti resirkulasi udara atau aliran udara segar. Saat ini rekomendasi WHO untuk Ventilation Rate ruangan dengan risiko tinggi penularan melalui udara adalah minimal 12 Airchanges Per Hour (ACH). Cara pengukuran ACH yaitu dengan memperhitungkan laju pertukaran udara per jam dibagi volume ruangan. Ventilation Rate yang lebih tinggi memiliki kemampuan mendilusi patogen airborne lebih tinggi, sehingga menurunkan risiko penularan infeksi melalui udara.

Perlengkapan yang di butuhkan untuk perhitungan ACH :

2. Vaneometer : untuk mengukur kecepatan udara masuk/keluar

3. Smoke tub : untuk mengetahui arah aliran udara

4. Kalkulator : untuk menghitung

5. Kertas catatan : untuk melakukan pencatatan/perhitungan

Contoh Perhitungan ACH :

Diketahui :

Luas Jendela yang terbuka = tinggi 0,5 m X lebar 0,5 m = 0,25 m2

Kecepatan udara lewat jendela = 0,5 m/detik

Dimensi ruangan = panjang 3m X lebar 5 m X tinggi 3m = 45 m3

Perhitungan ACH :

ACH = Laju Pertukaran udara per jam Volume ruangan

= Luas jendela x kecepatan udara lewat x 3600 detik/jam

Volume ruangan

= 0,25 m2 X 0,5 m/detik X 3600 detik/jam = 10 ACH

45 m3

Ada beberapa laporan yang menyatakan, bahwa penularan TB banyak terjadi di fasilitas pelayanan/ruangan yang tidak memiliki sistem ventilasi yang baik. Bukti yang ada mengenai pengaruh ventilasi masih lemah, namun konsisten, sehingga untuk pengendalian penularan TB, ventilasi masih sangat dianjurkan. Pemilihan

sistem v

entilasi perlu memperhatikan kondisi lokal, seperti iklim, struktur bangunan, cuaca, biaya dan kualitas udara luar.

alami tergantung pada kecepatan angin, arah angin dan bukaan tempat masuk angin ke dalam ruangan. Daerah bersuhu ekstrem dan kecepatan angin yang selalu rendah tidak cocok untuk penggunaan ventilasi alami.

Rekomendasi untuk ventilasi alami :

• Hindari konstruksi dengan ventilasi yang buruk, upayakan ventilasi yang baik di setiap ruangan.

• Pintu dan jendela berhadapan agar terjadi aliran silang untuk memperbesar laju pertukaran udara

• Jendela sebaiknya dibuka semaksimal yang memungkinkan

• Tinggi dinding sebaiknya semaksimal mungkin (minimal 2,5 m)

• Posisi petugas dan pasien harus memperhatikan arah aliran udara alami yang

dapat terjadi (lihat gambar 5.3.)

• Pengunaan saringan nyamuk direkomendasikan pada tempat yang endemis.

Tabel 4 : Kelebihan dan kelemahan Ventilasi Alami

Kelebihan

Kelemahan

• Murah dan minim biaya operasional • Diaktifkan hanya dengan membuat

lubang angin, membuka jendela, pintu, • Tidak hanya mengurangi risiko transmisi

TB, tetapi juga meningkatkan kualitas udara secara umum

• Dapat mencapai laju pertukaran udara yang besar bila di desain secara tepat.

• Ventilasi alamiah sering tidak dapat dikendalikan dan diprediksi, karena tergantung pada cuaca, kondisi angin dll

• Udara yang masuk ruangan dari luar tanpa disaring/diilter, dan dapat membawa polutan udara dari luar. • Jendela/pintu yang selalu dibuka, dapat berdampak pada keamanan, kenyamanan dan privasi . Hal ini terutama terjadi pada malam hari atau bila cuaca dingin

VENTILASI CAMPURAN

Ventilasi campuran dapat menjadi pilihan bila ventilasi alami yang ada dirasakan kurang. Ventilasi campuran menggabungkan antara ventilasi alamiah dengan ventilasi mekanik. Tambahan ventilasi mekanik seperti kipas angin, exhaust fan atau lainnya dimaksudkan untuk memperbesar

laju pertukaran udara di ruangan agar udara segar dari luar dapat masuk kesemua ruangan di gedung tersebut. Laju pertukaran udara di ruangan di manaorang berkumpul dalam jumlah banyak seperti ruang tunggu, ruang hunian WBP dan Tahanan hendaknya diupayakan sebesar mungkin.

Gambar 8 : Jenis-jenis kipas angin

Sumber: Francis J. Curry National Tuberculosis Center, 2007: Tuberculosis Infection Control: A Practical Manual for Preventing TB , hal 17

Jika menggunakan ventilasi campuran, jenis ventilasi mekanik yang akan digunakan sebaiknya di sesuaikan dengan kebutuhan yang ada dan diletakkan pada tempat yang tepat. Kipas angin yang dipasang pada langit-langit (ceiling fan) hanya memutar udara tanpa mengalirkan ke arah tertentu, jenis kipas angin ini tidak dianjurkan. Sedangkan kipas angin yang berdiri atau diletakkan di meja dapat mengalirkan udara ke arah tertentu, hal ini dapat berguna untuk PPI TB bila dipasang pada posisi yang tepat, yaitu dapat mengalirkan udara tercemar, menjauh dari orang lain keluar.

Pemasangan exhaust fan yaitu kipas yang dapat langsung menyedot udara keluar dapat meningkatkan laju pertukaran udara yang ada di ruangan. Sistem exhaust fan yang dilengkapi saluran udara keluar, harus dibersihkan secara teratur, karena dalam saluran tersebut sering terakumulasi debu dan kotoran, sehingga bisa tersumbat atau hanya sedikit udara yang dapat dialirkan.

Rekomendasi untuk ventilasi campuran:

• Pada penggunaan ventilasi campuran, Ventilasi alami perlu diusahakan semaksimal mungkin

• Penambahan dan perletakan kipas angin untuk meningkatkan laju pertukaran udara harus memperhatikan arah aliran udara yang dihasilkan.

• Aliran udara dioptimalkan untuk dapat melakukan PPI TB

• Nyalakan kipas angin selama masih ada orang-orang di ruangan tersebut

Pembersihan dan perawatan:

• Bersihkan semua kipas angin dan saluran udara sekali sebulan dengan alat penghisap debu yang dipasang ilter

• Gunakan lap lembab untuk membersihkan debu dan kotoran dari kipas angin • Jangan lakukan pembersihan bila ada pasien/penghuni di ruangan

• Catat setiap waktu pembersihan yang dilakukan dan simpan dengan baik

Penggunaan ventilasi alamiah dengan kipas angin masih ada beberapa kelemahan, selain keuntungan yang sudah dijelaskan diatas.

Beberapa keuntungan dan kelemahan penggunaan sisten ventilasi ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5 : Kelebihan Dan Kelemahan Ventilasi Campuran

Kelebihan Kelemahan

• Tidak hanya mengurangi risiko transmisi TB, tetapi juga meningkatkan kualitas udara secara umum

• Kipas angin, cukup murah dan mudah

digunakan

• Kipas angin dapat dengan mudah

dipindahkan, sesuai kebutuhan

• Udara yang masuk ruangan dari luar tanpa disaring/diilter, dapat membawa polutan udara lainnya

VENTILASI MEKANIK

Pada keadaan tertentu diperlukan sistem ventilasi mekanik, bila sistem ventilasi alamiah atau campuran tidak adekuat, misalnya pada gedung tertutup.

Sistem Ventilasi Sentral pada gedung tertutup adalah sistem mekanik yang mensirkulasi udara di suatu gedung. Dengan menambahkan udara segar untuk mendilusi udara yang ada, sistem ini dapat mencegah penularan TB. Tetapi dilain pihak, sistem ini juga dapat menyebarkan partikel yang mengandung kuman TB ke ruangan lain yang tidak ada pasien TB, karena sistem seperti ini meresirkulasi udara keseluruh gedung.

Persyaratan sistem ventilasi mekanik yang dapat mengendalikan penularan TB adalah: • Harus dapat mengalirkan udara bersih dan menggantikan udara di dalam ruangan

• Harus dapat menyaring (dengan pemasangan ilter) partikel yang infeksius dari udara yang di resirkulasi

• Atau dapat ditambahkan lampu Ultra Violet Germicidal Irradition (UVGI) untuk mendesinfeksi udara yang di resirkulasi

3.3. Tata Letak Perabot (Furniture) Ruangan di Lapas dan Rutan

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran Kuman TB pada Lapas dan Rutan perlu dilakukan manipulasi pada tata letak perabot pada setiap ruangan untuk memperoleh pertukaran udara yang diinginkan.

3.3.1. Tata Letak Perabot (Furniture) Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Lapas dan Rutan

Untuk mencapai Keselamatan Kerja bagi petugas kesehatan maka perlu diatur posisi perabot dan jenis ventilasi yang diadakan dalam upaya mendukung pertukaran udara optimal yang dapat dilakukan.

3.3.1.1. Tata Letak Perabot (Furniture) Ruang Poliklinik Rawat Jalan/Ruang

Periksa.

Arah aliran udara Pr edi ks i ar ah al iran bu an gan u dar a Ket :

FP : Fan Pendorong P : Pasien J : Jendela

PT : Pintu D : Dokter W : Wastafel PR : Perawat Arah aliran udara FP FP FP FP W P P P P P P P P PT PR D D PT

Gambar 9 : Model denah layout poliklinik

3.3.1.2. Tata Letak Perabot (Furniture) Ruang Rawat Inap.

Dokumen terkait