• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Penatalaksanaan

Penderita baru dengan kemungkinan Ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah.

Tatalaksana yang dikerjakan sebagai berikut :

1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada Ensefalitis biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan pemberian oksigen.

3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.6 5. Pengobatan

Untuk pengobatan dapat dibagi menjadi 2 macam terapi : terapi kausatif dan terapi simptomatis.

Tabel 2.1 Terapi kausatif dapat disesuaikan dengan etiologi penyebabnya diadaptasi dari jurnal “The Management of Encephalitis : Clinical Practice Guidelines by The

Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 2008”

Penyebab Nama Rekomendasi

Virus Herpes simplex virus

Asiklovir dianjurkan (A-I)

Varicella-zoster virus

Asiklovir dianjurkan (B-III), gansiklovir dapat dijadikan alternatif (C-III); Ajuvan kortikosteroid

dapat juga dijadikan alternatif (C-III)

Cytomegalovirus Kombinasi gansiklovir ditambah foscarnet dianjurkan (B-III), sidofovir tidak dianjurkan,

karena kemampuannya untuk menembus penghalang darah-otak sangat buruk

Epstein-Barr Asiklovir tidak dianjurkan. Penggunaan kortikosteroid mungkin bermanfaat (C-III), tetapi

potensi risiko harus dipertimbangkan

Human Herpesvirus 6

Gansiklovir atau foscarnet harus digunakan pada pasien immunocompromised (B-III). Penggunaan

agen ini pada pasien imunokompeten dapat dijadikan alternatif (CIII), tetapi tidak ada data

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta B virus Valacyclovir direkomendasikan (B-III), agen

alternative gansiklovir (B-III) dan asiklovir (C-III)

Virus Influenza Oseltamivir dapat dipertimbangkan (C-III)

Virus Campak Ribavirin dapat dipertimbangkan (C-III); intratekal ribavirin dapat dipertimbangkan pada

pasien dengan sub-akut sclerosing panencephalitis (C-III)

Virus Nipah Ribavirin dapat dipertimbangkan (C-III)

West Nile Virus Ribavirin tidak dianjurkan

Virus ensefalitis Jepang

IFN-a tidak direkomendasikan

St. Louis ensefalitis virus

IFN-2a dapat dipetimbangkan (C-III).

HIV ART dianjurkan (A-II)

JC virus Pembalikan imunosupresi (A-III) atau ART pada pasien yang terinfeksi HIV (A-II) sangat

direkomendasikan Bakteri Bartonella

bacilliformis

Kloramfenikol, siprofloksasin, doxycycline, ampisilin, atau trimetoprim-sulfametoksazol

dianjurkan (B-III)

Bartonella henselae

Doxycycline atau azitromisin, dengan atau tanpa rifampisin, dapat dipertimbangkan (C-III)

Listeria monocytogenes

Ampisilin ditambah Gentamisin direkomendasikan (A-III); trimetoprim-sulfametoksazol merupakan alternative pada

pasien alergi penisilin (A-III)

Mycoplasma pneumoniae

Terapi antimikroba (azitromisin, doxycycline, atau fluorokuinolon) dapat dipertimbangkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tropheryma

whipplei

Seftriakson, diikuti dengan baik trimetoprim-sulfametoksazol atau sefiksim, dianjurkan (B-III) Mycobacteria Mycobacterium

tuberculosis

Terapi 4-obat anti-tuberkulosis harus dimulai (A-III), deksametason ajuvan harus ditambahkan

pada pasien dengan meningitis (B-I) Rickettsioses

dan ehrlichiosis

Anaplasma phagocytophilum

Doxycycline dianjurkan (A-III)

Ehrlichia chaffeensis

Doxycycline dianjurkan (A-II)

Rickettsia rickettsii

Doxycycline dianjurkan (A-II), kloramfenikol dapat dipetimbangkan sebagai alternatif dalam memilih skenario klinis, seperti kehamilan (C-III)

Coxiella burnetii Doxycycline ditambah fluorokuinolon dan rifampisin dianjurkan (B-III). Spirochetes Borrelia

burgdorferi

Seftriakson, sefotaksim, atau penisilin G dianjurkan (B-II)

Treponema pallidum

penisilin G dianjurkan (A-II), seftriakson merupakan alternatif (B-III) Jamur Coccidioides

spesies

Flukonazol dianjurkan (AII), alternative yaitu itrakonazol (B-II), vorikonazol (B-III), dan amfoterisin B (intravena dan intratekal) (C-III).

Cryptococcus neoformans

Pengobatan awal dengan amfoterisin deoxycholate B ditambah flucytosine (A-I) atau

formulasi lipid amfoterisin B ditambah flucytosine (A-II) direkomendasikan

Histoplasma capsulatum

Amfoterisin B liposomal diikuti oleh itrakonazol dianjurkan (B-III)

Protozoa Acanthamoeba Trimetoprim-sulfametoksazol ditambah rifampisin ditambah ketokonazol (C-III) atau

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

flukonazol ditambah sulfadiazine ditambah pirimetamin (C-III) dapat dipertimbangkan

Balamuthia mandrillaris

Pentamidin, dikombinasikan dengan macrolide (azitromisin atau klaritromisin), flukonazol,

sulfadiazin, flusitosin, dan fenotiazin dapat dipertimbangkan (C-III)

Naegleria fowleri Amfoterisin B (intravena dan intratekal) dan rifampisin, dikombinasikan dengan agen lain,

dapat dipertimbangkan (C-III).

Plasmodium falciparum

Kina, quinidine, atau artemeter dianjurkan (A-III), atovakuon-proguanil adalah alternatif (B-III), transfusi tukar direkomendasikan untuk pasien dengan 110% parasitemia atau malaria serebral (B-III) kortikosteroid tidak dianjurkan

Toxoplasma gondii

Pirimetamin lebih baik ditambah sulfadiazin atau klindamisin sangat dianjurkan (A-I), Sulfametoksazol trimethoprim (B-I) dan pirimetamin lebih baik ditambah atovakuon, klaritromisin, azitromisin, atau dapson (B-III)

alternatif

Trypanosoma brucei gambiense

Eflornithine dianjurkan (A-II), melarsoprol merupakan alternatif (A-II)

Trypanosoma

brucei rhodesiense Melarsoprol dianjurkan (A-II)

Cacing Baylisascaris procyonis

Albendazole ditambah diethycarbamazine dapat dipertimbangkan (C-III), kortikosteroid adjunctive juga harus dipertimbangkan (B-III).

Spesies Gnathostoma

Albendazole (B-III) atau ivermectin (B-III) dianjurkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Taenia solium Perlu pengobatan harus individual, albendazole

dan kortikosteroid direkomendasikan (BIII), praziquantel dapat dipertimbangkan sebagai alternatif (C-II). Postinfectious atau status post

vaccination Akut

disebarluaskan Encephalomyelitis

kortikosteroid dosis tinggi direkomendasikan (B-III); alternatif termasuk pertukaran plasma (B-III)

dan imunoglobulin intravena (CIII)9

Tabel 2.2 Ikatan asosiasi infeksi Amerika – US sistem peringkat pelayanan kesehatan masyarakat untuk rekomendasi dalam pedoman klinis

Kategori, Tingkatan / kelas Definisi

A Bukti bagus dalam mendukung sebuah rekomendasi untuk digunakan

B Bukti sedang dalam mendukung sebuah

rekomendasi untuk digunakan

C Bukti kurang untuk mendukung sebuah

rekomendasi Kualitas bukti

I Bukti ≥1 random, percobaan terkontrol

II Bukti ≥1 percobaan klinik dirancang dengan baik,

tanpa random, dari kohort atau kasus terkontrol studi analisis (lebih dari 1 pusat) dari kelipatan time-series atau dari hasil eksperimen yang tidak

terkontrol.

III Bukti dari pendapat otoritas yang dihormati, berdasarkan eksperimen klinis dan studi deskriptif Catatan. Adaptasi dari Kanada periodik untuk pemeriksaan secara berskala

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengobatan simptomatis dapat berupa : 1. Oksigen

2. Nutrisi baik enteral maupun parenteral

3. Analgetik dan antipiretik : parasetamol 10 mg/kgBB/dosis

4. Antikonvulsi : Diazepam supp 0,5-0,75 mg/kgBB/dosis atau iv 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis saat kejang. Kemudian apabila tidak berhenti dapat diberikan loading Fenitoin 15-20 mg/kgBB dan Fenitoin maintenance 6-8 mg/kgBB/hari.

6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh 7. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.

8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk mengantisipasi kebutuhan pernapasan buatan. Perawatannya, yaitu mata : cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC atau salep antibiotika. Cegah decubitus dengan merubah posisi penderita tiap 2 jam. Penderita dengan gangguan menelan dan akumulasi sekret lakukan postural drainage dan aspirasi mekanis.7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dokumen terkait